Anda di halaman 1dari 17

Referat : Maret 2022

Oleh : Okky Husain, dr


Pembimbing : dr. Andi Kurniadi, SpOG(K)-Onk, MKes

PENGGUNAAN IMUNOHISTOKIMIA PADA KASUS GINEKOLOGI

I. PENDAHULUAN
Hampir seluruh sel di tubuh makhluk hidup kompleks mengalami differensiasi.
Walaupuan berasal dari genom yang sama, differensiasi menyebabkan setiap sel memiliki sifat
fisiologi yang berbeda antara satu dan lainnya. Hal ini terjadi karena setiap sel mengekspresikan
protein yang berbeda.
Immunohistokimia (IHK) merupakan pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi
protein pada jaringan. Pemeriksaan IHK mendeteksi protein melalui prinsip interaksi antigen
antibodi. Dengan menggunakan pemeriksaan IHK, sifat dari sel yang diperiksakan bisa
ditentukan.
Sistem reproduksi wanita terdiri Ovarium, Tuba falopi, Uterus, Vagina dan Vulva.
Masing-masing organ dapat mengalami kondisi patologis sesuai dengan fisiologi, histologi dan
anatomi normal. Kondisi patologis ditandai dengan perubahan fungsi, morfologi hingga level
molekuler. Pemeriksaan IHK berfungsi mendeteksi perubahan pada level ekspresi protein.
Pada referat ini akan dibahas aplikasi pemeriksaan IHK pada sistem reproduksi wanita.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Prinsip dasar immunohistokimia.
Pemeriksaan immunohistokimia (IHK) bertujuan mendeteksi protein pada potongan
jaringan. Prinsip dasar cara kerja IHK adalah reaksi antibodi dan antigen. Jaringan yang akan
dilakukan pemeriksaan IHK berasal dari jaringan hidup yang dilakukan persiapan preanalitik.
Tujuan dari preanalitik adalah mempertahankan morfologi dan kondisi in vivo semaksimal
mungkin.

1
2.1.1 Tahap preanalitik: Fiksasi dan parafinisasi1–4
Tahap preanalitik terbagi menjadi fiksasi, prosesing, dan mikrotomi. Fiksasi jaringan
bekerja dengan cara mengubah struktur tersier protein. Terdapat dua jenis fiksatif yaitu;
koagulatif, bekerja dengan denaturasi protein; dan non koagulatif, dengan cara membentuk rantai
kovalen antara peptida.
Formalin merupakan cairan terdiri dari 40% formaldehida dan 60% air. Formaldehida,
merupakan gas yang larut air. Pada saat larut dalam air, formaldehida membentuk methylen
hidrat dan bereaksi satu sama lain menjadi polimer. Pada kekentalan 4-10%, terdapat polimer
dari 2 hingga 8 unit. Untuk bekerja secara efektif sebagai fiksatif, larutan harus didominasi oleh
monomer. Hal ini dilakukan dengan melarutkan larutan formalin menjadi 10% dan menjaga pH
menggunakan buffer.
Formalin bekerja sebagai fiksatif non koagulatif. Formalin bereaksi dengan lysina
membentuk jembatan metilen dengan amino rantai peptida. Reaksi ini membentuk struktur
serupa gel protein. Protein larut akan berikatan secara kovalen dengan protein tidak larut.
Komponen selular lain yang tidak bereaksi dengan formalin terjebak diantaranya struktur gel
tersebut.
Fiksasi pada jaringan ukuran terbesar ukuran 1 x 1 x 0,4 cm sekurang-kurangnya 3,5 jam
dan selama-lamanya 24 jam. Durasi mempengaruhi banyaknya jembatan ikatan kovalen.
Jembatan yang terlalu banyak menyebabkan antibodi sulit menembus jaringan.
Tahap selanjutnya adalah prosesing dimana mengganti air didalam jaringan dengan
paraffin. Pada paraffin blok, paraffin berperan sebagai media struktural yang mempertahankan
morfologi jaringan. Jaringan yang telah terfiksir direndam dalam larutan ethyl alcohol bercampur
air dengan konsentrasi yang meningkat secara bertahap. Pada tahap akhir ini, seluruh air
diharapkan sudah keluar dari jaringan dan digantikan ethyl alcohol. Jaringan kemudian direndam
dalam xylene untuk mengantikan alcohol. Selanjutkan diikuti perendaman pada cairan parrafin
leleh 600C untuk menggantikan xylene.
Proses ini memakan waktu 12 jam dengan 8 jam pada cairan alcohol berbagai
konsentrasi, 2 jam pada xylene, dan 2 jam para parrafin leleh. Perlu diingat bahwa alcohol dan
suhu pada prosesing akan mempengaruhi anitigenisitas protein. Beberapa protein tidak dapat
bertahan pada proses ini. Proses ini bisa dilakukan secara otomatis menggunakan mesin

2
prosesing. Hasil akhir prosesing dilanjutkan dengan embedding atau menanam jaringan dari
paraffin menjadi paraffin blok.
Paraffin blok yang sudah memadat bisa dilakukan mikrotomi. Parrafin blok dipotong
dengan ketebalan 4 micrometer atau setara dengan ketebalan 1 sel. Potongan paraffin blok
diapungkan pada permukaan air bersih bersuhu 450C agar lipatan menjadi rata. Jaringan
kemudiaan dikeringkan pada suhu 370C semalam.

