Anda di halaman 1dari 37

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah
satu bidang dari manajemen umum yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian guna mencapai tujuan.
Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi, ia
menempati peran yang strategis dan setara dengan manajemen
keuangan, pemasaran, teknologi, produksi maupun manajemen informasi.
Sumber daya manusia telah menjadi masalah yang lebih penting, dan
telah menjadi fokus perhatian organisasi untuk selalu ditingkatkan
kualitasnya.
Sumber

daya

manusia

diberdayakan

dengan

memahami

manajemen sumber daya manusia. Menurut Simamora ( 2004:34) bahwa


Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rangkaian strategi, proses dan
aktivitas yang dirancang untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi.
Untuk itu melalui perencanaan sumber daya manusia yang efektif
haruslah dilakukan dengan analisis kebutuhan sumber daya manusia
dalam kondisi yang selalu berubah, serta mengembagkan aktivitas yang
mengarah kepada pemenuhan kebutuhan tersebut. Oleh
(2000:40) memberikan pengertian sebagai berikut :

Nawawi

11

1.

Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di


lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja,
pekerja atau karyawan).

2.

Sumber daya manusia adalah potensi manusia sebagai


penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya

3.

Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan


asset dan berfungsi sebagai modal di dalam organisasi bisnis, yang
dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non
fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Rivai (2004:17) menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah

sebagai sumber daya yang memiliki potensi yang berbeda satu dengan
lainnya, yang disebabkan karena proses dari hasil interaksi pengalaman,
pendidikan dan pelatihan yang menentukan kemampuan berpikir untuk
menghasilkan

gagasan

dalam

memecahkan

masalah.

Manajemen

Sumber Daya Manusia menurut Sedarmayanti (2001:5) adalah sebagai


penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan
sumber daya manusia oleh organisasi. Dengan demikian, sumber daya
manusia merupakan sentral dalam upaya mewujudkan eksistensinya
berupa tercapainya tujuan organisasi. Kemampuan sumber daya manusia
yang dimiliki tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebijakan pemerintah dan
perubahan lingkungan. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu

12

dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi


yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan dirinya.
B. Lingkungan Kerja
Dalam bekerja, lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap
sikap kerja para pekerja dan menentukan prestasi kerjanya. Lingkungan
kerja yang menyenangkan membuat sikap tenaga operasional menjadi
positif dan memberi dorongan untuk bekerja, sebaliknya jika situasi
lingkungan

tidak menyenangkan

mereka

cenderung

meninggalkan

pekerjaan tersebut, akibatnya dapat menurunkan prestasi kerjanya.


Lingkungan

kerja

merupakan

salah

satu

faktor

yang

sangat

mempengaruhi proses pelaksanaan kegiatan dalam rangka meningkatkan


motivasi kerja pegawai
Menurut Sutermeister (1976) dalam Siagian (1995) Lingkungan
fisik pekerjaan sebagai salah satu bagian dari lingkungan kerja akan
berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap
aktivitas kerja tenaga karyawan dalam bekerja. Faktor ini menurut
Sutermeister meliputi : penerangan, temperatur, peranginan (ventilasi),
waktu istirahat, keamanan serta suara. Keadaan penerangan yang cukup
bagi pekerja, keselamatan dalam bekerja serta lingkungan yang tidak
bising akan memberikan lingkungan fisik pekerja yang nyaman dan sehat
sehingga menambah gairah kerja yang akhirnya meningkatkan hubungan
dengan penerangan. Ada beberapa hal yang penting diketahui yakni;
intensitas cahaya, distribusi serta sifat dari cahaya. Dan penerangan yang

13

baik diruang kerja dapat memberikan kenyamanan dan kenikmatan bagi


karyawan dalam bekerja. Hal ini disebabkan karena apabila cahaya
berlebihan dan apabila distribusi cahaya tidak merata akan menimbulkan
bayang-bayang dan perbedaan yang menyolok, dan hal ini akan
menimbulkan kesukaran dalam sesuatu objek serta dapat mengakibatkan
kelelahan pada mata.
Sehubungan dengan hal tersebut cahaya atau penerangan yang
kurang akan dapat menyebabkan mata harus melakukan akomodasi lebih
berat, hal ini akan mengakibatkan ketegangan dan mata akan cepat lelah.
Akibatnya pekerja tidak dapat bekerja dengan teliti karena tidak melihat
dengan jelas. Disamping itu pekerja tidak bekerja dengan kemampuan
maksimal apabila mereka tidak dapat melihat apa-apa yang harus
dikerjakan, dan akan menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan
bagi pekerja itu dalam bekerja. Hal ini sangat terasa apabila kegiatan kerja
yang dilakukan membutuhkan hal-hal yang demikian. Faktor lingkungan
fisik yang lain adalah peranginan atau ventilasi. Peranginan yang kurang
baik akan memberikan pengaruh kurang baik terhadap kegiatan kerja
pekerja. Ini disebabkan oleh karena dalam melakukan pekerjaan yang
memerlukan kekuatan (fisik) badan manusia akan mengeluarkan keringat,
dan keadaan normal keringat yang keluar akan segera menguap. Proses
penguapan itu sebenarnya adalah proses pendinginan dan itu tergantung
sekali pada basah udara yang ada, bilamana udara sangat basah
penguapan keringat tidak segera terjadi.

14

Perihal pentingnya peranginan yang baik dalam hubungan dengan


kegiatan atau kenikmatan kerja para pekerja telah disinggung oleh para
ahli psikologi industri bahwa gangguan keadaan udara tidak hanya
membuat pekerja mudah lelah akan juga akan menurunkan efesiensi
kerja. Dalam hubungan pekerjaan fisik, memperlihatkan bahwa suasana
kerja yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas pekerjaan. Kesemuanya sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Paul yang dikutip oleh Sutrisno Hadi, yang membuktikan
bahwa bukan kekurangan atau kelebihan zat asam arang yang menjadi
sebab turunnya prestasi kerja melainkan rasa tidak enak yang disebabkan
oleh kurangnya gerak peredaran udara.
Demikian juga halnya dengan keadaan udara diruang kerja yang
tidak cocok dapat mengakibatkan pekerja tidak mengalami apa yang
disebutkan

dengan

kenikmatan

dalam

bekerja.

