Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT (MCI)

1. Definisi Infark Miokard Akut (MCI)


Infak miokard akut (AMI) merupakan gangguan aliran darah kejantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah
terjadi sumbaan korone akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh
darah disekitarnya. Daerah otot disekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark. (Guyton, 2007)

2. Etiologi
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi infark miokard akut (AMI) meurut Sudoyo
Dkk, (2010) seperti:
Merokok
Hipertensi
Akumulasi lipid
Gangguan toleransi glukosa (Santoso, 2005)
Diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori (Santoso, 2005)
b. Faktor resiko biologis infark miokard akut santoso (2005) yaitu:
Usia
Jenis kelamin
Ras
Riwayat keluarga

3. Anatomi Fisiologi Organ Terkait


Anatomi fisiologi organ jantung menurut Nur (2002) yaitu: jantung merupakan organ
otot yang berongga yang berukuran kurang lebih sekepal tangan. Terletak dibagian
tengah rongga toraks. Jantung terdiri atas atrium (serambi) dan ventrikel (bilik).
Antara antrium dan ventrikel dibatasi oleh annulus fibrosus, tempat keempat katub
jantung berada. Atrium dibagi dua yaitu atrium kiri dan kanan, dibatasi oleh septum
atrium. Ventrikel juga dibagi dua, vetrikel kiri dan kanan, dibatasi oleh septum
ventrikel. Katub-katub jantung terdapat empat katub yang berfungsi untuk
mengalirkaan darah satu arah, mencegah darah berbalik arah ke tempat semula. Katup
ini merupakan selaput tipis, merupakan jaringan ikat yang sangat kuat. Semuanya
berada pada analus fibrosus. Suatu jaringan ikat yang membatasi atrium dan ventrikel.
Katup-katup ini adalah:
Katub atrioventrikel katup itu adalah atrium dan ventrikel. Antara atrium dan
ventrikel kiri disebut katup mitral dan antara atrium an ventrikel kanan disebut

1
2

katup trikuspid. Darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada waktu distol
ventrikel.
Katup seminularis, yaitu seminularis aorta, antara ventrikel kiri dan aorta dan
katup semilunaris pulmonal, antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis.
Darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta dan ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis pada waktu sistol ventrikel.

4. Patofisiologi
Psien yang menderita IMA mengalami aterosklerosis koroner. Pembentukan
thrombus terjadi paling sering pada area lesi aterosklerosis sehingga menghambat
aliran darah ke jaringan miokardium. Rupture plak dinyakini menjadi mekanisme
pemicu untuk perkembangan thrombus pada sebagian besar pasien dengan IM. Faktor
resiko kardiovaskular memainkan peran dalam kerusakan endothelial yang
menimbulkan disfungsi endotelia. Disfungsi endothelium berperan pada aktivasi
respons inflamasi dan pembentk plak aterosklerosis ketika plak mengalami ruptur,
thrombus terbentuk pada area tersebut sehingga dapat menghambat aliran darah yang
kemudian menimbulkan IM (Morton, 2011).

Kerusakan ireversibel pada miokardium dapat mulai terjadi sejak 20 sampai 40 menit
setelah gangguan aliran darah, akan tetapi proses dinamis infark mungkin tidak
selesai selama beberapa jam. Nekrosis yang tampak terjadi secara berurutan. Primer
dan kawa-kawan menunjukkan bahwa kematian sel terjadi pertama kali pada lapisan
subandelkordial dan menyebar seperti “muka gelombang” disepanjang ketebalan di
dinding jantung. Perubahan sel terkait IM dapat diikuti dengan perkembangan
ekstensi infark (nekrosis miokardium baru), ekspansi infark (penipisan dan dilatasi
zona infark yang tidak seimbang), atau remodeling ventrikel (penipisan dan dilatasi
ventrikel yang tidak seimbang ) (Morton, 2011).

5. Phatway
3

Faktor Kardiogenik Faktor Non Kardiogenik

Gagal Jantung Kiri Insufisiensi Limfatik


ARDS unknown

 Pneumonia, aspirasi  Post  Pulmonary embolism


asam lambung lungtransplant  Eklamsia
 Bahan toksik  Lymphangitic  High altitude
inhalasi arsinomiclosis pulmonary edema
 silicosis
Ketidakseimbangan
starling force

Tekanan paru Tekanan onkotik Tekanan negatif Tekanan onkotik


plasma interstisial interstisial

Cairan berpindah
ke interstisial

Akumulasi cairan berlebih


transudat/eksudat

Alveoli terisi cairan O2 jaringan Cardiak output

Mk: gangguan Pengambi kelelahan Pemasangan alat bantu


pertukaran gas lan o2 nafas (ventilator)

Mk: gangguan Mk: Mk:


perfusi Intoleransi Bedrest
gangguan
jaringan aktivitas fisik
pola napas

Pemasangan Area
selang invasif
Mk: defisit endotrakeal
perawatan diri

Mk: resiko infeksi


4

6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala infark miokard menurut Sudoyo, Dkk (2010) yaitu:
a. Nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan seperti di remas-remas dan
terkadang menjalar ke leher, rahang, epigastrium, bahu atau lengan kiri, atau rasa
tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pectoris yang
sekitar 50% pasie. Namun, nyeri nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa
jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya
tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin.
b. Nadi biasanya cepat dan lemah
c. Diaforesi

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ketika sel miokardium rusak oleh infark, berada biokimia dilepaskan kedalam
aliran darah dan dapat di deteksi oleh pemeriksaan laboratorium. Menurut Morton,
(2011) yaitu:
1) Creatinin kinase (CK) adalah enzim yang ditemukan terutama pada otot
jantung dan otot skeletal, ketika otot jantung rusak, CK dilepaskan kedalam
darah, kadar CK menjadi abnormal dalam 6-8 jam setelah awitan infark,
memuncak dalam 12-28 jam, dan kembali kenormal dalam 24-36 jam.
Isoenzim CK diukur untuk menentukan apakah berasal dari jantung (MB) atau
otot skeletal. Peningkatan CK-MB memberikan indikasi yang lebih definitive
tentang kerusakan sel miokardium dari pada CK total sendiri. Untuk pasien
dengan IM, CK-MB tampak pada serum dalam 6 sampai 12 jam, memuncak
antara 12-28 jam dan kembali ke kadar normal sekitar 72-96 jam.
Pengambilan sampel serial dilakukan setiap 4-6 jam untuk 24-48 jam pertama
setelah awitan gejala. Creaine kinase isoform, ketiks sel miokardium
melepaskan menjadi dua isoform yang juga dikenal sebagai dalam plasma,
dan CK-MB, adalah isoform yang ditemukan dalam plasma, dan CK-MB
ditemukan dalam jaringan pada individu normal, dua isoform ini ditemukan
dengan jumlah yang sama, yang menghasilkan rasio sekitar satu, pada pasien
yang mengalami IM, kadar CK-MB meningkat, yang menyebabkan rasio CK-
MB, dengan CK-MB, lebih dari satu. Rasio CK-MB dengan CK-MB,
memperbaiki sentivitas dan spesifitas untuk sinosis IM dalam 6 jam pertama
5