2.1.1.1. Preanalitikal jaringan beku


Pemeriksaan IHK juga bisa menggunakaan jaringan beku. Jaringan beku memiliki
keunggulan antigenisitas yang lebih baik dibandingkan pada blok paraffin. Hal ini dikarenakan
belum terbentuknya jembatan metilene ataupun paparan kimia dan suhu dari proses pembuatan
paraffin blok.
Jaringan beku dilakukan dengan mencelupkan jaringan segar kedalam cryo-agent. Prinsip
pembekuan dilakukan dengan cepat agar mencegah terbentuknya artifak kristal es. Cryo-agent
yang umum adalah isopentne yang didinginkan dengan nitrogen cair. Jaringan beku kemudian
ditanam (embed) dalam OCT pada suhu -200C. Jaringan tersebut dipotong dengan ketebalan 4-10
micrometer dan ditempel pada slide kaca. Kelemahan dari jaringan ini adalah morfologi dan
resolusi yang lebih rendah dibandingkan parrafin blok.

2.1.2 Tahap analitikal1,5,6


Sediaan yang telah ditempel pada slide kaca dilakukan proses epitope retrieval. Pada saat
fiksasi dan prosesing, terjadi perubahan struktur protein yang menghalangi masuknya antibodi
berikatan dengan epitope. Proses retrieval berfungsi membuka akses antibody tersebut. Secara
umum bisa dilakukan melalui suhu atau enzim proteolitik. Heat-Induced Epitope Retrieval
(HIER) dilakukan dengan cara menempatkan cairan retrieval seperti trisodium sitrat atau EDTA
pada suhu tertentu dan durasi tertentu. Durasi, suhu, larutan retrieval dan konsentrasi dari proses
HIER sangat beragam sehingga pada antibody yang baru akan digunakan, diperlukan optimisasi
untuk menentukan variabel seperti tersebut di atas. Metode enzimatik mulai ditinggalkan dan
didominasi HIER karean lebih mudah, lebih konsisten, dan bisa digunakan untuk banyak jenis
antigen. Over-ritrieval bisa menyebabkan kerusakan jaringan, destruksi antigen, atau
peningkatan derajat positif palsu.

3
Tahap selanjutnya adalah pemberian hydrogen peroksida untuk inaktivasi katalase
endogenous. Katalase endogenous bisa bereaksi dengnan reporter label memberikan hasil positif
palsu. Antibodi primer spesifik terhadap antigen yang diperiksa diikuti pencucian. Pencucian
mengangkat antibody yang tidak berikatan dengan antigen. Selanjutnya diikuti pemberian
antibody sekunder yang telah berkonjugasi dengan reporter label. Antibodi sekunder berperan
sebagai amplifikasi signal sehingga lebih mudah terbaca.

2.1.2.1 Menentukan Lokasi Ekspresi sebagai Penentu Positifitas


Proses pewarnaan IHK menggunakan kromogen yang menghasilkan zat pewarna jika
antigen yang diharapkan berada di jaringan. Masing-masing pewarnaan IHK menunjukan
positifitas pada lokasi yang berbeda. Protein yang termasuk faktor transkripsi ataupun reseptor
hormone steroid seperti ER dan PR diekspresikan pada inti sel. Protein yang memiliki peran
structural umumnya diekspresikan di sitoplasma. Diantara adalah vimentin, keratin, atau desmin.
Protein yang berperan dalam differensiasi, umumnya disebut cellular differentiation (CD)
diekspresikan di membran. Ekspresi unik lainnya adalah P16 yang pada kondisi patologis
diekspresikan di sitoplasma dan inti bersamaan (block staining). CD15 dan CD30 pada Limfoma
Hodgkin bisa menunjukan ekspresi titik perinuclear disebut golgi staining. Pada beta katenin,
ekspresi normal pada sitoplasma namun pada kondisi patologis diekspresikan di inti.7
Kontrol perlu dinilai untuk menentukan kualitas IHK. Pewarnaan mungkin menjadi
terlalu kuat sehingga memberikan warna pada lokasi yang seharusnya negatif. Kondisi ini
dianggap positif palsu dan disebut overstain. Di lain pihak pewarnaan bisa menjadi negatif pada
kontrol positif.
Secara banyak sel memeliki katalase endogenous sebagai proteksi seluler dari radikal
bebas. Katalase endogenous ini bisa bereaksi dengan kromogen dari label IHK. Pada protokol
IHK, diberikan hydrogen peroksida sebagai upaya bloking dari katalase endogenous. Jika proses
bloking kurang, bisa menjadi overstain dan positif palsu. Berikut adalah tabel dari ekspresi IHK
yang terkait pada kasus ginekologi.

