Anda di halaman 1dari 2

Pengakuan Ketersediaan Jamu

Obat

yang

berbahan

bakutumbuhanbisa

memilikiefekterapipadakesehatanmanusia.

Obat

disebutsebagaiobat
herbal

herbal

yang

telahdiakuisecaraluasbaik

dinegaramajumaupunberkembang.Menurut WHO, hingga 65% daripenduduknegaramajudan


80% penduduknegaraberkembangtelahmenggunakanpengobatan herbal. >>> saya ubah ya
susunan kalimatnya.
Temuan WHO menunjukan dua dari tiga penduduk negara maju dan empat dari lima
penduduk negara berkembang telah menggunakan pengobatan herbal. Data tersebut menunjukan
pengobatan herbal terlah diakui secara luas di negara maju atau berkembang. Temuan ini
mendorong pentingnya studi mengenai dampak obat herbal kepada kesehatan konsumennya.
(Jadi kalo kita mau nulis, kita mulainya dari event dulu atau bukti. Nah, kita kasih temuan
WHO di awal artikel, jangan kasih opini kita dulu.)
Di Indonesia, sendiri, obat herbal atau jamu menjadi bagian dari kekayaan alam Indonesia.
Bersadarkan peraturan menteri kesehatan nomor 3 tahun 2010 menyatakan bahwa obat herbal
yang secara turun temurun sudah di gunakan di masyarakat disebut sebagai jamu. Namun, secara
aklamasi pakar kesehatan terutama para dokter belum bisa menerima jamu sebagai obat karena
ketidaktahuan atau pola berpikir yang hanya terfokus pada bukti ilmiah konvensional. (kata
siapa? Prof kah? Dr siapa? Jadi di artikel begini, sebisa mungkin penulis minimalisir
opini.) Efektivitas jamu yang lebih lama tetapi memiliki efek samping yang lebih sedikit dari
obat kimia juga mempengaruhi banyaknya pasien yang mengonsumsinya. Hasil analisis
literature (hindari kata asing sebisa mungkin) karya tulis menunjukkan bahwa pemanfaatan
jamu di Indonesia tidak konsisten dan mengalami pasang surut tergantung siapa pemegang
kebijakan tersebut. (pendapat siapa? Tulis namanya) Beberapa jamu lebih mudah dipatenkan
di negara lain. Kasih contoh jamu apa, patennya di negara apa. Harus ada bukti ya
Untuk mengatasi permasalahan tersebut,diperlukan beberapa alternative berupa pendidikan
jamu secara terstruktur dan penelitian lebih lanjut mengenai jamu tersebut. Regulasi pemakaian
obat herbal sendiri sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 1109
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer - Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Selain itu, Kepmenkes Nomor 12 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Herbal, dan Kepmenkes Nomor 3 Tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian

Berbasis Pelayanan Kesehatan. Para dokter sendiri terikat Undang-Undang kedokteran yaitu
Undang - undang No. 9 Tahun 2004 perihal Praktik Kedokteran, tersirat bahwa dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan harus memenuhi standar pelayanan medis. Prinsipnya adalah
pelayanan tersebut harus memenuhi kaidah praktik kedokteran yang berdasarkan adanya bukti.
(nah, paragraph ini keren, banyak fakta baru yang terangkum, sumber jelas. Flow enak.
Andai ada opini, kita kasih setelah kita sajikan fakta faktanya aja)
Oleh karena itu, Dibutuhkan berbagai penelitian dan pengembangan jamu secara intensif
untuk membuktikan efeknya secara ilmiah, sehingga jamu dapat dimanfaatkan oleh para dokter
di Indonesia. Serta dibutuhkan juga langkah dari pemerintah daerah berupa konservasi lahan
yang cocok untuk budidaya tanaman obat. (ini kata2 siapa? Prof atau dr siapakah?)

Anda mungkin juga menyukai