Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama

: Nn. NF

Umur

: 28 tahun

Alamat

: Ceurih, Ulee Kareng.

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

BB/TB

: 45kg/158cm

II. Anamnesis
2.1 Keluhan Utama:
Batuk berdahak
2.2 Keluhan Tambahan:
Batuk berdarah, keringat malam, demam, nyeri dada, sesak, penurunan
nafsu makan, penurunan berat badan.
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 4 bulan yang lalu,
awalnya pasien batuk kering namun menjadi batuk berdahak seminggu
kemudian. Dahak berwarna kuning, dan memberat menjadi kuning
kehijauan sejak 1 bulan terakhir. Pasien mengeluhkan demam, demam
dirasakan naik turun, dan meningkat pada malam hari, menggigil (-),
pasien mengatakan demam disertai dengan berkeringat pada malam hari,
berkeringat tidak dipengaruhi oleh cuaca, keluhan ini dirasakan pasien
sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdarah
4 bulan yang lalu, darah berupa bercak. Batuk berdarah dirasakan pasien
sebanyak 3 kali dalam 3 bulan terakhir. Pasien mengatakan saat batuk
berat, dadanya terasa sakit dan menyebabkan pasien sesak. Dalam 3 bulan
terakhir, pasien mengaku nafsu makannya menurun, berat badannya turun

10kg, dan pasien sering merasa lemas dan cepat lelah jika beraktivitas.
Keluhan mual dirasakan pasien sesekali, muntah tidak ada.
Saat ini, pasien datang ke puskesmas untuk mengambil lanjutan paket
obat TB bulan ke 5. Keluhan saat ini, pasien mengalami batuk berdahak,
namun sudah berkurang dibandingkan beberapa bulan yang lalu. Keluhan
tambahan lainnya sudah tidak dirasakan pasien.
2.4 Riwayat Penyakit Dahulu:
TB (-), riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-)
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
2.6 Riwayat Pemakaian Obat:
Pasien mengkonsumsi obat Rimstar selama 4 bulan ini.
2.7 Riwayat Kebiasaan Sosial:
Pasien seorang ibu rumah tangga. Suami pasien seorang perokok aktif,
dalam sehari 15 batang.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: Baik
: E4 M6 V5 = 15, Compos Mentis.
: 110/60 mmHg
: 86x/menit
: 22 x/menit
: 36,4 C

3.1 Kulit
Warna

: Sawo Matang

Turgor

: Cepat Kembali

Cyanosis

: (-)

Icterus

: (-)

Oedema

: (-)

3.2 Kepala
Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Wajah

: Simetris, oedema (-), deformitas (-)


Mata

: Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterik

(-/-) sekret (-/-), refleks cahaya (+/+), Pupil isokor bulat 3


mm/3 mm

Telinga

: Serumen (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), Nafas cuping hidung (-)

Mulut

:
-

Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)


Lidah : Tremor (-), beslag (-), hiperemis (-).
Tonsil : Hiperemis (-/- ) T1 T1,

3.3 Leher
Inspeksi

: Simetris, retraksi (-).

Palpasi

: Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-), Refleks Brudzinski I (-).

3.4 Thoraks
Inspeksi
-

Statis : Simetris, bentuk normochest


Dinamis

: Pernafasan abdominotorakal, retraksi suprasternal (-) retraksi


intercostal (-), retraksi epigastrium (-)

3.5 Paru
- Inspeksi
- Palpasi

: Simetris statis, dinamis


:
Kanan

Kiri

Depan

Fremitus

Fremitus N

Belakang

Fremitus N

Fremitus N

- Perkusi

:
Depan

sonor

sonor

Belakang

sonor

sonor

- Auskultasi

Depan

vesikuler melemah

Belakang

vesikuler

vesikuler

melemah
vesikuler

Tidak terdengar suara nafas tambahan berupa rhonki ataupun wheezing di


kedua lapangan paru.
3.6 Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi

: Ictus Cordis tidak terlihat


: Ictus Cordis teraba, thrill (-)
: Batas-batas jantung
Atas

: Sela iga II linea midclavicula sinistra

Kiri

: dua jari medial linea mid-clavicula

Kanan : linea parasternal kanan


-

Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), desah (-)

