Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FARMAKOTERAPI

GOUT DAN HIPERURISEMIA

Dosen Pembimbing:
Nanang Munif Yasin, M.Pharm.,Apt.
Disusun oleh :
Kelompok V/Profesi Minat Rumah sakit
Christie
Daniar Pratiwi
Dinar Trie Padmasari
Febriana Trisnaputri Rahajeng
Anna Pradiningsih
Aditya Maulana Perdana Putra

(FA/07729)
(FA/07764)
(FA/07765)
(FA/07875)
(FA/08881)
(FA/08892)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
GOUT DAN HIPERURISEMIA

1. PENDAHULUAN
a. DEFINISI
Penyakit asam urat (gout) sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu
dan menjadi salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia. Diperkirakan
bahwa penyakit asam urat terjadi pada 840 orang setiap 100.000 orang.
Penyakit asam urat sangat berhubungan dengan hiperurisemia akibat
kelebihan produksi dari asam urat dan dipengaruhi oleh tingginya masukan
makanan yang kaya akan asam nukleat, seperti jeroan, kacang-kacangan,
makanan hasil laut, dan makanan hasil fermentasi.
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu
produk sisa yang tidak mempunyai peran fisiologi.Manusia tidak memiliki
urikase yang dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat
menjadi alantoin yang larut dalam air.Asam urat yang terbentuk setiap hari di
buang melalui saluran pencernaan atau ginjal.
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam
urat darah diatas normal. Secara biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu
kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan
hiperurisemia secara ideal yaitu kadar asam urat diatas 2 standar deviasi hasil
laboratorium pada populasi normal.Namun secara pragmatis dapat digunakan
patokan kadar asam urat >7 mg% pada laki-laki, dan >6 mg% pada
perempuan, berdasarkan berbagai studi epidemologi selama ini. Keadaan
hiperurisemia akan beresiko timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau
batu ginjal. Secara garis besar hiperurisemia dapat disebabkan karena 3
faktor, yaitu:
1. Peningkatan Produksi
Peningkatan produksi asam urat terutama bersumber dari makanan
tinggi DNA (dalam hal ini purin). Makanan yang kandungan DNAnya
tinggi antara lain hati, timus, pankreas, ginjal. Kondisi lain penyebab
hiperurisemia adalah meningkatnya proses penghancuran DNA tubuh.
Yang termasuk kondisi ini antara lain: kanker darah (leukemia),
pengobatan kanker (kemoterapi), kerusakan otot.
2. Penurunan pembuangan asam urat

Lebih dari 90% penderita hiperurisemia menetap mengalami


gangguan pada proses pembuangan asam urat di ginjal. Penurunan
pengeluaran asam urat terutama disebabkan oleh kondisi asam darah
meningkat (Ketoasidosis DM, kelaparan, keracuanan alkohol,
keracunan obat aspirin dll). Selain itu, penggunaan beberapa obat
(contohnya Pirazinamid-salah satu obat dalam paket terapi TBC)
dapat bepengaruh dalam menghambat pembuangan asam urat.
3. Kombinasi Keduanya
Konsumsi alkohol mempermudah terjadinya hiperurisemia, karena
alkohol meningkatkan produksi serta menurunkan pembuangan asam
urat. Minuman beralkohol contohnya Bir, terkandung purin yang
tinggi serta alkoholnya merangsang produksi asam urat di hati. Pada
proses

pembuangan,

hasil

metabolisme

alkohol

menghambat

pembuangan asam urat di ginjal.


Sedangkan gout (pirai) adalah penyakit yang sering ditemukan,
merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolism berupa
hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi arthritis gout,
akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan
nefropati gout.
b. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada
berbagai populasi. Sedangkan prevalensi gout juga bervariasi antara 1-15,3%.
Pada suatu studi didapatkan insidensi gout 4,9% pada kadar asam urat darah
>9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL.
Insidensi kumulatif gout mencapai angka 22% setelah 5 tahun, pada kadar
asam urat >9 mg/dL.
Suatu penelitian di Jepang yang menganalisa data sekunder dari data
administrasi

menunjukkan

kecenderungan

peningkatan

prevalensi

hiperurisemia dalam 10 tahun masa penelitian. Jika distratifikasi berdasarkan

umur, prevalensi meningkat pada kelompok usia lebih dari 65 tahun pada
kedua jenis kelamin. Pada kelompok kurang dari 65 tahun prevalensi
hiperusemia pada laki-laki 4 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pada
usia lebih dari 65 tahun rasio hipeurisemia karena perbedaan gender tersebut
menyempit menjadi 1:3 (wanita:pria) dengan gout dan/atau hiperurisemia.
Besarnya angka kejadian hiperusemia pada masyarakat Indonesia belum ada
data yang pasti. Prevalensi hiperurisemia pada penduduk di Jawa Tengah
adalah sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan.
Insiden gout meningkat dengan usia, memuncak pada usia 30 sampai
50 tahun, dengan kejadian tahunan berkisar dari 1 dalam 1.000 untuk pria
berusia antara 40 hingga 44 tahun dan 1,8 banding 1.000 bagi mereka yang
usia 55-64 tahun.Tingkat terendah gout yaitu pada wanita muda, kira-kira 0,8
kasus per 10.000 pasien.

2. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Penyebab pasti gout masih belum diketahui. Gout mempengaruhi lakilaki sekitar tujuh sampai sembilan kali lebih sering daripadawanita.Penyebab
hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang bisa menimbulkan
manifestasi gout, dibedakan menjadi penyebab primer pada sebagian besar
kasus, penyebab sekunder dan idiopatik. Penyebab primer berarti tidak
penyakit atau sebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang didapatkan
adanya penyebab yang lain, baik genetik maupun metabolik. Pada 99% kasus
gout dan hiperurisemia dengan penyebab primer, ditemukan kelainan
molekuler yang tidak jelas (undefined) meskipun diketahui adanya mekanisme
undersecretion pada 80-90% kasus dan overproduction pada 10-20% kasus.
Sedangkan kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, bisa melalui
mekanisme overproduction dan mekanisme undersecretion.
Faktor Risiko Gout:

Herediter(genetik) atau pun riwayat keluarga


Diturunkan secara herediter dalam keluarga.

Sex
Lebih umum pada pria. Pada wanita umumnya saat menopause.

Usia
Sekitar usia 20-40an. Paling menyerang pada usia 40 tahunan. Sangat
jarang menyerang anak-anak.

Aktivitas korteks adrenal


Kortikosteroid berpengaruh terhadap timbulnya serangan gout. Ketika
korteks terstimulasi untuk melakukan produksi berlebih (misalnya oleh
ACTH, atau trauma surgical), steroid akan terkumpul akibat stimulasi
tersebut dan muncul serangan gout.

Perubahan vaskular
Ekstremitas yang terserang gout menunjukkan kenaikan aliran dan
amplitudo darah dan menimbulkan nyeri hebat. Misalnya pada pasien
hipertensi.

Penurunan urinary 17-ketosteroid


Terbentuk dari metabolisme adrenokortikal dan androgen testikular.

Penurunan di bawah 3 mg/24 jam dapat menimbulkan gout


Obesitas
Penyakit gout diakibatkan karena adanya hiperurisemia dalam tubuh,
dimana pengaruh dari nutrisi dari pasien mempengaruhi terjadinya
penyakit ini jika pasien banyak mengkonsumsi makanan yang

mengandung purin dan mengandung protein yang tinggi maka akan


semakin rentan terkena penyakit gout.

Konsumsi alkohol
Bir bukan hanya berisi alkohol tetapi juga purin.Standard bir selain
mengandung alkohol, juga mengandung 8mg purin per 100ml.

Fungsi ginjal menurun


Kadar asam urat menjadi sangat tinggi jika ginjal tidak dapat
membuangnya melalui air kemih.
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh

pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya.


Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin yang akan difiltrasi secara
bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian
kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan
dikeluarkan melalui urin.
Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga
sumber: purin dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan,
pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran
metabolisme menghasilkan diantaranya asam urat.

Beberapa sistem enzim mengatur metabolisme purin.Bila terjadi sistem


regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan.
Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya
peningkatan

penguraian

asam

nukleat

dari

jaringan,

seperti

pada

myeloproliferative dan lymphoproliferative disorder. Purin dari makanan tidak


ada artinya dalam hiperurisemia, selama semua sistem berjalan dengan
normal.
Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam
urat berlebih: peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP)
synthetase menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci
sintesa purin, berarti juga asam urat.Yang kedua adalah defisiensi
hypoxanthine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT).
Defisiensi HGPRT meningkatkan metabolisme guanine dan hipoxantin
menjadi asam urat. Berkurangnya ekskresi asam urat ditemukan pada kurang
lebih 90 % penderita gout. Penyebab kurangnya ekskresi asam urat tidak
diketahui,

tetapi

faktor

seperti

obesitas,

hipertensi,

hiperlipidemia,

menurunnya fungsi ginjal, konsumsi alkohol dan obat- obatan tertentu


memegang peranan.Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan hiperurisemia
dan gout.Diuretik loop dan tiazid, yang menghalangi ekskresi asam urat pada
distal tubular, adalah obat penyebab hiperurisemia.Jarang menyebabkan gout
akut, tetapi mendorong terbentuknya tofi di sekitar sendi yang rusak, terutama
pada jari. Salisilat dosis rendah memberi efek yang sama. Obat sitoksik
menyebabkan produksi asam nukleat berlebih pada pengobatan leukemia,
limfoma, karena mereka meningkatkan kecepatan sel mati.
Yang perlu diketahui juga berkaitan dengan patofisiologi GA (Gout
Arthritis) adalah kelarutan asam urat berkurang pada cuaca yang dingin dan
pH yang rendah.Kemungkinan penyebab mengapa pada cuaca dingin lebih
terasa nyeri.Selain itu estrogen cenderung mendorong ekskresi asam urat,
kemungkinan penyebab mengapa insidensi perempuan premenopause rendah.
Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan
metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi:
1. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal

3. Peningkatan

produksi

disebabkan oleh tumor

asam
(yang

cellular

peningkatan

sintesis

purin

urat,

misalnya

meningkatkan
turnover)

atau

(karena

defek

enzim-enzim

atau

mekanisme umpan
balik inhibisi yang berperan)
4. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal
mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi
melalui beberapa cara:
1. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan
C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil
ke jaringan (sendi dan membran sinovium). Fagositosis terhadap
kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien,

terutama leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya


enzim lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam
sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan
berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF.
Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di
samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan untuk
menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera
jaringan.
Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulang akan
menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut
tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut
endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai
dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit,
fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat
menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh
fusi sendi (ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon,
bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal
dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan penurunan clearance


ginjal atau kelebihan produksi asam urat, mengarah ke hyperuricemia. Seperti
dijelaskan pada gambar di bawah ini