4
Gambar 1 pola ekspresi IHK pada kasus ginekologi

ER, PR, PAX8, P53, P16 (fisiologis),

CD30 CK, Vimentin, Inhibin, AFP

P16 (patologis), calretinin


NAPSIN-A (lisosomal)

II.2. Histologi dan Ekpresi Protein Normal


2.2.1 Ovarium
Ovarium merupakan organ gonad perempuan dimana ovum diproduksi. Ovarium dilapisi
sel mesothel termodifikasi yang disebut sebagai ovarian surface epithelium (OSE). Sel ini sering
disebut epithelium germinal. Namun penyebutan tersebut dianggap misnomer karena lapisan ini
bukanlah asal dari sel germinal perempuan. OSE menunjukan ekspresi keratin, epithelial
membrane antigen (EMA), CA125, vimentin, estrogen reseptor (ER) dan Progesteron reseptor
(PR). OSE bisa membentuk kista inklusi. Berbeda dengan OSE yang negatif terhadap PAX8,
kista inklusi epithelial positif terhadap PAX8.8,9
Stroma ovarium terdiri sel spindel serupa fibroblast yang tersusun storiform dan
membentuk kisaran. Sel ini dikelilingi serabut retikulin dan immunoreaktif terhadap FOXL2,
ER, dan PR. Beberapa mengalami differensiasi myofibroblastik dan menunjukan positifitas
terhadap marker SMA dan desmin. Sel stroma ovarium dapat mengalami luteinisasi, sebagai sel
polygonal bersitoplasma banyak warna eosinofilik hingga cerah inti bulat ditengah dan nucleolus
terlihat jelas. Sel bisa individual diantaranya sel stroma lainnya hingga berkelompok kecil
membentuk sarang. Sel stroma juga mengalami desidualisasi seperti gambaran desidua normal
yang akan dijelaskan pada stroma endometrium.8,9
5
Folikel ovarium terdiri dari ovarium, dikeliling sel granulosa, dan sel theca. Folikel
ovarium mengalami siklus dari folikel primordial, primer, sekunder, tersier, graafian, corpus
luteum, hingga corpus albicans. Sel granulosa tidak memiliki serabut retikulin diantaranya dan
immunoreaktif terhadap vimentin, FOXL2, dan ER. Sel granulosa negatif terhadap keratin. Sel
Theca merupakan sel stroma disekitar folikel ovarium yang teraktivasi dan menghasilkan
hormon steroid seks.8,9
Fitur lainnya adalah rete ovarii, komponen serupa rete testis yang sering ditemukan di
hilum ovarium erbentuk tubulus dan papillae bercabang dilapisi epithelium yang reaktif terhadap
keratin dan CA 125; Walthard nest merupakan yaitu sel epithel serupa transisional padat hingga
kistik; dan sel hilus merupakan sel bulat oval sitoplasma banyak dan eosinofil, bisa mengandung
kristal Reinke dan pigmen lipofuschin. Sel hilus positif terhadap inhibin, calretinin, dan melan-
A.8,9

2.2.2 Tuba Falopi


Tuba falopi disebut juga sebagai salpinx merupakan struktur tubuler memanjang dari
kornus hingga fimbriae yang menghadap ovarium. Tuba falopi terdiri dari mukosa yang lipatan
bercabang disebut sebagai plicae. Epitel pelapis terdiri dari tiga jenis sel: Sel sekretori, sel
bersilia, dan intercalated (peg cells). Myosalpinx merupakan komponen muskuler dari tuba
falopi.10

2.2.3 Korpus Uterus


Korpus uterus terdiri dari endometrium dan myometrium. Endometrium merupakan
komponen yang sangat sensitif terhadap paparan hormon. Endometrium terbagi menjadi dua
komponen selular yaitu epithelial dan stromal. Endometrium basal merupakan komponen
cadangan asal proliferasi dari bagian fungsional yang lebih superfisial dan meluruh saat
menstruasi. Secara immunohistokimia, epitel endometrium mengekrespresikan LMWCK dan
HMWCK, vimentin, dan terkadang CEA. Stroma endometrium terdiri sel stromal dan
pembuluh darah. Stroma endometrium mengekpresikan CD10 secara kuat. Ekspresi ini tidak
ditemukan pada sel otot polos.
Endometrium bisa mengalami reaksi Arias-Stella sebagai respon terkait kehamilan. Sel
epitel kelenjar endometrium diikuti dengan perubahan inti sel seperti hiperkromatis dan ukuran

6
yang membesar. Gambaran ini ditemukan pada 20-70% kuretase endometrium paska abortus.
Reaksi Arias-Stella juga ditemukan pada kehamilan ektopik, mola hidatidiformis, dan
choriocarcinoma. Diagnosa banding dari gambaran ini adalah serous endometrial carcinoma atau
clear cell endometrial carcinoma.
Myometrium didominasi sel otot polos dengan sedikit kolagen dan elasin. Sel berbentuk
spindel dengan inti fusiform berujung tumpul. Sel otot polos mengekspresikan desmin dan
caldesmon dan ekspresi ini tidak ditemukan pada stroma endometrium. Baik sel stroma
endometrium dan sel otot polos keduanya mengeksresikan vimentin, smooth muscle actin
(SMA), dan Bcl-2.

