Anda di halaman 1dari 19

Presentasi Kasus

Kepada Yth

Amalia Nasar

Bapak/Ibu dr

Selasa, 11 Oktober 2011


TETANUS PADA ANAK
Pendahuluan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan
sumsum tulang belakang, sambungan neuromuskular (neuromuscular juction) dan saraf
otonom.1 Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani, gram positif yang bersifat anaerob
obligat, membentuk spora, terdapat ditanah, feses manusia dan feses binatang.2
Tetanus tersebar diseluruh dunia, endemis pada 90 negara berkembang dengan
populasi yang padat dan sosial ekonomi yang rendah, walaupun insidennya bervariasi. 3,4
Tetanus masih merupakan suatu masalah kesehatan karena mengakibatkan angka kematian
yang cukup tinggi yaitu 800.000 hingga satu juta kematian setiap tahun dan 80% terjadi di
Afrika dan Asia Tenggara.5 Pada tahun 2002 ditemukan 213.000 kasus kematian dengan
198.000 kasus pada anak berusia kurang dari 5 tahun.6
Port dentre tetanus biasanya luka yang terkontaminasi dengan tanah atau pupuk. 7
Manifestasi klinisnya berupa kekakuan otot dan kejang. Kekakuan pada otot meseter, otot
mimik, otot dinding perut dan otot penyangga tulang punggung. 8 Diagnosis tetanus sering
ditegakkan dari manifestasi klinis, jarang dengan pemeriksaan bakteriologis. 4 Tatalaksana
tetanus meliputi debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, imunisasi aktif
dan pasif.8 Perubahan gradasi berat penyakit pada tetanus berjalan sangat cepat dan sulit
diprediksi sehingga diperlukan pemantauan yang ketat. Pemantauan yang terlambat akan
berakibat pada keterlambatan pengobatan dan menyebabkan kematian.5
Tujuan penulisan ini untuk mengingatkan kembali tentang patogenesis, diagnosis, dan
tatalaksana tetanus pada anak.

Kasus
1

Seorang anak laki-laki, R, berumur 6 tahun dirawat dibangsal IRNA D RS Dr.


M.Jamil Padang selama 17 hari (tanggal 22 Februari 2010 sampai 10 Maret 2010).
ANAMNESIS (Alloanamnesis didapatkan dari ibu kandung)
Keluhan utama : Mulut sukar dibuka sejak 12 jam yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
Telapak kaki kanan tertusuk serpihan batang pohon kelapa 10 hari yang lalu ketika
anak sedang bermain diladang, serpihan dicabut oleh orang tua. Demam sejak 3 hari yang
lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat. Sulit menelan sejak 1 hari yang lalu.
Mulut sukar dibuka sejak 12 jam yang lalu, anak tidak bisa makan dan hanya bisa minum air
dengan pipet. Muntah tidak ada. Batuk pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada. Kejang
rangsang dan kejang spontan tidak ada. Riwayat sakit gigi dan gigi berlubang tidak ada.
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada. Buang air kecil, warna dan jumlah biasa. Buang
air besar, warna dan konsistensi biasa. Anak telah dibawa berobat ke SpA(K) 2 jam yang lalu
dan dirujuk ke RSUP M.Jamil Padang dengan keterangan kaku kuduk + trismus (tetanus?)
Riwayat penyakit dahulu :
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang penting
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan,
cukup bulan, berat badan lahir 2600 gram, panjang badan lahir lupa, langsung menangis kuat.
Riwayat imunisasi :
Tidak pernah mendapat imunisasi dasar dan boster.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :


2

Gigi pertama tumbuh pada umur 7 bulan, anak sudah bisa tengkurap pada umur 4
bulan, duduk umur 7 bulan, berdiri umur 9 bulan, berjalan umur 12 bulan, bicara 12 bulan.
Kesan pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.
Riwayat nutrisi :
Pasien mendapat air susu ibu (ASI) sejak lahir sampai umur 2 tahun, dan tidak pernah
diberikan susu formula. Pasien diberi buah biskuit sejak umur 6 bulan, bubur susu sejak umur
6 bulan, nasi tim sejak umur 10 bulan, nasi biasa sejak umur 12 bulan, 2-3x sehari, -1
piring dengan ikan 2-3x seminggu, tempe 1x seminggu dan telur 2x seminggu. Kesan kualitas
dan kuantitas makanan kurang.
Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan :
Ayah pasien berumur 35 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan pedagang dengan
penghasilan Rp. 1 juta perbulan. Ibu berumur 28 tahun, pendidikan tamat SMA, pekerjaan
ibu rumah tangga. Ini merupakan pernikahan yang pertama. Pasien tinggal dirumah semi
permanen dengan sumber air minum sumur, jamban di kolam, sampah dibakar dan
pekarangan sempit dengan kesan higene dan sanitasi lingkungan kurang.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, sadar,
tekanan darah 90/60 mmHg, laju nadi 100 x/menit, laju nafas 24 x/menit dan suhu 37,8C.
Tidak ada udem, ikterik, sianosis dan anemis. Berat badan 17 kg, tinggi badan 111 cm, berat
badan menurut umur 80,9%, tinggi badan menurut umur 96,5%, berat badan menurut tinggi
badan 89,4% dengan status gizi kurang. Kulit teraba hangat, tidak teraba pembesaran kelenjer
gejah bening, wajah memperlihatkan risus sardonicus. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor dengan diameter 2mm dan refleks cahaya +/+ normal. Telinga tidak
ditemukan otorrhea. Hidung tidak ditemukan kelainan. Tenggorokan sukar dinilai. Mukosa
mulut dan bibir basah, trismus 1,5 cm. Ditemukan kuduk kaku. Inspeksi dada tampak
simetris, fremitus paru kanan sama dengan kiri, sonor, vesikuler, ronki tidak ada, wheezing
tidak ada. Iktus jantung tidak terlihat, iktus teraba 1 jari medial linea midclavicularis sinistra
ruang intercostal V, batas jantung dalam batas normal, irama teratur, bising tidak ada. Perut
tegang seperti papan, hepar dan lien sukar dinilai. Perkusi sukar dinilai, bising usus (+)
normal. Punggung terdapat opistotonus . Status pubertas A1P1G1. Akral hangat, refilling

kapiler baik, refleks fisiologis +/+ meningkat, refleks patologis -/-. Tampak bekas luka
tusukan pada telapak kaki kanan, tanda radang tidak ada, darah tidak ada, nanah tidak ada.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,9 gr/dl, leukosit 13.700/mm 3,
hitung jenis 0/1/2/70/24/3. Urinalisis warna kuning muda, protein (-), reduksi (-), bilirubin
(-), urobilinogen (+), sedimen: lekosit (-), eritrosit (-), epitel (-). Feses: coklat, lembek.
Mikroskopis leukosit (-), eritrosit (-), telur cacing (-).
DAFTAR MASALAH
1. Tetanus
2. Gizi kurang
3. Imunisasi dasar tidak pernah
DIAGNOSIS
1. Tetanus
2. Gizi kurang
TATALAKSANA
1. Tetanus

Diagnosis :

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kultur luka

Terapeutik :
-

IVFD G:Z 3:1 65 cc/kgbb/hari = 6 tetes/menit/makro

Makanan cair 6X100 cc/NGT

Anti Tetanus Serum (ATS) 20.000 IU IM selama 2 hari (skin test dulu)

Penicilin prokain 900.000 IU IM (skin test dulu)

Diazepam 6x2,5 mg IV
4

Metronidazol dosis inisial 250 mg IV

Metronidazol 4x125 mg IV

Paracetamol 175 mg po (T38,5C)

Suction bila ada lendir

Pasien di isolasi di ruangan yang tenang

Edukasi : diagnosis, tatalaksana, prognosis

2. Gizi kurang

Diagnosis : Analisis status gizi

Terapeutik

Edukasi

: - Makanan cair 6X100 cc/NGT


Naikkan kalori secara bertahap
: Cara pemberian makanan

FOLLOW UP
23 Februari 2011 (Hari rawatan ke dua)
Anak kejang rangsang 2 kali, lama menit, tetap sadar saat dan setelah kejang,
kejang spontan tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada,
makanan cair masuk, buang air kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 100/60 mmHg, laju nadi
92x/menit, laju nafas 26 x/menit dan suhu 37,2C. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, trismus 1,5 cm. Wajah memperlihatkan risus sardonicus. Ditemukan kuduk kaku dan
opistotonus. Perut tegang seperti papan. Akral hangat, refilling kapiler baik. Terapi
dilanjutkan.

