Anda di halaman 1dari 6

ISOLASI, KARAKTERISASI FENOTIP, DAN KONSTRUKSI SISTEM FENETIK KAPANG

ENTOMOPATOGEN PADA KUTU SISIK COKLAT Lepidoshapes beckii Newman. HAMA


TANAMAN JERUK
Suharjono1, Ahmad Shobrun Jamil2, Agung Pramana W.M.1, Anang Triwiratno3, Susi Wuryantini3,
Lina Oktavia3
1

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya


Bioteknologi Agroindustri FTP Universitas Brawijaya
Email: jamilspeed@gmail.com
3
Balai Penelitian Jeruk dan Buah Sub Tropika Batu

ABSTRAK
Kapang entomopatogen pada Lepidoshapes beckii memiliki potensi sebagai pengendali
hama, sehingga diperlukan karakterisasi fenotipik dan penyusunan konstruksi fenetik
sebagai pendukung pengembangan kapang entomopatogen tersebut untuk aplikasi
pengendalian hayati. Tahapan pengerjaan adalah dengan sampling, isolasi kapang,
karakterisasi fenotip dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100 x dan 400 x. Karakter
yang diamati diantaranya adalah karakteristik koloni, miselium, hifa, konidiofor dan konidia
yang dibagi dalam 50 sub karakter. Dari isolasi dihasilkan 7 isolat yang potensial
menginfeksi L. beckii. Hasil pengamatan isolat kapang terpilih memiliki diversitas morfologi
pada setiap karakter yang diamati. Setelah dianalisis menggunakan program CLAD97
diketahui nilai similaritas ketujuh isolat, nilai similaritas isolat PW LB D2 dengan BRS D23
sebesar 84 % (selanjutnya disebut HTU 1 dst.), kesamaan HTU 1 dengan PW ASG D2
sebesar 76 % (HTU 2), kesamaan HTU 2 dengan PC ORG D4 sebesar 72% (HTU 3),
kesamaan HTU 3 dengan PW ASG D4 sebesar 66% (HTU 4), sedangkan kesamaan PWRJ
D4 dan BRS D23 sebesar 62% (HTU 5), serta kesamaan antara HTU 4 dan HTU 5 adalah
sebesar 56 %.
Kata kunci: Kapang entomopatogen, Lepidoshapes beckii, karakterisasi fenotip
PENDAHULUAN
Kutu Sisik Lepidoshapes beckii merupakan salah satu hama yang dapat menyebabkan
kerusakan parah pada tanaman jeruk. Pengendalian hama Kutu Sisik Coklat L. Beckii
selama ini umumnya dilakukan dengan pemberian pestisida sintetik. Pada mulanya metode
tersebut dianggap efektif bagi pengendalian hama, akan tetapi pada akhirnya akan
membawa masalah baru berupa resurgensi, resistensi, ledakan hama sekunder, musnahnya
musuh alami, memberikan efek berbahaya bagi konsumen, serta pencemaran lingkungan
(Djafaruddin, 2000).
Kerusakan lingkungan yang diakibatkan pestisida sintetik dapat diminimalkan dengan
mengganti pestisida sintetik dengan metode pengendalian secara hayati. Metode
pengendalian hayati yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan potensi musuh
alami baik dengan konservasi habitat maupun dengan produksi musuh alami secara massal
kemudian disebarkan di lokasi serangan hama.
Berkaitan dengan kutu sisi hama tanaman jeruk, diketahui bahwa Kutu Sisik Coklat L.
beckii memiliki beberapa musuh alami. Salah satunya berupa jamur-jamur entomopatogen
yang menjadi parasit pada kutu tersebut (Chaverri et al., 2008). Diantara musuh alami yang
secara efektif mengendalikan hama tersebut adalah kapang-kapang Entomopatogen seperti
Aschersonia, Hirsutella, Moelleriella, Samuelsia, Metharizium anisoplae, dan beberapa
anggota dari genus Fusarium. Kapang-kapang tersebut dapat menjadi parasit pada kutu
sisik coklat yang menginfeksi dan dalam tahap lanjut dapat menyebabkan kematian kutu.
Konidia kapang entomopatogen dapat tersebar pada daun jeruk yang terinfeksi hama
tersebut, konidia akan tumbuh pada cangkang kutu sisik coklat setelah terjadi kontak dengan
permukaan cangkang. Selanjutnya konidia akan menginvasi bagian dalam cangkang dan
hifa mulai terbentuk. Hal ini akan berlangsung terus sampai seluruh bagian cangkang
tertutup oleh hifa dan pada akhirnya menyebabkan cangkang kutu pecah. Lebih dari itu,

