I. PENDAHULUAN
Hampir seluruh sel di tubuh makhluk hidup kompleks mengalami differensiasi.
Walaupuan berasal dari genom yang sama, differensiasi menyebabkan setiap sel memiliki sifat
fisiologi yang berbeda antara satu dan lainnya. Hal ini terjadi karena setiap sel mengekspresikan
protein yang berbeda.
Immunohistokimia (IHK) merupakan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi
protein pada jaringan. Pemeriksaan IHK mendeteksi protein melalui prinsip interaksi antigen
antibodi. Dengan menggunakan pemeriksaan IHK, sifat dari sel yang diperiksakan bisa
ditentukan.
Sistem reproduksi wanita terdiri Ovarium, Tuba falopi, Uterus, Vagina dan Vulva.
Masing-masing organ dapat mengalami kondisi patologis sesuai dengan fisiologi, histologi dan
anatomi normal. Kondisi patologis ditandai dengan perubahan fungsi, morfologi hingga level
molekuler. Pemeriksaan IHK berfungsi mendeteksi perubahan pada level ekspresi protein.
Pada referat ini akan dibahas aplikasi pemeriksaan IHK pada sistem reproduksi wanita.
1
2.1.1 Tahap preanalitik: Fiksasi dan parafinisasi1–4
Tahap preanalitik terbagi menjadi fiksasi, prosesing, dan mikrotomi. Fiksasi jaringan
bekerja dengan cara mengubah struktur tersier protein. Terdapat dua jenis fiksatif yaitu;
koagulatif, bekerja dengan denaturasi protein; dan non koagulatif, dengan cara membentuk rantai
kovalen antara peptida.
Formalin merupakan cairan terdiri dari 40% formaldehida dan 60% air. Formaldehida,
merupakan gas yang larut air. Pada saat larut dalam air, formaldehida membentuk methylen
hidrat dan bereaksi satu sama lain menjadi polimer. Pada kekentalan 4-10%, terdapat polimer
dari 2 hingga 8 unit. Untuk bekerja secara efektif sebagai fiksatif, larutan harus didominasi oleh
monomer. Hal ini dilakukan dengan melarutkan larutan formalin menjadi 10% dan menjaga pH
menggunakan buffer.
Formalin bekerja sebagai fiksatif non koagulatif. Formalin bereaksi dengan lysina
membentuk jembatan metilen dengan amino rantai peptida. Reaksi ini membentuk struktur
serupa gel protein. Protein larut akan berikatan secara kovalen dengan protein tidak larut.
Komponen selular lain yang tidak bereaksi dengan formalin terjebak diantaranya struktur gel
tersebut.
Fiksasi pada jaringan ukuran terbesar ukuran 1 x 1 x 0,4 cm sekurang-kurangnya 3,5 jam
dan selama-lamanya 24 jam. Durasi mempengaruhi banyaknya jembatan ikatan kovalen.
Jembatan yang terlalu banyak menyebabkan antibodi sulit menembus jaringan.
Tahap selanjutnya adalah prosesing dimana mengganti air didalam jaringan dengan
paraffin. Pada paraffin blok, paraffin berperan sebagai media struktural yang mempertahankan
morfologi jaringan. Jaringan yang telah terfiksir direndam dalam larutan ethyl alcohol bercampur
air dengan konsentrasi yang meningkat secara bertahap. Pada tahap akhir ini, seluruh air
diharapkan sudah keluar dari jaringan dan digantikan ethyl alcohol. Jaringan kemudian direndam
dalam xylene untuk mengantikan alcohol. Selanjutkan diikuti perendaman pada cairan parrafin
leleh 600C untuk menggantikan xylene.
Proses ini memakan waktu 12 jam dengan 8 jam pada cairan alcohol berbagai
konsentrasi, 2 jam pada xylene, dan 2 jam para parrafin leleh. Perlu diingat bahwa alcohol dan
suhu pada prosesing akan mempengaruhi anitigenisitas protein. Beberapa protein tidak dapat
bertahan pada proses ini. Proses ini bisa dilakukan secara otomatis menggunakan mesin
2
prosesing. Hasil akhir prosesing dilanjutkan dengan embedding atau menanam jaringan dari
paraffin menjadi paraffin blok.
