Anda di halaman 1dari 8

Sindrom Steven-Johnson dan Penatalaksanaannya

Lilian Angrek, Inge Pradita, Angelia Yohana, Virginia Marsella, Dhanny.J, Haryati Kaseh,
Yoan Caroline, Raffella Binti Jeffry
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 - Jakarta Barat
E-mail: haryaty.kaseh@yahoo.com

Abstrak
Obat merupakan zat yang dipakai untuk menegakan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.
Pemberian secara topikal dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan obat
lewat kulit. Pemakaian obat juga bisa menyebabkan masyarakat mengalami alergi
obat.Sindrom Steven-Jhonson adalah kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula dapat
disertai purpura yang mengenai kulit, slaput lendir orifisum dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dari baik sampai buruk.
Kata Kunci : sindrom steven-jhonson, alergi obat
Abstract
Drugs are substances that are used to enforce the diagnosi , prophylaxis, and treatment .
Topical administration can also cause systemic allergic, due to the absorption of drugs
through the skin . Use of medication can also cause people to experience allergy
medications. Sindrom Steven-Johnson is a disorder of skin erythema, vesicles / bullae can be
accompanied purpura on the skin, mucous slaput orifisum and eyes with the general state
varies from good to bad.
Keyword : steven - jhonson syndrome , drug allergy
Pendahuluan
Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.
Pemberian secara topikal dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan obat
lewat kulit. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga reaksi
terhadap obat juga meningkat yaitu reaksi simpang obat (adverse drug reaction). Obat masuk

kedalam tubuh secara sistemik, berarti melalui mulut, hidung, telinga, vagina, suntikan atau
infus. Juga dapat sebagai obat kumur, obat mata, tapal gigi, dan obat topikal. Pemakaian obat
juga bisa menyebabkan masyarakat mengalami alergi obat. Salah satu penyakit karena alergi
obat adalah sindrom steven-johnson. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai
sindrom steven-jonson sesuai dengan skenario yang dberikan yaitu laki-laki 14 tahun kulitnya
melepuh setelah minum obat 2 hari yang lalu.
Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama, alamat, umur, dan pekerjaan. Penyakit muskuloskeletal dapat menyerang
semua umur danj enis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada
kelompok umur dan jenis kelamin tertentu.1
b. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien ke dokter atau mencari
pertolongan. Dalam menulis keluhan utama harus disertai dengan waktu , berapa lama
pasien mengalami keluhan tersebut.1
c. Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaaan kesehatan pasien sejak sebelum mengalami keluhan utama tersebut samapi
datang berobat. Dalam melakukan anamnesis sebaiknya didapatkan data-data ssebagai
berikut:
1. Sebelum timbul lepuh pada kedua lengan , badan atas, bokong dan kedua paha,
apakah pasien tersebut mengkonsumsi obat atau sesuatu yang dicurai sebgai
pencetus lepuh tersebut. Hal tersebut perlu ditanyakan karena sindrom Stevens
Johnson biasanya disebakan alergi obat.
2. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
3. Keluhan-keluhan lain yang menyertai keluhan utama tersebut seperti demam,
lemas, mual, muntah, dan adakah gambaran alergi.1
d. Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter
seperti alergi.1
e. Riwayat kebiasaan dan ekonomi perlu ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari dan apakah pasien memiliki
kebiasaan merokok, minum minuman berakohol dan penyalahgunaan obat-obat
terlarang.1
Pemeriksaan Fisik

Pada SSJ ini dapat dilakukan pemeriksaan inspeksi. Pasien akan menunjukkan trias kelainan
berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisum dan kelainan mata, yaitu:

Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga dapat ditemukan
purpura. Pada kasus berat, lesi dapat ditemukan secara generalisata.2

Kelainan selaput lendir di orifisum


Kelainan selaput lendir yang tersering adalah kelinan mukosa mulut dari pada di
orifisum genital eksterna, lubang hidung dn anus. Kelainannya berupa vesikel dan
bula yang cepat memecah sehingga terjadi erosi, ekskoriasi dan krusta kehitaman
dimukosa mulut juga dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelianan yang sering
tampak ialah krusta berwarna hitam dan tebal.
Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas
dan esofagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar menelan dan kelainan di
faring membuat keluha sukar bernafas.2

Kelainan mata
Kelaianan mata yang tersering adalah konjungtivitis katarhalis. Selain itu juga dapat
terjadi konjungtivitus purulen, pendarahan, dan ulkus kornea. Selain itu juga kelainan
lain juga bisa ditemukan seperti nefritis dan onikolisis.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak digunakan untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan
laboratorium digunakan untuk mengevaluasi keperahan penyakit pasien dan untuk
tatalaksananya. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah darah tepi, analisis gas darah,
fungsi ginjal, fungsi hepar , kadar elektrolit, albumin dan protein darah, gula darah dan foto
rontgen paru.3

Histopatologi
Gambaran Histopatologinya sesuai dengan Eritema Multiforme, bervariasi dari perubahan
Dermal yang ringan sampai Nekrolisis Epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa : 1.