Dalam

kata

lain

penyimpangan dari batas kenyamanan suhu didalam ruang kerja


menyebabkan perubahan fungsional yang meluas. Ruang yang terlalu
panas menimbulkan perasaan capek dan dapat meningkatkan frekuensi
kesalahan. Demikian juga apabila terlalu dingin mengakibatkan tidak
tenang dan mengurangi daya atensi dan dapat berpengaruh negatif
terutama pada mental kerja. Sedangkan sarana menunjukkan dukungan
perlengkapan

yang

disediakan

bagi

kegiatan

operasional

dalam

melaksanakan tugas dan fungsi. Sarana dan prasarana tersebut

15

merupakan hal yang sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan


tugas dan tanggung jawab.
Pentingnya faktor sarana Ravianto (1985:92) mengatakan bahwa
meskipun benar efisiensi, efektifitas dan produksi kerja tergantung pada
manusia dalam organisasi, tetap diperlukan sarana yang mendukung
sesuai dengan sifat tugas dan fungsi tugas suatu organisasi. Betapapun
positifnya perilaku pegawai atau karyawan suatu instansi atau perusahaan
yang tercermin dalam disiplin dan dedikasi yang tidak diragukan atau
kinerja yang baik, tanpa sarana dan prasarana kerja ia tidak akan dapat
berbuat banyak, apalagi untuk dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan produktivitas kerja.
Sutermeister (1976) dalam siagian (1995) Sarana dan prasarana
merupakan faktor fisik yang secara langsung mempengaruhi kinerja
pegawai, hal ini disebabkan karena sarana adalah alat yang secara
langsung dipakai atau digunakan dalam menyelesaikan suatu fungsi tugas
dari organisasi. Selanjutnya ditambahkan bahwa instansi yang orientasi
pada kegiatan fisik, sarana dan prasarana merupakan faktor utama dalam
mempengaruhi kinerja, karena sarana merupakan alat komunikasi
langsung dalam menyelesaikan tugas suatu organisasi. Sarana dan
prasarana terdiri atas dua yaitu sarana pendukung kegiatan administrasi
perusahaan dan sarana pendukung kegiatan fisik perusahaan. Sarana
pendukung kegiatan fisik berhubungan dengan operasional lapangan

16

sedangkan

sarana

administrasi

perusahaan

berhubungan

dengan

kegiatan di dalam kantor.


Handoko (1994:37) mengatakan bahwa besar kecilnya pengaruh
sarana dalam meningkatkan kinerja pegawai sangat bergantung pada
penguasaan terhadap sarana. Tinggi rendahnya kinerja pegawai juga
dipengaruhi oleh baik tidaknya penguasaan teknologi dalam hal ini
penggunaan sarana perusahaan sehingga mempengaruhi efektifitas,
efisiensi dan produktivitas kerja.
Nitisemito, (1982; 183) mengemukakan lingkungan kerja adalah
segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Pendapat lain mengatakan
lingkungan kerja adalah keadaan fisik dimana seseorang melakukan tugas
kewajibannya sehari-hari termasuk kondisi ruang yaitu baik dari kantor
maupun pabrik (Siagian, 1992; 139). Sedangkan Nawawi (2000)
mengungkapkan bahwa lingkungan kerja merupakan insentif material dan
non material (psikis). Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk menciptakan
lingkungan kerja yang bersifat material dan non material.
Mosher (1999:222) bahwa interprestasi lingkungan kerja adalah
lingkungan internal dan eksternal dari suatu aktifitas kerja yang dapat
memberikan efektivitas dan produktifitas kerja dalam melaksanakan
penyelesaian tugas-tugas pokok yang diamanahkan atau diwenangkan
kepada pegawai. Lingkungan internal yang dimaksud adalah kemampuan
pelayanan

antara

pegawai

dalam

menyelesaikan

tugas

secara

17

terkonsolidasi, tersosialisasi dan terelaborasi sehingga memberi kesan


lingkungan kerja yang dinamis dan kondusif. Sedangkan lingkungan
eksternal adalah lingkungan intern antara instansi atau kemitraan yang
timbul diantara

instansi. Lebih

jelasnya

adalah

lingkungan yang

mendukung, memotivasi,memberikan gairah kerja, memberikan semangat


kerja dan inspirasi atas kerja yang dilakukan oleh pegawai. Ahmad
(1984;104)
diperhatikan

mengatakan

selain

lingkungan

kerja

lingkungan
non

fisik

kerja
atau

fisik

perlu

psikologis.

juga

Setelah

mengetahui pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat ditarik suatu


pengertian

bahwa

lingkungan

kerja

merupakan

keadaan

dimana

seseorang bekerja yang meliputi perlengkapan dan fasilitas, suasana


kerja (lingkungan non fisik) maupun lingkungan fisik yang dapat
mempengaruhi

pekrja

dalam

melaksanakan

tugas

dan

tanggung

jawabnya.
Dari uraian tersebut menunjukan bahwa betapa pentingnya
lingkungan kerja yang mendukung, memotivasi, memberikan gairah kerja,
memberikan semangat kerja dan inspirasi bagi pegawai. Maka sangat
tepat apabila pengambil kebijakan memperhatikan lingkungan kerja
sebagai variabel yang dapat mempengaruhi kinerja bagi pegawai, dapat
terlihat dari interaksi yang harmonis baik sesama karyawan maupun
karyawan dengan pihak pimpinan organisasi dan sebaliknya. Interaksi
organisasi dengan lingkungan eksternal, suasana kerja yang kondusif dan
perasaan aman karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

18

Terdapat

bermacam-macam

faktor

yang

mempengaruhi

lingkungan kerja dimana kegiatan dilaksanakan, yaitu : 1) Perlengkapan


dan fasilitas; 2) Suasana kerja (non physical working environment); 3)
Lingkungan tempat kerja (physical working environment) (Sarwoto, 1981;
131). Menurut Nitisemito (1982;184) dikemukakan beberapa faktor fisik
(material) yang mempengarui lingkungan kerja, yaitu: Pewarnaan;
Kebersihan; Penerangan; Ventilasi udara; Musik; Keamanan; dan
Kebisingan. Menurut Moekijat (1995;135), faktor-faktor yang penting dari
kondisi kerja fisik dalam kebanyakan kantor adalah: Penerangan; Warna;
Tata

ruang;

Udara;

Suara.

