Anda di halaman 1dari 26

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

Disarikan Kembali oleh Havid Ardi

I used to think that running an organization was equivalent to conducting


a symphony orchestra. But I dont think thats quite it; its more like
jazz. There is more improvisation. Warren Bennis

A.

Pendahuluan

Melalui organisasi, kita berlatih dan dituntut untuk mampu mengolah


diri dengan benar, baik secara naluriah maupun fitrah, sehingga lahir
menjadi pribadi yang memiliki integritas. Sehingga dengan
berorganisasi, kita akan terasah dan terlatih untuk hidup berjamaah atau
bekerja sama dengan orang lain. Nah, dalam kebersamaan dalam
organisasi itulah, akan terbentuk secara alami manusia yang sempurna
dalam arti psikologis. Yakni, manusia yang mampu dan tahu kapan
saatnya menempatkan posisi dirinya sebagai individu dan kapan dia
harus lebih mementingkan kepentingan organisasi demi kepentingan
bersama.

Namun, berhasil atau tidaknya sebuah organisasi juga sangat ditentukan


oleh berbagai komponen dalam sebuah organisasi. Salah satu komponen
penting dan menentukan keberhasilan tersebut adalah pemimpin. Para
pemimpin yang baik itu dibentuk tidak dilahirkan. Jadi, jika ingin dan
mau, kita dapat menjadi seorang pemimpin yang efektif.

Para pemimpin yang baik berkembang melalui sebuah proses yang tiada
henti belajar-sendiri, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman (Jago,
1982). Makalah ini dimaksudkan untuk membantu Anda melalui proses
tersebut. Agar mampu menginspirasi anggota Anda ke tingkat yang lebih
tinggi dari kerja sama tim, ada beberapa hal yang harus Anda ketahui,
wujudkan dan, lakukan. Hal ini tidak datang secara alami, tetapi
diperoleh melalui kerja terus-menerus dan belajar. Para pemimpin yang
baik terus bekerja dan belajar untuk meningkatkan keterampilan
kepemimpinan mereka, mereka TIDAK beristirahat di kemenangan
mereka.

B.

Pengertian Organisasi

Namun sebelum kemana-mana, sebenarnya apakah pengertian


organisasi? Secara umum dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan
wadah untuk melakukan usaha bersama untuk mencapai satu tujuan.
Sementara definisi menurut para ahli, misalnya, Prof Dr. Sondang P.
Siagian, mengatakan organisasi sebagai setiap bentuk persekutuan antara
dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat
dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam

ikatan yang mana terdapat seseorang/beberapa orang yang disebut atasan


dan seorang/sekelompok orang yang disebut dengan bawahan. Dari
definisi ini jelas dalam organisasi terdapat orang-orang yang memiliki
hubungan dipimpin dan memimpin dalam mencapai suatu tujuan yang
sama.

Sementara, definisi yang lebih sederhana dan tegas diberikan oleh Prof.
Dr. Mr Pradjudi Armosudiro bahwa organisasi merupakan struktur
pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok
orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersamasama mencapai tujuan tertentu. Definisi ini mempertegas adanya
pembagian kerja dalam kelompok yang tujuan juga mencapai tujuan
yang telah disepakati bersama.

Nah, setelah memahami definisi organisasi di atas, dapat kita tarik


simpulan bahwa organisasi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan
sekelompok orang yang berusaha secara bersama-sama dengan suatu
struktur kepemimpinan dan pembagian tugas yang jelas dalam upaya
mencapai tujuan bersama. Lantas, apa manfaatnya berorganisasi?
Apalagi bagi mahasiswa yang sedang sibuk-sibuknya kuliah dan
menyelesaikan studinya.

Untuk mencapai nikmatnya manfaat berorganisasi itu memang butuh


proses yang panjang dan lama. Tidak bisa kita hanya berorganisasi
dalam beberapa bulan lalu lahir sebagai manusia atau mahasiswa yang
memiliki kematangan pribadi seperti yang diuraikan di atas. Oleh karena
itu, kita harus mengetahui bagaimana cara-cara berorganisasi yang baik.