Infiltrat Sel Mononuklear disekitar pembuluh pembuluh darah Dermis Superfisial. 2.


Edema dan Ekstravasasi sel darah merah di Dermis Papular. 3. Degenerasi Hidrofik lapisan
Basalis sampai terbentuk Vesikel Subepidermal. 4. Nekrosis sel Epidermal dan kadang
kadang di Adnexa. 5. Spongiosis dan Edema Interasel di Epidermis. Pemeriksaan
histopatologi tidak penting untuk diagnosis, karena kelainannya sesuai dengan Eritema
Multiforme.4
Differential Diagnosis
Staphyloccocal Scalded Skin Syndrome (SSSS). Kelainan ini umumya menyerang usia yang
lebih muda. Anak-anak merupakan faktor resiko pada SSSS karena kekurangan imunitas dan
kemampuan renal imatur dalam pembersihan toksin. Antibodi maternal dapat ditransfer
kepada infant melalui ASI tetapi SSSS masih dapat terjadi karena indadekuat imunitas dan
imatur ginjal. SSSS merupakan keadaan kulit yang melepuh yang siebabkan oleh toksin dari
Staphyloccocus yang menyebar keseluruh tubuh.5
Nekrolisisi Epidermal Toksik (NET) Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom StevensJohnson. Pada NET terjadi nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas menyeluruh dan
keadaan umum penderita biasanya lebih buruk/berat.3
Working Diagnosis
Sindrom Steven-Jhonson adalah kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula dapat disertai
purpura yang mengenai kulit, slaput lendir orifisum dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dari baik sampai buruk.6
Epidemiologi
Sindrom Steven-Jhonson merupakan penyakit yang jarang. Angka kematiannya 5%-12%.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, terjadi peningkatan risiko pda usia diatas 40
tahun. Perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1,5:1.3

Etiologi

Salah satu penyebab sindrom Steven-Jhonson (SSJ) adalah alergi obat secara sistemik,
diantaranya adalah penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin,
antipiretik/analgetik (misalnya: derivat salisil/pirazolon, metamizol, mitampiron, dan
parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi
dan makanan.3
Gambaran klinik
Keadaan umumnya bervariasi dari ringan hingga berat. Untuk kesadarannya bergantung pada
berat ringannya penyakit. Pada kasus berat biasanya kesadaan pasien sangat menurun dan
bisa terjadi koma.
Predileksi sindrom Steven-Jhonson (SSJ) adalah generalisata kecuali pada kepala yang
berambut. Kelainan dapat dilihat pada kulit, sekitar lubang badan dan mata. Pada kulit
penderita biasanya terdapat vesikel, bula dan juga terdapat eritema. Pada beberapa pasien
juga terdapat purura yang dapat merupakan kelainan tunggal atau dapat bergabung dengan
kelainan lain.
Kelainan sekitar lubang badan yaitu sekitar mulut, alat genital, hidung dan anus berupa erosi,
eskoriasi, perdarahan, dan krusta berwarna merah hitam. Kelainan pada selaput lendir mulut
dan bibir selalu terdapat dan juga bisa meluas ke faring sehingga pada kasus yang penderita
tidak dapat dan minum. Kelainan sekitar lubang alat genital terdapat kasusnya juga banyak,
sekitar lubang hidung dan anus jarang ditemukan, kelainan yang sering dijumpai pada mata
yaitu konjungtivitis kataralis. Bila kasusnya lebih berta bisa berupa konjungtivitis purulenta
atau perdarahan dibawah konjungtiva.6(lihat gambar !)

Gambar 1: Sindrom Steven-Johnson6

Patogenesis

Diduga terjadinya kelainan ini diperankan oleh reaksi alergi tipe III dan tipe IV. Reaksi tipe
III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang nantinya akan mengaktivkan
sistem komplemen akibat adanya akumulasi sel neutrofil yang melepaskan lisozim yang
menyebabkan kerusakan jaringan.5 Reaksi tipe IV terjadi akibat sel limfosit T yang telah
tersesititasi dan menimbulkan kontak ulang dengan antigen yang sama, lalu sel T tersebut
melepaskan

limfokin

dan

menimbulkan

reaksi

peradangan.