3. GEJALA DAN TANDA


Sekitar 50% serangan pertama artritis gout yang akut akan mengenai
ibu jari kaki atau yang lebih jarang lagi, punggung kaki, pergelangan kaki
atau tumit yang terasa panas, membengkak, kemerahan, nyeri, dan inflamasi
dan bisa disertai dengan demam. Gejala-gejala klinik hiperuresemia dapat
dibagi dalam 4 stadium:
1. Stadium I

Tidak ada gejala yang jelas. Keluhan umum, sukar berkonsentrasi. Pada
pemeriksaan darah kadar asam urat tinggi.
2. Stadium II
Sendi menjadi bengkak dalam beberapa jam, menjadi panas, merah,
sangat nyeri. Kadang-kadang terjadi efusi di sendi-sendi besar. Tanpa
terapi, keluhan dapat berkurang sendiri setelah 4 sampai 10 hari,
pmbengkakan dan nyeriberkurang, dan kulit mengupassampai normal
kembali. Kadang-kadang lebih dari satu sendi yang diserang (migratory
polyarthritis).
3. Stadium III
Pada stadium ini di antara serangan-serangan artritis akut, hanya
terdapat waktu yang pendek, yang disebut fase interkritis.
4. Stadium IV
Pada stadium ini penderita terus menderita artritis yang kronis dan tophi
sekitar sendi, juga pada tulang rawan dari telinga. Akhirnya sendi-sendi
dapat rusak, mengalami destruksi yang dapat menyebabkan cacat sendi.

4. PERUBAHAN BIOLOGIS
Pada penderita gout terjadi pembengkakan, dapat di bagian dorsal
kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan, jari, dan siku.
Pembengkakan ini menyebabkan seseorang sulit untuk melakukan aktivitas
fisik rutin. Serangan biasanya dimulai pada malam hari, dengan pasien
terbangun dari tidurnya dengan rasa nyeri yang menyiksa. Pada umumnya
dapat terjadi demam dan leukositosis. Serangan yang tidak diobati dapat
berlangsung selama 3 14 hari sebelum penyembuhan spontan.

5. DIAGNOSIS

Diagnosis seringkali ditegakkan bedasarkan gejalanya yang khas dan


hasil pemeriksan terhadap sendi. Diagnosis gout diperkuat oleh kadar asam
urat yang tinggi di dalam darah. Tetapi pada suatu serangan akut, kadar asam
urat seringkali normal. Pada pemeriksaan terhadap cairan sendi dibawah
mikroskop khusus akan tampak kristal urat yang berbentuk seperti jarum
kristal asam urat. Adapun kriteria diagnosis gout akut (Depkes RI, 2006)
terjadi pada :
a. Pada pasien yang sesuai dengan paling sedikit 6 kriteria diagnosis di
bawah ini

Lebih dari satu serangan Arthritis akut


Maksimum inflamasi timbul dalam waktu 24 jam
Serangan monoArthritis (85%-90% dari serangan awal)
Sendi kemerah-merahan
Sendi MTP pertama nyeri atau bengkak
Serangan unilateral sendi MTP pertama (50%-70% awal, akhirnya 90% )
Serangan unilateral pada sendi tarsal
Tofi (dugaan klinis atau dibuktikan secara histologi)
Hiperurisemia
Sendi bengkak asimetris (klinis atau x-ray)
Temuan x-ray termasuk subkortikal cyst(s) tanpa erosi dalam sendi
Serangan berhenti total (hilangnya semua simtom dan tanda-tanda)
Tidak ada mikroba dalam cairan synovial

b. Pada pasien yang mempunyai semua kriteria Diagnosis di bawah ini


Sejarah berulang monoArthritis akut
Respons cepat terhadap obat antiinflamasi
Hiperurisemia atau tofi
6. TUJUAN TERAPI

Mengatasi serangan akut.

Mencegah kekambuhan serangan gout pada persendian (gouty arthritis).

Mencegah komplikasi yang terkait dengan tertimbunnya kristal urat pada

jaringan dalam jangka waktu lama.


Mencegah atau mengembalikan kondisi yang sering terkait dengan gout,
seperti obesitas, kenaikan trigliserida dan hipertensi.

7. STRATEGI TERAPI

Meredakan radang sendi (dengan obat-obatan dan istirahat sendi yang

terkena).
Pengaturan asam urat tubuh (dengan pengaturan diet dan obat-obatan).

8. TATALAKSANA TERAPI
A. Terapi Non Farmakologis
Gout dipengaruhi oleh faktor diet spesifik seperti kegemukan,
alkohol,

hiperlipidemia,

dan

sindrom

resistensi

insulin.

Terapi

nonfarmakologi yang dapat disarankan pada pasien gout akut antara lain:
1. Penurunan berat badan
2. Mengurangi asupan makanan tinggi purin
3. Mengurangi konsumsi alkohol
4. Meningkatkan asupan cairan
5. Mengkompres sendi yang sakit dengan es dan mengistirahatkan selama
1 2 hari

Makanan kadar
purin tertinggi

Makanan dengan
kadar purin tinggi

Makanan dengan
kadar purin

(150 825 mg/100


gm)

Sweetbreads
Anchovies
Sarden

(50 150 mg/100 gm)

terendah
(0 15 mg/100 gm)

Daging, unggas, ikan

Buah

Lobster, tiram,
kepiting, belut

Sayur (selain yang


disebutkan tinggi
purin)