Organisasi yang baik memiliki 5 ciri utama. Yaitu, antara lain: Pertama,
organisasi harus memiliki anggota yang jelas identitas dan kuantitasnya.
Setiap organisasi modern tentu menuntut para anggotanya memiliki KTA
(kartu tanda anggota). Maka, tidak dibenarkan istilah Romli atau
rombongan liar yang merupakan kumpulan dari Talap alias anggota
gelap dari sebuah OTB singkatan dari organisasi tanpa bentuk.

Kedua, organisasi harus memiliki identitas yang jelas tentang


keberadaannya dalam masyarakat. Artinya, jelas alamat kantornya,
aktivitasnya dalam menjalankan roda organisasi. Ada nama, lambang,
dan tujuan organisasi yang termuat dalam AD dan ART dan struktur
organisasinya. Ketiga, organisasi harus memiliki pemimpin serta
susunan manajemen yang juga jelas pembagian tugasnya. Masingmasing bagian, divisi, maupun seksi juga aktif memainkan perannya.
Jadi, sangat ganjil dan dipastikan sakit parah jika organisasi itu yang
tampak paling aktif adalah ketuanya sehingga tampak seperti
pertunjukan sirkus one man show dalam manajemen organisasi itu.

Keempat, dalam setiap aktivitas organisasi harus mengacu pada


manajemen yang sehat. Misalnya, ada tiga tahapan dalam menjalankan
roda organisasi, yaitu planning (perencanaan), organization
(pengorganisasian), action (pelaksanaan), controling (kontrol), dan
evaluation (penilaian). Kelima tahapan itu selalu dimusyawarahkan dan
melibatkan sebanyak mungkin anggotanya, terutama saat melewati tahap
action. Kemudian, dalam manajemen yang juga harus mendapat
perhatian serius adalah administrasi. Surat bernomor, kop surat, dan ciriciri administrasi lainnya yang lazim ada di sebuah organisasi.

Kelima, organisasi harus mendapat tempat di hati masyarakat sekitarnya.


Artinya, organisasi itu dirasakan benar manfaatnya bagi masyarakat.
Maka, kegiatan organisasi dituntut untuk mengakar kepada kebutuhan
anggota khususnya, bahkan untuk masyarakat di sekelilingnya.

C.

Kepemimpinan dalam Organisasi

Setelah mengetahui pengertian dan manfaat umum organisasi, selajutnya


kita masuk ke bagian inti dalam makalah ini, yaitu membahas salah satu
figur penting organisasi, yaitu pemimpin dan kempemimpinan dalam
organisasi. Sebenarnya, pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu
kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun
fungsional.

Seperti organisasi, juga terdapat banyak pengertian-pengertian mengenai


pemimpin dan kepemimpinan, antara lain :

o Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok

o Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan


dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan
potensi tinggi di lapangan. Dalam hal ini, Krech dan Crutchfield
memandang bahwa dengan posisinya yang khusus dalam kelompok,
pemimpin berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur

kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan


aktivitas kelompok.

o Leadership is a process by which a person influences others to


accomplish an objective and directs the organization in a way that makes
it more cohesive and coherent.

o Northouses (2007, p3) definition Leadership is a process whereby


an individual influences a group of individuals to achieve a common
goal.

o Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan mengarahkan orang lain


untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin
dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan
semangat/moral yang kreatif dan terarah.

o Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan


bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara
yang pasti.

Dari definisi di atas, jelas bahwa pemimpin merupakan salah satu figur
penting yang menentukan kesuksesan sebuah organisasi. Namun,
berikutnya muncul dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai
pemimpin. Pertanyaan tersebut adalah: (1) apakah seorang pemimpin
dilahirkan atau ditempa? (2) Apakah efektivitas kepemimpinan

seseorang dapat dialihkan dari satu organisasi ke organisasi yang lain


oleh seorang pemimpin yang sama?

Khalayak umum sering meyakini bahwa para pemimpin (leader)


dilahirkan bukan ditempa. Sementara kepemimpinan (leadership) adalah
sesuatu yang dipelajari, keterampilan dan pengetahuan yang diproses
oleh pemimpin dapat dipengaruhi oleh atributnya atau miliknya atau ciri,
seperti kepercayaan, nilai, etika karakter, dan. Pengetahuan dan
keterampilan berkontribusi langsung kepada proses kepemimpinan,
sedangkan atribut lain memberikan karakteristik tertentu pada pemimpin
yang membuat dia unik.

Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa


pendapat terkait. Pertama, pihak yang berpendapat bahwa pemimpin itu
dilahirkan melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin
yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat
kepemimpinannya. Sementara, kubu yang menyatakan bahwa
pemimpin dibentuk dan ditempa berpendapat bahwa efektivitas
kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah
dengan memberikan kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk
menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya
melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan.

Terkait dengan perdebatan tersebut, Sondang (1994) menyimpulkan


bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif
apabila :

seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan,


bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan
untuk menduduki jabatan kepemimpinannya,
ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan
dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori
kepemimpinan.
Berikutnya, untuk menjawab pertanyaan kedua dapat dirumuskan dua
asumsi yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi apakah hal
tersebut benar. Asumsi tersebut, yaitu, (1) keberhasilan seseorang
memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dialihkan kepada
kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain, (2) keberhasilan
seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan
keberhasilannya memimpin organisasi lain.

Selanjutnya, setelah mengetahui arti penting pemimpin dan


kepemimpinan, kita akan melihat tipe-tipe kepemimpinan. Kita
mengenal beberapa pemimpin besar dunia yang memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda. Secara umum, tipe kepemimpinan itu
dapat kita bagi menjadi:

1. Tipe Otokratik, semua ilmuan yang berusaha memahami segi


kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong
otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.

Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah


seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan

menujukan sikap yang menonjolkan keakuannya, antara lain dalam


bentuk :

kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alatalat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang
menghargai harkat dan martabat mereka

pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas


tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan
kebutuhan para bawahannya.

Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan


keputusan.

Dari sikapnya, gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang


otokratik antara lain:

menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya

dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya

bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi

menggunakan pendekatan punitif dalam hal terhadinya penyimpangan


oleh bawahan.

2. Tipe Paternalistik, Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di


lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya
dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masyarakat tradisional ialah
rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat
kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.

Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan


masyarakat. Biasanya tokoh-tokoh adat, para ulama dan guru. Pemimpin
ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.

3. Tipe Kharismatik, Tidak banyak informasi dari literatur yang ada


mengenai kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada
karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat
sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang
sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah
seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut
tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang
tersebut dikagumi.

4. Tipe Laissez Faire, Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya


organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota
organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui
apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin

dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota


dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Dari beberapa literatur digambarkan gaya kepemimpinan yang memiliki


tipe Laissez Faire antara lain:

pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif

pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan


yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.

Status quo organisasional tidak terganggu

Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak


yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang
bersangkutan sendiri.

Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku


dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi
berada pada tingkat yang minimum

5. Tipe Demokratik, Pemimpin yang demokratik biasanya


memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai

unsur dan komponen organisasi. Artinya, tipe pemimpin demokratik tahu


peran dan fungsi dari masing-masing bagian atau komponen dalam
organisasinya. Karakternya antara lain:

Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian


rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan
kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.

Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan


tingkatnya.

Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan


menjunjung harkat dan martabat manusia

Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

Lantas dari sekian banyak tipe dan gaya kepemimpinan di atas, tipe
manakah yang paling ideal diterapkan dalam sebuah organisasi (seperti
organisasi mahasiswa)? Secara umum pemimpin dan kepemimpinan
yang ideal memiliki beberapa indikator, yaitu pemimpin yang memiliki:

o Pengetahuan Umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang


dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk
mampu berpikir dan bertindak secara generalis.

o Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang

o Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap
yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk
mencari dan menemukan hal-hal baru.

o Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi


pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis
operasional, namun kemampuan untuk berpikir. Cara dan kemampuan
berpikir yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan
masalah.

o Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan


inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang
dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya
ingat yang kuat.

o Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan


memiliki pandangan holistik mengenai organisasi.

o Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi


dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi,
fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.

o Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan


kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap
dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.

o Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang


semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan
kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa
dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam
hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar
organisasi tersebut.

o Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan


sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci
keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi
terletak pada kemampuannya bertindak secara objektif.

o Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis


biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan
menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan
kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan
sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima
kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang
diharapkan.

o Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak


strategik organisasional adalah SWOT.

o Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting

o Naluri yang Tepat, kemampuannya untuk memilih waktu yang tepat


untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

o Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan, keterikan satu


sama lain.

o Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan


bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi
tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi.

o Keteladanan, seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan


dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.

o Menjadi Pendengar yang Baik

o Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal,


temporal dan spatial.

o Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara


bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan
kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip
hidup yang dianut oleh seseorang.

o Ketegasan

o Keberanian

o Orientasi Masa Depan

o Sikap yang Antisipatif dan Proaktif

D.