Dalam

bukunya

Anoraga

(1990;44),

dikemukakan bahwa lingkungan kerja yang baik perlu memperhatikan halhal sebagai berikut: musik, pertukaran udara, penerangan yang cukup,
kebisingan.
C. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi
contoh oleh pemimpin kepada pengikut dalam upaya mencapai tujuan
organisasi, ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada
pemimpin dengan kata lain bahwa di dalam kehidupan organisasi
kepemimpinan mempunyai posisi strategis dan merupakan titik sentra dan
dinamisator seluruh proses kegiatan organisasi. Rivai (2004:2), dalam
bukunya yang berjudul Kepemimpinan dan Perilaku Organisasional
menyatakan bahwa Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau
memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi

19

dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Asep dan Tanjung


(2003:93),

dalam

bukunya

yang

berjudul

Manajemen

Motivasi

menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk


menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang
berbeda-beda menuju pencapaian tertentu. Berdasarkan uraian diatas,
dapat disimpulkan bahwa suatu proses dimana seseorang mempengaruhi
orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Slamet (2002:29) menyebutkan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk
mempengaruhi
mencapai

orang-orang

tujuan

tertentu.

agar

berbuat

Selanjutnya

sesuatu

dikemukakan

dalam

rangka

oleh

Slamet

(2002:30) bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan


kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus
mengena kepada orang yang dipimpinnya.
Mangkunegara (2000) memberikan pengertian kepemimpinan
sebagai proses untuk mempengaruhi kebiasaan orang lain untuk
mencapai sasaran bersama. Hal ini dapat mencakup komunikasi
mengenai tugas pekerjaan kepada para pegawai, metode-metode untuk
menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Defenisi kepemimpinan biasanya
dikaitkan dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang
lain, pola-pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi
administratif, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari
pengaruh. Kebanyakan defenisi kepemimpinan mencerminkan asumsi

20

bahwa kepemimpinan menyangkut suatu proses pengaruh sosial yang


dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang
terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubunganhubungan didalam sebuah kelompok atau organisasi. Juga melibatkan
pentingnya menjadi agen bagi perubahan, mampu mempengaruhi perilaku
dan kinerja pengikutnya serta memusatkan pada pencapaian tujuan.
Pimpinan yang efektif harus menghadapi tujuan-tujuan individu, kelompok,
dan organisasi. Keefektif pemimpin secara khusus diukur dengan
pencapaian dari satu atau beberapa kombinasi tujuan-tujuan ini. Individu
dapat memandang pemimpinnya sebagai efektif atau tidak berdasarkan
kepuasaan yang mereka dapatkan dari pengalaman kerja secara
keseluruhan. Kepemimpinan yang efektif tergantung dari landasan
manajerial yang kokoh. Menurut Champman dalam Umar (2001:31) ada
lima landasan kepemimpinan yang kokoh yaitu: cara berkomunikasi,
pemberian motivasi, kemampuan memimpin, pengambilan keputusan dan
kekuasaan yang positif.
Selanjutnya, tugas kepemimpinan (leadership function) meliputi
dua bidang utama yaitu pekerjaan yang harus diselesaikan dan
kekompakan orang-orang yang dipimpinnya. Tugas yang berhubungan
dengan pekerjaan disebut task function

dan tugas yang berhubungan

dengan kekompakan kelompok disebut relationship function. Tugas


kepemimpinan yang berhubungan dengan kerja kelompok yaitu memulai

21

(initiating), mengatur (regulating), memberitahu (informating), mendukung


(supporting), menilai (evaluating) dan menyimpulkan (summarizing).
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi pikiran, perasaan,
sikap, dan perilaku orang lain, agar melakukan kegiatan/pekerjaan untuk
mencapai tujuan yang dicapai seorang pemimpin. Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kemampuan/kecerdasan mendorong sejumlah orang
(dua atau lebih) agar bekerja sama dalam Melaksanakan kegiatankegiatan yang terarah pada tujuan bersama (Nawawi dan Hadari, 2004 :
hal 112).
Sedangkan

menurut

Kurnia

(2009),

kepemimpinan

dapat

didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk


mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan
organisasi. Menurut penjelasan PP 10/1979 huruf (h) dikatakan bahwa
kepemimpinan

adalah

kemampuan

Pegawai

Negeri

Sipil

untuk

meyakinkan orang lain, sehingga dapat dikerahkan secara maksimal


untuk melaksanakan tugas pokok (Biatna, 2007).
Kepemimpinan dapat dipandang sebagai (1) kelompok status, (2)
tokoh, (3) fungsi, dan (4) proses (Sofyandi & Garniwa, 2007). Fungsi
kepemimpinan memudahkan tercapainya sasaran kelompok. Dalam
organisasi modern, fungsi kepemimpinan dapat dilaksanakan oleh
beberapa peserta. Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda.
Stogdill (1974) dalam Sofyandi & Garniwa (2007) menyimpulkan bahwa

22

terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan


orang

yang

telah

mencoba

mendefinisikan

konsep

tersebut.

Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri


individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain. Pola-pola interaksi,
hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administrasi, serta persepsi
oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Beberapa definisi
yang dapat dianggap cukup mewakili antara lain Sofyandi & Garniwa
(2007) :
1. Kepemimpinan

adalah

perilaku

dari

seseorang

individu

yang

memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang


ingin dicapai bersama (Hemhill & Coons, 1957:7).
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antar peribadi yang dijalankan dalam
suatu situasi tertentu serta diarahkan melalui proses komunikasi,
kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum,
Weschler, & Massarik, 1961:24).
3. Kepemipinan adalah pembentukan awal serta pemeliharan struktur
dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411).
4. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikti demi sedikit
pada dan beberapa diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahanpengarahan rutin organisasi (Katz & Khan, 1978:528).
5. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas
sebuah kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan (Rauch
& Behling, 1984:46).
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektiv dan yang mengakibatkan kesediaan

23

untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.


(Jacobs & Jacques, 1990:281).
7. Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi
kontribusi yang efektif terhadap orde sosial yang diharapkan dan
dipersepsikan melakukannya (Hostking, 1988:153).
Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan
asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh
sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh
seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta
hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau organisasi.
Pendapat Stodgil dalam indrata (2005:hal 17), ada beberapa
peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu :
1.

Integration yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan


koordinasi.

2.

Communication

yaitu

tindakan-tindakan

yang

mengarah

pada

meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi.


3.

Product emphasis yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada


volume pekerjaan yang dilakukan.

4.

Organization yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan


dan penyesuaian dari pada tugas-tugas.

5.

Evaluation

yaitu

tindakan-tindakan

yang

berkenaan

pada

pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman.


6.

Initation adalah tindakan yang menghasilkan perubahan-perubahan


pada kegiatan organisasi.

24

Menurut Mintzberg dalam Thoha (2010) peran pemimpin dibagi


menjadi tiga peran utama kemudian olehnya dibagi menjadi 10 peranan.
Peran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

OTORITAS DAN
STATUS FORMAL

PERAN INTERPERSONAL
Figur
Pemimpin
Hubungan

PERAN INTERPERSONAL
Monitor
Disemintor
pembicara

PERAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Pengusaha
Pengendali Gangguan
Alokator Sumber Daya
Negosiator

Gambar 1. Peran Manajerial dari Maitzberg


Sumber : Luthans (2005)

a. Peran Interpersonal
- Peran sebagai Figurehead, yaitu suatu peranan yang dilakukan
untuk mewakili orgniasai yang dipimpinnya didalam setiap
kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal.

25

Peran sebagai pemimpin (leader), dalam peranan ini manajer


bertindak

sebagai

pemimpin.

Ia

melakukan

hubungan

interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsifungsi


-

pokoknya

diantaranya

memimpin,

memotivasi,

mengembangkan, dan mengendalikan.


Peran sebagai pejabat perantara (liaison manager), disini
manajer melakukan peranan yang berinteraksi dengan teman
sejawat, staf, dan orang lain yang berada di luar organisasinya,

untuk mendapatkan informasi.


b. Peran Informasional
- Sebagai monitor, peran ini mengidentifikasikan seorang manajer
sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampun
untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi
yang dipimpinnyta, dan mempunyai pemahaman yang komplit
-

tentang lingkungannya.
Sebagai disseminator, peranan ini melibatkan manajer untuk
menangani proses transimisi dari informasi-informasi kedalam

organisasi yang dipimpinnya.


Sebagai juru bicara (spokesman), peranan ini dimainkan
manajer untuk menyampaikan informasi ke luar lingkungan

organisasinya.
c. Peran Pembuat Keputusan
- Peran sebagai enterpreneur, dalam peran ini manajer bertindak
sebagai pemrakarsa dan perancang dari banyak perusahaanperusahaan yang terkendali dalam organisasi.

26

Peran sebagai penghalau gangguan (disturbance handler),


peran ini membawa manajer untuk bertanggungjawab terhadap

organisasi ketika organisasinya terancam bahaya.


Peran sebagai pembagi sumber (resource allocator). Peran ini
meminta manajer memainkan peran untuk memutuskan kemana
sumber

dana

akan

didistribusikan

ke

bagian-bagian

dari

organisasinya.
Peran sebagai negosiator, peran ini meminta kepada manajer
untuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiasi.
Memang tidak seorangpun pemimpin yang sempurna, namun

berupaya menuju kearah itu adalah sesuatu usaha yang baik dan patut
dilakukan oleh seorang pemimpin. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan
mempengaruhi orang lain agar melakukan pekerjaan bersama mencapai
suatu tujuan tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu. Olehnya itu
kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian (personality)
seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang
untuk mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh tertentu,
suatu kekuatan atau wibawa, yang sedemikian rupa sehingga membuat
kelompok orang-orang untuk

melakukan

apa yang dikehendakinya.

Menurut Purwanto (1986) bahwa kepemimpinan dapat pula dipandang


sebagai suatu bentuk persuasif atau seni pembinaan kelompok

orang-

orang tertentu, biasanya melalui human relation dan motivasi yang tepat,
sehingga mereka tidak merasa takut mau bekerja sama dan membanting

27

tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan
organisasi .
Siagian (2008) menyatakan bahwa kepemimpinan (leadership)
merupakan inti daripada manajemen, karena kepemimpinan merupakan
pengerak bagi sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia
bagi suatu organisasi. Sukses tidaknya suatu organisasi dalam mencapai
tujuan sangat ditentukan oleh gaya kepemimpinan pemimpinnya. Oleh
karena itu, kepemimpinan menjadi pusat perhatian semua orang.
Pemimpin adalah orang yang menempati posisi sentral/ dominan
dan berpengaruh dalam suatu organisasi. Siagian (2008) mengatakan
bahwa arti pokok pemimpin adalah melaksanakan, menuntun, mengurus
dan menggunakan cara-cara untuk mencapai suatu hasil atau tujuan.
Pelaku memimpin disebut pemimpin yaitu setiap orang yang mempunyai
bawahan dan menggerakkan atau mempengaruhi bawahannya kearah
pencapaian tujuan tertentu. Selain itu, pemimpin diartikan sebagai orang
yang

menciptakan

perubahan

yang

paling

efektif

dalam

kinerja

kelompoknya.
D. Motivasi
Jika seseorang mencurahkan energi fisik dan mentalnya untuk
melakukan pekerjaannya, kita cenderung untuk mengatakan bahwa orang
tersebut mempunyai motivasi. Pertanyaannya adalah mengapa sebagian
orang bekerja keras, sementara yang lain bekerja sesedikit mungkin.
Mengapa sebagian pemimpin berhasil mencapai tujuan organisasi yang

28

telah ditetapkannya, dan mengapa sebagian dari mereka tidak berhasil.