Hati

Dried beans, peas


and lentils

Roti, sereal, biji-bijian

Ginjal

Bayam, Melinjo

Susu, Keju

Oatmeal, wheat gem,


bran

Telur, telur ikan


Gula, sirup, gelatin

Selain itu, pasien juga dapat disarankan untuk mengurangi konsumsi


garam untuk mencegah terjadinya nefrolitiasis, mengurangi asupan lemak
jenuh dan jika pasien menderita hipertensi, hindari penggunaaan diuretic.
B. Terapi Farmakologis
a. GOUT ARTHRITIS AKUT
Pada sebagian besar pasien, serangan akut gouty arthritis dapat
diterapi dengan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dosis tinggi jangka
pendek. Algoritmanya sebagai berikut :

Gouty Arthritis akut

Kontraindikasi dengan NSAID


Ya

Tidak

Onset gejala
< 48 jam

NSAID
Tidak

Ya

Respon tidak adekuat

Jumlah sendi yang terlibat

>1

Kolkisin oral

Respon tidak adekuat

Sendi dapat diakses untuk


Kontraindikasi
injeksi
terhadap kortikosteroid sistemik

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Kortikosteroid Intraartikular
Analgesik dan
Kortikosteroid
joint rest +/-parenteral
kolkisin oral
atau oral +/- kortikosteroid intraartikular

(Ernst et al., 2008)

1. NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drug)


NSAID adalah terapi utamauntuk serangan akut gouty arthritis
karena keunggulan efikasi dan toksisitas yang minimal pada penggunaan
jangka pendek. Indometasin secara historis telah menjadi NSAID pilihan
dalam terapi gout akut. Belum ada bukti yang menyatakan salah satu
NSAID lebih unggul dari yang lain dalam terapi gout, tetapi indometasin,
naproxen dan sulindak telah di-approve oleh FDA untuk indikasi gout.
Faktor utama dalam keberhasilan terapi dengan NSAID adalah memulai
terapi sesegera mungkin, dengan dosis maksimum pada saat onset gejala,
dilanjutkan selama 24 jam setelah hilangnya serangan akut dan dilakukan
tappering dosis selama 2 3 hari. Pada sebagian besar pasien, hilangnya
gejala dapat terjadi 5 8 hari setelah terapi dimulai (Ernst et al., 2008).
Mekanisme aksi NSAID menghambat enzim cyclooxygenase-1 dan 2
sehingga mengurangi pembentukan prekusor prostaglandin yang
merupakan mediator inflamasi.
Semua NSAID memiliki resiko efek samping yang sebanding,
antara lain :
-

sistem gastrointestinal : gastritis, perdarahan dan perforasi

ginjal : penurunan klirens kreatinin, renal papillary necrosis

kardiovaskuler : retensi cairan dan natrium, peningkatan tekanan


darah

sistem saraf pusat : gangguan fungsi kognitif, sakit kepala, pusing


Oleh karena itu, penggunaan semua NSAID harus diwaspadai pada

pasien dengan riwayat ulkus lambung, gagal janting kongestif, hipertensi


yang tidak terkontrol, insufisiensi renal, penyakit arteri koroner dan
pasien yang menerima terapi antikoagulan.
2. Kolkisin

Kolkisin adalah obat antimitotik yang sangat efektif dalam


mengatasi serangan gout akut, tetapi memiliki rasio manfaat-resiko yang
paling rendah diantara obat-obat gout yang tersedia. Mekanisme aksi dari
kolkisin adalah mengurangi motilitas leukosit sehingga mengurangi
fagositosis pada sendi serta mengurangi produksi asam laktat dengan cara
mengurangi deposit kristal asam urat

yang berperan dalam respon

inflamasi.
Ketika diberikan dalam 24 jam pertama setelah serangan, kolkisin
memberikan respon dalam beberapa jam setelah pemberian pada 2/3
pasien. Meskipun sangat efektif, penggunaan kolkisin oral dapat
menyebabkan efek samping gastrointestinal (dose dependent) meliputi
nausea, vomiting dan diare, selain itu juga dapat terjadi neutropenia dan
neuromiopati aksonal. Oleh karena itu, kolkisin hanya digunakan pada
pasien yang mengalami intoleransi, kontraindikasi, atau ketidakefektifan
dengan NSAID.
Kolkisin dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Jika tidak
ada kontraindikasi atau kondisi insufisiensi renal, dosis awal yang biasa
digunakan adalah 1 mg, dilanjutkan dengan 0,5 mg setiap 1 jam sampai
sakit pada sendi reda, atau terjadi ketidaknyamana pada perut atau diare,
atau pasien telah menerima dosis total 8 mg. Untuk terapi profilaksis,
dosisnya harus diturunkan tidak lebih dari 0,6 mg per hari pada setiap
hari yang berlainan. Kolkisin i.v menimbulkan efek samping yang serius
sehingga sebaiknya dihindari jika ada terapi lain yang lebih aman.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan dalam terapi gout akut pada kasus
resistensi atau pada pasien yang kontraindikasi atau tidak berespon
terhadap NSAID dan kolkisin, serta pasien dengan nyeri gout yang
melibatkan banyak sendi. Kortikosteroid dapat digunakan secara sistemik
maupun dengan injeksi intraartikuler. Mekanisme aksinya mengurangi

