Anda di halaman 1dari 5

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

REFLEKSI KASUS

REFLEKSI KASUS
I.

Kasus
Seorang pasien an. Rperempuan berusia 9 tahun, bertempat tinggal di kadipaten wetan UH
I/849 MG Yogyakarta, dibawa ibunya ke UGD. Data admission dari UGD meliputi:
Tanggal/jam masuk RS: 28-10-2012/09.15
Keluhan utama: diare dan demam
I
II
III
IV
,_____,_____,______,_____,__
J
S
M
S
S
Riwayat penyakit positif: panas sejak jumat, perut sakit, panas terus, tidak enak badan, diare
3x.
Berat badan : 21 kg
Suhu tubuh di UGD: 39,2o
Pemeriksaan jasmani:
KU: CM
C/S: ananemis/anikterik/mata cowong +/+
C/P: t..a.k
H/L: t.a.k
Abd: t.a.k
Ekt: t.a.k
Diagnosa kerja: GEA dehidrasi sedang obs Febris hari IV dd DF
Pengobatan yang diberikan: IVFD RL 20 tpm
Pengobatan di bangsal perawatan: Paracetamol 3 x 200mg
Zinc 1 x 20 mg
Lacto B 2 x 1 sach

II.

PERMASALAHAN
Apakah data tersebut di atas sudah cukup lengkap untuk mendiagnosis suatu penyakit?
Bagaimanakah cara pengisian data admission yang baik dan benar sehingga kita dapat
mendiagnosis dan memberikan terapi yang sesuai?

III.

PEMBAHASAN
Semua anak sakit harus diperiksa secara menyeluruh dan teliti mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik maupun penunjang, sehingga tidak ada yang terlewati. Namun demikian,
kebalikan dengan pendekatan sistematis pada orang dewasa, anamnesis dan pemeriksaan pada
anak perlu diatur sedemikian rupa untuk menghindari kekesalan anak sekecil mungkin.
1. Anamnesis
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian terbesar data yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis (diperkirakan tidak kurang dari 80%) diperoleh
RM.01.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

REFLEKSI KASUS
dari anamnesis. Bahkan dalam beberapa keadaan tertentu, anamnesis merupakan cara yang
tercepat dan satu-satunya kunci menuju diagnosis, baik pada kasus-kasus dengan latar
belakang factor biomedis, psikososial, ataupun keduanya.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan beratnya penyakit dan
terdapatnya factor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang semuanya
berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Selain itu, pada saat anamnesis jangan sampai terlewatkan untuk memeriksa
apakah ada tanda bahaya umum (berdasarkan MTBS) yang meliputi:
a. Apakah anak bisa minum atau menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c. Apakah anak menderita kejang?
d. Lihat apakah anak tampak letargis atau tidak sadar?
Karena seorang anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan segera,
sehingga dapat dilakukan penangan segera dan rujukan tidak terlambat.
Pada data admission di atas kita bisa lihat, dokter belum lengkap menanyakan
riwayat penyakitnya, dan hanya berfokus kepada keluhan utama saja, padahal seperti yang
sudah di jelaskan di atas, bahwa dalam anamnesis harus bisa mencakup kedaan biomedis,
psikososial maupun keduanya, dan dalam anamnesis juga jangan sampai terlewatkan untuk
menanyakan apakah ada tanda bahaya umum pada anak tersebut.
Selain itu, karena keluhan utama pasien tersebut adalah demam, dalam
anamnesis harus ditanyakan bagaimana karakteristik demam:
a. Apakah timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinu?
b. Apakah terutama terjadi pada malam hari, atau berlangsung beberapa hari, kemudian
menurun lalu naik lagi, dan sebagainya.
c. Apakah pasien menggigil, kejang, kesadaran menurun, meracau, mengigau, mencret,

a.
b.
c.
d.

muntah, sesak nafas, terdapatnya manifestasi perdarahan?


Sementara untuk keluhan diare perlu ditanyakan :
Apakah diare berlangsung akut atau kronik?
Frekuensi defekasi sehari serta banyaknya feses setiap kali keluar.
Konsistensi tinja, warnanya (hitam seperti ter, hijau, kuning, putih seperti dempul).
Disertai lendir dan darah?
Akhirnya perlu juga diketahui bagaimana persepsi orangtua atau anak sendiri

tentang penyakit dan masalah yang sedang dihadapi. Di sini banyak peran faktor
pendidikan, emosi, psiko-sosial, budaya, serta ekonomi. Pada umumnya, hal-hal berikut
perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala:
a. Lamanya keluhan berlangsung.

RM.02.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

REFLEKSI KASUS
b. Bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus,
berupa bangkitan-bangkitan atau serangan, hilang-timbul, apakah berhubungan
c.
d.
e.
f.
g.

dengan waktu.
Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya.
Berat-ringannya keluhan dan perkembangannya.
Terdapat hal yang mendahului keluhan.
Apakah keluhan tersebut baru pertama kali atau sudah pernah dikeluhkan sebelumya
Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang

menderita keluhan yang sama.


