Oleh
Eka Putri Widyaningtyas
NIM 142310101047
LEMBAR PENGESAHAN
: 142310101047
Tanggal
Jembet,
2016
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik,
Klinik,
NIP :
Pembimbing
NIP :
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan
neuromuskuler akut berupa trismus, kekauan dan kejang otot disebabkan oleh
eksotoksin spesifik (tetanospasmin) dari kuman anaerob Clostridium tetani. Terdapat
beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus
generalisata dan gangguan neurologis lokal.( Harrisons 2008. Jong, de Wim2005).
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat.(5) Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi
oleh Clostridium tetani.(6,7) Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan
pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
Lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari
tetanus. (Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002).
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 321 hari, namun dapat singkat hanya
12 hari dan kadangkadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin
jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani
dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana
makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
Tetanus umum:
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar
yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan
umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II: sedang
1. Masa inkubasi 1014 hari
2. Period of onset 3 had atau kurang
3. Trismus ada dan disfagia ada.
Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada.
Grade III: berat
1. Masa inkubasi < 10 hari
2. Period of onset 3 hari atau kurang
3. Trismus berat
4. Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan
takikardia.
Tetanus lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran
klinis tidak khas.Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otototot pada bagian
proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka
kematian 1%, kadangkadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai
daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat
tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X,
XI, dapat berupa gangguan sendirisendiri maupun kombinasi dan menetap dalam
beberapa hari bahkan berbulanbulan.Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi
tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.
B. Epidemiologi
Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun,
individu dengan imunitas penuh dan kemudian gagal mempertahankan imunitas
secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat dicegah dengan
imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia. Pada
tahun 2002, jumlah estimasi yang berhubungan dengan kematian pada semua
kelompok adalah 213.000, yang terdiri dari tetanus neonatorum sebanyak 180.000
(85%).
Tetanus
neonatorum
menyebabkan
50%
kematian
perinatal
dan
tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi Di
Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka
tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dakam rumah atau
selama bertani, berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang
menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tetapi dapat juga berupa luka kecil,
sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkan pada beberapa kasus pasien
tidak dapat diidentifikasi adanya trauma. Tetanus dapat pula berkaitan dengan luka
bakar, infeksi teling tengah, pembedahan, aborsi, dan persalinan. Resiko terjadinya
tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Survey serologis skala luas terhadap
antibodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 19881994 menunjukkan
bahwa secara keseluruhan, 72% penduduk Amerika Serikat di atas 6 tahun terlindungi
terhadap tetanus. Sedangkan pada anak antara 6-11 tahun sebesar 91%, persentase ini
menurun dengan bertambahnya usia; hanya 30% individu berusia di atas 70 tahun
(pria 45%, wanita 21%) yang mempunyai tingkat antibodi yang adekuat.
(Sudoyo, Aru. W 2006. Emedicine 2008.)
C. Etiologi
Agen penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yaitu bakteri gram positif yang
bersifat anaerob, berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro. Di
luar tubuh bakteri ini berbentuk spora. Spora ini mampu bertahan dalam lingkungan
panas antiseptic, dan jaringan tubuh hingga berbulan-bulan. Spora tetanus dapat
bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetatif
terbunuh oleh antibiotik, panas dan desinfektan baku. Tidak seperti banyak klostridia,
Clostridium
menyebabkan
Tetani
bukan
penyakit
organisme
melalui
toksin
yang
menginvasi
tunggal
yang
jaringan,
malahan
dihasilkannya,
yaitu
tetanospasmin yang lebih sering disebut sebagai toksin tetanus. Toksin tetanus adalah
bahan kedua yang paling beracun yang diketahui setelah toksin botulinum. Jika dalam
kondisi yang baik, kuman ini akan mengeluarkan toksin (eksotoksin) yaitu
tetanuspasmin yang bersifat neurotoksik. Mula-mula toksin akan menyebabkan
kejang otot dan saraf perifer setempat (Vanessa, 2007).
D. Tanda dan Gejala
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10
hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan
spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot.
Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan
sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa
memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009).
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot
punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat
berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau
terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang
terusmenerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia
dan kematian.
(WOC)
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka
mulut (trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a) Otot leher
b) Otot dada
c) Merambat ke otot perut
d) Otot lengan dan paha
e) Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Keringat berlebihan
Sakit menelan
Spasme tangan dan kaki
Produksi air liur
BAB dan BAK tidak terkontrol
Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
sehingga
terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol / eksitasi terus menerus dan spasme.