3.7 Abdomen
- Inspeksi
- Palpasi

: Simetris, distensi ( -), vena kolateral ( - )


: Nyeri Tekan ( - ), defans muscular ( - )

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Ginjal

: Ballotement tidak teraba

Perkusi

Auskultasi

: Timpani, shifting dullness (-), Undulasi (-)


: Peristaltik (+) N

3.8 Tulang Belakang : simetris


3.9 Kelenjar Limfe : pemb. KGB (-)
3.10

Ekstremitas:

Superior
Kanan

Inferior
Kiri

Kanan Kiri

Pucat

Sianosis

Oedema

IV. Pemeriksaan Penunjang

4.1. Foto Thoraks


Tanggal : 30 Desember 2014

Kesan:
a. Cor / Aorta: Normal
b. Lung: tampak konsolidasi inhomogen dengan central nekrosis a/r lapangan
paru tengah dekstra.
c. Soft tissue & skeletal: Normal
Kesimpulan : K/P lama lung dextra

4.2. Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) :


Tanggal

Spesimen dahak

Hasil pemeriksaan

02 Januari 2015

Sewaktu

++

02 Januari 2015

Pagi

++

03 Januari 2015

Sewaktu

+++

V. Diferensial Diagnosis
1. TB Paru
2. Pneumonia
3. Ca Paru
VI. Resume
Pasien atas nama Syafruddin AR, usia 45 tahun dengan keluhan Pasien
datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu, awalnya dahak
berwarna kuning kehijauan dan memberat sejak 1 minggu terakhir, pasien juga
mengeluhkan berat badan yang turun sejak 1 bulan terakhir. Demam (-),
Penurunan nafsu makan (+), mual (-) muntah (-) lemas (+) nyeri dada (+)
keringat malam (+), riwayat kontak dengan orang yang batuk lama disangkal.
Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran composmentis, TD: 110/70
mmHg, frekuensi nadi: 84 x/menit, frekuensi napas: 20 x/menit, suhu: 36,4C.

Foto Thorax PA
Kesimpulan : TB paru

- Pemeriksaan sputum BTA


Sewaktu

: ++

Pagi

: ++

Sewaktu

: +++

VII. Diagnosis Sementara/Diagnosis Kerja


TB Paru BTA (+) kasus baru.

VIII. Terapi
- Obat paket TB 1x3 tab
- B complex 2x1
- Ambroxol 3x30mg
IX. Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit


yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama
kematian di dunia. Sebagian besar kuman TB akan menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. M.tuberculosis merupakan bakteri berbentuk
batang, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan tahan asam.1
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit Tb

paru di dunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia,


perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat,
serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia. 2
Annual Menurut Depkes RI (2005), Asia Tenggara menanggung bagian
yang terberat dari beban tuberkulosis paru global yakni sekitar 38% dari kasus
tuberkulosis paru dunia. Sedangkan menurut Fatiyyah, et al (2011), dalam
bukunya menyebutkan bahwa jumlah kasus terbanyak adalah wilayah Asia
Tenggara (35%), Afrika (30%) dan wilayah Pasifik Barat (20%). Sebanyak 1113% kasus tuberkulosis paru adalah HIV positif, dan 80% kasus tuberkulosis paru
-HIV berasal dari regio Afrika. Pada tahun 2009, diperkirakan kasus tuberkulosis
paru multidrug-resistant (MDR) sebanyak 250.000 kasus (230.000-270.000
kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil
data WHO tahun 2009, lima negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu India
(1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,370,55 juta) dan Indonesia (0,35-0,52 juta). India menyumbangkan kira-kira
seperlima dari seluruh jumlah kasus di dunia (21%). 6
WHO dalam Annual Report on Global Tb Control (2003) menyatakan
terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap
tuberkulosis paru, termasuk Indonesia. Pada tahun 2004 diperkirakan 2 juta orang
meninggal di seluruh dunia karena penyakit tuberkulosis paru dari total 9 juta
kasus. Karena jumlah penduduknya yang cukup besar, Indonesia menempati
urutan ketiga di dunia dalam hal penderita tuberkulosis paru setelah India dan
China. Setiap tahun angka perkiraan kasus baru berkisar antara 500 hingga 600
orang diantara 100.000 penduduk .4
Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab
penyakit tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak
menimbulkan gejala yang dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya
penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal
ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit paru
yang besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis banding hampir pada
semua penyakit dada dan banyak penyakit lain yang mempunyai gejala umum
berupa kelelahan dan panas.7