BSS_273_1_1 - 6

kapang entomopatogen dapat dengan mudah dan cepat menyebar pada koloni-koloni kutu
sisik coklat (epizootic) sehingga sangat efektif dalam mengendalikan populasi hama tersebut
(Meekes et al, 2000., Chaverri et al., 2008).
Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh kapang entomopatogen pada L. beckii tersebut,
maka karakterisasi fenotipik dan penyusunan konstruksi fenetik diperlukan sebagai salah
satu pendukung pengembangan kapang entomopatogen tersebut untuk aplikasi
pengendalian hayati hama tersebut.
METODE
Isolasi Kapang Entomopatogen
Sampling dilakukan dengan metode pencarian (search sampling) kutu sisik yang
terinfeksi kapang entomopatogen pada tanaman-tanaman jeruk di beberapa sentra produksi
jeruk di Indonesia. Pengerjaan samplin bekerjasama dengan Balai Penelitian Jeruk dan
Buah Sub Tropika (BALITJESTRO) Jawa Timur.
Pengerjaan Isolasi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Brawijaya Malang. Kutu yang terinfeksi kapang pada sampel daun atau batang
dicuplik menggunakan jarum kemudian diinokulasikan ke dalam cawan berisi medium
Saburoud Dextrose Agar Yeast (SDAY) selanjutnya diinkubasi pada suhu 30oC selama 4872 jam. Koloni kapang yang tumbuh kemudian diremajakan dengan medium Potato Dextrose
Agar (PDA;Difco) dan diinkubasi sampai menghasilkan massa konidia ( 72 jam). Isolasi
konidia tunggal dilakukan dengan cara mengambil satu ose massa konidia kemudian dibuat
suspensi dengan akuades steril yang mengandung 0,1 % tween 80. Suspensi konidia dari
setiap seri pengenceran kemudian diinokulasikan ke dalam medium PDA (Difco) dengan
cara continuous streak dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 10-18 jam. Setiap konidia
tunggal yang berkecambah kemudian dipindahkan ke dalam medium PDA baru dan
diberikan nama isolat.
Karakterisasi Fenotopik/Morfologi
Karakter/morfologi yang diamati meliputi morfologi koloni, struktur hifa dan konidia
kapang. Koloni diamati setelah isolat ditumbuhkan selama 7 hari. Untuk struktur
mikroskopis diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 x. Sebelum diamati
dibawah mikroskop cahaya, dibuat preparat dengan mencuplik miselium dari hifa kemudian
ditetesi dengan Lactophenol Cotton Blue (LCB) sebagai pewarna hifa, selanjutnya miselium
diuraikan dengan menggunakan jarum. Penguraian miselium dilakukan dengan bantuan
mikroskop stereo binokular. Selanjutnya dibuat preparat hifa kapang dengan menutup hasil
penguraian miselium dengan gelas penutup dan di lakukan pengamatan dengan mikroskop
cahaya (Olympus type CX21FS1) perbesaran 100 x dan 400 x (Jingping et al., 2004)
Semua karakter dari seluruh spesies kapang dianalisis secara numerik untuk menentukan
klaster berdasarkan nilai similaritas. Nilai similaritas diperoleh dengan bantuan program
CLAD97.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Isolasi
Hasil isolasi awal didapatkan 49 isolat kapang. Stroma kapang penginfeksi kutu sisik
pada sampel (daun/batang) diketahui berwarna merah, jingga, kuning, hingga putih. Koloni
kapang tersebut tampak menyelubungi seluruh bagian kutu sisik dan menempel di daun. Hal
ini serupa dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh Triwiratno (2008) yang
menyatakan bahwa jamur entomopatogen yang ditemukan di salah satu sentra
pengembangan jeruk Indonesia ini berwarna jingga hingga putih dan berbentuk seperti
kapas. Setelah dilakukan uji hayati didapatkan 7 isolat kapang yang memiliki kemampuan
dalam menginfeksi kutu sisik (Rahayu, 2008). Isolat-isolat tersebut terbukti mampu
menginfeksi kembali kutu sisik setelah dilakukan beberapa kali sub kultur. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat-isolat kapang tersebut potensial untuk dikembangkan sebagai
agen pengendali hama kutu sisik secara luas.