24 Februari 2011 (Hari rawatan ke tiga)

Anak kejang rangsang 8 kali, lama -1 menit, kejang spontan tidak ada, demam
tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, makanan cair masuk dan habis, buang air
kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 100/60 mmHg, laju nadi 98 x/menit, laju nafas 28
x/menit dan suhu 37C. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus 1,5 cm. Wajah
memperlihatkan risus sardonicus. Ditemukan kuduk kaku dan opistotonus. Perut tegang
seperti papan. Akral hangat, refilling kapiler baik. Dosis diazepam dinaikkan menjadi 6x3,5
mg IV.
25 Februari 2011 (Hari rawatan ke empat)
Anak kejang rangsang 4 kali, lama -1 menit, kejang spontan tidak ada, demam
tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, makanan cair masuk dan habis, buang air
kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, laju nadi 96x/menit, laju nafas 28 x/menit
dan suhu 37,2C. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus 1,5 cm. Wajah
memperlihatkan risus sardonicus. Kuduk kaku dan opistotonus ada. Perut tegang seperti
papan. Akral hangat, refilling kapiler baik. Dosis diazepam dinaikkan menjadi 8x3,5 mg IV.
26 Februari 1 Maret 2011 (Hari rawatan ke lima-delapan)
Anak kejang rangsang 2-3 kali, lama menit, kejang spontan tidak ada, demam tidak
ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, makanan cair masuk dan habis, buang air kecil
ada. Anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, laju nadi 92 x/menit, laju nafas 26 x/menit dan
suhu 36,8C. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus 2 cm. Risus sardonicus
berkurang. Kuduk kaku dan opistotonus berkurang. Perut tegang seperti papan berkurang.
Akral hangat, refilling kapiler baik. Makanan cair dinaikkan menjadi 6x125 cc dan IVFD G:Z
3:1 diberikan 4 tetes/menit/makro.Terapi diteruskan.
2-3 Maret 2011 (Hari rawatan ke sembilan-sepuluh)
Anak kejang rangsang 1 kali, lama 1/2 menit, kejang spontan tidak ada, muntah tidak
ada, sesak nafas tidak ada, makanan cair masuk dan habis, buang air kecil ada. Anak sadar,
tekanan darah 100/60 mmHg, laju nadi 86x/menit, laju nafas 24x/menit dan suhu 37C.
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus 2,5 cm. Risus sardonicus berkurang.
Kuduk kaku dan opistotonus berkurang. Perut papan berkurang. Akral hangat, refilling
kapiler baik. Terapi diteruskan.
4 Maret 2011 (Hari rawatan ke sebelas)
6

Kejang tidak ada, demam tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, makanan
cair masuk dan habis, buang air kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 100/60 mmHg, laju nadi
88 x/menit, laju nafas 26 x/menit dan suhu 36,9C. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. Trismus, risus sardonicus, kaku leher dan opistotonus tidak ada. Perut tegang seperti
papan tidak ada. Akral hangat, refilling kapiler baik. Pemberian penicilin prokain dan
metronidazole di hentikan. Infus dicabut. Anak diberi makanan cair 6x250 cc. Dosis
diazepam diturunkan menjadi 6x3,5 mg IV.
6 Maret 2011 (Hari rawatan ke tiga belas)
Anak tidak demam, kejang tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada,
makanan cair habis, buang air kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, laju nadi
82x/menit, laju nafas 24 x/menit dan suhu 36,7C. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. Trismus, risus sardonicus, kaku leher dan opistotonus tidak ada. Perut tegang seperti
papan tidak ada. Akral hangat, refilling kapiler baik. Anak dicoba makanan lunak 500 kkal
dan diberikan MC 6x200 cc. Dosis diazepam diganti dengan oral 6x3,5 mg.
8 Maret 2011 (Hari rawatan ke lima belas)
Anak tidak demam, kejang tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, anak
menghabiskan makanan, buang air kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, laju
nadi 86 x/menit, laju nafas 26 x/menit dan suhu 36,8C. Trismus, risus sardonicus, kaku leher
dan opistotonus tidak ada. Perut tegang seperti papan tidak ada. Anak mendapat makanan
lunak 2000 kkal. Dosis diazepam diturunkan 6x2,5 mg po.
10 Maret 2011 (Hari rawatan ke tujuh belas)
Anak tidak demam, kejang tidak ada, muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, anak
menghabiskan makanan, buang air kecil ada. Anak sadar, tekanan darah 90/60 mmHg, laju
nadi 84 x/menit, laju nafas 24 x/menit dan suhu 36,8C. Trismus, risus sardonicus, kaku leher
dan opistotonus tidak ada. Perut tegang seperti papan tidak ada. Anak diperbolehkan pulang.

TINJAUAN PUSTAKA
7

Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan.8 Tetanus atau disebut juga
lockjaw merupakan penyakit akut yang ditandai dengan spasme yang disebabkan oleh
tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, gram positif yang bersifat anaerob
obligat dan membentuk spora.2.3 Habitatnya di seluruh dunia yaitu ditanah, di feses manusia
dan feses binatang.2
Etiologi
Clostridium tetani berbentuk batang dengan ukuran panjang 2-2,5 m dan lebar 0,3-0,5 m.
Kuman tumbuh dalam lingkungan anaerob pada suhu 33-37oC, bergerak menggunakan
flagela, mampu membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang bulat,
menyerupai tongkat penabuh genderang (drumstik) atau raket tenis, dan menghasilkan
toksin.2
Kuman mempunyai flagella yang banyak ketika tumbuh, dan jika telah matang akan
kehilangan flagela dan membentuk spora diujungnya yang menyerupai drumstik atau raket
tenis. Spora tersebar ditanah dan tidak patogen sampai terbentuknya kondisi yang sesuai
untuk bertransformasi menjadi bentuk vegetatif yang merupakan bentuk yang patogen seperti
kurangnya oksigen, trauma dan infeksi supuratif.9 Pembentukan spora dapat dihambat oleh
suhu yang terlalu rendah dan terlalu tinggi (< 25C dan > 41C).2 Jika tidak terpapar oleh
sinar matahari, spora dapat bertahan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Spora dapat
rusak dengan pemanasan 120C selama 15-20 menit. Bentuk vegetatif rentan dengan
antibiotik, pemanasan (autoclaf 121C selama 15 menit) dan desinfectan.9
Kuman tumbuh pada dalam kondisi anaerob pada agar darah dengan suhu 37 oC dan
PH 7-7,5. Koloni yang terbentuk berupa bulatan yang padat dengan bentukan filamen halus
yang longgar disekitarnya. Pemeriksaan Gram dari bahan eksudat luka menunjukkan adanya
basil Gram positif.8

Gambar 1. Clostridium tetani10


8

Epidemiologi
Tetanus ditemukan disemua kelompok usia, dengan prevalensi tertinggi pada bayi baru lahir
dan anak-anak.6 Angka kejadian tetanus tergantung pada jumlah populasi masyarakat yang
tidak kebal, tingkat pencemaran biologik lingkungan peternakan atau pertanian dan adanya
luka pada kulit.1 Tetanus lebih sering pada anak laki-laki karena perbedaan aktifitasnya.1
Ditemukan 15 kasus tetanus pada anak <15 tahun pada 11 negara bagian di Amerika Serikat
dari tahun 1992 sampai tahun 2000, masing-masing 2 kasus pada neonatus <10 hari dan 13

kasus usia 3-14 tahun.11 Insiden tetanus pada anak di rumah sakit Indonesia ditemukan 7-40
kasus per tahun, 50% pada kelompok usia 5-9 tahun, 30% kelompok usia 1-4 tahun, 18%
kelompok usia > 10 tahun, dan sisanya pada bayi < 12 bulan, dengan angka kematian antara
6,7-30%.12 World Health Organization (WHO) memberikan perhatian khusus dalam upaya
eradikasi tetanus sejak tahun 1995 dengan usaha preventif melalui imunisasi tetanus.5 WHO
juga mencanangkan eliminasi tetanus pada ibu dan bayi pada tahun 2012.13
Patogenesis
Spora yang masuk kedalam tubuh jika berada dalam lingkungan anaerob berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin. Dalam jaringan yang
anaerobik ini terdapat penurunan potential oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan
oksigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis, atau akibat adanya benda asing saperti
bambu, pecahan kaca dan sebagainya1. Ada 2 jenis toxin yang dihasilkan yaitu tetanospasmin
dan tetanolisin. Tetanospasmin sering disebut juga dengan toksin tetanus, dan yang
menyebabkan semua gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Jika tetanospasmin banyak
diproduksi, maka toksin akan menyebar melalui aliran darah dan pembuluh limfe sehingga
9

