Anda di halaman 1dari 4

Beberapa pemain yang terlibat di film ini antara lain Agus Kuncoro (Surya), Revalina S Temat

(Menuk), Reza Rahadian (Soleh), Endhita (Rika), Rio Dewanto (Hendra alias Ping Hen) dan
Hengky Sulaeman (Tan Kat Sun). Nggak cuma pemain-pemain utamanya, para pemain
pendukungnya pun bisa membawakan perannya dengan baik.
Film ? (tanda tanya) ini mengambil setting waktu mulai awal hingga akhir tahun 2010 di kota
Semarang, Jawa Tengah. Dimulai dari tahun baru 2010 berjalan ke perayaan Paskah, bulan
puasa / Ramadhan, hingga perayaan Natal dan ditutup saat malam Tahun Baru 2011.
Inti cerita, film ini bercerita tentang konflik sosial yang kerap terjadi di lingkungan masyarakat
Indonesia. Gesekan-gesekan antara masyarakat lokal dan keturunan China, pandangan penganut
agama yang satu dengan penganut agama lainnya yang kerap menjadi akar masalah, dsb.
Si Surya seorang pengangguran yang berusaha menjajal dunia akting tp selama ini terus menjadi
pemain figuran saja hingga akhirnya mendapat peran utama sebagai Yesus di pementasan drama
Paskah di sebuah gereja. Tentunya si Surya mengalami konflik batin di sini yang akhirnya
membawa dia berkonsultasi dulu ke seorang Ustad.
Menuk seorang wanita sholehah yang memilih menikah dengan Soleh yang merupakan seorang
pengangguran tapi taat beragama. Menuk sendiri bekerja di restoran Cina milik Tan Kat Sun,
yang merupakan orang yang sangat tolerir dengan umat lain tapi tidak dengan anaknya si
Hendra.
Di kemudian hari, si Soleh akhirnya mendapat pekerjaan sebagai anggota banser NU. Rika
sendiri seorang muslim yang memutuskan untuk memeluk agama Katholik, dan bagaimana dia
bertahan terhadap pandangan masyarakat umum terhadap dirinya.

Untuk mengetahui lebih detail tentang ringkasan ceritanya, mungkin bisa langsung mampir ke

situs resmi film tanda tanya ini ya, di sini : http://filmtandatanya.com/

KONTROVERSI FILM ?

Film ini memang menuai banyak kontroversi. Yang pertama adanya protes dari Banser NU
yang menilai film Tanda Tanya ini mendiskreditkan Banser di mata umum. Sedikit yang saya
kutip dari artikel kompas.com : Dalam film tersebut, Banser versi Hanung digambarkan sebagai
sosok yang mudah cemburu dan dangkal pengetahuannya.

Tapi jujur saja, saya pribadi menilainya malah sebaliknya koq. Kalaupun di film ini ada oknum
Banser yang berlaku tidak wajar, saya lebih melihat itu merupakan gambaran dari watak

perseorangan, tidak mewakili 1 organisasi Banser.


Kedua, adanya rencana MUI untuk mengeluarkan fatwa dan himbauan untuk menarik film ini
dari bioskop. Dari artikel yang saya baca sih, karena bertentangan dengan akidah ajaran agama

Islam. Untuk yang satu ini saya gak bisa komentar apa-apa deh.
Tapi kalau saya
boleh meng-quote sebuah kalimat yang ada di film ini yang menurut saya itu benar adanya,
bunyinya :
Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini, tapi di jalan setapaknya masing-masing.Semua jalan
setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama. Mencari satu hal yang sama,
dengan satu tujuan yang sama yaitu TUHAN.

Terlepas dari kontoversi dan cap SESAT yang dialamatkan ke film ini, tapi menurut saya
memang film ini merupakan 1 dari sedikit sekali film Indonesia yang berani mengungkap fakta
tentang kondisi sosial di masyarakat Indonesia. Gak nyesel rasanya nonton film ini di bioskop
sekelas XXI, jarang-jarang lho saya nonton film Indonesia di bioskop, apalagi di kelas XXI.

Dengan judul yang unik dan tentunya mengundang banyak tanya, film ini memang bakal

mengundang banyak pertanyaan. Kenapa begini, kenapa begitu?


Silakan ditonton
dengan pikiran yang terbuka dan semoga dengan film ini kita bisa semakin mengerti arti

keberagaman di Indonesia dan lebih mengembangkan sikap hidup toleransi, bukan malah

sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai