Anda di halaman 1dari 5

GUBERNUR

SUMATERA BARAT
No. Urut: 82, 2012

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT


NOMOR 82 TAHUN 2012
TENTANG
TATA CARA PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
Menimbang :

b.

c.

Mengingat : 1.

2.

a.
bahwa penyertaan modal sebagai salah satu
bentuk investasi Pemerintah Daerah perlu dikelola
dengan baik agar memberikan manfaat yang
optimal kepada daerah;
bahwa
pengelolaan
yang
baik
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ditentukan oleh kejelasan
arah dan peran pihak yang terkait dalam penyertaan
modal;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah;
Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang
Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun
1957
tentang
Pembentukan
Daerah-daerah
Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 112), Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik
726

Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387);
3. Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
2004
Perbendaharaan
Negara
(Lembaran
Negara
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578) ;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011;
9. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 10
Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor
30);
10. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 5
727

Tahun 2009 tentang Investasi Pemerintah Daerah


(Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun
2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Sumatera Barat Nomor 38);
Menetapkan

MEMUTUSKAN
:
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT
TENTANG
TATA
CARA
PENYERTAAN
MODAL
PEMERINTAH DAERAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Barat.
2. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera
Barat.
5. Penyertaan
Modal
adalah
bentuk
investasi
Pemerintah/Pemerintah Daerah pada Badan Usaha dengan
mendapatkan hak kepemilikan, temasuk pendirian Perseroan
Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas.
6. Badan Usaha adalah Perusahaan Daerah dan/atau Perseroan
Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
7. Badan usaha lainnya adalah Perusahaan Daerah Kabupaten/Kota/
Pemerintah Provinsi di Indonesia dan/atau Perseroan Terbatas
yang sahamnya diminati oleh Pemerintah Daerah.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi Sumatera Barat.
9. Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat
DPKD adalah Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi
Sumatera Barat.
10. Biro Perekonomian adalah Biro Perekonomian Sekretariat Daerah
Provinsi Sumatera Barat.
11. Biro Hukum adalah Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Sumatera Barat.
12. Inspektorat adalah Inspektorat Provinsi Sumatera Barat.
13. Direksi adalah Direksi Perusahaan Daerah, Perseroan Terbatas

dan/atau bentuk badan usaha lainnya yang sahamnya dimiliki


oleh Pemerintah Daerah.
BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan tentang tata cara penyertaan modal pemerintah daerah
bertujuan untuk memberikan kejelasan prosedur dalam melakukan
penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 3
Ruang lingkup tata cara penyertaan modal pemerintah daerah
meliputi penyertaan modal untuk :
a. pendirian Badan U saha;
b. penambahan penyertaan modal kepada Badan Usaha; dan/atau
c. pengembangan dan peningkatan kinerja Badan U saha lainnya.
BAB III
BENTUK PENYERTAAN MODAL
Pasal 4
(1) Dalam rangka pendirian dan/atau penambahan modal Badan
Usaha serta peningkatan kinerja Badan Usaha lainnya,
Pemerintah Daerah dapat melakukan penyertaan modal daerah;
(2) Penyertaan modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berbentuk uang dan/atau barang;
Pasal 5
(1) Nilai nominal penyertaan modal dalam bentuk barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) merupakan nilai
appraisal;
(2) Appraisal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Biro Pengelolaan Asset pada Sekretariat Daerah dengan
menggunakan lembaga independen;
BAB IV
PERENCANAAN PENYERTAAN MODAL
Pasal 6
(1) Perencanaan penyertaan modal didasarkan atas pengkajian
kelayakan penyertaan modal;
(2) Kelayakan penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya meliputi aspek yuridis, aspek teknis,
serta aspek finansial dan aspek ekonomi untuk jangka waktu

minimal 10 tahun dengan berpedoman kepada ketentuan


peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
(1) Pengkajian kelayakan penyertaan modal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dilakukan oleh Tim Penilai Kelayakan Penyertaan
Modal.
(2) Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh
Asisten yang membidangi ekonomi, dengan anggota terdiri dari
anggota tetap dan anggota tidak tetap yang ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
(3) Anggota tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
dari :
a. Wakil dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. Inspektorat;
c. Biro Perekonomian; dan
d. Biro Hukum.
(4) Anggota tidak tetap sebagaimana dimaksud pad a ayat (2),
terdiri dari :
a. Biro Pengelolaan Aset Daerah;
b. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bidang tugasnya terkait
dengan bidang usaha Perseroan; dan/ atau
c. Unsur Perguruan Tinggi.
Pasal 8
(1) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 bulan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang untuk penyertaan modal yang memerlukan kajian
teknis yang mendalam.
Pasal 9
Hasil pengkajian kelayakan penyertaan modal disampaikan oleh Biro
Perekonomian kepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan.
BAB V
TATA CARA PENYERTAAN MODAL
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 10
(1) Pengkajian kelayakan penyertaan modal untuk pendirian Badan