2.2.4 Serviks Uteri


Serviks berasal dari kata “leher”. Serviks uteri merupakan organ fibromuskuler dan
bagian dari uterus yang memanjang ke arah vagina. Secara histologi serviks terdiri dari
ektoserviks dan endoserviks. Sisi ektoserviks menghadap vagina dan dilapisi epitel gepeng
berlapis tanpa keratin. Epitel ini sama dengan epitel vagina sehingga tidak bisa dibedakan secara
histologi.
Epitel ektoserviks berespon terhadap paparan estrogen dengan memporduksi glikogen
Glikogen sitoplasmik memberikan gambaran cerah. Distribusi yang bisa memberikan gambaran
cerah perinuclear dapat disalahartikan sebagai koilosit. Semakin superfisial, inti sel epitel
skuamosa menjadi piknotik. Pada post menopausal, estrogen berkurang sehingga epitel atrofik.
Pelapis sel didominasi sel basal dan parabasal dengan sitoplasma yang sedikit tanpa adanya
piknosis. Gambaran ini menyerupai high grade Squamous Intraepithelial lesion (HSIL).
Sedangkan bagian kanal disebut endoserviks dan dilapisi epitel kolumner yang
mensekresi musin. Musin terletak pada sisi luminal sedangkan inti sel tersusun sejajar di basal.
Pertemuan diantaranya dua epitel disebut squamocolumnar junction. Epitel ini mengekspresikan
CEA, namun negatif terhadap Vimentin ataupun Low molecular weight Cytokeratin.
Stroma dari serviks didominasi oleh jaringan ikat fibrokolagen dengan sedikit bundel otot
halus. Perbandingan komposisi fibrokolagen dan otot mengalami transisi seiring mendekat
myometrium dari korpus uteri. Serviks merupakan jembatan antara cavum uteri yang steril dan
vagina yang kaya akan komponen microbial. Karenanya banyak ditemukan sel radang limfosit
terutama di stroma endoserviks. Pada proses kehamilan, sel stroma bisa mengalami desidualisasi,

7
memberikan gambaran sel epithelioid yang berkelompok. Gambaran ini menyerupai sel ukuran
besar dari karsinoma. Informasi kehamilan menjadi penting dalam menyingkirkan hal
misdiagnosis.
Sisa dari ductus Wolffian bisa ditemukan pada stroma sisi lateral pada satu dari tiga
wanita. Struktur berupa ductuli dilapisi epitel torak pendek selapis dengan lumen berisi massa
sekresi eosinofilik. Gambaran ini menyerupai well differentiated adenocarcinoma. Secara
normal struktur ini mengekspresikan GATA3 dan CD10.

2.2.5 Vagina dan Vulva


Vagina merupakan struktur tubuler berasal dari duktus Mullerian berpasangan yang
menghubungkan vulva ke uterus. Vagina terdiri dari tiga lapisan utama, mukosa, muskularis, dan
adventitia. Mukosa berupa epitel gepeng berlapis. Dibawah epitel tampak lamina propia berupa
stroma jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah. Pada sisi lateral dari vagina, sama
seperti di cerviks, bisa ditemukan sisa dari duktus wolffian yang sering disebut dengan Gartner’s
duct.11
Vulva terdiri labia mayora, labia minora, kelenjar Bartholin, kelenjar periurethral, dan
kitoris. Labia mayora dilapisi epitel gepeng berlapis berkeratin disertai adneksa kulit seperti
folikel rambut, kelenjar sebase, kelenjar apokrin, dan kelenjar keringat. Labia minora dilapisi
epitel gepeng berlapis yang tidak berkeratin. Sudah tidak ditemukan adnexa kulit pada labia
minora.12
Kelenjar Bartholin terdiri dari ductuli yang dilapisi sel transisional dan acini yang terdiri
dari epitel kolumner bermusin. Kelenjar periurethral, disebut juga kelenjar Skene, merupakan
struktur yang analogis dengan prostat pada laki-laki. Histologi menunjukan sel epithel kolumner
bermusin yang tersusun pseudostratified. Klitoris terdiri dari jaringan erektil serupa corpora
cavernosa pada penis.12
Pada daerah vulva, juga ditemukan jaringan menyerupai payudara. Dahulu dianggap
sebagai kelenjar payudara ektopik terkait dengan milk line namun saat ini merupakan temuan
normal di vulva. Jaringan ini bisa mengalami perubahan fisiologis dan patologis yang serupa
dengan kelenjar payudara. Ditemukan juga sel Toker berupa sel individual atau berkelompok
dengan sitoplasma cerah. Sel toker diduga sebagai asal dari Extramammary Paget Disease.12