Jawabannya terletak pada sejauh mana orang mau mengarahkan perilaku
kepada suatu tujuan. Tujuan inilah yang menjadi sumber motivasi bagi
orang untuk melakukan suatu pekerjaan dengan baik.
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan
pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Bernard
Berendoom dan Gary A Stainer dalam Suseno (2006), mendefinisikan
motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi
energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan
atau mengurangi ketidak seimbangan.
Sejalan dengan kedua pendapat tersebut, Hidayat (2001:2)
menjelaskan

bahwa

motivasi

adalah

suatu

usaha

yang

dapat

menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu karena ingin


mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan atas
perbuatan tersebut. Motivation is a process of arousing and sustaining
goal-directed behavior. Motivation theories attempt to explain and predict
observable behavior, and may be classified as internal, process, or
external theories (Marcic, 2001:98)
Marcic (2001) mengindikasikan bahwa motivasi merupakan suatu
proses yang tidak dapat diamati, tetapi bisa ditafsirkan melalui tindakan
individu yang bertingkah laku, sehingga motivasi merupakan konstruksi
jiwa. Erven and Milligan (2008) mengungkapkan motivation is the inner

29

force that drives employee behavior. The intensity of ones inner force to
do a task or accomplish a goal describes the level of motivation. Motivasi
merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan, dan itu jarang
muncul dengan sia-sia. Kata butuh, ingin, hasrat dan penggerak semua
sama dengan motif yang asalnya dari kata motivasi. Untuk memotivasi
para pegawai pimpinan harus mengetahui motif dan motivasi yang
diinginkan pegawai. Orang bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan
baik kebutuhan yang disadari (conscious needs) maupun kebutuhan yang
tidak disadarai (unsconscious needs), berbentuk materi atau nonmateri,
kebutuhan fisik maupun rohani. Motivasi adalah suatu kondisi yang
mendorong dan menjadi penyebab seseorang melakukan sesuatu atau
keinginan yang dilakukan secara sadar, meskipun tidak menutup
kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang melakukan
sesuatu yang tidak disukainya atau kegiatan yang terpaksa dilakukan
cenderung berlangsung tidak efisien dan efektif (Nawawi, 2000:37).
Buhler, (2004:191) memberikan pendapat tentang pentingnya
motivasi sebagai berikut: Motivasi pada dasarnya adalah proses yang
menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk
melaksanakan pekerjaan. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini
sangat menentukan bagi tercapainya sesuatu tujuan, maka manusia harus
dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya bagi para karyawan
dalam perusahaan. Sementara Huges, dkk (2006:243) : Motivation is
anything that provides direction, intensity, and persistence to behavior.

30

Pengertian

motivasi

erat

kaitannya

dengan

timbulnya

suatu

kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada


hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah
laku, tujuan dan kepuasan, karena setiap perubahan berkat adanya
dorongan motivasi. Motivasi timbul karena adanya suatu kebutuhan dan
karenanya perbuatan tesebut terarah pencapaian tujuan tertentu. Apabila
tujuan telah tercapai maka akan tercapai kepuasan dan cenderung untuk
diulang kembali, sehingga lebih kuat dan mantap.
Motivasi adalah keinginan bekerja untuk mencapai suatu tujuan, di
mana keinginan tersebut dapat mendorong anggota untuk melakukan
pekerjaan atau dapat mengakibatkan timbulnya mobilitas kerja. Dalam
mengukur tingkat motivasi kerja anggota, indikator yang akan diteliti
adalah perilaku. Anggota yang mencerminkan motivasi mereka dalam
melakukan pekerjaan, yang meliputi: kesungguhan dan keseriusan dalam
menyelesaikan pekerjaan; tanggung jawab terhadap diri sendiri, atasan
dan sesama anggota; kebutuhan akan prestasi dan hasil kerja yang baik;
ketabahan akan kejujuran dalam bekerja dan keuletan atau kekhawatiran
jika menghadapi kegagalan.
Motivasi merupakan fungsi dari berbagai macam variabel yang
saling mempengaruhi dan merupakan suatu proses kejiwaan yang
mendasar dan terdiri atas kebutuhan-kebutuhan, dorongan serta tujuan.
Olehnya itu, motivasi dianggap sebagai salah satu unsur pokok dalam
perilaku seseorang. Namun demikian, tidak berarti bahwa motivasi

31

merupakan satu-satunya unsur yang dapat menjelaskan adanya perilaku


seseorang. Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan
seorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengarahkan segala
kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan
waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka
mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan
sebelumnya.
E. Beberapa Teori Motivasi
Motivasi sebagai konsep manajemen banyak menarik perhatian
para ahli. Hal ini dapat dimengerti mengingat betapa pentingnya motivasi
dalam kehidupan organisasi. Di satu pihak motivasi mempunyai peranan
yang sangat penting bagi unsur pimpinan sedangkan dipihak lain motivasi
merupakan satu hal yang dirasakan sulit oleh pemimpin. Motivasi
dikatakan mempunyai peranan yang sangat penting bagi unsur pimpinan
sebab unsur pimpinan berhasil menggerakkan orang lain apabila
memberikan motivasi yang tepat bagi para bawahannya.
Oleh sebab itu, setiap pimpinan perlu memahami apa arti dan
hakekat motivasi, teori motivasi dan berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap motivasi dan yang tak kalah pentingnya adalah mengetahui
kelompok yang perlu dimotivasi. Sebaliknya motivasi merupakan sesuatu
yang dirasakan sulit sebab untuk mengamati dan mengukur setiap
bawahan belum ada kriteria yang jelas untuk itu. Demikian pula motivasi

32

yang ada pada setiap orang tidak sama, berbeda satu dengan yang
lainnya. Banyaknya teori tentang motivasi merupakan salah satu faktor
penyebab yang membingungkan bagi pemimpin.
Pendekatan teori motivasi berhubungan dengan pengusahaan
pemuasan kebutuhan manusia. Teori yang paling terkenal antara lain
sebagai berikut :
1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow.
Menurut Robbin (2001:168) mengemukakan, teori ini mula-mula
dipelopori oleh Abraham Maslow pada tahun 1954. Ia menyatakan bahwa
manusia mempunyai berbagai keperluan dan mencoba mendorong untuk
bergerak memenuhi keperluan tersebut. Keperluan itu wujud dalam
beberapa tahap kepentingan. Setiap manusia mempunyai keperluan untuk
memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi keperluan tersebut.
Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, atas dasar sebagai
berikut : (Hasibuan, 2001:156).
a. Manusia

adalah

mahluk

sosial

yang

berkeinginan.

Ia

selalu

menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya


akan berhenti bila akhir hayatnya tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator
bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan
menjadi motivator.
c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hierarkhi, yakni
dimulai dari tingkat kebutuhan yang terendah physiological, safety and

33

security, affiliation or acceptance, esteem or status dan terakhir self


actualization.
Hirarki kebutuhan menurut Maslow (Robbins, 2001:127) bahwa
motivasi

didasarkan atas tingkat kebutuhan yang disusun menurut

prioritas kekuatannya. Apabila kebutuhan pada tingkat bawah telah


dipenuhi maka kondisi ini menimbulkan kebutuhan untuk memenuhi
perilaku yang menuntut kebutuhan yang lebih tinggi. Tingkat kebutuhan
terbawah adalah kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk hidup terus
misalnya kebutuhan untuk makan, tidur, udara dan sebagainya. Setelah
kebutuhan tersebut terpenuhi, maka kebutuhan selanjutnya adalah
kebutuhan akan keselamatan atau keamanan. Menurut teori ini terdapat
lima hierarki keperluan atau kebutuhan, yaitu : (1) Faali (fisiologis): antara
lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan
kebutuhan ragawi lain, (2) Keamanan : antara lain keselamatan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, (3) Sosial: mencakup
kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan, (4)
Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-diri,
otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat eksternal seperti status,
pegakuan, dan perhatian, (5) Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa
yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya,
dan pemenuhan diri.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai order tinggi dan
order rendah, Kebutuhan faali dan kebutuhan keamanan digambarkan

34

sebagai kebutuhan order-rendah dan kebutuhan sosial. Kebutuhan akan


penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan order tinggi.
Pembedaan antara kedua order ini berdasarkan alasan bahwa kebutuhan
order tinggi dipenuhi secara internal (di dalam diri orang itu). Sedangkan
kebutuhan order rendah terutama dipenuhi secara eksternal (dengan
upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja, misalnya). Memang,
kesimpulan yang wajar yang ditarik dari klasifikasi Maslow adalah dalam
masa-masa

kemakmuran

ekonomi,

hampir

semua

pekerja

yang

dipekerjakan secara permanen telah dipenuhi sebagian besar kebutuhan


order rendahnya.
2. Teori Motivasi Frederich Herzberg/Teori Hygiene.
Teori ini berhubungan dengan kepuasan kerja. Berdasarkan
penelitiannya ada dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang
dalam pekerjaannya. Kondisi pertama disebut faktor motivator dan kondisi
kedua disebut faktor hygiene. Disebut juga dengan konsep faktor
motivator hygiene dari Herzberg, dan ada juga yang menyebutnya teori
dua faktor dari kepuasan kerja. Herzberg dalam Pace and Faules
(2000:122) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi
motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang
memuaskan kebutuhan manusia; 1) kebutuhan yang berkaitan dengan
kepuasan kerja, 2) kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan
kerja. Faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan kepuasan

35

kerja disebut sebagai motivator. Sedangkan kebutuhan yang berkaitan


dengan ketidakpuasan kerja disebut faktor hygiene.
Kedua faktor tersebut membagi dua dari teori kebutuhan Maslow,
yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan kebutuhan sosial
sebagai

faktor

ketidakpuasan

(dissatisfaction). Artinya

pemenuhan

terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut hanya akan menghindarkan


seseorang dari ketidakpuasan, tetapi tidak menghasilkan kepuasan.
Sementara dua kebutuhan lainnya, yaitu kebutuhan penghargaan dan
kebutuhan aktualisasi diri disebut sebagai faktor kepuasan (satisfaction)
yang akan menghasilkan perasaan puas dan tidak puas. Faktor pertama
disebut juga sebagai faktor pemeliharaan (hygiene factors), dan faktor
kedua disebut juga sebagai faktor motivasi (motivational factors). Pujadi
(2007) menyebutkan bahwa faktor pemeliharaan disebut juga faktor
intrinsik manusia, artinya faktor yang bersumber dari dalam diri manusia
berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan
cita-cita. Sedangkan faktor motivasi disebut juga faktor eksternal yang
berasal dari luar diri manusia berupa kepemimpinan, bimbingan dan
kondisi lingkungan.
Faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai
dalam faktor pertama yaitu faktor yang mampu memuaskan dan
mendorong orang untuk bekerja dengan baik, yang terdiri atas:
a.

Keberhasilan pelaksanaan (achievement)

b.

Pengakuan (recognition)

36

c.

Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

d.

Tanggung jawab (responsibilities)

e.

Pengembangan (advancement)
Rangkaian faktor motivator melukiskan hubungan seorang dengan

apa yang dikerjakannya yaitu kandungan kerjanya, prestasi pada


tugasnya, penghargaan atas prestasi yang dicapainya dan peningkatan
dalam tugasnya.
Faktor kedua yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada
pegawai (de-motivasi) ini terdiri atas:
a.