Oleh

karena

proses

hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi:


1) kegagalan fungsi kulit yang mengakibatkan terjadinya kehilangan cairan;
2) kegagalan termoregulasi;
3) kegagalan fungsi imun;
4) infeksi.5
Penatalaksanaan
Penanganan terhadap penderita Sindrom Stevens-Johnson memerlukan tindakan yang tepat
dan cepat.penderita biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan yang perlu
dilakukan meliputi:
1. Kortikosteroid
Penggunaan obat Kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada Sindrom
Stevens Johnson yang ringan cukup diobati dengan Prednison dengan dosis 3040mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan kesadaran yang menurun dan
kelainan yang menyeluruh, digunakan Dexametason intravena dengan dosis awal 46x5 mg/hari. Setelah beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa
kritis telah teratasi),ditandai dengan keadaan umum yang membaik,lesi kulit yang
baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami Involusi. Pada saat ini dosis
Dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan sebanyak 5 mg. Setelah
dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet Prednison yang diberikan pada
keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari. Pada hari berikutnya dosis diturunkan
menjadi 10 mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10
hari. 4
2. Antibiotika
Penggunaan Antibiotika dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat efek
Imunosupresif Kortikosteroid yang dipakai pada dosis tinggi. Antibiotika yang dipilih

hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat


bakterisidal. Dahulu biasa digunakan Gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari.
Sekarang dipakai Netilmisin Sulfat dengan dosis 6 mg/kg BB/hari,dosis dibagi dua.
Alasan menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten terhadap
Gentamisin, selain itu efek sampingnya lebih kecil dibandingkan Gentamisin. 4
3. Menjaga Keseimbangan Cairan Elektrolit dan Nutrisi.
Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami kesukaran atau bahkan tidak
dapat menelan akibat lesi di mulut dan di tenggorokan serta kesadaran yang menurun.
Untuk ini dapat diberikan infuse berupa Glukosa 5% atau larutan Darrow. Pada
pemberian Kortikosteroid terjadi retensi Natrium, kehilangan Kalium dan efek
Katabolik. Untuk mengurangi efek samping ini perlu diberikan diet tinggi protein dan
rendah garam, KCl 3 x 500mg/ hari dan obat- obat Anabolik. Untuk mencegah
penekanan korteks kelenjar Adrenal diberikan ACTH (Synacthen depot) dengan dosis
1 mg/ hari setiap minggu dimulai setelah pemberian Kortikosteroid. 4
4. Transfusi Darah
Bila dengan terapi diatas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfuse darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama 2 hari
berturut-turut. Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki keadaan umum dan
menggantikan kehilangan darah pada kasus dengan purpura yang luas. Pada kasus
Purpura yang luas dapat ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari
intravena dan obat-obat Hemostatik. 4
5. Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosive dapat diberikan Sofratulle yang bersifat sebagai protektif
dan antiseptic atau Krem Sulfadiazin Perak. Sedangkan untuk lesi dimulut/bibir dapat
diolesi dengan Kenalog in Orabase. Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan
konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke bagian THT untuk mengetahui apakah ada
kelainan di Faring,karena kadang-kadang terbentuk pseudomembran yang dapat
menyulitkan penderita bernafas dan sebagaian penyakit dalam. Pemeriksaan sinar X
Thoraks perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada paru, misalnya
tuberculosis atau Bronchopneumonia Aspesifik.4
Komplikasi
Bronkhopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan
elektrolit, syok dan kebutaa karena gangguan lakrimasi.6

Prognosis
Umumnya prognosisnya baik, dapat sembuh sempurna tergantung perawatan dan terapinya
yang tepat. Jika terdapat purpura, maka prognosisnya lebih buruk. Angka kematian 5-15%.6
Kesimpulan
Dari skenario dikatakan bahwa pasien mengeluh adanya lepuh pada kedua lengan, badan atas,
bokong dan kedua paha setelah makan obat sejak 2 hari lalu. Dari penjelasan diatas dapat
dikatakan bahwa penderita menderita Steven-Johnson Syndrome. Prognosisnya bisa baik
apabila ditangani dengn cepat dan tepat.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.2705,2445-46.
2. Hamzah M. Djuanda A. Srindrom stevens-johnson. Dalam: Djuanda A. Hamzah M,
Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2005.h.163-5.
3. Effendi EH. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 7. Jakarta: Badan penerbit
FKUI;2016.h.199
4. Monica Dosen FKUWKS. Jurnal sindrom steven-johnson. Surabaya. Juli2008; 11(2)
5. Burns BT, Graham R. Lecture notes on dermatology.8 th ed. Jakarta: Erlangga Medical
Series;2005.h.152-4.
6. FKUI. Kapita selekta. Ed III jilid 2. Jakarta: Media aesculapius;2000.h. 136-37

Anda mungkin juga menyukai