8
II.3. Aplikasi IHK pada Lesi Sistem Reproduksi Wanita
2.3.1 IHK untuk Menentukan Jenis Tumor Ovarium
Tumor Ovarium terdiri dari tumor epithelial, tumor sex cord-stromal, dan tumor sel
germinal, dan metastasis tumor. Sebanyak 90% dari seluruh kasus adalah keganasan epithelial.
Proporsi masing-masing jenis histopathologi adalah 52% unutk serosum, 10% untuk
endometrioid, 6% untuk musinosum, 6 % untuk clear cell, dan 25% sisanya adalah jenis langka
atau tidak terspesifisikan. Pada 3% kasus adalah keganasan sel germinal, 2% kasus adalah
kegansan sex cord-stromal dan 5% sisanya tidak terklasifikasikan.13
Gambaran morfologi tetap menjadi modalitas utama dalam mengklasifikasikan subtipe
tumor. Pada beberapa kasus diperlukan IHK sebagai penentu subtipe keganasan epithelial.
Beberapa antibody yang bermanfaat dalam diagnosa banding tumor epithelial adalah PAX8,
WT1, P53, Napsin A, dan PR. IHK dari PAX8, WT1, P53, dan PR menunjukan reaktifitas pada
inti sel. Sedangkan Napsin A menunjukan ekspresi granuler pada sitoplasma. Berikut adalah
tabel proporsi ekspresi IHK pada keganasan epithelial.

Tabel 1 proporsi ekspresi IHK pada keganasan epithelial ovarium14


Subtipe Histopathologis PAX8 WT1 P53 (inti), Napsin A PR
(inti) (inti) abnormala (sitoplasma) (inti)
High Grade Serous 95% 97% 94-98% 1% 37-42%
Carcinoma
Low Grade Serous 87-100% 98-100% 0% 0% 59-60%
Carcinoma
Endometrioid Carcinoma 82% 10-14% 14-15% 3-8% 81-85%
Clear cell Carcinoma 95% 1% 11-12% 92% 5-7%
Mucinous Carcinomab 39-47% 0-1% 61-66% 0-3% 0-4%
a.
Ekspresi IHK p53 abnormal berhubungan dengan mutase gen TP53. Gambaran adalah
salah satu dari dua berikut: Ekspresi kuat pada lebih dari 80% inti sel tumor; Ekspresi
negatif pada seluruh sel tumor.
b.
PAX8 pada mucinous carcinoma sering fokal dan lemah.

9
Penegakan diagnosis dari tumor sex cord – stromal sangat mengandalkan gambaran
histopathologis seperti gambaran Call-Exner bodies. Penggunaan IHK pada tumor sex cord-
stromal masih terbatas dalam mengidentifikasi kelompok besar tumor ini, namun tidak bisa
membedakan lebih jauh subtipe histopathologis. Marker immunohistokimia yang bisa dipakai
untuk mengidentifikasi kelompok tumor sex cord-stromal adalah inhibin, calretinin, melan-A,
yang diekspresikan secara normal di sitoplasma dan FOXL2, SF-1, WT1 dan inti. Calretinin dan
melan-A lebih sensitif mendeteksi tumor sex cord-stromal namun keduanya tidak spesifik karena
juga mewarnai neoplasma lain. Calretinin mewarnai beberapa carcinoma. FOXL2 adalah marker
inti yang sangat sensitif terhadap differensiasi sex cord-stromal kecuali tumor Sertoli-Leydig
(hanya 50% kasus) dan tumor sel steroid (sebagian besar negatif). WT1 diekspresikan oleh
carcinoma serous.8,15
Tumor sel germinal merupakan tumor ovarium yang paling sering pada usia anak-anak.
Tumor sel germinal mewakili 60-70% tumor ovarium. Lesi ini didominasi mature cystic
teratoma hingga 95% kasus. Semakin muda pasien, semakin tinggi resiko keganasan. (328, 348).
Pada 8% kasus keganasan sel germinal adalah kombinasi yang disebut sebagai mixed germ cell
tumor (345, 355). Kombinasi keganasan yang paling sering dari mixed germ cell tumor adalah
dysgerminoma dengan yolk sac tumor. Terdapat marker IHK dengan gejala spesifisitas yang
tinggi untuk tumor sel germinal secara umum dan untuk individual masing-masing. Detail dari
IHK tumor sel germinal seperti pada tabel berikut.