Paraffin blok yang sudah memadat bisa dilakukan mikrotomi. Parrafin blok dipotong
dengan ketebalan 4 micrometer atau setara dengan ketebalan 1 sel. Potongan paraffin blok
diapungkan pada permukaan air bersih bersuhu 450C agar lipatan menjadi rata. Jaringan
kemudiaan dikeringkan pada suhu 370C semalam.
3
Tahap selanjutnya adalah pemberian hydrogen peroksida untuk inaktivasi katalase
endogenous. Katalase endogenous bisa bereaksi dengnan reporter label memberikan hasil positif
palsu. Antibodi primer spesifik terhadap antigen yang diperiksa diikuti pencucian. Pencucian
mengangkat antibody yang tidak berikatan dengan antigen. Selanjutnya diikuti pemberian
antibody sekunder yang telah berkonjugasi dengan reporter label. Antibodi sekunder berperan
sebagai amplifikasi signal sehingga lebih mudah terbaca.
4
Gambar 1 pola ekspresi IHK pada kasus ginekologi
6
yang membesar. Gambaran ini ditemukan pada 20-70% kuretase endometrium paska abortus.
Reaksi Arias-Stella juga ditemukan pada kehamilan ektopik, mola hidatidiformis, dan
choriocarcinoma. Diagnosa banding dari gambaran ini adalah serous endometrial carcinoma atau
clear cell endometrial carcinoma.
Myometrium didominasi sel otot polos dengan sedikit kolagen dan elasin. Sel berbentuk
spindel dengan inti fusiform berujung tumpul. Sel otot polos mengekspresikan desmin dan
caldesmon dan ekspresi ini tidak ditemukan pada stroma endometrium. Baik sel stroma
endometrium dan sel otot polos keduanya mengeksresikan vimentin, smooth muscle actin
(SMA), dan Bcl-2.
7
memberikan gambaran sel epithelioid yang berkelompok. Gambaran ini menyerupai sel ukuran
besar dari karsinoma. Informasi kehamilan menjadi penting dalam menyingkirkan hal
misdiagnosis.
Sisa dari ductus Wolffian bisa ditemukan pada stroma sisi lateral pada satu dari tiga
wanita. Struktur berupa ductuli dilapisi epitel torak pendek selapis dengan lumen berisi massa
sekresi eosinofilik. Gambaran ini menyerupai well differentiated adenocarcinoma. Secara
normal struktur ini mengekspresikan GATA3 dan CD10.
8
II.3. Aplikasi IHK pada Lesi Sistem Reproduksi Wanita
2.3.1 IHK untuk Menentukan Jenis Tumor Ovarium
Tumor Ovarium terdiri dari tumor epithelial, tumor sex cord-stromal, dan tumor sel
germinal, dan metastasis tumor. Sebanyak 90% dari seluruh kasus adalah keganasan epithelial.
Proporsi masing-masing jenis histopathologi adalah 52% unutk serosum, 10% untuk
endometrioid, 6% untuk musinosum, 6 % untuk clear cell, dan 25% sisanya adalah jenis langka
atau tidak terspesifisikan. Pada 3% kasus adalah keganasan sel germinal, 2% kasus adalah
kegansan sex cord-stromal dan 5% sisanya tidak terklasifikasikan.13
Gambaran morfologi tetap menjadi modalitas utama dalam mengklasifikasikan subtipe
tumor. Pada beberapa kasus diperlukan IHK sebagai penentu subtipe keganasan epithelial.
Beberapa antibody yang bermanfaat dalam diagnosa banding tumor epithelial adalah PAX8,
WT1, P53, Napsin A, dan PR. IHK dari PAX8, WT1, P53, dan PR menunjukan reaktifitas pada
inti sel. Sedangkan Napsin A menunjukan ekspresi granuler pada sitoplasma. Berikut adalah
tabel proporsi ekspresi IHK pada keganasan epithelial.