menyebabkan kekakuan pada daerah yang jauh dari tempat infeksi dan menyebabkan
penyakit menjadi lebih berat. Jika toksin yang dihasilkan lebih sedikit, maka akan menyebar
ke serabut saraf sekitar luka saja.9 Tetanolisin mempunyai kemampuan secara lokal merusak
jaringan sekitar sumber infeksi, dan mengoptimalkan kondisi untuk multiplikasi kuman.14
Kuman menghasilkan toksin pada masa akhir dari pertumbuhan aktifnya dibawah
kontrol kode genetik (genetic code) plasmid 75-kb, yang terkumpul di intraseluler dan lepas
pada saat kuman lisis atau akan membelah. Jumlah produksi toksinnya dapat mendekati 10%
dari berat selnya.15 Toksin tetanus mempunyai berat molekul sekitar 150 Dalton dalam bentuk
rantai polipeptida tunggal dan membelah menjadi dua rantai yang dihubungkan dengan ikatan
disulfida yaitu 50 Dalton rantai ringan (light chain) atau fragmen A dan 100 Dalton rantai
berat (heavy chain). Rantai berat dibagi atas fragmen B dan fragmen C. Fragmen C
mengandung sisi ikat ke ganglioside, melekat di reseptor ganglioside, lalu dibawa ke badan
sel dengan kecepatan rata-rata 75-250 mm/hari, menimbulkan perubahan potensial membran
dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin
menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Rantai ringan akan menghambat pelepasan
neurotransmitter inhibisi, -amino butiric acid (GABA) dan Glysin sehingga toksin
menyebabkan kenaikan tonus otot sehingga terjadi spasme. Bila tonus otot semakin
meningkat maka akan menimbulkan kejang.1,8
Manifestasi klinis
Masa inkubasi bervariasi berkisar antara 3-21 hari 2. Makin lama masa inkubasi, gejala yang
timbul makin ringan3. Lama atau pendeknya masa inkubasi sangat tergantung pada kekuatan
infeksi (force of infection) yang menyerang dan cara kuman masuk tubuh. Jumlah spora yang
banyak dan daerah luka yang dekat dengan daerah muka atau presinap akan menimbulkan
tetanus yang berat.18 Kekakuan dimulai pada otot-otot setempat atau trismus, kemudian
menjalar ke seluruh tubuh tanpa disertai gangguan kesadaran. Kekakuan pada tetanus sangat
khas yaitu flexi kedua lengan, ekstensi kedua kaki, flexi telapak kaki dan tubuh melengkung
bagai busur.1

Trismus adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan
otot-otot mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar untuk membuka mulut dan
10

menguyah. Risus sardonikus terjadi akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup dan sudut bibir tertarik keluar dan kebawah. Opistotonus
adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot leher dan otot badan.
Kekakuan sangat berat sehingga menyebabkan tubuh melengkung seperti busur. Otot dinding
perut kaku sehingga dinding perut seperti papan. Bila kekakuan makin berat akan timbul
kejang umum. Kejang pada awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit,
digerakkan secara kasar, terkena sinar yang kuat dan suara.1
Pada tetanus berat terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus menerus atau
oleh spasme otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin
pada saraf otonom akan menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung atau
kelainan pembuluh darah), suhu badan yang tinggi, berkeringat banyak, kekakuan otot
sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retensi alvi, retensi urin, patah tulang panjang dan
kompresi tulang belakang.1
Pembagian tetanus :
1.

Tetanus lokal
Tetanus ini mempunyai manifestasi hanya kekakuan lokal tanpa adanya kejang. Nyeri
dirasakan disekitar luka lalu timul kekakuan otot.9 Manifestasinya ringan karena jumlah
spora yang masuk hanya sedikit atau jumlah spora yang dapat berubah menjadi bentuk
kuman vegetatif sangat terbatas sehingga menyebabkan toksin yang minimal pada
presinaps.18

2.

Tetanus generalisata
Tetanus generalisata adalah jenis tetanus yang paling sering ditemukan.9 Trismus
merupakan gejala yang paling sering muncul (50%) disertai dengan risus sardonicus,
kaku leher, perut tegang seperti papan, opistotonus, kejang dengan angka kematian
sekitar 50% .2

3.

Tetanus sefalik
Tetanus sefalik merupakan jenis paling jarang yang ditemukan dibandingkan jenis yang
lain. Manifestasi klinis dapat terjadi 1-2 hari setelah luka. 9 Luka atau port de entrance
biasanya terdapat pada daerah sekitar kepala, misalnya mata, pelipis, mulut, muka, leher,
otitis media kronis dan tonsilektomi. Gejala utama secara klinik terlihat sebagai

11

kelumpuhan saraf kranial, kelumpuhan otot muka, gangguan mata seperti diplopia, juling
dan sebagainya.18
Kriteria Ablett merupakan salah satu kriteria yang membagi tetanus pada gradasi ringan,
sedang dan berat:5
1.Gradasi 1 (ringan)
a. Trismus ringan hingga sedang
b. Kekakuan menyeluruh yang ringan hingga sedang
c. Tidak ada kesulitan menelan
d. Tidak ada gangguan pernafasan
2. Gradasi 2 (sedang)
a. Trismus sedang hingga berat
b. Kekakuan menyeluruh yang sedang hingga berat
c. Ada kesulitan menelan
d. Kejang pendek yang dipicu oleh rangsangan
e. Peningkatan kecepatan pernapasan
3.Gradasi 3a (berat)
Gradasi 2 disertai dengan kejang spontan dan kekakuan pada ekstensor
4.Gradasi 3b (sangat berat)
Gradasi 3a disertai dengan kejang berat yang sangat cepat, dan perkembangan lain dari efek
toksin.

