Anda di halaman 1dari 11

Inisiasi 3

Selamat jumpa pada inisiasi 3 Tuton MSDM.


Kita sampai pada modul 3 MSDM (MAPU5201) perihal Pengangkatan Karyawan. Isi atau
materi dari modul 3 ini berisi tentang perekrutan karyawan, seleksi dan penempatan,
mengatasi kekurangan dan kelebihan karyawan. Materi ini dapat digunakan baik untuk
perusahaan atau organisasi kerja swasta maupun instansi pemerintah, dimana pelaksanaan
perekrutan karyawan tinggal mengikuti ketentuan dan kebijakan yang digariskan dalam
perencanaan kebutuhan SDM.
Kali ini kami akan mengajak Anda membahas Seleksi dan Penempatan yang dapat Anda
pelajari dari KB 2 Modul 3. yang membahas Perencanaan SDM berkaitan dengan proses
rekrutmen dan seleksi.
Ivanchevich, Byas & Rue mengatakan seleksi merupakan suatu proses dimana suatu
organisasi memilih orang atau orang-orang yang terbaik dari suatu daftar pelamar yang
memenuhi kriteria seleksi untuk posisi-posisi yang tersedia untuk diisi. Dengan kata lain
sasaran proses seleksi adalah terpilihnya individu pelamar yang dapat melaksanakan
pekerjaan dengan sukses. Pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut kiranya sama atau
berlaku bagi organisasi kerja swasta maupun pemerintahan.
Mengenai program proses seleksi yang lengkap yang didasarkan pada analisis jabatan,
perencanaan sumber daya manusia secara komprehensif, dan proses rekrutmen yang efektif,
Anda dapat pelajari sendiri dalam modul Anda tersebut.
Selanjutnya, berkaitan dengan materi yang sedang kita bahas, kami akan mengajak Anda
membahas mengenai Pengangkatan PNS dalam Jabatan.
Ivanchevich mengatakan bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi seleksi, Secara tradisional seleksi pada sektor publik telah dibuat basis yang
bersifat politik petronage atau merit, yaitu memberi jabatan kepada mereka yang telah bekerja
kepada pejabat publik yang terpilih. Sistem yang ideal dalam memilih karyawan secara
sistematik adalah pemilihan dengan sistem merit murni, yaitu pemilihan yang didasarkan pada
kemampuan dan pengalaman karyawan.
Beberapa tahun belakangan ini pemerintah menerapkan kebijakan yang dinamakan/
dikenal/disebut Fit and Proper Test dalam melakukan seleksi dan penempatan dalam jabatanjabatan struktural tertentu (eselon I dan eselon II) di sektor publik
Dalam PP No. 13/2002 tentang syarat untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural tidak
menyebutkan adanya persyaratan lulus suatu tes apa pun; termasuk fit and proper test.
Persyaratan pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dll. Syarat objektif lain adalah
disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerja sama dan dapat dipercaya, dan sehat
jasmani dan rohani.

Yth. Para Tutor & Rekan-Rekan Mahasiswa.


Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi pula, meskipun untuk jabatan sekda dan
pejabat eselon II lainnya sudah dilaksanakan fit and proper test (uji kelayakan dan
kepatutan), kita berharap mereka semua yang layak untuk diberi promosi jabatan eselon III
dan IV diberi kesempatan pula dapat mengikuti fit and proper test, baik untuk pejabat
struktural maupun fungsional. Ini lebih fair kiranya, dengan harapan siapa saja mendapat
kesempatan yang sama untuk berjuang memperoleh jabatan yang diinginkan, sesuai dengan
kompetensi mereka, tentunya.
Jika ada kepala daerah yang berani melakuan terobosan dengan menggelar fit and proper
test seperti kami kemukakan di atas, ini merupakan idealisme yang berani. Pada satu sisi
merupakan langkah maju dalam meletakkan profesionalisme birokrasi. Berani, karena tak
ada dalam aturan main Baperjakat. Langkah maju, sebab fit and proper test merupakan
rasionalisasi guna mengubah gaya pengangkatan seorang PNS menjadi pejabat dari caracara kurang fair (adil).
Kita berharap pula para aparatur yang akan naik golongan atau kepangkatan juga, selain
memenuhi aturan dalam UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, juga
memiliki kinerja yang baik serta integritas. Jika mereka mampu menjawab hal itu, kita
yakin setiap aparatur berusaha memberikan performa yang terbaik selaku aparatur
pemerintah dengan harapan kinerja yang dihasilkan sesuai yang diharapkan.
Demikian, mohon tanggapannya...

