Bachofen
Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang melalui
empat tahapan ( Koentjaraningrat, 1980 ) yaitu sebagai berikut :
1. Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok,
laki-laki dan wanita berhubungan bebassehingga melahirkan keturuna tanpa ada ikatan
( Koentjaranigrat, 1980: 38 ) pada tahapan ini kehidupan manusia sama dengan
kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan
bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan kelurga dan
menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga seperti sekarang ini
2. Lambat laun manusia semakin sadar akan hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum
mengenal ayahnya melaikan hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti, ibulah
yang menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini
disebut tahapan matriarchate. Pada tahapan ini perkawinan ibu dan anak dihindari
sehingga muncullah adat exogami.
3. Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang
mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi
karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita
sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya dari kelompokkelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di sana.
Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka.
4.
Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi
susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini
perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang
sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan langsung dengan
kelurga ibu maupun ayah.
selanjutnya garis keturunan dihitung dari garis ibu dan para sarjana pada waktu itu menyebutnya
matriarchate.
Pada tahap selanjutnya pihak laki-laki merasa tidak puas dengan keadaan seperti ini,
sehingga yang dilakukannya adalah mengambil calon isteri-isteri dari kelompok-kelompok
mereka ke kelompok para laki-laki tadi. Lambat laun dengan keadaan seperti ini timbullah
keluarga-keluarga baru yang garis keturunannya di hitung dari ayah. Dengan demikian ayah
adalah kepala keluarga, keadaan yang demikian ini disebut patriarchate.
Tahap akhir ditandai dengan kembali sadarnya bahwa dengan adat perkawinan exogami
keluarga manusia tersebut dapat terputus karena jarak ruang dan waktu yang semakin jauh,
sehingga perkawinan exogami berubah menjadi endogami yang masih terikat batas-batas tertentu
yang menyebabkan anak-anak mereka senantiasa berhubungan langsung dengan keluarga ayah
dan ibu. Lambat laun sistem patriarchate menghilang dan berganti menjadi susunan parental.
D. Aplikasi Teori Evolusi Keluarga J. J. Bachofen pada salah satu kebudayaan di Indonesia
Teori yang dibawakan oleh Bachofen ini sesuai dengan beberapa sistem kekerabatan yang
ada pada kebudayaan Indonesia, seperti pada kebudayaan yang ada di daerah Minangkabau yang
menganut sistem matriachate, dengan keluarga batih (ramah) merupakan suatu kesatuan hidup
yang paling kecil berdasarkan pertalian darah. keluarga dalam pengertian setempat bukanlah
ayah, tetapi ibu dan anak-anaknya yang belum menikah. Sistem kekerabatan yang ada disana
memperhitungkan dua generasi diatas ego laki-laki dan satu generasi dibawahnya.
Dalam hal jodoh masyarakat Minangkabau memilih dari luar suku, tetapi pola itu kini
sudah mulai hilang. Bahkan akibat pengaruh dari dunia modern, perkawinan endogami lokal
tidak lagi dipertahankan[2].
Akibat dari adanya hal itu, tetapi bukan berarti pula telah punah, masih ada bahkan
banyak masyarakat asli yang berada di tanah Minang yang masih mempertahankan system
kekerabatan mereka, terutama para tetua adat. Meskipun saat sekarang sudah berbeda cara
melaksanakannya, tetapi pada intinya untuk melaksanakan suatu hal yang amat sacral seperti
pernikahan, mereka masih menggunakan sistem matriachate untuk melaksanakan
kebudayaannya, meskipun dengan cara yang bermacam-macam.
Masyarakat Minang meskipun di era ini telah melewati beberapa tahapan masa
perkembangan evolusi yang menurut kami sesuai dengan teori evolusi yang telah dibawakan
Bachofen, tetapi adat Minang masih bisa dikatakan berpegang teguh dengan system
matriachatedan tidak mengelak bahwa system parental pun juga pernah ada didalamnya, karena
banyaknya pengaruh dari dunia luar yang masuk pada anak-anak Minangkabau asli.
Daftar Pustaka
Indriyawati, Emmy. 2009. Antropologi 2. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia press.
Subky, M. Hasby. (ed). Buku Daras Pendidikan Agama Islam. 2012. Malang: PPA Universitas
Brawijaya.
http://alfiindah.blogspot.co.id/2013/02/teori-evolusi-kebudayaan-part-i.html
[1]
[2]
Spencer (1876: I, 434) dalam Koentjaraningrat Sejarah Teori Antropologi (1980: 34).