Diagnosis
Anamnesis yang dapat membantu diagnosis adalah apakah ada luka tusuk, patah tulang
terbuka, luka dengan nanah, lingkungan sekitar waktu luka terjadi, pernah keluar cairan dari
12

telinga, pernah menderita gigi berlubang, pernah mendapat imunisai TT dan DT, masa
inkubasi (lama antara luka dengan tanda tetanus yang pertama), dan period of onset ( lama
antara tanda tetanus yang pertama dengan kejang yang pertama). Gejala klinik biasanya
sangat jelas.1,8
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada tetanus yaitu: memberantas kuman Clostridium tetani,
menetralkan toksin, memberikan pengobatan suportif dengan mempertahankan jalan nafas
dan asupan nutrisi yang adekuat. Pasien harus diminimalisasi dari rangsangan dengan
mengisolasi pasien dari kebisingan, dan ditempatkan pada ruangan yang gelap.9
Pengobatan anti tetanus terdiri dari pengobatan umum dan pengobatan khusus.
A.

Pengobatan umum1,8
1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi
Dipasang infus untuk memberikan cairan maintenance, sonde untuk pemberian
makanan dan waspada kemungkinan terjadinya aspirasi.
2. Menjaga saluran nafas tetap bebas, dengan melakukan pengisapkan lendir secara
hati-hati agar tidak merangsang terjadinya kejang rangsang. Untuk mencengah
spasme laring pada kasus yang berat perlu dipertimbangkan tindakan tracheostomy.
3. Memberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan oksigenasi yang cukup
untuk jaringan tubuh.
4. Mengurangi spasme dan mengatasi kejang
Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas. Pemberian diazepam yang
direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgbb/kali intravena dengan interval 2-4 jam
sesuai gejala klinis. Diazepam dapat juga diberikan 0,1-1,2 mg/kgbb/kali intravena
setiap 3-6 jam. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg
per rectal jika berat badan < 10 kg dan 10 mg jika berat badan 10 kg atau secara
intravena 0,3 mg/kgbb/kali. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai lagi kejang
spontan, dan tidak dijumpai gangguan pernafasan. Apabila dengan dosis rumatan
telah memberikan respon klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan selama 3-5
hari.

B. Pengobatan khusus1
1. Antibiotik

13

Lini pertama adalah metronidazol intravena dengan dosis inisial 15mg/kgbb dan
dilanjutkan dengan dosis 30 mg/kgbb dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari.
Lini kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000-100.000 mg/kgbb/hari selama
7-10 hari. Jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50
mg/kgbb/hari untuk anak berumur lebih dari 8 tahun.
2. Anti serum
Terdapat beberapa pendapat tentang dosis ATS yang sesuai. Dapat digunakan ATS
20.000 IU/hari selama 2 hari berturut-turut secara intramuskular dengan didahului
oleh uji kulit. Dapat juga diberikan dengan dosis 50.000-100.000 IU diberikan
separuh intravena dan separuhnya intramuskular. Pada tetanus anak, pemberian anti
serum dapat disertai dengan imunisasi aktif difteri tetanus (DT) setelah anak pulang
dari rumah sakit, dan bila fasilitas tersedia dapat diberikan Human Tetanus Immune
Globulin (HTIG) dengan dosis 3000-6000 unit.
Prognosis
Angka kematian berkisar antara 25-70%. Mortalitas tetanus dapat berkurang menjadi 10-30%
dengan perawatan intensif. Resiko kematian berkisar 58% jika interval terjadinya luka
dengan onset tetanus antara 2-9 hari dan berkisar 17-35% jika interval antara 10-22 hari atau
lebih lama. Semakin pendek interval antara munculnya gejala pertama dengan kejadian
kejang pertama maka prognosis semakin buruk.2
Prognosis tetanus ditentukan oleh masa inkubasi, period of onset, jenis luka dan
keadaan status imunitas pasien. Makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis, makin
pendek period of onset makin buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan
turut memegang peranan dalam menentukan prognosis.1 Dakar score dan Philip score juga
dapat digunakan untuk menilai prognosis.19