Diskusi Inisiasi 3
Berkaitan dengan adanya Fit dan Proper Tes yang diterapkan dalam melakukan seleksi
dan penempatan dalam jabatan-jabatan struktural tertentudi sektor publik tersebut,
silakan diskusikan dengan teman-teman Anda:
-

Mengapa pemerintah perlu menerapkan kebijakan Fit dan Proper Tes dalam melakukan
seleksi untuk penempatan dalam jabatan-jabatan utamanya eselon I atau II ? (sebelum
Anda melakukan diskusi, tentunya Anda harus mengetahui terlebih dahulu yang dimaksud
dengan fit dan proper tes tersebut. Silakan Anda cari dari sumber-sumber lain).

Apabila kita melihat tahapan-tahapan dalam seleksi yang dikemukakan Schuster, dalam
tahap yang mana/ke berapa sebaiknya fit dan proper tes in dilaksanakan? Jelaskan
alasannya.

Selamat belajar dan selamat berdiskusi !

Yth. Para Tutor & Rekan-Rekan Mahasiswa.


Pada dasarnya antara kata fit dan proper (Inggris) adalah kata sifat yang memiliki arti
yang sama, yaitu pantas, patut, atau layak. Sehingga secara sederhana banyak yang
mengartikan Fit Proper Test sebagai tes kepantasan, kepatuhan atau kelayakan, yang
dipadatkan dalam kalimat tes kemampuan dan kepatutan.
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/1/PBI/2000 tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test) disebutkan bahwa Fit and Proper Test adalah Penilaian
Kemampuan Dan Kepatutan. Kemudian dalam Pasal 1 dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan hasil proses evaluasi secara berkala atau
setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia terhadap integritas pemegang
saham pengendali, serta integritas dan kompetensi dari pengurus dan pejabat eksekutif
dalam mengelola kegiatan operasional bank.
Pemerintah perlu menerapkan kebijakan Fit and Proper Test dalam melakukan seleksi untuk
penempatan dalam jabatan-jabatan utamanya eselon I atau II meskipun dalam
PP No.
13/2002 tentang syarat untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural tidak menyebutkan
adanya persyaratan lulus suatu tes apa pun; termasuk fit and proper test. Jika ada kepala
daerah yang berani melakuan terobosan dengan menggelar fit and proper test, ini
merupakan idealisme yang berani. Pada satu sisi merupakan langkah maju dalam
meletakkan profesionalisme birokrasi. Berani, karena tak ada dalam aturan main
Baperjakat. Langkah maju, sebab fit and proper test merupakan rasionalisasi guna
mengubah gaya pengangkatan seorang PNS menjadi pejabat dari cara-cara kurang fair
(adil).
Demikian, mohon tanggapannya...

Yth. Para Tutor & Rekan-Rekan Mahasiswa.