Tabel 2 ekspresi IHK pada keganasan sel germinal ovarium14


Subtipe AFP KIT CD30 hCG CK EMAa PLAP SALL4 OC D2
Histopathologi a
(CD117) b a a a c
T -
s b
3/4c 40b
Dysgerminoma - + - -a - - + + + +
Yolk Sac + -/+ - - + - + + - -
tumour
Embryonal - - + -a + - + + + -/+
Carcinoma
Choriocarcino - - - + + +(50% +/- +/- - -
ma )

10
Immature - - - -a +/- +/- - - - -
teratoma
a
ekspresi sitoplasma ; b ekspresi membran; c ekspresi inti

2.3.1.1 Tumor metastasis ovarium


Sekitar 7 persen dari keganasan ovarium adalah metastasis. Lebih dari setengah kasus
bilateral. Sumber metastasis yang umum adalah yang utama adalah usus besar.16 Lokasi primer
lainnya adalah lambung, appendiks, payudara, uterus (referensi 779), paru – paru, dan melanoma
kulit. Penggunakan CK7 dan CK20 umum untuk membedakan tumor origin primer ovarium atau
sekunder. Kasus ini umumnya terjadi dengan diagnosa banding adenocarcinoma colon yang bisa
menyerupai karsinoma musinosum ovarium atau karsinoma endometrioid ovarium. Pola ekspresi
karsinoma ovarium adalah positif pada CK7 dan ekspresi CK20 variabel sedangkan pada
metastasis karsinoma colon adalah negative CK7 dan positif CK20. Namun harus diingat bahwa
mucinous carcinoma yang berasal dari komponen endodermal teratoma sama-sama
mengekspresikan CK20 dan negative terhadap CK7. 16 Reseptor estrogen dan progesteron tidak
membantu karena baik karsinoma musinosum ovarium dan metastasis karsinoma kolon negatif
terhadap IHK tersebut. Tumor Krukenberg merupakan tumor metastasis dengan gambaran sel
tumor tersusun signet-ring dari berbagai primer, umumnya lambung.

2.3.2 IHK pada tuba Fallopi


Pada staging TNM tahun 2017, tumor primer dari tuba fallopi ditempatkan pada
klasifikasi yang sama dengan ovarium. Klasifikasi tumor primer dari tuba fallopi juga serupa
dengan tumor primer ovarium. Akibatnya panel IHK pada ovarium Sudah cukup mewakili
pengunaan di tuba falopi. Protokol SEE-FIM (sectioning and extensively examining the
fimbriated end) telah mengidentifkasi serous tubal intraepithelial carcinoma (STIC) sebagai lesi
primer dari high grade serous carcinoma dan pathogenesis yang berbeda dengan low grade
serous carcinoma. Pada high grade serous carcinoma terjadi mutasi TP53 pada tahap dini
karsinogenesis.17

2.3.3 IHK pada Adenokarsinoma Cervix Uterus dan Karsinoma Endometrium


Penegakan diagnosis histopatologi utama dari karsinoma endometrial berasal dari
gambaran morfologi. Terdapat dua klasifikasi besar patogenetik dari karsinoma endometrial.

11
Tumor tipe I adalah karsinoma endometrioid low grad yang terkait dengan paparan estrogen.
Tumor tipe II adalah karsinoma non endometrioid seperti karsinoma serosum atau clear cell.
Tumor tipe II tidak tergantung stimulasi estrogen dan secara klinis memiliki prognosis lebih
buruk. Karsinoma jenis endometrioid mewakili lebih dari 80% kasus keganasan korpus uteri.
Subtipe histopatologi jenis serous mewakili 10% kasus karsinoma endometrium. Pada subtipe
serosum, terdapat mutasi TP53 dan menunjukan positifitas terhadap P16. Sedangkan pada
subtipe clear cell, ditemukan positifitas IHK P53 dengan positifitas P16 pada 45% kasus.18

Tabel 3 ekspresi IHK mendiagnosa banding karsinoma endometrium dengan adenocarcinoma


cervix18,19
Subtipe Histopathologis ER PR Vimentin P16 P53
(inti) (inti) (sitoplasma) (block) (inti)
Endometrioid carcinoma, endometrium 84% 83% 90% 7% 2-5%
(FIGO grade 1-2)
Endometrioid carcinoma, endometrium 50% 42% 81% 25% 20%
(FIGO grade 3)
Serous carcinoma, endometrium 54% 54% 83% 92% >90%
Clear cell carcinoma, endometrium 9% 45% 81% 45% +/-
HPV associated Adenocarcinoma cervix - - - 95% -
HPV independent Adenocarcinoma cervix - - - 0% 50%
(definitif)

Karsinoma servix merupakan keganasan ke empat tersering di dunia. Pada 90%


karsinoma serviks terkait dengan infeksi HPV. Pewarnaan IHK p16 pada serviks dapat
digunakan untuk membedakan keterlibatan infeksi HPV. Sekitar 10% kasus karsinoma serviks
adalah adenocarcinoma. Untuk menegakan diagnosa adenocarcinoma cervix, karsinoma
endometrial harus disingkirkan. Berikut adalah positifitas pada pemeriksaan IHK untuk
membandingkan adenocarcinoma cervix dengan carcinoma endometrial.