Usaha didasarkan pada:


a. Rencana Induk Penyertaan Modal Daerah; dan
b. data dan informasi yang diperoleh dari perorangan dan/atau
badan hukum bisnis yang bergerak dalam bidang yang sama
atau diperkirakan sama dengan Badan Usaha yang akan
didirikan.
(2) Rencana Induk Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Penambahan
Pasal 11
(1) Pengkajian kelayakan penyertaan modal untuk penambahan
penyertaan modal pada Badan Usaha didasarkan pada :
a. Rencana Induk Penyertaan Modal Daerah; dan
b. rencana bisnis yang disiapkan Direksi Badan Usaha.
(2) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat besaran, rincian penggunaan serta manfaat
penyertaan modal.
(3) Manfaat penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sekurang-kurangnya memuat :
a. penyerapan tenaga kerja
b. dampak terhadap pengembangan ekonomi masyarakat;
c. peningkatan omzet; dan
d. laba perusahaan.
Bagian Ketiga
Pengembangan dan Peningkatan Kinerja
Pasal 12
(1) Penyertaan modal untuk pengembangan dan peningkatan
kinerja
Badan
Usaha
lainnya
sekurang-kurangnya
mempertimbangkan :
a. Perkembangan atau kinerja usaha yang meliputi
(a) perkembangan asset;
(b) Tingkat keuntungan; dan
(c) Tidak memiliki kredit macet.
b. prospek atau perkiraan perkembangan usaha kedepan.
(2) Keputusan untuk melakukan penyertaan modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila diperkirakan deviden
yang akan diterima Pemerintah Daerah minimal sarna dengan
tingkat jasa giro Pemerintah Daerah;

Pasal 13
Besaran penyertaan modal sebagai modal disetor awal untuk
pendirian Badan Usaha minimal 25 (duapuluh lima) persen dari nilai
investasi dan modal kerja selama 10 (sepuluh) tahun yang tertuang
dalam kelayakan penyertaan modal.
Pasal 14
Usulan penambahan penyertaan modal sebagaiaman dimaksud
dalam Pasal 11 disampaikan oleh Direksi kepada Gubernur melalui
Biro Perekonomian.
Pasal 15
(1) Biro yang membidangi Perekonomian menyiapkan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Daerah;
(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibahas dengan Tim Penilai Kelayakan Penyertaan Modal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
(3) Ranperda hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada Biro Hukum untuk diproses sesuai
dengan ketentuan perundang- undangan.
Pasal 16
Penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah
dicantumkan dalam Rancangan APBD.
(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 17
Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal
Daerah, Direksi Badan Usaha menyampaikan surat pencairan
penyertaan modal kepada Kepala SKPD;
Dalam hal nominal penyertaan modal yang diminta Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih kecil dari nilai
nominal yang terdapat pada
APBD, Direksi harus melampirkan rencana pemanfaatan
penyertaan modal dan manfaat yang akan diperoleh dari
penyertaan modal;
Berdasarkan surat pencairan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala DPKD menyampaikan Nota Persetujuan Pencairan
Dana kepada Gubernur.
BAB V
PENATAUSAHAAN PENYERTAAN MODAL
Pasal 18

(1) Bukti Kepemilikan dari modal yang disetorkan Pemda kepada


Badan Usaha harus disampaikan oleh Direksi kepada Gubernur.
(2) Bukti kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicatat, dibukukan dan disimpan oleh Kepala DPKD selaku BUD.
(3) Dalam hal bukti kepemilikan saham belum disampaikan, Kepala
DPKD selaku BUD harus meminta bukti kepemilikan kepada
Direksi.
(4) Tata cara pencatatan dan pembukuan bukti kepemilikan saham
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Bukti kepemilikan saham dapat disimpan pada Badan usaha
atau di tempat lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.
(2) Dalam hal bukti kepemilikan disimpan pada Badan Usaha,
diperlukan Berita Acara Penyimpanan yang ditandatangani oleh
Direksi Perseroan.
(3) Dalam hal bukti kepemilikan saham disimpan di tempat lain,
diperlukan Berita Acara Penyimpanan yang ditandatangani oleh
Pimpinan lembaga penyimpan bukti kepemilikan saham.

(1)

(2)
(3)
(4)

BAB VI
PENGAWASAN,EVALUASIDANPELAPORAN
Pasal 20
Untuk kepentingan pengembangan Badan Usaha dan
manfaatnya bagi daerah, Gubernur dapat menugaskan
Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan tahunan dan
insidentil.
Pemeriksaan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah selesai dilakukan audit oleh Akuntan Publik.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
pada Badan U saha bukan lembaga keuangan dan sahamnya
dimiliki oleh pemerintah daerah minimal 51 %.
Inspektorat harus menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Gubernur dengan
ditembuskan kepada Badan Usaha dan Badan Usaha wajib
menindaklanjutinya.

Pasal 21
(1) Biro
Perekonomian
dengan
mempertimbangkan
hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 mengkaji
dan menganalisa materi RUPS serta memberikan masukan

tertulis kepada Gubernur sebelum RUPS dilaksanakan.


(2) Dalam
hal
tertentu,
Biro
Perekonomian
dapat
mengkoordinasikan masukan RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan SKPD terkait.
Pasal 22
(1) Biro Perekonomian bersama Tim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 melakukan evaluasi terhadap penyertaan modal daerah.
(2) Evaluasi dapat dilakukan sewaktu-waktu apabila dipandang
perlu guna penyelamatan penyertaan modal daerah yang telah
dilakukan pada Badan Usaha.
Pasal 23
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 beserta
rekomendasinya disampaikan oleh Biro Perekonomian kepada
Gubernur
Pasal 24
Berdasarkan persetujuan Gubernur, Biro Perekonomian menyiapkan
surat untuk penyampaian hasil evaluasi dan rekomendasinya untuk
ditindaklanjuti Direksi Badan Usaha.
Pasal 25
(1) Biro Perekonomian menyampaikan laporan perkembangan
penyertaan modal kepada Gubernur;
(2) Laproan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sekurangkurangnya 1 (satu) sekali setahun.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita
Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Ditetapkan di Padang
Pada tanggal 11 Oktober 2012
GUBERNUR SUMATERA BARAT
dto

IRWAN PRAYITNO
Diundangkan di Padang
Pada tanggal 11 Oktober 2012
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
SUMATERA BARAT
dto
ALI ASMAR
BERITA DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2012 NOMOR :
82

Anda mungkin juga menyukai