9
Penegakan diagnosis dari tumor sex cord – stromal sangat mengandalkan gambaran
histopathologis seperti gambaran Call-Exner bodies. Penggunaan IHK pada tumor sex cord-
stromal masih terbatas dalam mengidentifikasi kelompok besar tumor ini, namun tidak bisa
membedakan lebih jauh subtipe histopathologis. Marker immunohistokimia yang bisa dipakai
untuk mengidentifikasi kelompok tumor sex cord-stromal adalah inhibin, calretinin, melan-A,
yang diekspresikan secara normal di sitoplasma dan FOXL2, SF-1, WT1 dan inti. Calretinin dan
melan-A lebih sensitif mendeteksi tumor sex cord-stromal namun keduanya tidak spesifik karena
juga mewarnai neoplasma lain. Calretinin mewarnai beberapa carcinoma. FOXL2 adalah marker
inti yang sangat sensitif terhadap differensiasi sex cord-stromal kecuali tumor Sertoli-Leydig
(hanya 50% kasus) dan tumor sel steroid (sebagian besar negatif). WT1 diekspresikan oleh
carcinoma serous.8,15
Tumor sel germinal merupakan tumor ovarium yang paling sering pada usia anak-anak.
Tumor sel germinal mewakili 60-70% tumor ovarium. Lesi ini didominasi mature cystic
teratoma hingga 95% kasus. Semakin muda pasien, semakin tinggi resiko keganasan. (328, 348).
Pada 8% kasus keganasan sel germinal adalah kombinasi yang disebut sebagai mixed germ cell
tumor (345, 355). Kombinasi keganasan yang paling sering dari mixed germ cell tumor adalah
dysgerminoma dengan yolk sac tumor. Terdapat marker IHK dengan gejala spesifisitas yang
tinggi untuk tumor sel germinal secara umum dan untuk individual masing-masing. Detail dari
IHK tumor sel germinal seperti pada tabel berikut.
10
Immature - - - -a +/- +/- - - - -
teratoma
a
ekspresi sitoplasma ; b ekspresi membran; c ekspresi inti
11
Tumor tipe I adalah karsinoma endometrioid low grad yang terkait dengan paparan estrogen.
Tumor tipe II adalah karsinoma non endometrioid seperti karsinoma serosum atau clear cell.
Tumor tipe II tidak tergantung stimulasi estrogen dan secara klinis memiliki prognosis lebih
buruk. Karsinoma jenis endometrioid mewakili lebih dari 80% kasus keganasan korpus uteri.
Subtipe histopatologi jenis serous mewakili 10% kasus karsinoma endometrium. Pada subtipe
serosum, terdapat mutasi TP53 dan menunjukan positifitas terhadap P16. Sedangkan pada
subtipe clear cell, ditemukan positifitas IHK P53 dengan positifitas P16 pada 45% kasus.18
12
Pemeriksaan IHK pada lesi skuamosa intraepithelial berguna untuk membedakan dengan
lesi reaktif. IHK yang umum digunakaan adalah Ki67 dan P16. Pada lesi reaktif seperti
metaplasia skuamosa immatur, atrofi, kondyloma, atau metaplasia transisional, proliferasi
terhadap pada lapisan parabasal. Pada Lesi skuamosa intraepithelial, ditemukan proliferasi pada
ketinggian yang lebih superfisial terhadap parbasal. Bahkan pada lesi derajat tinggi, ditemukan
ekspresi Ki67 pada seluruh ketinggian epitel. Kesalahan intepretasi bisa terhadi pada potongan
tangensial, orientasi suboptimum, atau erosi epithel.20
Ekspresi P16 pada lesi intraepithelial terkait dengan infeksi HPV resiko tinggi. Pada lesi
Lesi Skuamosa Intraepithelial derajat tinggi, ditemukan ekspresi P16 pada inti dan sitoplasma
pada 1/3 basal hingga seluruh ketinggian epithel. Penilaian ini bisa dilakukan baik pada vulva
ataupun cerviks.20
III. PEMBAHASAN
Pemeriksaan patologi anatomi pada sediaan histopathologi dilakukan berdasarkan fitur-
fitur morfologi. Namun pada kasus
IHK merupakan metode mendeteksi protein dengan memanfaatkan spesifisitas dari
immunoglobulin. Aplikasi penggunaan IHK untuk kepentingan patologi anatomi ditemukan pada
dekade 1990. Penggunaan IHK terus berkembang seiring ditemukanya horseradish peroxidase
(HRP) sehingga dapat menvisualisasikan keberadan antibody terlabel dengan mikroskop cahaya.