BSS_273_1_2 - 6

Pengamatan Karakter Makroskopis dan Mikroskopis Isolat Kapang


Hasil pengamatan terhadap koloni isolat kapang yang ditumbuhkan pada media PDA
dapat diketahui bahwa koloni memiliki warna yang beragam dari warna putih, putih
keunguan, dan jingga. Tekstur koloni seperti kapas, hanya satu koloni memiliki tekstur yang
tipis seperti benang halus. Pola radial tampak dari atas dan dari bawah permukaan semua
koloni. Hasil Pengamatan pada tepi koloni diketahui terdapat koloni dengan tepi rata dan tepi
tidak rata dan bentuk koloni rata-rata bulat dan beraturan.
Pengamatan mikroskopis difokuskan pada bentuk konidia, konidiofor dan hifa kapang.
Hasilnya diketahui bahwa konidia, konidiofor dan hifa isolat kapang memiliki keragaman
dalam bentuk dan ukuran.

g
Gambar 1. hasil bioassay yang menunjukkan isolat-isolat potensial dalam menginfeksi kutu sisik (hasil foto
dengan perbesaran 40 x). Nama isolat penginfeksi a : BRS D22 b : BRS D23 c : PC ORG D4 d : PW ASG D2
e : PW ASG D4 f : PW LB D2 g: PWRJ I D4

Diketahui pada tujuh isolat yang diamati terdapat isolat yang memiliki makrokonidia dan
mikrokonidia dan ada isolat yang hanya memiliki satu macam konidia. Konidia pada tujuh
isolat tersebut memiliki keragaman bentuk diantaranya konidia fusiform (lebar : panjang) (1:6),
oval (1:5), konidia (1:4), dan konidia (1:3) serta pada 1 isolat diketahui bentuk konidia bulan
sabit. Ujung-ujung konidia hasil pengamatan diketahui memiliki ujung lancip pada kedua sisi,
tumpul pada kedua sisi, serta ujung lancip dan tumpul pada satu konidia. Pengamatan sekat
konidia diketahui 7 isolat tersebut memiliki sekat yang variatif, terdapat isolat dengan konidia
tanpa sekat, satu sekat dan dua sekat.
Berdasarkan pola pertumbuhan konidia, dapat diketahui dua pola pertumbuhan pada
ketujuh isolat yaitu konidia dengan rumpun pertumbuhan berseri/tipe rantai dan konidia
dengan rumpun pertumbuhan paralel/menjari. Pengamatan pada hifa 7 isolat terpilih diketahui
terdapat beberapa variasi karakter yang tampak berbeda pada masing-masing isolat. Karakter
yang tampak diantaranya adalah sekat hifa, pola percabangan, ketebalan dinding hifa, pigmen
sitoplasma. Semua isolat yang diamati memiliki sekat pada hifanya. Diketahui pula bahwa hifa
pada ketujuh isolat memiliki ketebalan dinding yang berbeda. Pigmen/tekstur warna hifa
diketahui terdapat hifa bergranula dan hyalin.

BSS_273_1_3 - 6

Nama
Isolat

Foto Koloni

Foto Konidia

BRS
D22

BRS
D23

PC
ORG
D4

PW
ASG
D2

PW
ASG
D4

PW LB
D2

PWRJI
D4

Gambar 2. Koloni dan struktuk mikroskopik kapang entomopatogen L. beckii

BSS_273_1_4 - 6

Foto Hifa

Konidiofor/tangkai konidia memiliki beberapa macam variasi bentuk, namun secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konidiofor dengan susunan paralel dan
berseri. Dua hal diatas yaitu hasil pengamatan konidia dan konidiofor sesuai dengan Chaveri
et al. (, 2008) yang menyebutka bahwa konidiofor kapang berwarna terang atau transparan
dan terkadang memiliki cabang. Konidia berwarna terang, berbentuk elips, terdiri dari satu
hingga dua sel.
Hifa sebagai salah satu komponen pengamatan juga memiliki keragaman dalam ukuran,
bentuk, pola serta tekstur. Pada umumnya isolat kapang memiliki hifa dengan percabangan
yang kompleks dengan berbagai macam variasi, hifa bergranula karena nampak beberapa
organel selnya dan nampak juga warna hifa hyalin.