Pemimpin Visioner

Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan


untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersamasama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan
makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas
(Diana Kartanegara, 2003).

Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin


visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci
sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:

o memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan


komponen lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin
untuk menghasilkan guidance, encouragement, and motivation.

o memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi


secara tepat atas segala ancaman dan peluang.

o memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi


praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Mempertahankan
kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu
jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).

o memiliki atau mengembangkan peluang untuk mengantisipasi masa


depan.

Sementara, Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus


dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:

o Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas


tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas
kapan hal itu akan dapat dicapai.

o Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di


mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi
yang diinginkan pada masa yang akan datang.

o Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat


memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya
mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi
mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang
mungkin dapat mempengaruhi rencana.

o Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan


strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin
visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan
potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi
rintangan itu

o Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner


berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan
memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan
berkata If it aint broke, BREAK IT!.

o Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan


menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.

o Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara


menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat
dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen
pada seluruh organisasi.

o Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam


rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang
harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari
peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu,
departemen dan golongan tertentu.

o Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan


teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis
pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi.
Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif,
sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu
mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam
proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan
berpikir dan mengembangkan imajinasi.

o Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan


adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan.
Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak
diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang
dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Selanjutnya, Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang


harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan
kepemimpinannya, yaitu:

o Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di


mana seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran
atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan
melibatkan orang-orang dari get-go. Hal ini bagi para ahli dalam studi
dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan.
Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi,
mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta
meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang
benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh
tahap usaha menuju masa depan.

o Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran


penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks
perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial,
teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa
berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan
perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah
sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para
pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap
perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan
yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan
untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam
kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan.

Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah


juga penting lingkungan yang berubah.

o Juru bicara (spokesperson). Memperoleh pesan ke luar, dan juga


berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari
memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif
adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk
komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan
untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi,
harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar
melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara
eksternal. Visi yang disampaikan harus bermanfaat, menarik, dan
menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi.

o Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi


pelatih yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus
menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang
dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh
pemain untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha
mereka, ke arah pencapaian kemenangan, atau menuju pencapaian
suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk
memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan,
dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi
organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal
tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat
untuk ditunjuk sebagai player-coach.

E.

Integritas dan Sikap-sikap Negatif dalam Organisasi

Sebagian besar kita ingin jadi pemimpin. Namun, dalam memimpin, satu
hal penting ditekankan adalah kepemimpinan tidak hanya menyangkut
organisasi, namun dimulai dari lingkup yang terkecil yaitu diri kita
sendiri. Kepemimpinan dalam diri pribadi dapat dilatih dengan memiliki
integritas yang tinggi.

Integritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti mutu, sifat,


atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran.
Kesatuan dalam hal ini berarti adanya konsistensi antara apa yang kita
katakan dengan apa yang kita perbuat. Sekilas, integritas terlihat sepele,
namun menurut John C. Maxwell, integritas adalah faktor
kepemimpinan yang paling penting. Hal ini terbukti dari bobroknya
bangsa Indonesia pada masa orde baru karena kurangnya integritas yang
berujung pada KKN meskipun pemimpinnya cakap dalam berpolitik dan
bernegara.

Integritas bukanlah apa yang kita lakukan melainkan lebih banyak siapa
diri kita. Siapa diri kita ini bisa terus menerus diperbaiki, baik dengan
menetapkan nilai-nilai dan norma-norma yang sesuai bagi diri kita
sendiri. Dan pada akhirnya siapa diri kita akan menentukan apa yang
kita lakukan.