Tabel 1. Dakar score


Faktor Prognostik

Skor 1

Skor 0

Masa inkubasi

< 7 hari

> 7 hari

Period of onset

<2 hari

> 2 hari

Tempat masuk

umbilikus, luka bakar,

tempat lain dan tidak

14

kuman

fraktur terbuka, luka

diketahui

bedah, injeksi intra


Muscular
Spasme

Ada

tidak ada

Demam

>38,4oC

<38,4oC

Takikardi

dewasa>120x/menit

dewasa<120x/menit

neonatus>150x/menit

Neonatus<150x/menit

Skor > 3 mortaliti 59%


Skor<3mortaliti14%

Tabel 2. Philip score


Faktor

Skor

Masa inkubasi
- kurang 48 jam

- 2-5 hari

- 5-9 hari

- 10-14 hari

- lebih 14 hari

Lokasi infeksi
- internal dan umbilical

- leher, kepala dan dinding tubuh

- ekstremitas proksimal

- ekstremitas distal

- tidak diketahui

Imunisasi
- tidak ada

10

- mungkin ada/ ibu mendapat

- lebih 10 tahun yang lalu

- kurang 10 tahun

2
15

- proteksi lengkap

Faktor yang memberatkan


- penyakit atau trauma yang membahayakan jiwa

10

- keadaan yang tidak langsung membahayakan

- keadaan yang tidak membahayakan jiwa

- trauma atau penyakit ringan

- ASA grade I

Skor <9= ringan; skor 9-19= sedang; skor>19= berat

Pencegahan
Pencegahan tetanus dapat dibagi atas :1,9
1. Perawatan luka
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka
yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Debridement penting untuk
membersihkan jaringan anaerob, terutama bila ada benda asing agar oksigenasi
bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif dan bentuk spora dapat dihambat.
2. Imunisasi
Imunisasi yang diberikan yaitu DPT, DT, atau toksoid tetanus. Toksoid tetanus
diberikan pada setiap wanita usia subur, gadis mulai umur 12 tahun dan ibu hamil.
Imunisasi DPT atau DT diberikan setelah pasien sembuh dan dilanjutkan dengan
imunisasi ulangan sesuai jadwal.

16

ANALISIS KASUS
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang anak laki-laki umur 6 tahun dengan diagnosis tetanus.
Dari anamnesis didapatkan telapak kaki kanan tertusuk serpihan batang pohon kelapa 10 hari
yang lalu ketika anak sedang bermain diladang, serpihan dicabut oleh orang tua. Demam
sejak 3 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat. Sulit menelan sejak 1
hari yang lalu. Mulut sukar dibuka sejak 12 jam yang lalu, anak tidak bisa makan dan hanya
bisa minum air dengan pipet. Pemeriksaan fisik didapatkan risus sardonicus, trismus 1,5 cm,
kuduk kaku, opistotonus, perut tegang seperti papan dan tampak bekas luka tusukan pada
telapak kaki kanan, tidak berdarah, tidak bernanah.
Anamnesis yang teliti dan terarah selain membantu menjelaskan manifestasi klinis
dan dejarat berat ringannya penyakit juga mempunyai arti diagnostik dan prognostik. 1
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada anak adalah trismus, risus sardonicus,
kejang, kaku leher, dan kaku otot.20 Diagnosis tetanus ditegakkan dari manifestasi klinis.17
Edlich, menyatakan diagnosis tetanus paling sering ditegakkan dari manifestasi klinis, jarang
dengan pemeriksaan bakteriologis.4 Tersangka tetanus ditegakkan jika tidak ditemukannya
port dentre.9

17

Pada tetanus ditanyakan adanya riwayat luka dan apakah terkontaminasi dengan tanah
yang mengandung feses.4 Pada dasarnya tetanus merupakan penyakit akibat pencemaran
lingkungan oleh bahan biologis (spora). Port dentre tetanus diduga melalui luka tusuk, patah
tulang, gigitan binatang, luka bakar yang luas, luka yang tidak dibersihkan (debridement
dengan baik), otitis media dan karies gigi.1 Pada penelitian di Amerika Serikat didapatkan
dari 130 kasus tetanus, 72% kasus disebabkan oleh luka, 26% disebabkan oleh abses,
gangren,caries dentis dan otitis media supuratif kronik, sedangkan 2% tidak ditemukan
adanya sumber luka2.
Pemeriksaan laboratorium rutin biasanya didapatkan hasil dalam batas normal.
Leukositosis bisa terjadi jika adanya infeksi bakteri sekunder.3 Pemeriksaan laboratorium
dapat bermanfaat untuk menyingkirkan penyakit yang lain. Jika karies dentis atau otitis
media supuratik kronik dicurigai sebagai port dentre maka diperlukan konsultasi dengan
dokter gigi atau THT.1