h. Upaya yang dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Kesimpulan anamnesis untuk kasus di atas adalah masih kurang untuk bisa mendiagnosis
suatu penyakit, karena banyak hal yang masih belum digali/ditanyakan, terutama belum
mencakup pertanyaan untuk tanda bahaya umum (sesuai dengan MTBS).
2. Pemeriksaan Fisik
Berbeda dengan pendekatan pada orang dewasa, pada pemeriksaan fisik pada
anak diperlukan cara pendekatan tertentu agar pemeriksa dapat memperoleh informasi
keadaan fisis anak secara lengkap dan akurat. Cara tersebut dimaksudkan agar anak tidak
merasa takut, tidak menangis, dan tidak menolak untuk diperiksa. Pendekatan dalam
pemeriksaan fisis bergantung kepada umur dan keadaan anak.
Cara pemeriksaan fisis pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan cara
pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi (periksa lihat), palpasi
(periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar). Pada keadaan tertentu
urutan pemeriksaan tidak harus demikian. Pada bayi dan anak kecil, setelah inspeksi
umum, dianjurkan untuk melakukan auskultasi abdomen (untuk mendengarkan bising
usus) serta auskultasi jantung (untuk mendengarkan karakteristik bunyi dan bising
jantung). Hal ini disebabkan karena apabila anak menangis, bising usus dapat meningkat
dan bising jantung sulit dinilai.
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien
yang harus mencakup minimal 3 hal: kesan keadaan sakit, termasuk fasies dan posisi
pasien, selanjutnya kesadaran pasien dan yang terakhir kesan status gizi.
Pada data admission bisa kita lihat dokter hanya mencantumkan salah satu unsur
saja, yaitu dokter hanya menilai keadaan umum pasien hanya dari segi kesadaran, ini
masih dinilai kurang karena untuk keadaan umum harus minimal mencakup ketiga hal
yang sudah disebutkan di atas. Karena, dengan mengetahui keadaan umum pasien ini akan
RM.03.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

REFLEKSI KASUS
dapat memperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut yang memerlukan
pertolongan segera, ataukah pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan
dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis yang lengkap.
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda utama, yang
mencakup: nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu.
1. Nadi
Tanda utama yang pertama yang harus dinilai adalah nadi, dimana idealnya harus
diukur pada keempat ekstremitas. Dalam menilai nadi harus meliputi frekuensi, irama
dan isi atau kualitas serta ekualitas nadi.
Pada data admission di atas dokter belum mencantumkan maupun belum menilai
keadaan nadi pasien, padahal nadi merupakan salah satu tanda utama, dengan
mengetahui dan menilai nadi kita bisa tahu apakah pasien dalam kondisi stabil atau
mengarah kepada keadaan syok (nadi lemah atau malah tidak teraba).
2. Tekanan darah
Idealnya, pada tiap pasien harus diukur tekanan darah pada keempat ekstremitas.
Pemeriksaan pada satu ekstremitas dibolehkan dengan catatan apabila palpasi teraba
denyut nadi yang normal pada keempat ekstremitas. Pada pengukuran tekanan darah
hendaknya dicatat keadaan pasien waktu tekanan darah diukur (duduk, berbaring
tenang, tidur, menangis), karena keadaan pasien dapat mempengaruhi hasil dan
penilaiannya.
Pada data admission di atas tidak kita temukan data tekanan darah pasien, padahal dari
tekanan darah kita dapat mengetahui atau bisa menjuruskan kita kepada sebuah
diagnosis tertentu. Misal, pada tekanan sistolik dan diastolik yang meninggi biasnaya
pada kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim (glomerulonefritis,
pielonefritis, kadang-kadang sindrom nefrotik) maupun kelainan reno-vaskular. Selain
itu, kita juga bisa menilai derajat hipertensi pada pasien tersebut jika didapatkan
tekanan darah yang tinggi.
3. Pernafasan
Tanda utama yang ketiga yang perlu dinilai adalah pernafasan pasien, dimana harus
mencakup laju pernafasan, irama dan keteraturan serta kedalaman dan tipe atau pola
pernafasan.
Pada data admission di atas tidak menilai tanda utama ketiga ini, padahal penilaian
pernafasan juga merupakan salah satu hal penting, dengan menilai laju pernafasan kita

RM.04.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2013

REFLEKSI KASUS
bisa tahu apakah pasien dalam kondisi stabil atau tidak, tampak keadaan sesak atau
tidak, dimana kita bisa segera member tindakan yang sesuai.
4. Suhu
Pada setiap pasien pengukuran suhu tubuh harus selalu dilakukan. Dimana idealnya
informasi lokasi tempat pengukuran suhu juga perlu diberi keterangan.
Pada data admission di atas informasi lokasi pengukuran suhu tidak diberi keterangan.,
padahal setiap lokasi pengukuran memiliki selisih suhu tersendiri. Pada aksila 1 0C
lebih rendah pada suhu rektum, sedang mulut 0,50C lebih rendah pada suhu rektum.
Dalam keadaan normal suhu aksila adalah antara 36-370C.
Pemeriksaan selanjutnya dalah pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan fisik
lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe examination), dimana minimal
harus ada mengarah kepada diagnosis banding kita sebagai dokter.
Pada data admission diatas informasi yang diberikan masih sangat minimal,
sehingga perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih dalam untuk
mengetahui tentang keadaaan pasien secara meyeluruh. Informasi yang lebih lengkap
dapat membantu kita untuk mendiagnosis dan memberi terapi yang sesuai pada pasien.
IV.

KESIMPULAN
Pengisian informasi data admission yang lengkap dapat membantu mendiagnosis dan
mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh.

V.

DAFTAR PUSTAKA
Matondang, Corry S. Prof.Dr. dkk. (2009). Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke-2. C.V Sagung
Seto: Jakarta
World Health Organization. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
Yogyakarta, Agustus 2015
Dokter Pembimbing

dr. Fita Wirastuti, M.Sc, Sp.A

RM.05.

Anda mungkin juga menyukai