inflamasi dengan cara menekan migrasi polimorphonuclear leukocyte


dan menurunkan permeabilitas kapiler.
Pada pasien gout yang melibatkan berbagai sendi, digunakan
prednison (atau obat yang ekuivalen) 30 60 mg secara oral selama 3
5 hari. Untuk mencegah terjadinya rebound akibat putus obat, hendaknya
dilakukan tappering dosis dengan penurunan 5 mg selama 10 14 hari.
Sebagai alternatif, jika pasien tidak dapat menggunakan terapi oral, dapat
diberikan injeksi intramuskuler kortikosteroid aksi panjang seperti
metilprednisolon. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dapat diberikan
kolkisin dosis rendah sebagai adjunctive therapy pada kortikosteroid
injeksi. Pada serangan akut yang terbatas pada 1 atau 2 sendi, dapat
digunakan triamcinolone acetonide 20 40 mg secara intraarticular.
Kortikosteroid memiliki banyak efek samping, sehingga harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien diabetes, riwayat masalah
gastrointestinal, gangguan perdarahan, penyakit jantung, gangguan
psikiatrik. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang sebaiknya dihindari
karena menimbulkan resiko osteoporosis, penekanan jalur hipotalamuspituitari, katarak dan deconditioning otot.

Pengobatan menurut Depkes RI tahun 2006 dalam Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Arthritis Rematik Terapi Farmakologi Untuk Gout Akut
terdapat dalam tabel dibawah ini:
TERAPI LINI PERTAMA (PER ORAL KECUALI DIJELASKAN LAIN)
NSAID:
Ideal untuk pasien dibawah 65 tahun tanpa komorbiditas.
Naproksen 500 mg 2 kali sehari atau
Indometasin efektif, tetapi kurang menguntungkan, ada efek samping terutama untuk manula. Hati hati bagi manula
Ibuprofen 800 mg 3 kali sehari atau
terutama dengan sejarah peptic ulcer disease, pendarahan pada GI, CHF, serum kreatinin > 1,6 mg/dL, IBD, dalam
Indomethasin 50 mg 3 kali sehari untuk 2-3 hari, kemudian pengobatan Heparin atau warfarin.
kurangi dosis berangsur angsur sampai nyeri berhenti
Bila parenteral NSAID diindikasikan, pertimbangan ketorolak 30 atau 60 mg IM untuk dosis awal.
Celecoxib 200 mg 2 kali sehari

COX-2 selektif NSAID lebih baik untuk manula dan pasien dengan sejarah gastropati atau pendarahan. Efek yang tidak
dikehendaki pada ginjal dan hati seperti NSAID lainnya

Asetaminofen 500-1000 mg 4 kali sehari


Atau
Asetaminofen dengan 30 mg kodein 1-2 tab setiap 4 jam prn
Kantong es. Dibungkus handuk

Untuk nyeri saja, bukan antiinflamatori. Pemilihan analgetik berdasarkan tingkat nyeri dan toleransi/pilihan pasien. Batasi
dosis total asetaminofen sampai 4000 mg sehari (2000 mg sehari untuk peminum berat alcohol) dengan atau tanpa kodein.
Kemungkinan membutuhkan opioid yang lebih kuat untuk nyeri yang susah disembuhkan.
Dapat mengurangi nyeri, mencegah kontak langsung es dengan kulit untuk mencegah es burn; Hindarkan pada pasien PVD

Bidai
Istirahat di tempat tidur. Hindari latihan fisik

Akan membantu mengurangi nyeri pada hari-hari pertama.


Akan membantu mengurangi nyeri pada hari-hari pertama
TERAPI LINI KE DUA ( CORTICOSTEROID)
Pemakaian meningkat pada manula dan pasien dengan kontra indikasi NSAID
Terutama berguna untuk kondisi multiple sendi
Pakai dengan hati-hati pada asien dengan diabetes atau gagal jantung.
Jangka pendek relative aman, tetapi terlalu cepat menurunkan dosis dapat menyebabkan terserang arthritis kembali

Prednison 20-50 mg sehari secara peroral dengan penurunan


secara berangsur angsur sampai 7 hari atau
Triamcinolone 60 mg IM ulang dalam 1-4 hari atau
Metil prednisolone 40 mg/sehari IV berangsur turun dlm 7 hari
Kortikosteroid intra articular:
Prednisolon sodium fosfat 4-20 mg IA atau
Triamsinolon diasetat 2-40 mg IA

Rute pemberian kortikosteroid paling baik untuk monoarthritis, akan tetapi membutuhkan operator berpengalaman,
terutama untuk sendi kecil atau dalam
Berikan dengan bagian yang sama lidokain1% untuk efek analgetik yang cepat
Dosis berdasarkan pada ukuran sendi (misalnya 2-5 mg untuk jari, kurang lebih 25mg untuk lutut)
Kontra indikasi : sendi infeksi (tapis dengan WBC count dan gram stain dari cairan synovial, diikuti dengan kultur),
prostetik sendi, gangguan pendarahan.
Efek yang tidak dikehendaki kebocoran periarticular menyebabkan atrofi dari jaringan subkutan dan pigmentasi kulit local.
Hindari pengulangan injeksi dalam 3 bulan.