Sebelumnya penggunakan IHK terbatas menggunakan immunofluoresensi yang tidak tersedia di
semua institusi.
Pengembangan IHK semakin melejit dengan ditemukannya hybridoma dalam upaya
memproduksi antibody monoclonal spesifik dalam jumlah banyak. Penggunaan formalin sebagai
bahan fiksatif mempengaruhi immunoreaktifitas. Maka dikembangkan metode retrieval antigen
agar mengembalikan immunoreaktivitas. Sayangnya hingga saat ini masih belum ditemukan
alternatif yang lebih dari formalin dalam memfiksasi sambil mempertahankan morfologi dan
immunoreaktivitas sediaan. Dalam perkembangannya standarisasi IHK membuat pemeriksaan
IHK dituntut hingga hasil semikuantitatif. Prinsip dasar saat ini adalah penggunaan metode tidak
langsung atau sandwich sebagai upaya amplifikasi signal antigen terhadap label.21
13
Beberapa jenis tidak tidak 100% menunjukan positifitas atau negatifitas terhadap suatu
pemeriksaan IHK. Di lain pihak suatu jenis antigen tidak hanya di temukan pada satu jenis tumor
namun juga bisa diekspresikan pada tumor lain baik dalam kelompok tumor yang sama atau yang
berbeda. Penting untuk memahami fungsi dari antibody yang dipilih pada panel pemeriksaan
IHK.
Sebagai contoh panCK (AE1/AE3) mendeteksi sel epithelial secara umum. Namun
terdapat beberapa tumor non epithelial yang mengekspresikan cytokeratin seperti pada tumor sex
cord-stromal. CK7 dan CK20 bisa dikombinasikan dalam membantu mempersempit kemungkian
nmenentukan origin tumor.20
Beberapa IHK dapat menentukan kelompok origin sel tumor. Paired box – 8 (PAX-8)
merupakan kelompok dari faktor transkripsi yang diekspresikan pada karsinoma tractus
mullerian. PAX8 bermanfaat menyingkirkan karsinoma ekstra tractus genitalia. PAX8 juga
diekspresikan pada karsinoma tiroid, paratiroid, ginjal, dan thymus. Pada antibody poliklonal
PAX8, bisa terjadi reaksi silang dengan PAX5 yang ditemukan pada lymphoma sel B.20
Beberapa IHK juga bisa membantu menentukan etiologi tumor. P16 merupakan IHK
yang membantuk mendeteksi adanya infeksi HPV resiko tinggi. Protein E7 berikatan pada pada
pRB yang berfungsi menghambat siklus sel. P16 adalah protein yang menghambat aktivitas pRB.
Akibat aktivitas pRB yang dihambat E7, p16 mengkompensasi sehingga terjadi peningkatan
ekspresi. Namun peningkatan p16 tidak selalu akibat adanya aktivitas HPV resiko tinggi seperti
pada karsinoma serosum endometrium.22
IV. SIMPULAN
Diagnosa pertama dari pemeriksaan patologi anatomi adalah morfologi histopathologis
pada sediaan hematoxilin dan eosin. Namun pada sebagian kondisi dimana gambaran morfologi
satu dan lainnya sulit dibedakan, pemeraksaan IHK bisa menjadi pilihan. Namun pemeriksaan
IHK harus tetap melihat konteks diagnosa banding. Kualitas preanalitikal dan pitfall dari IHK
tetap harus diperhatikan.
14
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Renshaw S. Immunohistochemistry and immunocytochemistry. In:
Immunohistochemistry: Essential Methods. ; 2017:35-102.
doi:10.1002/9781118717769.ch3
2. Rhodes A. Fixation of Tissues. In: Suvarna SK, Layton C, Bancroft JD, eds. Bancroft’s
Theory and Practice of Histological Techniques. 7th ed. Churcill Livingstone Elsevier;
2012:69-93.
3. Chafin D, Theiss A, Roberts E, Borlee G, Otter M, Baird GS. Rapid Two-Temperature
Formalin Fixation. PLoS One. 2013;8(1):30-32. doi:10.1371/journal.pone.0054138
4. Swanson E, Wallace WD. Histopathology Methods and Protocols. In: Methods in
Molecular Biology. Vol 1180. ; 2014:283-291. doi:10.1007/978-1-4939-1050-2
5. Ramos-Vara JA, Miller MA. When Tissue Antigens and Antibodies Get Along: Revisiting
the Technical Aspects of Immunohistochemistry-The Red, Brown, and Blue Technique.
Vet Pathol. 2014;51(1):42-87. doi:10.1177/0300985813505879
6. Jackson P, Blythe D. Immunohistochemical techniques. In: Suvarna SK, Layton C,
Bancroft JD, eds. Bancroft’s Theory and Practice of Histological Techniques. 7th ed.
Churcill Livingstone Elsevier; 2012:381-426.
7. Rekthman N, Bishop JA. Quick Reference Handbook for Surgical Pathologist. Springers;
2011.
8. Blake Gilks C. Ovary. In: Mills SE, ed. Histology for Pathologists. Fifth. Wolters Kluwer
Health; 2020:2572-2654. doi:10.1097/pas.0b013e3181659143
9. Gilks B. Ovary. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney J, Myers J, eds. Rosai and
Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. Elsevier; 2017:1367-1431. doi:10.1016/B978-0-
323-26339-9.00035-4
10. Gilks B. Fallopian tube. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney J, Myers J, eds. Rosai
and Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. Elsevier; 2017:1356-1366.
15
11. Gilks B. Vagina. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney JK, Myers J, eds. Rosai and
Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. elsevier; 2017:1248-1259. doi:10.1016/B978-0-
323-26339-9.00031-7
12. Gilks B. Vulva. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney JK, Myers J, eds. Rosai and
Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. ; 2017:1224-1247.
13. Torre LA, Trabert B, DeSantis CE, et al. Ovarian cancer statistics, 2018. CA Cancer J
Clin. 2018;68(4):284-296. doi:10.3322/caac.21456
14. McCluggage WG, Lax S, Longacre T, Malpica A, Soslow R. Tumours of the ovary:
Introduction. In: Board WC of TE, ed. WHO Classification of Tumours: Female Genital
Tumours. 5th ed. International Agency for Research on Cancer (IARC); 2020:32-35.
15. Young RH. Ovarian sex cord-stromal tumours and their mimics. Pathology. 2018;50(1):5-
15. doi:10.1016/j.pathol.2017.09.007
16. Yemelyanova A, Kiyokawa T, Cao D, et al. Metastases to the Ovary. In: WHO
classification of Tumours Editorial Board, ed. WHO Classification of Tumours: Female
Genital Tumours. 5th ed. IACR Press; 2020:163-167.
17. Crum C, Davidson B, Konishi I, van Diest P, Vang R. High-grade serous carcinoma of the
fallopian tube. In: WHO Classification of tumours editorial board, ed. WHO Classification
of Tumours: Female Genital Tumours. 5 th. IACR Press; 2020:219-220.
18. Kim K, Lax S, Lazar A, et al. Tumours of the uterine corpus. In: WHO classification of
tumours Editorial Board, ed. WHO Classification of Tumours: Female Genital Tumours.
5th ed. IACR Press; 2020:245-308.
19. Reid-Nicholson M, Iyengar P, Hummer AJ, Linkov I, Asher M, Soslow RA.
Immunophenotypic diversity of endometrial adenocarcinomas: Implications for
differential diagnosis. Mod Pathol. 2006;19(8):1091-1100.
doi:10.1038/modpathol.3800620
20. Folkins AK, Longacre TA. Immunohistology of the Female Genital Tract. In: Dabbs DJ,
ed. Diagnostic Immunohistochemistry: Theranostic and Genomic Application. 5th ed.
Elsevier; 2019:662-717.
21. Cartun RW, Taylor CR, Dabbs D. Techniques of Immunohistochemistry: Principles,
Pitfalls, and Standardization. In: Dabbs D, ed. Diagnostic Immunohistochemistry:
Theranostic and Genomic Application. Fifth. Elsevier; 2019:1-46.
16
22. Al Dhaybi R, Agoumi M, Gagné I, McCuaig C, Powell J, Kokta V. P16 Expression: A
marker of differentiation between childhood malignant melanomas and Spitz nevi. J Am
Acad Dermatol. 2011;65(2):357-363. doi:10.1016/j.jaad.2010.07.031
17