Terkait dengan enam tahapan dalam proses seleksi yang dikemukakan Schuster, maka tes/
seleksi termasuk fit and proper test untuk penempatan dalam jabatan-jabatan utamanya
eselon I atau II sebaiknya dilakukan pada tahap Ketiga setelah persyaratan minimal pejabat
yang akan dipromosikan memenuhi ketentuan yang berlaku sesuai dengan posisi Eselon I
atau II yang akan diemban. Tentu saja hal yang paling penting adalah kepangkatan calon
dan kompetensi yang relevan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dengan demikian, pejabat yang akan mengikuti tes sudah memenuhi kriteria persyaratan
minimal untuk mengikuti tes tersebut dan jika lolos pada tahap ketiga ini akan berlanjut
pada proses seleksi tahap berikutnya.
Diharapkan proses seleksi ini bisa memberi kontribusi bagi reformasi dalam sistem
rekrutmen pejabat publik di daerah dalam rangka meningkatkan kinerjanya.
Demikian, mohon tanggapannya...

Tujuan menerapkan kebijakan ini adalah sebagai upaya untuk menjamin obyektivitas,
keadilan dan transparansi pengisian jabatan struktural yang lowong. Dengan jaminan
obyektivitas, keadilan dan transparansi inilah kita berharap mendapatkan pejabat yang
profesional. Pejabat yang berkinerja tinggi, memiliki kompetensi yang baik sesuai dengan
uraian dan syarat jabatan yang tepat serta memiliki integritas yang jelas
Fit and proper test yang digagas oleh Gubernur Aceh dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan
pejabat Eselon II yang bersih, kompeten, dan juga profesional di bidangnya. Adanya
keinginan yang kuat dari gubernur terpilih untuk terus melakukan pembangunan
berkelanjutan di segala bidang telah menjadi faktor penyebab dilakukannya fit and proper
test. Dari sisi manajemen kepegawaian, rekrutmen melalui fit and proper test menjadi upaya
untuk membangun kinerja pagawai negeri sipil (PNS) yang profesional. Dengan
menempatkan mereka pada posisi yang tepat dengan cara-cara yang fair, berarti pemerintah
telah menunjang pembinaan karir pegawai bersangkutan.
Fit and proper test juga tidak meninggalkan peran dari Baperjakat yang merupakan pihak
berwenang dalam hal penjenjangan karir dan promosi Pegawai Negeri Sipil. Konsultasi
dengan Baperjakat tetap dilakukan selama proses rekrutmen. Rekrutmen melalui fit and
proper test dalam kasus Aceh tetap mengedepankan persayaratan dan ketentuan yang
berlaku sesuai dengan posisi Eselon II yang akan diemban. Tentu saja hal yang paling
penting adalah kepangkatan calon dalam posisinya sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dengan memperhatikan factor kepangkatan, kalangan akademisi yang mengikuti proses
seleksi rata-rata bergelar profesor dan doctor senior dalam bidang yang relevan. Dari hasil
seleksi, terpilihlah dua orang guru besar dari Universitas Syiah Kuala yang memangku
jabatan kepala dinas. Di sisi lain, Ketua Tim fit and proper test juga dijabat oleh seorang
profesor di bidang manajemen. Di sini terlihat bahwa profesionalitas tidak hanya dalam
peserta yang direkrut, namun juga tim yang melakukan perekrutan.
Tulisan ini bertujuan untuk membahas proses reformasi dalam system rekrutmen pejabat
Eselon II atau kepala dinas provinsi. Dalam hal ini diambil studi kasus pada Provinsi Aceh.
Sistem rekrutmen yang dipakai adalah fit and proper test.
Diharapkan tulisan ini bisa memberi kontribusi bagi reformasi dalam system rekrutmen
pejabat publik di daerah lain di Indonesia. Tulisan ini juga diharapkan berguna bagi
pengambil kebijakan di bidang kepagawaian dan aparatur pemerintahan. berguna dalam
meningkatkan kinerja pejabat publik.
Reformasi birokrasi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Aceh merupakan sebuah
paket komprehensif yang meliputi fit and proper test, evaluasi kinerja pejabat Eselon II, dan
pelatihan kepada Pejabat Eselon II. Dengan adanya reformasi birokrasi ini diharapkan bisa

meningkatkan kemajuan pembangunan daerah dalam kerangka kemajuan pembangunan


nasional. Di samping itu, proses reformasi birokrasi tersebut diharapkan bisa menjadi
sebuah learning process bagi daerah lain di Indonesia dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah.

Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi pula, meskipun untuk jabatan sekda dan
pejabat eselon II lainnya sudah dilaksanakan fit and proper test (uji kelayakan dan
kepatutan), kita berharap mereka semua yang layak untuk diberi promosi jabatan eselon III
dan IV diberi kesempatan pula dapat mengikuti fit and proper test, baik untuk pejabat
struktural maupun fungsional. Ini lebih fair kiranya, dengan harapan siapa saja mendapat
kesempatan yang sama untuk berjuang memperoleh jabatan yang diinginkan, sesuai dengan
kompetensi mereka, tentunya.
Jika ada kepala daerah yang berani melakuan terobosan dengan menggelar fit and proper
test seperti kami kemukakan di atas, ini merupakan idealisme yang berani. Pada satu sisi
merupakan langkah maju dalam meletakkan profesionalisme birokrasi. Berani, karena tak
ada dalam aturan main Baperjakat. Langkah maju, sebab fit and proper test merupakan
rasionalisasi guna mengubah gaya pengangkatan seorang PNS menjadi pejabat dari caracara kurang fair (adil).
Kita berharap pula para aparatur yang akan naik golongan atau kepangkatan juga, selain
memenuhi aturan dalam UU No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, juga
memiliki kinerja yang baik serta integritas. Jika mereka mampu menjawab hal itu, kita
yakin setiap aparatur berusaha memberikan performa yang terbaik selaku aparatur
pemerintah dengan harapan kinerja yang dihasilkan sesuai yang diharapkan.
Demikian, mohon tanggapannya...

Tantangan MSDM
A. Tantangan eksternal
1. Perubahan Lingkungan Bisnis yang cepat.
Di Indonesia keragaman tenaga kerja bersifat terbatas, terutama yang agak menonjol
adalah perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Namun perusahaan di Indonesia
harus siap dalam mengantisipasi keragaman tenaga kerja dalam rangka globalisasi,

karena keragaman akan meluas dengan masuknya modal asing yang berarti juga
masuknya tenaga kerja asing dari berbagai etnis atau bangsa.
Untuk keperluan tersebut perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan/iklim
bisnis yang cepat, perlu menetapkan kebijaksanaan SDM sebagai berikut :
Menghindari pengaruh negatif berupa perasaan tidak puas pada kondisi yang telah
dicapai perusahaan.
Dalam menghadapi perubahan yang mengharuskan penambahan pembiayaan
(cost), perusahaan harus berusaha mengatasinya, agar dapat mempertahankan
pasar/keuntungan yang sudah diraih.
Memberikan imbalan yang cukup tinggi pada pekerja yang mampu melakukan
improvisasi yang kreatif.
Di Indonesia keragaman tenaga kerja bersifat terbatas, terutama yang agak menonjol
adalah perbedaan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Namun perusahaan di Indonesia
harus siap dalam mengantisipasi keragaman tenaga kerja dalam rangka globalisasi,
karena keragaman akan meluas dengan masuknya modal asing yang berarti juga
masuknya tenaga kerja asing dari berbagai etnis atau bangsa.
2. Globalisasi
Dari sudut MSDM berarti mengharuskan dilakukannya usaha mengantisipasi sebagai
berikut :
Perusahaan harus berusaha memiliki SDM yang mampu mengatasi pengaruh
perkembangan bisnis/ekonomi internasional seperti resesi, penurunan/kenaikan
nilai uang.
Perusahaan harus berusaha memiliki SDM dengan kemampuan ikut serta dalam
bisnis global/internasional dan perdagangan bebas.
3. Peraturan Pemerintah
Setiap perusahaan harus memiliki SDM yang mampu membuat keputusan dan
kebijaksanaan dan bahkan melakukan operasional bisnis, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dari pemerintah. Untuk itu diperlukan SDM yang memiliki
kemampuan mengarahkan agar perusahaan terhindar dari situasi konflik,
keresahan/kegelisahan, komplen, dan lain-lain khususnya dari para pekerja dengan
atau tanpa keikutsertaan serikat sekerja.
4. Perkembangan pekerjaan dan peranan keluarga
Semakin banyak pasangan suami isteri yang bekerja, sehingga sering terjadi kesulitan
untuk bertanggung jawab secara optimal, karena sebagian waktunya digunakan untuk
melaksanakan tanggung jawabnya di lingkungan keluarga masing-masing.
5. Kekurangan Tenaga Kerja yang Terampil
Tenaga kerja terampil semakin banyak diperlukan, baik untuk melaksanakan
pekerjaan teknis, maupun untuk pekerjaan manajerial dan pelayanan, yang tidak
mudah mendapatkan yang kompetitif di antara yang tersedia di pasar tenaga kerja.
B. Tantangan Internal
a. Posisi Organisasi dalam Bisnis yang Kompetitif