Neuron ini menjadi tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron yang
melepaskan gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor
utama,
sangat
sensitif
terhadap
tetanospasmin,
menyebabkan
kegagalan
dan punggung serta kekakuan dari otot leher. Tetanospasmin pada system saraf
otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pernapasan, metabolisme,
hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuscular.
Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperflexi, hyperhidrosis
merupakan penyulit akibat gangguan saraf ototnom, yang dulu jarang karena
penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam
dosis tinggi dan pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf
otonom harus dikenali dan di kelola dengan teliti.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa
level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
1. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasanacethyl-choline dari terminal nerve di otot.
2. Karakteristi spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari
reflekssynaptik di spinal cord.
3. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
fluktuasi,periodisiti
takikhardia,
aritmia
jantung,
peninggian
waktu paruhnya 25-30 hari. Makin cepat pengobatan diberikan, makin efektif.
Kontraindikasi HTIG adalah riwayat hipersensitivitas terhadap imunoglobulin atau
komponen human immunoglobulin sebelumnya; trombositopenia berat atau keadaan
koagulasi lain yang dapat merupakan kontraindikasi pemberian intram uskular. Bila
tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000200.000 unit diberikan
50.000 unit intramuskular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian
60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga.
Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberi immunisasi aktif
dengan toksoid, karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki
kekebalan.
Pengobatan suportif
Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari terapi suportif sampai efek toksin yang
telah terikat habis. Semua pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya ditangani di ICU
agar bisa diobservasi secara kontinu. Untuk meminimalkan risiko spasme paroksismal
yang dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan
tenang.Pasien diposisikan agar mencegah pneumonia aspirasi. Cairan intravena harus
diberikan, pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah penting sebagai penuntun
terapi.
Penanganan jalan napas merupakan prioritas. Spasme otot, spasme laring,
aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya dapat mengganggu respirasi. Sekresi
bronkus yang berlebihan memerlukan tindakan suctioning yang sering. Trakeostomi
ditujukan untuk menjaga jalan nafas terutama jika ada opistotonus dan keterlibatan
otot-otot punggung, dada, atau distres pernapasan.Kematian akibat spasme laring
mendadak, paralisis diafragma, dan kontraksi otot respirasi tidak adekuat sering
terjadi jika tidak tersedia akses ventilator.
Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi. Pasien tersedasi
lebih sedikit dipengaruhi oleh stimulus perifer dan kecil kemungkinannya mengalami
spasme otot. Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan
pusat kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali
dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis yang direkomendasikan untuk usia
<2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam. Spasme harus
segera dihentikan dengan diazepam 5 mg per rektal untuk berat badan <10 kg dan 10
mg per rektal untuk anak dengan berat badan 10 kg, atau diazepam intravena untuk
anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan
dengan dosis rumatan sesuai keadaan klinis. Alternatif lain, untuk bayi (tetanus
neonatorum) diberikan dosis awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan
spasme akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40 mg/ kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis
diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa
orogastrik. Dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari. Tanda klinis membaik bila tidak
dijumpai spasme spontan, badan masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak
dijumpai gangguan pernapasan.Tambahan efek sedasi bisa didapat dari barbiturate
khususnya phenobarbital dan phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya
dapat menguntungkan pasien dengan gangguan otonom. Phenobarbital diberikan
dengan dosis 120-200 mg intravena, dan diazepam dapat ditambahkan terpisah
dengan dosis sampai 120 mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap 4-8 jam dengan
dosis dari 4-12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa. Morphine bisa memiliki
efek sama dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi benzodiazepine. Jika
spasme tidak cukup terkontrol den gan benzodiazepine, dapat dipilih pelumpuh otot
nondepolarisasi dengan intermittent positive-pressure ventilation (IPPV). Tidak ada
data perbandingan obat-obat pelumpuh otot pada tetanus, rekomendasi didapatkan
dari
laporan
kasus.
Pancuronium
harus
dihindari
karena
efek
samping
hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obatobatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya
dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda dapat
dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus
pada risiko aspirasi.
G. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pola nutrisi / metabolik
Tetanospasmin pada system saraf otonom juga berpengaruh pada metabolisme
yang menyebabkan ketidakmampuan menelan, keadaan kejang abdomen, serta
trismus.
2. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Oksigenasi
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara
melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2)
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Pada pasien dengan tetanus
jalan nafas terganggu akibat adanya spasme otot-otot pernafasan serta peningkatan
produksi secret/mucus akibat adanya spasme otot laring. Sehingga pada penderita
tetanus pemenuhan kebutuhan dasar yang utama adalah pemenuhan oksigenasi.
3. Pola Persepsi dan tata laksana kesehatan
Pada pasien dengan tetanus terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat
karena
kurangnya
pengetahuan
tentang
penanganan
penyakitnya
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Gangguan
Kriteria hasil
Setelah dilakukan
pemenuhan
tindakan
pertahankan
yang
kebutuhan
keperawatan selama
NGT
normal
jam
status
pasien
dengan
Intervensi
Rasional
1. Pasang
dan 1. Intake
untuk
intake makanan.
2. Kaji bising usus
bila perlu, dan
nutrisi
seimbang
mempertahankan
kebutuhan nutrisi
tubuh Bising usus
berhubungan
dengan
indikator :
1. Intake
cukup,
ketidakmampua
n
menelan,
makan.
2. minuman
keadaan kejang
tidak
kembali lagi
sentuhan
menentukan
dapat
kejang.
3. Berikan
nutrisi
yang
tinggi
lewat mulut
trismus
membantu dalam
merangsang
yang masuk
abdomen,
hati-hati karena
kalori
dan
protein.
4. Timbang
berat
badan
sesuai
melalui
hidung,
3. BB
respon
untuk
makan
atau
mengetahui
kemungkinan
komplikasi
dan
mengetahui
penurunan
obsrobsi air
2. Suplai kalori dan
protokol
protein
meningkat
4. protein atau
yang
adekuat
albumin
mempertahankan
3,5 mg%
metabolisme
tubuh.
3. Mengevalusai
kefektifan
atau
kebutuhan
mengubah
2.
dilakukan 1. Monitor
nafas
tindakan
berhubungan
keperawatan selama
dengan
pemberian nutrisi.
irama 1. Indikasi
adanya
luruskan
jalan nafas
nafas terganggu teratur dan normal
3. Observasi tanda dan
akibat spasme indikator :
gejala sianosis, dyspnea,
1. RR 16- 20
otot-otot
takikardi, CRT > 2 dtk
x/menit,
pernafasan.
4. Observasi tanda-tanda
retraksi
vital tiap 2 jam
dinding dada 5. Kolaborasi: Pemberian 2.
negatif.
2. gerakan
naik-turun
dinding dada
penyimpangan
oksigenasi
pernafasan
dapat
dilihat
dari
frekuensi,
jenis
pernafasan,
kemampuan
dan
irama nafas.
Jalan nafas yang
longgar tidak ada
sumbatan
proses
respirasi
dapat
berjalan
dengan
simetris,
3. pernafasan
lancar.
3. Dyspnea
dan
cuping
sianosis
hidung (-)
merupakan tanda
terjadinya
gangguan
disertai
nafas
dengan
timbul
tacikardi
dan
capillary
reffil
time
yang
memanjang/lama
dan
untuk
menghindari
terjadinya
4.
henti
nafas.
TTV merupakan
respon tubuh yang
mudah
untuk
diamati.
5. Pemberian
oksigen
secara
adekuat
dapat
mensuplai
dan
memberikan
cadangan oksigen,
sehingga mncegah
terjadinya
3.
dilakukan
tidak tindakan
pernafasan,
efektif
keperawatan selama
berhubungan
3x24
dengan
memperlihatkan
jam
1. Kaji
hipoksia.
status 1. Takipnu,
pasien
frekwensi,
pernafasan
irama,
setiap 2 4 jam.
2. Lakukan pengisapan
dangkal
dan
sering
peningkatan
kepatenan
jalan
produksi
nafas indikator :
1. Sesak (-),
secret/mucus
2. ronchi (-),
akibat adanya
3. sianosis (-),
4. dyspnea (-),
spasme
otot
5. batuk
laring
dengan
sputum (-),
6. RR
16-20
x/menit
lendir
dengan
hatihati
dan
pasti
bila
ada
penumpukan secret.
3. Gunakan sudip lidah
saat kejang.
4. Miringkan
untuk
adanya sekret.