dibandingkan dengan pemeriksaan konvensional untuk CK-MB. Isoform CK-


MB, juga merupakan pemeriksaan yang sensitive untuk mendeteksi perluasan
awal IM selama 24 jam pertama. Nilai normal enzim serum CK-MM (95%-
100%), CK-MB (0%-5%). CK-MB (0%). Nilai normal CK-MB 10-14 jam
(24-195 IU/L), isoform CK-MB (n=0-9 ng / ML).
2) Mioglobin protein pengikat oksigen yang ditemukan pada otot skeletal dan
otot jantung. Pelepasan mioglobin dari otot yang iskemik terjadi dari awal dari
pada pelepasan CK. Akibatnya peningkatan kadar mioglobin serum dapat
dideteksi segera setelah aliran gejala. Kadar mioglobin dapat meningkat dalam
1-2 jam IM akut dan memuncak dalam 3-15 jam, karena mioglobin juga ada
dalam otot skeletal. Peningkatan kadar mioglobin tidak spesifik untuk
mendiagnosis IM. Nilai normal mioglobin (pria : 20-90 ng / ml, wanita: 10-
75 ng // ml)
3) Troponin protein kontraktil dengan dua subform (troponin T & I) gong sangat
spesifik untuk obat jantung. Kadar triponin tidak terdeteksi pada individu
yang sehat, dan cedera otot skeletal tidak mempengaruhi kadar tersebut
troponin menjadi penanda yang sensitive selama beberapa jam awal setelah
IM. Kadar troponin 1 meningkat sekitar 3 jam, memuncak pada 14-18 jam,
dan tetap meningkat selama 5-7 hari. Kadar troponin T meningkat dalam 3-5
jam dan tetap meningkat selama 10-14 hari. Nilai normal troponin I (0-2 ng /
ml), troponin T (0-3,1 ng/ ml)
b. Pemeriksaan Kardiogram
EKG dapat digunakan untuk mendeteksi pola iskemia, cidera, dan infark. Ketika
otot jantung menjadi iskemi, cedera, atau infark, depolarisasi dan repolarisasi sel
jantung berubah yang menyebabkan perubahan pada kompleks QRS, segmen SP,
dan gelombang P pada EKG sadapan yang terletak diatas area jantung yang
terganggu, ketika cedera miokardium menetap, IM menjadi. Pola EKG yang
menunjukkan IM terlihat pada EKG dalam beberapa tahap dan mencakup
perubahan gelombang T, segmen SP dan gelombang Q pada sadapan yang
terletak diatas area infark. Selama tahap IM yang paling awal. Yang dikenal
sebagai fase hiperakut, gelombang T menjadi tinggi dan sempit. Konfigurasi ini
6

disebut sebagai gelombang T hiperakut atau gelombang T puncak. Selanjutnya


segmen ST mengalami elevasi. Pola yang biasanya berlangsung dari beberapa jam
sampai beberapa hari. Selain elevasi segmen ST pada sadapan EKG yang
menhadap jantung yang cedera. Sadapan yang tidak menghadap area yang cedera
dapat menunjukkan depresi segmen SP. Tahap akhir pada evolusi EKG IM adalah
terjadinya gelombang Q, defleksi kebawah awal pada kompleks QRS. Gelombang
Q mengambarkan aliran tenaga listrik kearah septum. Gelombang Q yang kecil
dan sempit dapat terlihat di EKG normal pada sadapan I, II, III, AVR, AVL, V5,
V6. Gelombang Q yang sesuai dengan IM biasanya memiliki lebar 0,04 atau lebih
seperempat sampai sepertiga gelombang R (Morton 2011)

8. Komplikasi Infark Miokard


Komplikasi infark miokard akut menurut Morton (2011) yaitu:
a. Komplikasi vaskuler
Iskemia berulang
Infark berulang
b. Komplikasi miokardium
Disfungsi sistolik
Disfungsi diastolic
Gagal jantung kongestif
Hipotensi / syok kardiogenik
Infark ventrikel kanan
Dilatasi kavitas ventrikel
Pembentukan anuarisma (sejati, palsu)
c. Komplikasi mekanis
Ruptur dinding bebas ventrikel kiri
Ruptur septum ventrikel
Ruptur otot papilar dengan regurgitasi mintral akut
d. Komplikasi pericardium
Periarditis
Sindrom dressler
7

Efusi pericardium
e. Komplikasi tromboembolik
Thrombosis mural
Tromboembolisme sistemik
Thrombosis vena dalam
Embolisme paru
f. Komplikasi listrik
Takikardia ventrikel
Vebrilasi ventrikel
Takidistritmia supraventrikuler
Bradidisritmia
Blok atrioventrikular (deajat satu, dua, atau tiga).