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

Untuk mewujudkan organisasi/perusahaan yang kompetitif, diperlukan berbagai


kegiatan MSDM yang dapat meningkatkan kemampuan SDM. Usaha itu dapat
dilakukan dengan mendesain sistem pemberian ganjaran yang mampu memotivasi
berlangsungnya kompetisi prestasi antar para pekerja.
Fleksibelitas
Organisasi/perusahaan memerlukan pengembangan sistem desentralisasi yang
mengutamakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab secara berjenjang.
Fleksibilitas juga menyangkut penggunaan tenaga kerja, dengan mengurangi
kecenderungan mengangkat pekerja reguler (pekerja tetap). Pengangkatan sebaiknya
lebih difokuskan pada penggunaan tenaga kerja temporer (tidak tetap).
Pengurangan Tenaga Kerja
Manajemen SDM suatu perusahaan sering dihadapkan dengan keharusan mengurangi
secara besar-besaran tenaga kerja, karena berbagai sebab, seperti resessi,
berkurangnya aktivitas bisnis, dan lain-lain harus diatasi dengan cara memperbaiki
struktur pekerja lini dari tingkat bawah, dengan mendesain kembali proses produksi.
Tantangan Restrukturisasi
Tantangan restrukturisasi adalah usaha menyesuaikan struktur organisasi/perusahaan
karena dilakukan perluasan atau penambahan dan sebaliknya juga pengurangan
kegiatan bisnisnya.
Bisnis Kecil
Bisnis kecil seperti dikemukakan diatas yang terdiri dari banyak anak perusahaan,
yang saling memiliki ketergantungan dalam produk berupa barang atau jasa yang
dihasilkan sebagai perwujudan net work (jaringan kerja) dalam berbisnis, sebagai
perusahaan besar/raksasa yang tersebar di banyak lokasi.
Budaya Organisasi
Budaya perusahaan akan mewarnai dan menghasilkan perilaku atau kegiatan berbisnis
secara operasional, yang tanpa disadari akan menjadi kekuatan yang mampu atau
tidak mampu menjamin kelangsung eksistensi organisasi/perusahaan.
Teknologi
Tantangan teknologi tidak sekedar menyangkut pembiayaan (cost), karena bagi
Manajemen SDM hubungannya terkait pada keharusan menyediakan tenaga kerja
yang terampil mempergunakannya, baik dari luar maupun melalui pengembangan
tenaga kerja di dalam organisasi/perusahaan. Pada giliran berikutnya tantangan
teknologi berhubungan juga dengan pengembangan sikap dalam menerima perubahan
cara bekerja.
Serikat Pekerja
Dengan kerjasama, perusahaan/organisasi setidak-tidaknya harus berusaha agar
serikat pekerja tidak menjadi penghambat proses produksi, dengan tidak
menempatkanya sebagai lawan.Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No.17/2003
mendefinisikan keuangan negara adalah: semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.