Kebijaksanaan

dan

administrasi

organisasi

atau

perusahaan

(company policy and administration)


b.

Supervisi (technical supervisor)

c.

Hubungan antar pribadi (interpersonal supervision)

d.

Kondisi kerja (working condition)

e.

Gaji (wages)
Dalam Sedarmayanti (2000:195), Frederich Herzberg menyatakan

pada

manusia

berlaku

faktor

motivasi

dan

faktor

pemeliharaan

dilingkungan pekerjaanya. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan adanya


enam faktor motivasi yaitu (1) prestasi; (2) pengakuan; (3) kemajuan
kenaikan pangkat; (4) pekerjaan itu sendiri; (5) kemungkinan untuk
tumbuh; dan (6) tanggung jawab. Sedangkan untuk pemeliharaan terdapat
sepuluh faktor yang perlu diperhatikan, yaitu (1) kebijaksanaan; (2)
supervisi teknis; (3) hubungan antara manusia dengan atasan (4)

37

hubungan manusia, dengan pembinanya; (5) hubungan antara manusia


dengan bawahannya; (6) gaji dan upah; (7) kestabilan kerja; (8) kehidupan
pribadi; (9) kondisi tempat kerja; (10) status.
3. Teori Mc. Cleland
Kebutuhan akan prestasi, walaupun tidak dikemukakan secara
tegas dalam hierarki kebutuhan Maslow, namun mendasari kebutuhan
pengharapan dan aktualisasi diri. Begitu pula motivator Herzberg
menekankan pengakuan akan prestasi itu penting bagi kekuasaan. Mc
Clelland mempelajari persoalan yang menyangkut keberhasilan dan
berhasil memformulasikan konsep kebutuhan untuk keberhasilan, maka
teorinya disebut dengan Achievement Orientation Theory. Menurut Mc
Clelland dalam Hughes, at all (2006 : 253), orang yang mempunyai
kebutuhan untuk keberhasilan yaitu orang yang mempunyai keinginan
yang kuat untuk mencapai sesuatu, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a.

Tujuan yang mereka tentukan tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah, tapi tujuan itu merupakan tantangan untuk dikerjakan
dengan baik.

b.

Mereka menentukan tujuan seperti itu, karena mereka yakin bahwa


hasilnya dapat dikuasai bila dikerjakan sendiri.

c.

Mereka senang pada pekerjaannya dan sangat berkepentingan


dengan keberhasilannya.

d.

Mereka lebih suka bekerja di dalam pekerjaan yang dapat


memberikan gambaran bagaimana keadaan pekerjaannya.

38

Orang dengan ciri-ciri tersebut akan merasa puas apabila berhasil


menyelesaikan tugasnya atau menyelesaikan masalah yang timbul dalam
pekerjaannya. Mereka tidak akan berhenti apabila belum menemukan
jawaban dari masalah yang muncul. Orang yang mempunyai kemauan
yang kuat untuk mencapai sesuatu biasanya akan melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan pencapaian orientasinya dan kadang-kadang hal
tersebut menjadi kunci keberhasilan bagi para pemimpin pada level
menengah ke atas di setiap organisasi, baik swasta maupun pemerintah.
F. Kinerja
Menurut Rivai (2004:14) Kinerja pegawai merupakan hasil atau
tingkat keberhasilan seorang pegawai secara keseluruhan selama periode
tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai
kemungkinan, seperti standard hasil kerja, target/sasaran atau criteria
yang telah disepakati bersama. Menurut Prabunegara (2000:115) kinerja
pegawai adalah Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh

seorang

pegawai

dalam

melaksanakn

tugasnya

sesuai

tanggungjawab yang diberikan kepadanya.


Kinerja seorang pegawai merupakan hal yang bersifat individual,
karena setiap pegawai mempunyai tingkat kemampuan yang berbedabeda dalam mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat mengukur
pegawai atas unjuk kerjanya berdasarkan kinerja dari masing-masing
pegawai. Kinerja pegawai adalah sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi
kinerja pegawai itu sendiri terdiri dari banyak komponen dan bukan
merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga. Pada dasarnya

39

kinerja pegawai merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena


setiap pegawai memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam
mengerjakan tugasnya. Kinerja pegawai tergantung pada kombinasi
antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini
berarti bahwa kinerja pegawai merupakan hasil kerja pegawai dalam
bekerja untuk periode waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja
yang diselesaikan pegawai dalam periode waktu tertentu (Timpe, 1999:3).
Performance is defined as the record of outcomes produced on a
specified job function or activity during a specified time period.
Performance on the job as a whole would be equal to the sum (or
average) of performace on the critical or essential job functions. The
functions have to do with the work which is performed and not with the
characteristic of the person performing. (Williams, 1998:75).
Berdasarkan keterangan di atas dapat pula diartikan bahwa
kinerja pegawai adalah sebagai seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi
pekerjaan atau aktivitas khusus selama periode khusus. Kinerja pegawai
keseluruhan pada pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata
kinerja pegawai pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi yang
berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan
dengan karakteristik kinerja pegawai individu. Pendapat di atas didukung
oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu : Kinerja pegawai yang tinggi
dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di
antara anggota-anggotanya artinya para anggota mempercayai integritas,
karakteristik, dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja

40

pegawai yang tinggi memerlukan waktu lama untuk membangunnya,


memerlukan kepercayaan, dan menuntut perhatian yang seksama dari
pihak

manajemen.