2.3.4 IHK pada Lesi Intraepithelial Cervix, Vagina, dan Vulva

12
Pemeriksaan IHK pada lesi skuamosa intraepithelial berguna untuk membedakan dengan
lesi reaktif. IHK yang umum digunakaan adalah Ki67 dan P16. Pada lesi reaktif seperti
metaplasia skuamosa immatur, atrofi, kondyloma, atau metaplasia transisional, proliferasi
terhadap pada lapisan parabasal. Pada Lesi skuamosa intraepithelial, ditemukan proliferasi pada
ketinggian yang lebih superfisial terhadap parbasal. Bahkan pada lesi derajat tinggi, ditemukan
ekspresi Ki67 pada seluruh ketinggian epitel. Kesalahan intepretasi bisa terhadi pada potongan
tangensial, orientasi suboptimum, atau erosi epithel.20
Ekspresi P16 pada lesi intraepithelial terkait dengan infeksi HPV resiko tinggi. Pada lesi
Lesi Skuamosa Intraepithelial derajat tinggi, ditemukan ekspresi P16 pada inti dan sitoplasma
pada 1/3 basal hingga seluruh ketinggian epithel. Penilaian ini bisa dilakukan baik pada vulva
ataupun cerviks.20

III. PEMBAHASAN
Pemeriksaan patologi anatomi pada sediaan histopathologi dilakukan berdasarkan fitur-
fitur morfologi. Namun pada kasus
IHK merupakan metode mendeteksi protein dengan memanfaatkan spesifisitas dari
immunoglobulin. Aplikasi penggunaan IHK untuk kepentingan patologi anatomi ditemukan pada
dekade 1990. Penggunaan IHK terus berkembang seiring ditemukanya horseradish peroxidase
(HRP) sehingga dapat menvisualisasikan keberadan antibody terlabel dengan mikroskop cahaya.
Sebelumnya penggunakan IHK terbatas menggunakan immunofluoresensi yang tidak tersedia di
semua institusi.
Pengembangan IHK semakin melejit dengan ditemukannya hybridoma dalam upaya
memproduksi antibody monoclonal spesifik dalam jumlah banyak. Penggunaan formalin sebagai
bahan fiksatif mempengaruhi immunoreaktifitas. Maka dikembangkan metode retrieval antigen
agar mengembalikan immunoreaktivitas. Sayangnya hingga saat ini masih belum ditemukan
alternatif yang lebih dari formalin dalam memfiksasi sambil mempertahankan morfologi dan
immunoreaktivitas sediaan. Dalam perkembangannya standarisasi IHK membuat pemeriksaan
IHK dituntut hingga hasil semikuantitatif. Prinsip dasar saat ini adalah penggunaan metode tidak
langsung atau sandwich sebagai upaya amplifikasi signal antigen terhadap label.21

13
Beberapa jenis tidak tidak 100% menunjukan positifitas atau negatifitas terhadap suatu
pemeriksaan IHK. Di lain pihak suatu jenis antigen tidak hanya di temukan pada satu jenis tumor
namun juga bisa diekspresikan pada tumor lain baik dalam kelompok tumor yang sama atau yang
berbeda. Penting untuk memahami fungsi dari antibody yang dipilih pada panel pemeriksaan
IHK.
Sebagai contoh panCK (AE1/AE3) mendeteksi sel epithelial secara umum. Namun
terdapat beberapa tumor non epithelial yang mengekspresikan cytokeratin seperti pada tumor sex
cord-stromal. CK7 dan CK20 bisa dikombinasikan dalam membantu mempersempit kemungkian
nmenentukan origin tumor.20
Beberapa IHK dapat menentukan kelompok origin sel tumor. Paired box – 8 (PAX-8)
merupakan kelompok dari faktor transkripsi yang diekspresikan pada karsinoma tractus
mullerian. PAX8 bermanfaat menyingkirkan karsinoma ekstra tractus genitalia. PAX8 juga
diekspresikan pada karsinoma tiroid, paratiroid, ginjal, dan thymus. Pada antibody poliklonal
PAX8, bisa terjadi reaksi silang dengan PAX5 yang ditemukan pada lymphoma sel B.20
Beberapa IHK juga bisa membantu menentukan etiologi tumor. P16 merupakan IHK
yang membantuk mendeteksi adanya infeksi HPV resiko tinggi. Protein E7 berikatan pada pada
pRB yang berfungsi menghambat siklus sel. P16 adalah protein yang menghambat aktivitas pRB.
Akibat aktivitas pRB yang dihambat E7, p16 mengkompensasi sehingga terjadi peningkatan
ekspresi. Namun peningkatan p16 tidak selalu akibat adanya aktivitas HPV resiko tinggi seperti
pada karsinoma serosum endometrium.22

IV. SIMPULAN
Diagnosa pertama dari pemeriksaan patologi anatomi adalah morfologi histopathologis
pada sediaan hematoxilin dan eosin. Namun pada sebagian kondisi dimana gambaran morfologi
satu dan lainnya sulit dibedakan, pemeraksaan IHK bisa menjadi pilihan. Namun pemeriksaan
IHK harus tetap melihat konteks diagnosa banding. Kualitas preanalitikal dan pitfall dari IHK
tetap harus diperhatikan.