Eksisi luka dan debridement seringkali diperlukan untuk menghilangkan benda asing
atau jaringan devitalisasi yang menciptakan kondisi pertumbuhan anaerob3. Debridement
adalah pengangkatan benda asing dan jaringan yang tidak hidup atau terkontaminasi dari atau
yang dekat dengan lesi yang traumatik atau terinfeksi sehingga jaringan sehat sekitarnya
terpajan. Debridement dilakukan apabila adanya jaringan nekrosis di dasar luka. Debridement
mempercepat penyembuhan ulkus, luka bakar, dan luka lainnya. Luka yang mengandung
jaringan

nekrosis

memakan

waktu

lebih

lama

untuk

disembuhkan.

Tidak semua luka perlu debridement. Kadang-kadang lebih baik untuk meninggalkan kerak
yang mengeras dari jaringan mati, disebut eschar, daripada membuang dan membuat luka
terbuka, terutama jika kerak stabil dan luka tidak meradang.21
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur Clostridium tetani karena lukanya
sudah kering. Kultur Clostridium tetani sering tidak berhasil karena sulit dilakukan.4 Reddy
dan Bleck menyatakan bahwa kultur Clostridium tetani tidak terlalu bermanfaat karena sering
didapatkan hasil yang negatif, dan kultur bisa positif tanpa adanya gejala klinis pada pasien
dengan imunitas yang adekuat. Pemeriksaan kultur tidak mempunyai nilai diagnostik yang
penting.13

18

Pasien ini termasuk sebagai tetanus gradasi 2 (sedang) berdasarkan kriteria Ablett
karena adanya trismus, kekakuan, sulit menelan, dan kejang pendek yang yang dipicu
rangsangan tapi belum ada kejang spontan. Pasien mendapat Anti Tetanus Serum 20.000 IU
IM dua hari berturut-turut, Penisilin Prokain dan metronidazole selama 10 hari, pemberian
infus dan makanan cair, kontrol vital sign dan suction bila ada lendir supaya tidak terjadi
aspirasi. Penisilin Prokain membunuh bentuk vegetatif dari Clostridium tetani dan
direkomendasikan untuk semua kasus tetanus. Penisilin berperan sebagai agonis dari
tetanospasmin yang menghambat pelepasan GABA.2 Metronidazol efektif untuk mengurangi
jumlah kuman Clostridium tetani.1 Pasien yang diterapi dengan Metronidazol dapat
menurunkan progresifitas dari penyakit (frekuensi dan keparahan spasme) dan lebih pendek
masa perawatan di rumah sakit.9 Metronidazol sudah menjadi pilihan pengobatan tetanus
diberbagai center.2 Semua pasien tetanus generalisata membutuhkan pelumpuh otot.
Diazepam merupakan pelumpuh otot yang paling sering digunakan pada tetanus.2 Diazepam
dapat merelaksasi otot dan mengontrol kejang.3
Berdasarkan Dakar score didapatkan score <3 dengan mortaliti 14% dan berdasarkan
Philip score termasuk tetanus derajat sedang dengan angka kematian sekitar 6%. Dengan
perawatan dan pemantauan yang ketat pasien sembuh dan pulang dengan perbaikan.
Pasien dipulangkan pada hari ke tujuh belas rawatan, saat itu anak sudah dapat
berjalan walaupun masih kaku. Sebelum pulang pasien diimunisasi DPT terlebih dahulu dan
diberi penjelasan pada keluarga pentingnya imunisasi dasar pada anak. Edukasi pada keluarga
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdekat, posyandu dan imunisasi. Pada anak yang
berusia hampir 7 tahun dan belum diimunisasi maka DPT diberikan pada setelah pasien
sembuh, lalu 2 bulan dan 4 bulan setelah pemberian pertama. Pemberian ke empat diberikan
6-12 bulan setelah pemberian pertama. Pemberian kelima waktu anak berusia 4-6 tahun. DT
diberikan 10 tahun setelah pemberian ke empat.4 Pasien telah diberikan imunisasi DPT
sebanyak 2 kali.

19

Anda mungkin juga menyukai