Menurut

Timpe

(1999:33)

faktor-faktor

yang

mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu:


1. Kinerja pegawai baik dipengaruhi oleh dua faktor :
a. Internal (pribadi) berupa kemampuan tinggi dan kerja keras.
b. Eksternal (lingkungan) berupa: pekerjaan mudah, nasib baik,
bantuan dari rekanrekan, dan pemimpin yang baik.
2. Kinerja pegawai jelek dipengaruhi dua faktor :
a. Internal (pribadi), berupa : Kemampuan rendah, dan Upaya
sedikit.
b. Eksternal (lingkungan), berupa : Pekerjaan sulit; Nasib buruk;
Rekan - rekan kerja tidak produktif; dan Pemimpin yang tidak
simpatik.
Berdasarkan pernyataan menurut Timpe (1999:37) cara-cara
untuk meningkatkan kinerja pegawai, antara lain :
a. Diagnosis
Suatu diagnosis yang berguna dapat dilakukan secara informal oleh
setiap individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya
dalam mengevaluasi dan memperbaiki kinerja pegawai. Tekniktekniknya: refleksi, mengobservasi kinerja pegawai, mendengarkan
komentar-komentar orang lain tentang mengapa segala sesuatu
terjadi, mengevaluasi kembali dasar-dasar keputusan masa lalu, dan
mencatat atau menyimpan catatan harian kerja yang dapat membantu
memperluas pencarian manajer penyebab-penyebab kinerja pegawai.
b. Pelatihan

41

Setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan dapat


membantu manajemen bahwa pengetahuan ini digunakan dengan
tepat.
c. Tindakan
Tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil
sepenuhnya tanpa dorongan untuk menggunakannya. Analisa atribusi
kausal harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tahap-tahap
penilaian kinerja pegawai formal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai Menurut
Mangkunegara (2006:16) antara lain :
1. Faktor Individu. Secara psikologis, individu yang normal adalah
individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis
(rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang
tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka indivisu tersebut memiliki
konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal
utama

individu

manusia

untuk

mampu

mengelola

dan

mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan


kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan
organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi
sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja pegawai.
Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian
jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang
menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang

42

harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan
fasilitas kerja yang relative memadai.
Sedangkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai
Menurut Dharma (2001 : 9) antara lain :
1. Pegawai, berkenaan dengan kemampuan dan kemauan dalam
melaksanakan pekerjaan.
2. Pekerjaan, menyangkut desain pekerjaan, uraian pekerjaan dan
sumber daya untuk melaksanakan pekerjaan.
3. Mekanisme kerja, mencakup system, prosedur pendelegasian dan
pengendalian serta struktur organisasi.
4. Lingkungan kerja, meliputi faktor-faktor lokasi dan kondisi kerja, iklim
organisasi dan komunikasi.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002:82) faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja pegawai individu tenaga kerja,
yaitu: 1. Kemampuan mereka; 2. Motivasi; 3. Dukungan yang diterima; 4.
Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5. Hubungan mereka
dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa kinerja pegawai merupakan kualitas dan kuantitas dari
suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas
tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang
diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut
Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kinerja pegawai antara lain :

43

1. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai


terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita
(pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
2. Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang
pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk
mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara
maksimal.
David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2000 :
68), berpendapat bahwa Ada hubungan yang positif antara motif
berprestasi

dengan

pencapaian

kerja.

Motif

berprestasi

dengan

pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri


seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik
baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja pegawai) dengan
predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik
dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung
jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang
realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam
seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogamkan. Menurut Gibson (1993)
ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai :

44

1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,


pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja.
3. Faktor
organisasi:

struktur

organisasi,

desain

pekerjaan,

kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).


G. Penelitian Terdahulu
1. Hasil penelitian terdahulu oleh Yusuf (2003) tentang pengaruh
motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pegawai menggunakan
variabel gaji pegawai, penempatan dan promosi, disiplin kerja,
penghargaan, lingkungan kerja, dan pendidikan dan latihan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel gaji, penempatan kerja dan
promosi,

kedisiplinan,

penghargaan,

pendidikan

dan

pelatihan

mempunyai pengaruh terhadap peningkatan motivasi kerja pegawai.


Sedangkan variabel lingkungan/ sarana kerja tidak mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai pegawai.
2. Darsan (2008) dalam penelitiannya tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi

kinerja

pegawai

pada

dinas

pekerjaan

umum

kabupaten Luwu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh


kepemimpinan, lingkungan kerja, pelatihan, dan budaya organisasi
terhadap kinerja pegawai pada dinas pekerjaan umum kabupaten
Luwu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan,
lingkungan kerja, budaya organisasi, dan pelatihan, secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawaipada dinas
pekerjaan kabupaten Luwu. Pelatihan merupakan variabel secara

45

parsial berpengaruh tidak signifikan, sedangkan kepemimpinan secara


parsial berpengaruh dominan terhadap kinerja pegawai pada dinas
pekerjaan umum kabupaten Luwu.
3. David Halim (2002) analisis kepemimpinan dalam peningkatan
prestasi kerja Pegawai di Sekretariat Daerah Propinsi Sulawesi
Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kinerja
kepemimpinan sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pendidikan, pelatihan dan lingkungan kerja. Faktor dominan yang
mempengaruhi kepemimpinan adalah pendidikan, sedangkan faktor
pelatihan berpengaruh terhadap kondisi pasar untuk meningkatkan
prestasi kerja dan faktor lingkungan kerja yang nyaman sangat
mendukung peningkatan motivasi dan prestasi kerja.
4. Hafidah (2007) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja guru pada Madrasah Aliya di kabupaten
Gowa.

Penelitian

ini

bertujuan

untuk

melihat

apakah

diklat,

kompensasi, tanggungjawab, lingkungan kerja, serta sikap kerja guru


berpengaruh terhadap kinerja guru. Jumlah responden sebanyak 105
orang terdiri dari pengawai negeri sipil 25 orang dan guru honorer 80
orang. Obyek penelitian sebanyak 5 sekolah yang berlokasi di
kabupaten Gowa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diklat,
kompensasi, lingkungan kerja, tangungjawab, serta sikap kerja secara
bersama-sama mapun secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja guru.

Tanggungjawab adalah merupakan variabel bebas

46

secara parsial berpengaruh dominan terhadap kinerja guru pada


beberapa Madrasah Aliyah di kabupaten Gowa.

Anda mungkin juga menyukai