Walaupun

penyakit

ini

telah

lama

dikenal,

obat-obat

untuk

menyembuhkannya belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat


ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 69
bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh dan mensterilkan
kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam
pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
streptomisin dan etambutol.8

II. Tinjauan Pustaka


2. Tuberkulosis Paru
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch
pada tahun 1882. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru (TB paru), tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB
ekstra paru) seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll. Mycobacterium
tuberculosis menyebabkan TB dan merupakan patogen manusia yang sangat
penting. Kuman ini non motil, non spora, dan tidak berkapsul. Berbentuk batang,
bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 0 C, dan 20
menit pada suhu 60 dan mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet.9

Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup di udara kering maupun


dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun, dalam lemari es. lni dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
kuman

tuberkulosis

suatu

saat

dimana

keadaan

memungkinkan

untuk

berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali.10


2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus
TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu
350 per 100.000 pendduduk.11
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.11
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.11
2.3 Gejala klinis Tuberkulosis

10

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a.
b.
c.
d.

batuk-batuk lebih dari 2 minggu


batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru


Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas
& kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.9
2.4 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta
daerah apex lobus inferior.12

11

Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung pada keterlibatan dan


kelainan structural paru serta bronkus oleh proses TB , antara lain:12
-

Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)


Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
Sekret di saluran napas yang menimbulkan ronki basah kasar
Suara amforik berhubungan dengan kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus.

2.5 Diagnosis Tuberkulosis


Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa
ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Kuman ini baru kelihatan
dibawah mikroskopis bila jumlah kuman paling sedikit sekitar 5000 batang dalam
1 ml dahak. Dalam pemeriksaan dahak yang baik adalah dahak yang mukopurulen
berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya harus 3-5 ml tiap pengambilan. Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik
Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit .2
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral,top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberigambaran bermacam- macam bentuk (multiform).8
Gambaran radiologis yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmensuperior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular

Bayangan bercak milier

12

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:


- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :8

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,


biasanyasecara klinis disebut luluh paru.Gambaran radiologik luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik
tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses


penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb(terutama pada kasus BTA negatif

Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebratorakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti.

Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.6.2 Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).12
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

13

S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan


dahak pagi.
2.6.3 Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB
khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan
identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan
dalam beberapa situasi:12
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
2.7 Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pengobatan
pada penderita
tuberkulosis dewasa dibagi menjadi beberapa kategori:12
1.7.1 Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Kategori-1 diberikan kepada penderita baru TB paru BTA positif,
penderita TB paru BTA negative rontgen positif yang sakit berat, penderita TB
ekstra paru berat.
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Ethambutol (E).Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).12
1.7.2 Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Kategori-2 diberikan pada

Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal

pengobatan (failure)Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).


Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap
hari di Unit Pelayanan Kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H),

14

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan
setelah penderita selesai minum obat.12
1.7.3 Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Kategori-3 diberikan kepada Penderita baru BTA negatif dan rontgen
positif sakit ringan Penderita ekstra paru ringan. Tahap intensif terdiri dari HRZ
diberikan setiap hari selama 2 bulan, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari
HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.12
1.7.4 OAT Sisipan
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari
selama 1 bulan.8
2.8 Evaluasi Pengobatan
1) Evaluasi Klinis
a) Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama, pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan.
b) Evaluasi: respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit.
c) Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
2) Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan)
a) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
b) Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis :
(1) Sebelum pengobatan dimulai
(2) Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
(3) Pada akhir pengobatan
c) Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
3) Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
a) Sebelum pengobatan

15

b) Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan


kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
c) Pada akhir pengobatan.
4) Evaluasi efek samping secara klinis
Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping
obat sesuai pedoman.
5) Evaluasi keteraturan berobat
a) Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum/tidaknya obat tersebut.
b) Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.12

2.9 Program DOTS di Indonesia


DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah nama untuk
strategi yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk
mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB.
Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu :
a. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga program ini
menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka TB.
c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik
oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum
seluruh obatnya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar.
e. Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka
waktu yang tepat.13
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Badan
Kesehatan Dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia

16

Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi, Perlunya segera dilakukan


perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang
kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era baru
pemberantasan TB di Indonesia. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan
penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi
ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB
di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik
dalam upaya pencegahan penularan TB .12
WHO menetapkan target CDR (Case Detection Rate) minimal 70% pada
tahun 2005. Jika CDR > 70%, Cure Rate > 85%, Error Rate < 5 % tercapai, dalam
kurun waktu 5 tahun, jumlah penderita TB akan berkurang setengahnya
(Retnaningsih, 2005). Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan
angka kesakitan TB menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000
penduduk dan pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang
dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat.
Angka penemuan kasus TB menular ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981
orang (54%) meningkat menjadi 156.508 orang (67%) pada tahun 2005.
Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7% pada kelompok penderita yang
ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8% pada tahun 2004.
Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan
mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga
mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.12
2.10 Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.14
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

17

2) Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
3) Tugas seorang PMO
a) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
b) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c) Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
d) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban
pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya:
a) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
c) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
d) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
e) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
f) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.
2.11 Kesembuhan
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling
sedikit dua kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir pengobatan
dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya). Dalam proses penyembuhan, penderita TB dapat diberikan obat anti
TB (OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang

18

ketat. Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terusmenerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Walau telah ada
cara pengobatan tuberkulosis dengan efektivitas tinggi, angka sembuh lebih
rendah dari yang diharapkan. Kondisi seorang penderita penyakit tuberculosis
sering berada dalam kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya.
Kelemahan itu dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan
atau menghentikan pengobatan karena berbagai alasan. Peranan PMO sangat
mempengaruhi kedisiplinan penderita TB paru dan keberhasilan pengobatan.
Kerjasama petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi
ketika penderita minum obat merupakan faktor yang perlu dievaluasi untuk
menentukan tingkat keberhasilan pengobatan.14

BAB III
DISKUSI

Salah satu komponen aspek kesembuhan dari pasien TB paru adalah


dengan kepatuhan minum obat. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seseorang yang mampu mengawasi kepatuhan pasien terhadap minum
obat, baik keluarga maupun tenaga kesehatan yang berada di lingkungan pasien.
Kami mengambil contoh dokter keluarga sebagai tenaga kesehatan yang bertugas
sebagai pengawas minum obat.
Dokter keluarga memiliki peran penting dalam upaya kesembuhan pasien
TB karena merupakan salah satu bentuk dari pemberantasan penyakit tersebut.
Peran dokter keluarga meliputi edukasi dan konseling mengenai masalah
kesehatan yang dialami, penyebab dan penatalaksanaannya. Edukasi dan
konseling mengenai adanya risiko TB bagi keluarga dan orang sekitar pasien.
Deteksi dini serta penatalaksanaan segera untuk pasien TB sesuai dengan standar
penatalaksanaan yang ada. Deteksi dini dari komplikasi dan penatalaksanaannya,
dan tindakan rehabilitasi jika terjadinya kecatatan pada pasien.