Demikian, mohon tanggapannya...


Secara lebih rinci dapat dijelaskan pandangan baru terhadap manajemen sumber daya
manusia sebgai berikut.

(a) Manajemen SDM dipandang sebagai fungsi atau subsistem diskrit yang diharapkan
mampu melaksanakan transformasi knowledge, yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas-tugas khusus. Misal : menyusun konfigurasi struktur organisasi kediklatan
(staffing) efektif yang diarahkan untuk put the right person in the right place at the right
time, kemudian menetapkan sistem kompensasi yang diharapkan mampu memotivasi
performans dan retensi pegawai, melaksanakan keterlaksanaan misi organisasi
kediklatan.
(b) Manajemen SDM merupakan serangkaian sistem yang terintegrasi dan bertujuan untuk
meningkatkan performans seluruh sumber daya manusia. Misal melalui : optimalisasi
pemberdayaan setiap potensi yang ada di dalam organisasi kediklatan, pengaturan
sistem dan mekanisme kompensasi yang berbasis prestasi (merit system), serta
penyelenggaran pelatihan. Semua upaya tersebut bertujuan untuk menyediakan
dukungan kompetensi yang dibutuhkan organisasi kediklatan untuk melahirkan inovasi,
meningkatkan kemampuan dalam mencapai tujuan stratejik, sehingga dapat menambah
pendapatan sambil menekan biaya. Peran sumber daya manusia mengalami pergeseran
dari man-machine menjadi human capital, yang memegang peran sentral dalam
membantu organisasi kediklatan untuk memenangkan persaingan.
(c) Penerapan konsep outsourcing digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
manajemen sumber daya manusia. Penetapan kebijakan outsourcing dalam organisasi
kediklatan dilaksanakan melalui networking, yaitu memberdayakan pola kemitraan
dengan pihak eksternal, sehingga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja tetap. Di
samping itu, ada mekanisme pemanfaatn teknologi modern (khususnya teknologi
komunikasi dan informasi atau ICT) dalam memberikan layanan informasi secara
timbal balik. Dengan menggunaken teknologi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
jumlah tenaga kerja tanpa menurunkan mutu layanannya.
(d) Posisi SDM dalam generasi knowledge management menjadi semakin penting,
terutama berkaitan dengan perannya untuk berpartisipasi aktif dalam berbagi
knowledge yang dimiliki serta menampilkan semangat belajar mandiri dan berinovasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Paul L. Tobing (2007:32), bahwa melalui proses
belajar (learning) diharapkan bisa memunculkan ide baru, inovasi, knowledge baru
yang akan menjadi komoditas utma di era knowledge management.

Pengembangan pegawai di jalur struktural dengan melihat karakteristik pelaksanaan


tugasnya maka perlu juga menguasai kompetensi teknis, khususnya untuk lower manager
dan middle manager (setingkat eselon IV dan III). Karena pada tingkat ini masih harus
banyak melakukan kegiatan operasional atau teknis. Sementara pada tingkat top manager
atau setingkat eselon II dan I karena tugasnya lebih pada pengambilan kebijakan (policy
taker) maka kompetensi teknis dapat diabaikan. Akan tetapi untuk beberapa unit organisasi
yang sifatnya sangat teknis karena menjalankan fungsi lini, misalnya Dinas Pekerjaan
Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan sebagainya, kemampuan teknis harus tetap
dimiliki oleh semua level manajernya (top manager sampai lower manager). Kondisi ini
menuntut adanya pola karier yang berbeda untuk masing-masing level. Level lower
manager dan middle manager pola kariernya lebih bersifat tertutup dalam arti masih dalam
satu rumpun tugas sementara untuk level top manager lebih bersifat terbuka. Hal ini juga
berlaku untuk unit organisasi, bagi organisasi yang menjalankan fungsi lini maka pola