Ketika kita menganut suatu nilai misalnya kejujuran maka kita akan
memilih untuk tetap jujur pada waktu ujian ketimbang mencoba untuk
bertanya kepada teman. Perbuatan jujur ini akan membawa keuntungan
bagi diri kita sendiri keuntungan pertama adalah kita merasa puas
dengan hasil ujian yang kita kerjakan, dan keuntungan kedua adalah
teman-teman yang lain akan percaya kepada kita. Kepercayaan
merupakan harga yang sangat mahal dan hal inilah yang membuat
seseorang menjadi seorang pemimpin.

Hal yang sulit dalam integritas kepemimpinan adalah ketika terjadi


perbedaan nilai, norma ataupun kepentingan. Masalah ini sering terjadi
pada seorang mahasiswa yang menganut nilai kejujuran dan setia kawan.
Tentunya kedua nilai ini akan bertentangan ketika melihat ada teman
yang tidak bisa mengerjakan ujian dan mahasiswa tersebut merasa
tergerak untuk membantu dengan alasan kesetiaan, namun takut
membantu dengan alasan kejujuran. Pada kasus ini tentunya kita harus
bisa memilah kapan menggunakan suatu nilai/norma dan kapan tidak
menggunakannya. Kesetian kawan tentunya tidak dilihat pada saat ujian
saja, melainkan dalam bersosialisasi sehari-hari dan pada saat ujian
merupakan momentum paling tepat untuk menguji kejujuran kita

Lebih lanjut, dalam suatu organisasi terdapat beberapa sikap yang perlu
dihindari. Sikap ini merupakan bagian perwujudan integritas pribadi
yang tidak baik yang berkembang dalam suatu organisasi. Sikap-sikap
yang perlu dihindari tersebut antara lain:

o Salah paham dalam menerima dan menafisrkan pesan.

o Prosedur hubungan dalam organisasi tidak diikuti dengan benar.


Misalnya, arahan dari pihak atasan langsung ke level paling bawah,
tanpa mengambil peranan pihak tengah (middle level) dalam organisasi.

o Kurangnya komitmen penuh dalam kerja organisasi. Aturan


organisasi tidak dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.

o Adanya kepentingan pribadi. Organisasi dipergunakan untuk


memperoleh keuntungan pribadi.

o Permasalahan yang tidak kunjung selesai, sehingga tidak muncul


kondisi organisasi yang nyaman.

o Tidak adanya pembagian kerja dan juga pembagian keuntungan yang


adil..

Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif, dengan


permasalah yang saling terkait, antara lain :

o Keretakan hubungan antara anggota organisasi.

o Perselisihan yang terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang


muram.

o Wujud sikap mementingkan diri sendiri.

o Produktivitas organisasi merosot.

o Ketidakstabilan organisasi akibat dari retaknya hubungan.

o Penyalahgunaan kekuasaan, mementingkan diri sendiri

F.

EPILOG

Akhir kata penulis berharap kita semua dapat menjadi pemimpin yang
memiliki integritas yang tinggi. Jika kita bisa menjadi pemimpin dalam
lingkup yang kecil misalnya diri kita, maka kita akan bisa menjadi
pemimpin dalam lingkup yang lebih besar seperti suatu organisasi
kemahasiswaan. Jika seseorang tidak bisa memimpin hal kecil, maka
orang tersebut tidak akan bisa memimpian hal yang besar.

Daftar Pustaka

Bass, Bernard (1990). From transactional to transformational


leadership: learning to share the vision. Organizational Dynamics, 18,
(3), Winter, 1990, 19-31.

Clark, Don. (2011). Concept of Leadership diunduh dari


http://www.nwlink.com/~donclark/leader/leadcon.html#environment.

Ivancevich, J., Konopaske, R., Matteson, M. (2007). Organizational


Behavior and Management. New York: McGraw-Hill Irwin.

Jago, A. G. (1982). Leadership: Perspectives in theory and research.


Management Science, 28(3), 315-336.

Kouzes, James M. & Posner, Barry Z. (1987). The Leadership


Challenge. San Francisco: Jossey-Bass.

Northouse, G. (2007). Leadership theory and practice. (3rd ed.)


Thousand Oak, London, New Delhe, Sage Publications, Inc.

Anda mungkin juga menyukai