Kolkisin peroral 0,5 0,6 mg 3 atau 4 kali sehari (dosis rendah)

TERAPI LINI KE TIGA


Dosis tinggi lebih efektif tetapi biasanya tidak dapat ditoleransi (diare parah); dosis rendah berguna untuk pasien

Kolkisin peroral 0.5 mg setiap jam sampai simtom hilang atau


timbul efek samping (dosis tinggi); total dosis maksimum 4-6
mg

Yang tidak dapat memekai NSAID atau dapat serangan ringan. Hati hati untuk pasien manula dan pasien dengan penyakit
hati.Pemakaian intravena kolkisin makin dibatasi karena toksisitas sistemik. Pemakaian dibatasi hanya oleh yang ahli dan
situasi tertentu (contoh, tatalaksana pre dan post operasi)

b.PROPHILACTIC THERAPY OF INTERCRITICAL


Terapi ini dilakukan setelah serangan pertama, pada periode bebas
gejala dan terdapat kemungkinan kambuh. Dilakukan jika pasien
mengalami 2 kali serangan atau lebih tiap tahunnya dengan kadar asam
urat normal atau dengan sedikit kenaikan.
Kolkisin dosis 0,5- 0,6 mg efektif pada terapi pencegahan untuk
pasien tanpa adanya tophi atau normal atau sedikit kenaikan konsentrasi
asam urat dalam darah. Jika konsentrasi asam urat dalam serum berada
dalam rentang normal dan pasien bebas gejala dalam 1 tahun maka
penggunaan kolkisin sebagai terapi pencegahan dapat dihentikan. Pasien
harus diberi nasehat bahwa setelah penghentian terapi kemungkinan akan
terjadi kekambuhan serangan akut.
Pasien dengan sejarah kekambuhan dan peningkatan konsentrasi
asam urat secara signifikan dapat diterapi dengan uric-acid lowering
therapy untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah hingga< 6 mg /dl,
atau lebih baik jika < 5 mg/dl. Untuk menurunkan kadar asam urat dalam
darah dapat dilakukan dengan mengurangi sintesis asam urat (dengan
Xantin Oksidase Inhibitor), atau dengan meningkatkan ekskresi asam urat
lewat ginjal (dengan Uricosuric). Kolkisin kadang diberikan pada awal
bulan ke 6 sampai ke 12 selama pasien menjalani uric acid-lowering
therapy.
1. Xantin Oksidase inhibitor
Allopurinol adalah obat yang direkomendasikan di USA untuk
menghambat sintesis asam urat. Mekanisme aksinya adalah allopurinol
dan metabolitnya oxipurinol memblok tahapan akhir dari sintesis asam
urat dengan cara menghambat enzim Xantin oxidase, yaitu enzim yang
mengubah xantin menjadi asam urat. Selain itu, allopurinol juga
meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal dengan cara mengubah
asam urat menjadi prekusor oxipurine, hal ini mengurangi pembentukan
batu asam urat dan nefropati.

Allopurinol banyak digunakan sebagai drug of choice untuk


menurunkan kadar asam urat pada pasien underexcretors dan
overproducers. Allopurinol spesifik digunakan untuk pasien dengan
kategori :
a. Pasien yang mengalami Overproducers (Underexcretors) asam urat
b. Pasien dengan recurrence Tophaceous deposit atau batu asam urat
c. Pasien dengan komplikasi gagal ginjal (Dosis diturunkan)
Dosis terapi adalah 100 mg/hari 300mg/hari selama 1 minggu
kemudian dinaikkan sesuai kebutuhan sampai kadar asam urat 6 mg/dl.
Kadar asam urat dalam darah dapat dicek tiap seminggu sekali. Untuk
pasien dengan komplikasi tophaceous gout, diberikan dosis 400 mg/
hari- 600 mg/ hari. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah
800 mg/dl. Dosis normal 300 mg/hari untuk pasien dengan fungsi ginjal
normal dan diturunkan sampai 200 mg/hari untuk pasien dengan CrCl
60 ml/min dan diturunkan lagi sampai 100mg/hari untuk pasien dengan
CrCl 30 ml/min.
Pada 5% pasien penggunaan allopurinol tidak dapat ditoleransi efek
sampingnya. Efek samping ringan pada penggunaan allopurinol adalah
skin rash, leukopenia, gangguan GI, sakit kepala, dan urtikaria. Efek
samping berat yang terjadi adalah rash berat, hepatitis, interstitial
nephritis, dan eosinofilia. Reaksi hipersensitivitasdapat terjadi pada
dosis 200-400 mg/hari. Dan terjadi biasanya pada penderita gangguan
ginjal.
Dibawah ini adalah protokol untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi
atau pasien yang mengalami desensitisasi :

2. UricosuricDrug
Obat Uricosuric meningkatkan ekskresi asam urat dengan cara
penghambatan reabsorbsi asam urat pada tubulus postsecretory ginjal.
Gout dapat dicegah dengan cara penurunan konsentrasi asam urat dalam
darah hingga <5 mg/dl. Obat yang biasanya digunakan adalah
probenesid dan sulfinpirazon.Obat uricosuric ini masih digunakan di
Eropa, tapi belum disetujui di Amerika. Terapi dengan agen uricosuric
dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari uricosuria atau
kemungkinan terbentuknya batu asam urat.
Probenesid diberikan pada dosis inisial 250 mg dua kali sehari untuk 1
minggu. Kemudian ditingkatkan sampai 500 mg 2x sehari sampai kadar
asam urat dalam darah kurang dari 6 mg/dl, atau dosis ditingkatkan
sampai 2 g (dosis maksimal). Sedangkan sulfinpirazone diberikan 50
mg dua kali sehari 3-4 hari kemudian ditingkatkan 100 mg 2 kali sehari
dan ditingkatkan 100 mg tiap minggu sampai dosis maksimal 800
mg/hari.
Efek samping yang sering muncul karena penggunaan urosuric adalah
iritasi GI, rash dan hipersensitif, acute gouty arthritis, dan terbentuknya
batu. Uricosuric berinteraksi dengan aspirin yang dapat menyebabkan