Emmy Indriyawati, Antropologi 2, 2009 hlm: 8
http://nilmayola.blogspot.co.id/2013/03/teori-evolusi-kebudayaan.html
J.J.Bachofen dari Jerman yang semula mendalami kesarjanaannya di bidang
hukum,mengembangkan teori evolusi secara khusus,yaitu evolusi keluarga
manusia.
menurut J.J.Bachofen,bentuk keluarga yang paling tua adalah promiscuitet (tanpa
ikatan perkawinan,mengadakan hubungan secara seksual secara bebas seperti
pada masyarakat binatang) bentuk promiscuitet berkembang menjadi bentuk
keluarga matriachte (hukum keibuan),dan matriachte berkembang menjadi
patriachate (hukum kebapakan).Pendapat J.J.Bachofen sangat diragukan
kebenarannya sehingga banyak ahli antropologi yang menyangkalnya.Termasuk
pranata hukum keibuan dan kebapakan,banyak ahli antropologi meragukan
kenyataannya dalam kehidupan masyarakat
1. 1. Teori Evolusi Keluarga J.J Bachoven J.J Bachoven adalah ahli antropologi
yang merumuskan tentang perkembangan teori yang beisikan evolusi hokum
milik dan evolusi waris, dan erat bersangkutan dengan teori evolusi dalam
bentuk keluarga. Menurutnya, di seluruh dunia keluarga manusia
berkembang melalui empat tingka evolusi. 1. pada saat manusia berada
dalam keadaan promiskuitas, di mana manusia hidup serupa dengan
sekawanan binatang berkelompok, antara lelaki dan wanita bebas melakukan
hubungan badan tanpa terikat dengan salah satu dari pasangan yang mereka
singgahi dan meskipun dikemudian hari wanita akan melahirkan anak hasil
hubungan tersebut. Dalam tingkatan ini, tentunya keluarga inti belum
terbentuk dikarenakan belum adanya sebuah ikatan antara lelaki dan wanita
dengan anak dari hasil hubungan mereka. 2. dalam tingakatan ini, mulailah
terbentuk keluarga inti yang hanya terdiri dari ibu dan anak dikarenakan
manusia semakin sadar akan hubungan seorang ibu dengan anaknya, di
mana anak-anak tersebut hanya mengenal dan dekat dengan ibunya tetapi
tidak mengnal atau bahkan mengetahui siapa ayahnya. Dalam awal mula
terbentuknya keluarga inti ini, ibulah yang menjadi kepala keluarga.
Perkawinan antara ibu dan anak dihindari, yang kemudian timbul adanya
exogami. Kelompok-kelompok yang dikepalai oleh ibu tadi terus berkembang
menjadi luas dikarenakan perhitungan garis keturunan mulai diperhitungkan
dari garis ibu, maka timbulah suatu keadaan masyarakat yang oleh para
sarjana pada waktu itu disebut matriachate. 3. pada tingkat ini para lelaki
mulai merasa tidak puas dengan keadaan yang terjadi pada masa itu,
sehingga para lelaki mengambil wanita untuk dijadikan pasangannya dari
kelompok-kelompok lain yang kemudian dibawanya dalam kelompok si lelaki.
Dengan demikian diharapkan keturunan yang lahir juga tetap tinggal dalam
kelompok si lelaki. Lambat laun kejadian ini menyebabkan timbulnya
perpidahan kepala keluarga dari wanita atau ibu ke pada lelaki atau ayah.
Dan dengan meluasnya kelompok-kelompok serupa yang dikepalai oleh ayah
timbulah keadaan patriarchate. 4. pada tingkatan ini terjadi ketika
perkawinan di luar kelompok berlangsung, yaitu exogami, berubah menjadi
endogami dikarenakan beberapa sebab. Endogami atau perkawinan di dalam
Johann Jakob Bachofen (lahir di Basel, 22 Desember 1815 meninggal di Basel, 25 November
1887 pada umur 71 tahun) adalah seorang hakim dan antropolog berkebangsaan Swiss.[1] Juga
merupakan seorang profesor hukum Romawi di Basel pada tahun (1842-1844).
Bachofen sangat dikenal dengan teorinya mengenai hukum keibuan dalam bukunya Das
Mutterrecht, Eine Untersuchug ber die Gynaikokratie der alten Welt nach ihrer religisen und
rechtlichen Natur (Stuttgart), 1861.[1] Ia juga membagi evolusi masyarakat manusia melalui 4
tingkat, yaitu: promiscuitat (pergaulan bebas), Matriarchat (hukum keibuan), Patriachat (hukum
kebapakan), dan Elterrecht (hukum orang tua).