2. Menurunkan
resiko
aspirasi
tergigitnya
dan
oksigen
sesuai program.
6. Pertahankan
kepatenan
jalan
mulut.
7. Kolaborasi:
memberi
sokongan
jika
diperlukan.
4. Memudahkan dan
meningkatkan
aliran sekret dan
Pemberian sedativa
Diazepam drip 10
Amp (hari pertama
setiap
lidah
pernafasan
dan
karena
osbtruksi.
ke 3. Menghindari
samping
drainage.
5. Observasi
terjadi
hari
dikurangi 1 amp)
mencegah
lidah
jatuh
yang
menyumbat jalan
nafas.
5. Memaksimalkan
oksigen
untuk
kebutuhan
tubuh
dan
membantu
dalam pencegahan
hipoksia
6. Memaksimalkan
fungsi pernafasan
untuk
memenuhi
kebutuhan
terhadap
dan
tubuh
oksigen
pencegahan
hipoksia
7. Mengurangi
rangsangan
kejang.
4.
Cemas
Setelah
dilakukan
berhubungan
tindakan
3x24
jam
pasien
cemas
penyakitnya
atau
dikarenakan
indikator :
1. Takut <<,
2. tegang (-),
3. gelisah (-),
4. nadi
kurangnya
informasi.
rasa
berkurang
hilang
80-
mengulang
kecemasan
berbeda
butuh
penanganan yang
prosedur
berbeda pula.
tindakan 4. Dengan
prosedur
pasien
mengekspresikan
perasaannya
11. Gunakan
komunikasi
mengetahui semua
dan
kondisi tubuhnya,
pasien
akan
merasa
lebih
sentuhan terapeutik
cemas berkurang
5. Ekspresi perasaan
secara
dapat
yang
yang
untuk
20x/menit, klien
6. keluarga dapat
diberikan.
tingkat 3. Tingkat
kecemasan pasien
9. Jelaskan
tentang
pada pasien
10. Ajarkan
100x/menit,
5. RR
16-
informasi
8. Kaji
verbal
membantu
mengurangi
rasa
cemas
6. Memberikan
ketenangan
rasa
nyaman
bagi
pasien
1. Kebutuhan seharihari
terpenuhi
secara
dapat
adekuat
membantu
proses
kesembuhan.
2. mempertahankan
status
dan
kesehatan
kebersihan
diri pasien.
3. Keluarga
dapat
5.
Kurangnya
Setelah
dilakukan
1. Pemenuhan
kebutuhan
berhubungan
aktifitas
dengan
baring
keperawatan selama
tirah 3x24
jam
meningkatkan
motivasi
untuk melakukan
seharihari.
2. Bantu
pasien
hari/perawatan diri
terpenuhi
dengan
indikator :
1. Kejang (-),
2. bed rest (-),
3. bau badan
(-),
4. gigi bersih,
5. rambut
bersih,
6. tempat tidur
bersih,
7. iritasi kulit
negatif.
aktivitas
kebersihan diri
dalam
pasien
memenuhi
kebutuhan
aktifitas
BAB/BAK,
membersihkan
tempat tidur dan
kebersihan
diri
juga
oral
hygiene.
3. Libatkan
keluarga
dalam
perawatan
diri
sehari-hari.
A. Pre Konvulsif
1. Faktor
resiko
dapat
dihindari
sehingga kejadian
6.
Resiko
injuri
kejang
berhubungan
dengan aktifitas
kejang
Setelah
tindakan
dilakukan
bisa
diminimalkan.
2. Menghindari
terjadinya cedera
keperawatan selama
A. Pre Konvulsif
kejang
1. Identifikasi
faktor 3. Perubahan status
tidak
terjadi,
Indikator :
1. Pasien tidak
merasa kaku
2. Kejang (-)
resiko
pre
konvulsif
cardiopulmonal
dapat
menunjukkan
terjadinya kejang
4. Keberadaan alatalat yang dekat
akan
mempersingkat
waktu
delay
dalam
penanganan
B. Konvulsif
1. Baringkan
pasien
pasien 5. Membantu
tubuh
memenuhi
kebutuhan O2
yang
B. Konsulsif
1. Memudahkan
penanganan
pasien kejang
2. Dapat
menunjukkan
seberapa
parah
kejang
yang
terjadi
sehingga
tindakan yang
Referensi