PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman merupakan salah satu sumber senyawa kimia yang peting dalam
pengobatan. Umumnya senyawa kimia ini berupa senyawa metabolit sekunder
berupa seperti alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid, steroid, dan lain-lain yang
memiliki aktivitas biologis yang beragam. Hal ini mendorong para ahli kimia untuk
megisolasi zat aktif biologis yang terdapat dalam tanaman. Diharapkan nantinya
dapat menghasilkan berbagai zat kimia yang dapat digunakan sebagai obat, baik
untuk kesehatan manusia maupun agroomi.
Berbagai jenis bahan terdapat di alam memiliki jenis, bentuk dan komposisi
yang beragam. Dalam pemanfaatanya, manusia dapat mengambil seluruh zat dari
bahan tersebut atau dapat mengambil beberapa zat yang dibutuhkannya saja dari
suatu bahan. Untuk dapat mengambil atau memperoleh zat tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai proses, salah satunya yaitu ekstraksi.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut, jadi ekstrak ialah sediaan yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi tanaman yang berkhasiat obat dengan ukuran partikel tertentu, dan
menggunakan medium pengekstraksi. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi
antara lain adalah maserasi, refluks dan soxhletasi.
Mengingat pentingnya pengaruh metode ekstraksi, maka disusun makalah
metode ekstraksi Maserasi, Refluks dan Soxhletasi agar mahasiswa dapat
memahami berbagai macam metode tersebut.
1.2 Tujuan
Mengetahui macam-macam metode ekstraksi, meliputi maserasi, refluks dan
soxhletasi.
1.3 Manfaat
Untuk mengetahui macam-macam metode ekstraksi, meliputi maserasi,
refluks dan soxhletasi.
BAB II
ISI
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan
dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia
(Ansel, Howard. 2008).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke
dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut (Ansel, Howard. 2008).
2.1 MASERASI
2.1.1 DEFINISI
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration berasal
dari bahasa latin macere, yang artinya merendam. Jadi maserasi dapat diartikan
sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam
menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang
mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dan karena adanya perbedan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan
nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau
setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan
aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes RI, 1995).
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya (Adrian, 2000).
zat aktifnya.
Keuntungan cara ini adalah aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas,
cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil
kepekatan setempat dan waktu yang diperlukan lebih pendek.
e) Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.
2.1.3 PRINSIP KERJA
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung
dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan
di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan
penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan
(Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C dalam waktu selama
3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut (Ansel, 1989). Pada umumnya
maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang
cocok, dimasukan kedalam bejana kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan
penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil
berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah
cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari
sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari
cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan.
terbatas.
Untuk
meningkatkan
penyarian
biasanya menggunakan
campuran etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung
pada bahan yang disari (Meyna,s.dkk. Laporan praktikum galenika maserasi
curcuma aerugenusa. F-mipa Universitas Sebelas Maret hal.3)
2.1.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
a) Kelebihan metode maserasi :
1. Alat yang digunakan sederhana
pada
prosesnya),
secara
umum
pengertian
refluks
sendiri
adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Depkes RI, 2000).
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan penyari
secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan penyari dipanaskan
sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga
mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam
labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam (Adrian, 2000).
Refluks adalah penyarian yang termasuk dalam metode berkesinambunan,
cairan penyari secara kontinyu menyari zat aktif dalam simplisia. Cara ini
digunakan untuk simplisia yang kandungan zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Pemanasan dimaksudkan untuk mempermudah cairan penyari menenmbus dinding
sel simplisia karena dengan pemnasan sel simplisia mengalami pengembangan
sehingga rongga-rongga selnya terbuka dengan demikian pelarut mudah mencapai
zat aktif di dalam sel dan diluar sel cepat tercapai dan menyebabkan pross ekstraksi
cepat pula tercapai. Selain itu pemanasan dapat memurnikan cairan penyari melaui
proses kondensasi. Simplisia yang dapat diekstraksi dengan cara ini adalah yang
mempunyai kompoinen kimia yang tahan pemanasan dan mempunyai tekstur yang
keras seperti akar, batang, kulit batang (Adrian, 2000).
Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah Semua reaktan atau
bahannya dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan batang
magnet stirer setelah kondensor pendingin air terpasang Campuran diaduk dan
direfluks selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu dilakukan
pada penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi. Pelarut akan
mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa murni dan
kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, pengekstraksi lagi.
Demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyaringan
sempurna. Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Gas N2 dimasukkan pada salah satu
leher dari labu bundar. Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan
merendam simplisia dengan pelarut/solven dan memanaskannya hingga suhu
tertentu. Pelarut yang menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian
masuk ke dalam campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap
(Adrian, 2000).
2.2.2 PRINSIP KERJA REFLUKS
Prinsip kerja dari metode ini, yaitu pada rangkaian refluks ini terjadi empat
proses, yaitu proses heating, evaporating, kondensasi dan cooling. Heating terjadi
pada saat feed dipanaskan di labu didih, evaporating (penguapan) terjadi ketika feed
mencapai titik didih dan berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut
masuk ke kondensor dalam. Cooling terjadi di dalam ember, di dalam ember kita
masukkan batu es dan air, sehingga ketika kita menghidupkan pompa, air dingin
akan mengalir dari bawah menuju kondensor luar, air harus dialirkan dari bawah
kondensor bukan dari atas agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan
agar air terisi penuh. Proses yang terakhir adalah kondensasi (pengembunan), proses
ini terjadi di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang
berisi uap panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini
menyebabkan penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk
menjadi liquid kembali (Adrian, 2000).
untuk
dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa
siphon, proses ini berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang
ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau
jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi (Adrian, 2000).
Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat.
Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume
cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif
yang tidak tahan pemanasan kurang cocok (Adrian, 2000).
Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun
proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara
dingin (Tobo, 2001).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa
sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian
ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat
kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang
dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan
sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu
kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan
pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna
(biasanya 20 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan
dipekatkan pada alat rotavapor (Adrian, 2000).
2.3.2 PRINSIP KERJA
Adapun prinsip sokletasi ini yaitu, penyaringan yang berulang-ulang sehingga
hasil yang didapat mendekati sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.
Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya
adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah
menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut,
tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.
proses
pengembunan.
2. Timbal, berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya.
3. Pipa F, berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses
penguapan.
4. Sifon, berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh
kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus
5. Labu alas bulat, berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya
6. Hot plate, berfungsi sebagai pemanas larutan
3.
4.
5.
6.
5. Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organic) sebab titik didih air
100OC harus dengan pemanasan tinggi untuk menguapkannya, akibatnya zat
kimia dapat rusak.