kegagalan terapi. Probenecid dapat menghambat sekresi tubular asam


asam organik, sulfonamide, danindomethacin.Sulfinpirazone dapat
beraksi seperti agen antiplatelet, karena struktur kimianya mirip dengan
phenylbutazone sehingga penggunaannya harus sangat hati hati pada
pasien yang menerima terapi antikoagulan dan pasien yang menderita
peptic ulcer. Sulfinpirazone mungkin dapat menyebabkan juga blood
dyscrasia, sehingga penggunaannya perlu juga memonitor blood count
secara periodik.
Uricosuric terapi dikontraindikasikan dengan pasien yang mempunyai
gangguan ginjal (CrCl 50 ml/ menit), mempunyai riwayat batu ginjal,
dan pasien yang overproducer asam urat, pada kondisi ini obat yang
diberikan adalah allopurinol.
3. Micellaneousagent
Beberapa pengobatan lain yang juga efektif dalam mengobati gout
adalah Benzbromarone, Oxypurinol suatu metabolit allopurinol,
Uricase, dan Febuxostat. Selain itu juga dapat menggunakan lipidlowering agent yaitu fenofibrat yang meningkatkan klirens hypoxantine
dan xantine sehingga mereduksi kadar usam urat dalam darah.
Losartan (Angiotensin II reaseptor antagonis) dapat mereduksi kadar
asam urat dalam darah. Losartan menghambat reabsorbsi asam urat
pada renal tubular dan meningkatkan ekskresi asam urat.

c. ASYMPTOMATICHYPERURICEMIA
Ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah akan
tetapi tidak terdapat gejala dan tanda depotion disease(arthritis, tophi, dan
urolithiasis). Terapinya hanya menggunakan terapi supportif dan tidak
menggunakan obat. Terapi suportifnya antara lain, mengatur pengeluaran
urin (untuk mencegah terbentuknya batu asam urat), menghindari makan

makanan tinggi purin, dan secara berkala memonitor kadar asam urat
dalam darah(Larry, 2001). .

Hypoxanthine

inhibit

Xanthine oxidase

Allopurinol

Xanthine
inhibit

Xanthine oxidase

Uric acid
Probenesid Sulphinpyrazone
Increase
Excess
Urinary excretion

Arthropathy, Nephropathy, Urate Stone, Top

Tissue deposite of urat crystal

Phagocytosis

inhibit

Lactic acid

Tissue pH
Patofisiologi gout dan mekanisme serta tempat aksi obat yang digunakan dalam terapi
(Smith dan Aroson, 1992)

Kolkisin

9. KASUS
AG (45 tahun) seorang pria dengan jabatan tinggi di PLN datang ke
rumah sakit dengan keluhan nyeri hebat di pangkal ibu jari kaki kirinya.
Nyeri tersebut mulai dirasakannya sejak 2 malam yang lalu, setelah pagi
harinya dia menghadiri acara reuni angkatan teman-teman kuliah di fakultas.
Dia datang ke RS tanpa alas kaki.Dia hidup sendiri dan sejak 10 tahun yang
lalu dia merokok 2 bungkus setiap hari. Tahun ini sudah 3 kali dia mencoba
berhenti merokok, tetapi gagal, karena tiap berhenti merokok dia mengalami
cemas, insomnia, lapar, depresi dan merasa ketagihan terhadap rokok. Dia
juga kadangkala minum alcohol.
Riwayat penyakit
Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, hiperlipidemia sejak 6 tahun yang lalu,
dan alergi rhinitis karena dingin.
Riwayat pengobatan
HCTZ 25 mg p.o QD, aspirin 325 mg p.o QD, atorvastatin 20 mg p.o QD,
loratadine 10 mg p.o QD prn
Hasil Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
: TD = 134/85, HR = 90, RR = 22, T = 37,9 o C, Wt = 100
kg, TB = 175 cm
Ekstremitas

: pangkal ibu jari radang, eritema, dan nyeri

Hasil Tes Laboratorium


Asam urat
: 11,7 mg/dl
Total kolesterol : 174 mg/dl
Analisis Kasus
Subjective
Chief complain

:`nyeri hebat di pangkal ibu jari kaki kiri (2

History of Present illness

malam)
: hipertensi (5 tahun), hiperlipidemia (6 tahun),
rhinitis alergi

Social history
Family history
Past medical history

: merokok 2 bungkus sehari, alkohol


:: hipertensi (5 tahun), hiperlipidemia (6 tahun),

Alergi obat
Review of system
Medication history

rhinitis alergi
:: pangkal ibu jari radang, eritema, dan nyeri
: HCTZ 25 mg p.o QD, aspirin 325 mg p.o QD,
atorvastatin 20 mg p.o QD, loratadine 10 mg p.o
QD prn