14
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Renshaw S. Immunohistochemistry and immunocytochemistry. In:
Immunohistochemistry: Essential Methods. ; 2017:35-102.
doi:10.1002/9781118717769.ch3
2. Rhodes A. Fixation of Tissues. In: Suvarna SK, Layton C, Bancroft JD, eds. Bancroft’s
Theory and Practice of Histological Techniques. 7th ed. Churcill Livingstone Elsevier;
2012:69-93.
3. Chafin D, Theiss A, Roberts E, Borlee G, Otter M, Baird GS. Rapid Two-Temperature
Formalin Fixation. PLoS One. 2013;8(1):30-32. doi:10.1371/journal.pone.0054138
4. Swanson E, Wallace WD. Histopathology Methods and Protocols. In: Methods in
Molecular Biology. Vol 1180. ; 2014:283-291. doi:10.1007/978-1-4939-1050-2
5. Ramos-Vara JA, Miller MA. When Tissue Antigens and Antibodies Get Along: Revisiting
the Technical Aspects of Immunohistochemistry-The Red, Brown, and Blue Technique.
Vet Pathol. 2014;51(1):42-87. doi:10.1177/0300985813505879
6. Jackson P, Blythe D. Immunohistochemical techniques. In: Suvarna SK, Layton C,
Bancroft JD, eds. Bancroft’s Theory and Practice of Histological Techniques. 7th ed.
Churcill Livingstone Elsevier; 2012:381-426.
7. Rekthman N, Bishop JA. Quick Reference Handbook for Surgical Pathologist. Springers;
2011.
8. Blake Gilks C. Ovary. In: Mills SE, ed. Histology for Pathologists. Fifth. Wolters Kluwer
Health; 2020:2572-2654. doi:10.1097/pas.0b013e3181659143
9. Gilks B. Ovary. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney J, Myers J, eds. Rosai and
Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. Elsevier; 2017:1367-1431. doi:10.1016/B978-0-
323-26339-9.00035-4
10. Gilks B. Fallopian tube. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney J, Myers J, eds. Rosai
and Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. Elsevier; 2017:1356-1366.

15
11. Gilks B. Vagina. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney JK, Myers J, eds. Rosai and
Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. elsevier; 2017:1248-1259. doi:10.1016/B978-0-
323-26339-9.00031-7
12. Gilks B. Vulva. In: Goldblum JR, Lamps LW, McKenney JK, Myers J, eds. Rosai and
Ackerman’s Surgical Pathology. 11th ed. ; 2017:1224-1247.
13. Torre LA, Trabert B, DeSantis CE, et al. Ovarian cancer statistics, 2018. CA Cancer J
Clin. 2018;68(4):284-296. doi:10.3322/caac.21456
14. McCluggage WG, Lax S, Longacre T, Malpica A, Soslow R. Tumours of the ovary:
Introduction. In: Board WC of TE, ed. WHO Classification of Tumours: Female Genital
Tumours. 5th ed. International Agency for Research on Cancer (IARC); 2020:32-35.
15. Young RH. Ovarian sex cord-stromal tumours and their mimics. Pathology. 2018;50(1):5-
15. doi:10.1016/j.pathol.2017.09.007
16. Yemelyanova A, Kiyokawa T, Cao D, et al. Metastases to the Ovary. In: WHO
classification of Tumours Editorial Board, ed. WHO Classification of Tumours: Female
Genital Tumours. 5th ed. IACR Press; 2020:163-167.
17. Crum C, Davidson B, Konishi I, van Diest P, Vang R. High-grade serous carcinoma of the
fallopian tube. In: WHO Classification of tumours editorial board, ed. WHO Classification
of Tumours: Female Genital Tumours. 5 th. IACR Press; 2020:219-220.
18. Kim K, Lax S, Lazar A, et al. Tumours of the uterine corpus. In: WHO classification of
tumours Editorial Board, ed. WHO Classification of Tumours: Female Genital Tumours.
5th ed. IACR Press; 2020:245-308.
19. Reid-Nicholson M, Iyengar P, Hummer AJ, Linkov I, Asher M, Soslow RA.
Immunophenotypic diversity of endometrial adenocarcinomas: Implications for
differential diagnosis. Mod Pathol. 2006;19(8):1091-1100.
doi:10.1038/modpathol.3800620
20. Folkins AK, Longacre TA. Immunohistology of the Female Genital Tract. In: Dabbs DJ,
ed. Diagnostic Immunohistochemistry: Theranostic and Genomic Application. 5th ed.
Elsevier; 2019:662-717.
21. Cartun RW, Taylor CR, Dabbs D. Techniques of Immunohistochemistry: Principles,
Pitfalls, and Standardization. In: Dabbs D, ed. Diagnostic Immunohistochemistry:
Theranostic and Genomic Application. Fifth. Elsevier; 2019:1-46.

16
22. Al Dhaybi R, Agoumi M, Gagné I, McCuaig C, Powell J, Kokta V. P16 Expression: A
marker of differentiation between childhood malignant melanomas and Spitz nevi. J Am
Acad Dermatol. 2011;65(2):357-363. doi:10.1016/j.jaad.2010.07.031

17

Anda mungkin juga menyukai