pengembangan karier pegawainya lebih bersifat tertutup sementara yang menjalankan


fungsi staf pola pengembangannya lebih bersifat terbuka.
Dengan sistem ini maka penguasaan kompetensi pegawai dapat dijaga dan tujuan
mewujudkan profesionalisme pegawai dapat dicapai. Selain itu, untuk dapat membangun
kompetensi pejabat struktural, maka perlu dilakukan rolling atau mutasi pejabat secara
rutin, dalam hal ini kurun waktu 3 sampai 4 tahun cukup memadai. Kondisi ini untuk
mengakomodasi regenerasi kepemimpinan dan meningkatkan wawasan para pejabat
struktural. Dalam melakukan mutasi pejabat ini harus tetap mengacu karakteristik jabatan
(menjalankan fungsi lini atau staf), jenjang jabatan (eselon IV, III, II atau I) dan yang paling
utama selalu memperhatikan kompetensi, potensi dan prestasi kerjanya.
Khusus untuk jalur struktural, dalam pola karier konvensional ini batas usia pensiun (BUP)
tetap pada usia 56 tahun dan tidak ada perpanjangan BUP. Hal ini untuk menghindari
adanya penumpukan kader-kader pejabat yang bagus sehingga proses regenerasi
kepemimpinan dapat berjalan lancar. Fit and proper test dalam promosi jabatan struktural
sangat penting untuk dilakukan. Sementara untuk jabatan-jabatan fungsional diatur
tersendiri oleh masing-masing instansi pembina. Masing-masing posisi atau jabatan yang
ada, baik di jalur struktural maupun fungsional harus dilengkapi dengan kualifikasi atau
persyaratan jabatan di setiap tingkatnya. Semakin tinggi tingkat jabatannya semakin berat
dan lengkap kualifikasi yang dipersyaratkan sesuai dengan fungsinya.
Kualifikasi jabatan ini meliputi uraian tugas pokok dan kompetensi yang dibutuhkan untuk
bisa melaksanakannya. Misalnya untuk jalur struktural dapat dibedakan menurut fungsinya,
yaitu technical/operational, strategic dan visionery. Pada tingkatan technical/operational
uraian tugas pokok dan syarat kompetensinya lebih sederhana daripada tingkatan strategic
dan visionery.
Semakin tinggi tingkatannya fungsi operasionalnya semakin sedikit berganti dengan fungsi
pengambil kebijakan. Semakin tinggi tingkatannya semakin tinggi pula kemampuan
leadership dan manajerial yang dimilikinya. Sementara untuk jabatan fungsional, semakin
tinggi tingkatannya semakin lengkap keahlian yang dimilikinya dengan kata lain semakin
pakar.
Selain dapat mengembangkan kariernya dalam satu jalur karier yang sama, baik itu jalur
struktural maupun jalur fungsional, seorang PNS juga dimungkinkan untuk berpindah jalur
(zig zag) dari jalur struktural ke jalur fungsional atau sebaliknya. Kondisi ini dapat
dilakukan apabila ada kesesuaian kompetensi, artinya penguasaan kompetensi manajerial
dan leadership tetap menjadi keharusan di jalur struktural dan penguasaan kompetensi
teknis profesional tetap menjadi keharusan di jalur fungsional. Hal ini harus didukung
dengan hasil uji kompetensi, penilaian kinerja serta dilakukannya fit and proper test. Untuk
bisa pindah jalur - hasil penilaian tersebut menjadi acuan utama - apabila tidak memenuhi
syarat maka dia tetap tidak bisa masuk. Apabila masuk maka harus disesuaikan dengan
kompetensi yang dimilikinya, artinya meskipun di jalur yang satu dia cukup tinggi
tingkatannya dimungkinkan di jalur lainnya tidak akan sama tingkatnya. Sedangkan
menurut

Anda mungkin juga menyukai