Objective
TD
HR
RR
T
BMI
Asam urat
Total kolesterol
LDL

: 134/85
(terkontrol, target < 140/90)
: 90/menit
(normal = 70-110/menit)
: 20/menit
(normal = 12-24/menit)
o
: 37,9 C
(normal = 36,5 - 37,5o C)
2
: 100 kg/(1,75 ) = 32,65
(normal = 18,5 24,9)
: 11,7 mg/dl (normal = 2-8 mg/dL)
: 174 mg/dl (normal < 200 mg/dl)
: 85 mg/dL (normal < 100 mg/dl)
terkontrol setelah

terapi
TG
:115 mg/dL (normal < 150 mg/dl)
HDL
: 45 mg/dL
(normal > 40 mg/dl)
SrCr
: 1,0 mg/dL (normal = 0,5-1,4 mg/dL)
ClCr
: 98 mL/min (normal = 85-125 mL/min)
normal
GFR
: 110 mL/min (normal = 120 mL/min)
SGPT
: 30 IU/L
(normal <35 IU/L)
SGOT
: 30 IU/L
(normal <35 IU/L)
WBC
: 6,5x103/mm3 (normal = 4,5-10x103/mm3)
RBC
: 4,7 mil/mm3 (normal = 4,5-5,5mill/mm3)
Kalium
: 4,4 mEq/L (normal = 3,5 5 mEq/L)
Natrium
: 4,7 mEq/L (normal = 3,5-5,2 mEq/L)
Pemeriksaan mikroskop leukosit cairan sinovial terdapat kristal intraseluler
Assesment
Pasien menderita acute gout arthritis dan hiperurikemia
Plan:1. mengatasi serangan akut
2. mencegah terjadinya serangan kembali
3. mencegah komplikasi
4.mengobati penyakit penyerta
Terapi

Mekanisme

Dosis, Durasi dan


Biaya

Efek samping

Gout
dan Menghambat
enzim
Hiperurisemia COX-1 dan COX-2
sehingga
mengurangi
Piroxicam
pembentukan prekursor
(Feldene(R))
prostaglandin
Pfizer

Terapi awal 40 mg
dosis tunggal, lalu,
40 mg dosis terbagi
selama 4 hari.
Rp 105.900,-

Dapat menyebabakan peningkatan


resiko trombotik kardiovaskuler,
infark miokard, resiko pada GI,
iritasi, ruam kulit, anemia.

Hipertensi
Lisinopril
(Noperten(R) )
Dexa Medica

Mencegah
perubahan
angiotensin I menjadi
angiotensin
II
yang
berperan
penting
terhadap regulasi tekanan
darah arteri

10 mg 1x sehari
seumur hidup

Pusing, sakit kepal, lelah, astenia,


hipotensi ortostatik, mual, diare,
kram otot, ruang kulit, batuk

Hiperliidemia
Atorvastatin(A
torsan(R)
Sandoz

Menghambat HMG CoA 20 mg 1x sehari


reduktase
seumur hidup

Rp. 130.500,-/30
tablet

Rp. 149.333,-/14
tablet

konstipasi, kembung, dispepsia,


nyeri perut, sakit kepala, mual,
myalgia, astenia, diare, insomnia

Monitoring dan follow-up:


a. Monitor perbaikan gejala dengan penggunaan NSAID, jika symptom
belum membaik selama < 48 jam, pertimbangkan penggunaan obat lain
seperti colchicine oral dan injeksi intraarticular corticosteroid (jika
dimungkinkan).
b. Monitor kadar asam urat (goal : < 6 mg/dl)
c. Monitor tekanan darah seminggu sekali
d. Monitoring profil kolesterol (6 bulan sekali)
e. Monitoring berat badan dan BMI
f. Monitoring efek samping obat yang mungkin terjadi, seperti kejadian
batuk akibat penggunaan ACEI, jika terjadi batuk yang cukup
mengganggu bisa digunakan alternatif antihipertensi lain.
Komunikasi, informasi dan edukasi
a. monitoring elektrolit terutama kalium
b. hindari BENJOL (bayam, emping, nanas, jeroan, otak, lemak) dapat
memicu timbulnya asam urat.
c. hindari makanan tinggi purin seperti daging merah berasal dari domba
atau sapi, tiram, kepiting, kerang
d. hindari minuman bersoda dan alkohol
e. minum air minimal 2 L perhari
f. hindari faktor pemicu rhinitis alergi seperti dingin
g. menerapkan pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium (Natrium < 2,4
g/hari)
h. olah raga teratur seperti joging, jalan santai
i. mengurangi konsumsi kafein

j. menurunkan berat badan


k. mengurangi merokok
l. kompres menggunakan kantong es yang dibungkus handuk untuk
mengurangi nyeri
m. penggunaan bidai akan mengurangi nyeri pada hari-hari pertama
n. istirahat di tempat tidur saat nyeri di hari-hari pertama
o. membatasi makanan yang manis dan berlemak.

10. DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Arthtritis Rematik, Departement
Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2009, Drug Information Handbook, Lexycom, Amerika.
Dipiro,J., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th ed, Mc Graw
Hill, New York.
Ernst, M. E., Clark, E. C., Hawkins, D. W., 2008, Gout and Hyperuricemia, dalam
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L.
M., (Eds.), Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 7th Ed., 1539
1550, McGraw-Hill Companies, Inc., New York.
Larry N. Swanson, 2001, Hyperuricemia and Gout, In Shargel L., Comprehensive
Pharmacy Review, 4th Edition, hal 937-945, Lippincot William dan Wilkins,
USA.
Smith D. G, Aroson J.K., 1992, Oxford Clinical Pharmacology And Drug Therapy,
Second Edition.
Hidayat, R., 2009, Gout dan Hiperurisemia, Divisi Reumatologi Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPNCM,
Jakarta.
Kurniari, P.K., Kambayana G., Putra R.T., 2011, Hubungan Hiperurisemia dan
Fraction Uric Acid Clearance di Desa Tenganan Pegringsingan Karangasem
Bali, Divisi Rematologi, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP
Sanglah, Bali.

Anda mungkin juga menyukai