19

Dokter keluarga melakukan pendekatan kepada keluarga pasien, dengan


menjelaskan tentang penyakit TB Paru sehingga nantinya keluarga dapat
menyebutkan bahwa penyakit TB Paru merupakan suatu penyakit dengan gejala
batuk-batuk, batuk berdarah, sesak nafas, lemas dan berkurangnya nafsu makan
serta membutuhkan waktu yang lama dalam proses penyembuhannya.
Dalam proses penyembuhan, penderita TB dapat diberikan obat anti TB
(OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang
ketat. Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terusmenerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Walau telah ada
cara pengobatan tuberkulosis dengan efektivitas tinggi, angka sembuh lebih
rendah dari yang diharapkan. Kondisi seorang penderita penyakit tuberkulosis
sering berada dalam kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya.
Kelemahan itu dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan
atau menghentikan pengobatan karena berbagai alasan. Peranan pengawas minum
obat sangat mempengaruhi kedisiplinan penderita TB paru dan keberhasilan
pengobatan. Kerjasama petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk
mendampingi ketika penderita minum obat merupakan faktor yang perlu
dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan pengobatan.
Dokter keluarga juga menjelaskan bagaimana cara penularan TB Paru ke
anggota keluarga lainnya, dapat terjadi dengan percikan langsung saat pasien
batuk, melalui makanan yang dimakan secara bersama-sama dengan pasien
penderita TB Paru, penggunaan barang terutama alat makan bersamasama dengan
pasien penderita TB Paru, serta dahak penderita TB Paru yang dibuang
sembarangan sehingga menyebar dan terhirup anggota keluarga yang sehat.
Upaya pencegahan lainnya dapat berupa membuka jendela rumah setiap
hari, menjemur kasur yang dipakai penderita TB Paru secara rutin, mengingatkan
pasien penderita TB Paru untuk menutup mulut saat batuk, menyiapkan tempat
khusus untuk pasien penderita TB Paru membuang dahak saat batuk dan
melakukan imunisasi pada balita di rumah.

20

BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya. Penularan TB paru pada biasanya melalui udara, yaitu
dengan inhalasi droplet yang mengandung basil TB. Diagnosis ditegakkan sesuai
dengan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan bakteriologi dan foto thoraks. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa
ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakkan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Pendekatan kedokteran keluarga pada pasien Tuberkulosis Paru dapat
dilakukan secara holistik dan berkesinambungan. Dimana dokter keluarga mampu
menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada pasien dan anggota
keluarganya. Menjelaskan upaya pencegahan yang dapat dilakukan dan nejaga
kepatuhan pasien terhadap minum obat agar pasien tidak putus obat.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ, Dye C. Tuberculosis.
Lancet. 2003. 887- 99.
2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of
Tuberculosis JAMA 1995 ; 273 : 220-26.
3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.
4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei
Darussalam and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3
7.
5. Hudoyo, A. Penerapan Strategi DOTS bagi Penderita TB, Dalam
Simposium dan Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan, Jakarta,
1999.
6. Broekmans, JF. Success is possible it best has to be fought for, World
Health Forum An International Journal of Health Development. WHO,
Geneva, 1997 ; 18 : 243 47.
7. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan
Pengobatan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6.
8. Suryatenggara, W. Peranan pyrazinamide dalam pengobatan tuberkulosis
Yogyakarta 1984 : 43-55. paru jangka pendek. Simposium Pengobatan
Mutakhir Tuberkulosis Paru Bandung, 57-63

22

9. Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. 2


ed.Jakarta :
Depkes RI. p:7-25.
10. Sudoyo A.W., Bambang S., Idrus A., Marcellus S. K., Siti S. (eds).
2006.Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Universitas
Indonesia. pp:821-2
11. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Jakarta. 2002.
12. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta,
2007; 3-4.
13. Mansjoer A., Suprohaita, Wahyu I. W., dan Wiwiek S. (eds). 2000. Kapita
Selekta
Kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius. p:476.
14. Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. 2
ed .Jakarta:
Depkes RI. p: 3.

23

Anda mungkin juga menyukai