Gambar 5. Konstruksi fenetik isolat kapang entomopatogen berdasarkan kesamaan morfologi makro
dan mikroskopis dengan menggunakan progam CLAD97.

Hasil Konstruksi Fenetik Isolat Kapang


Setelah dilakukan pengamatan sekitar 50 karakter fenotip berbeda pada masing isolat
kapang tersebut, maka dapat dilakukan konstruksi fenetik dengan bantuan program
CLAD97. Setelah dianalisis menggunakan program CLAD97 diketahui nilai similaritas
ketujuh isolat, nilai similaritas isolat PW LB D2 dengan BRS D23 sebesar 84 % (HTU 1),
selanjutnya persamaan HTU 1 dengan PW ASG D2 sebesar 76 % (HTU 2), kesamaan HTU
2 dengan PC ORG D4 sebesar 72% (HTU 3), kesamaan HTU 3 dengan PW ASG D4
sebesar 66% (HTU 4), sedangkan kesamaan PWRJ D4 dan BRS D23 sebesar 62% (HTU
5), serta kesamaan antara HTU 4 dan HTU 5 adalah sebesar 56 %. (Hasil Konstruksi ada
pada Gambar 3). Hal ini memperkuat dugaan bahwa masing-masing isolat berbeda spesies
(Madigan et. al., 2003).

BSS_273_1_5 - 6

Kesimpulan
Hasil penelitian didapatkan tujuh isolat kapang entompatogen yang memiliki kemampuan
dalam menginfeksi Kutu Sisik L. beckii. Berdasarkan hasil analisa persamaan morfologi
diketahui bahwa nilai similaritas isolat PW LB D2 dengan BRS D23 sebesar 84 % (HTU 1),
selanjutnya persamaan HTU 1 dengan PW ASG D2 sebesar 76 % (HTU 2), kesamaan HTU
2 dengan PC ORG D4 sebesar 72% (HTU 3), kesamaan HTU 3 dengan PW ASG D4
sebesar 66% (HTU 4), sedangkan kesamaan PWRJ D4 dan BRS D23 sebesar 62% (HTU
5), serta kesamaan antara HTU 4 dan HTU 5 adalah sebesar 56 %.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan Litbang Departemen Pertanian
Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian dengan dana KKP3T. Ucapan
terima kasih disampaikan juga kepada Kepala Balitjestro Batu yang telah memberikan
batuan fasilitas untuk penelitian.
Daftar Pustaka
Chaverri, P., M. Liu. K.T. Hodge. 2008. A monograph of the entomopathogenic genera
Hypocrella, Moelleriella, and Samuelsia gen. nov. (Ascomycota, Hypocreales,
Clavicipitaceae), and their aschersonia-like anamorphs in the Neotropics. Studies in
Mycology 60: 166.
Djafaruddin (2000) dalam B. Yanuwiadi dan Sukaromah. 2006. Preferensi serangga familia
Coccinellidae untuk memilih kombinasi tumbuhan familia Asteraceae. Bioscientiae
(jurnal pengendalian hayati) Vol. 3, No. 1, hal 30-38.
Jingping G., W. Ping, D. Zhou. 2004. Characterization of a New Species of Taxol-producing
Fungus Nature and Science, 2(1): 85-88.
Madigan, M., J. M. Martinko. J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganism. Prentice Hall.
London. 1041 Hal.
Meekes, E., T. M. Joanne, J. Fransena. 2002. Pathogenicity of Aschersonia spp. against
whiteflies Bemisia argentifolii and Trialeurodes vaporariorum.. van Lenterenb. Journal
of Invertebrate Pathology 81(1):1-11.
Rahayu, L.O. 2008. Uji Efektifitas Konidia Kapang Entomopatogen pada Kutu Sisik
Lepidoshapes beckii Newman. Thesis Bioteknologi Agroindustri Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijata.
Triwiratno, A. 2008. Jamur Merah Untuk Melawan Kutu Sisik pada Tanaman Jeruk. SINAR
TANI Edisi 28 Mei 3 Juni 2008.

Disajikan secara oral dalam Seminar Nasional Basic Science VI di Universitas


Brawijaya, Malang pada tanggal 21 Pebruari 2009

BSS_273_1_6 - 6

Anda mungkin juga menyukai