9. Penatalksanaan Medis (tindakan obat-obatan)


Penatalaksanaan awal pasien dengan indark miokardium menurut Morton (2011)
yaitu:
a. Berikan aspirin, 160-325 mg dikunyah
Rasional: aspirin digunakan karena mengurangi agregasi trombosit efek
ini penting karena trombosit merupakan salah satu komponen utama
dalam pembentukan thrombus ketika plak koroner terganggu.
b. Setelah merekam EKG 12 sadapan awal, pasang monitor jantung pada pasien
akan didapatkan EKG serial
Rasional: EKG 12 sadapan adalah inti dalam alur keputusan untuk di
diagnosis dan terapi pasien. Monitor jantung kontinu dipasang pada pasien
setelah EKG 12 sadapan direkam untuk mendeteksi distritmia dan
memantau perubahan semen SP.
c. Berikan oksigen melalui kanul nasal
Rasional: hipoksia sering terjadi pada pasien yang menglami IM karena
edema paru
d. Berikan nitrogliserin sublingual (kecuali tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg atau frekuensi jantung kurang dari 50 atau lebih dari 100x/m)
8

Rasional: nitroglieserin membantu meningkatkan vasodilatasi, tetapi


relative tidak efektif dalam meredakan nyeri pada tahap awal infark
miokardium
e. Berikan analgesia yang adekuat dengan morfin sulfat
Rasional: morfin adalah obat pilihan untuk meredakan nyeri IM. Obat ini
diberikan melalui IV dalam dosis kecil (2-4 mg) dan dapat di ulangi setiap 5
menit sampai nyeri berkurang

10. Pengkajian Keperawatan


a. Pengkajian primer
1) Airway
Sumbatan atau penumpukan secret
Wheezing atau krekels
2) Breathing
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24x/m, ireguler dangkal
Ronchi, krekels
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
Nadi lemah, tidak teratur
Takikardi
TD meningkat/menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas
a. Gejala
9

Kelemahan
Kelelahan
Tidak dapat tidur
Pola hidup menetap
Jadwal olahraga tidak teratur
b. Tanda
Takikardia
Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2) Sirkulasi
a. Gejala
Riwayat IMA sebelumnya
Penyakit arteri koroner
Masalah TD
DM
b. Tanda
TD: dapat normal/ naik/ turun. Perubahan ini postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri
Nadi: dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah/ kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lemah, tidak teratur (disritmia)
Bunyi jantung: bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktivitas atau komplan ventrikel
Murmur: bila ada murmur menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot jantung
Friksi: dicurigai perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema: distensi vena juguler, edema, depent, perifer edema umum,
krekels mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Warna: pucat atau sianosis, kuku datar, pada membrane mukosa atau
bibir

3) Eliminasi: tanda normal, bunyi usus menurun


10

4) Makanan atau cairan


a. Gejala
Mual
Anoreksia
Bersendawa
Nyeri ulu hati
Rasa terbakar
b. Tanda
Penurunan turgor kulit
Kulit kering
Berkeringat
Muntah
Perubahan berat BB

5) Neurosensori
a. Gejala
Pusing
Berdenyut selama tidur atau saat terbangun
b. Tanda
Perubahan mental
Kelemahan

6) Nyeri
a. N normal: nilai dasar pasien sebelum awitan nyeri
b. O (onset) awitan: waktu ketika nyeri/ ketidaknyamanan mulai stabil
c. P (paliatif) faktorpencetus dan paliatif:
Pencetus: olahraga, olahraga setelah makan besar, pengerahan tenaga,
berjalan pada hari yang dingin aau berangin, cuaca dingin, stress atau
ansietas, kemarahan atau ketakutan.
11

Paliatif: hentikan olahraga, duduk dan istirahat, gunakan


nitroglieserin sublingual: nyeri infark miokardium sering kali tidak
dengan nitrogliserin sublegal
d. Q (quality) kualitas: berat, sesak, diremas, tersedak, sufokasi,
cengkrama kuat
e. R (region & radiasi): substernal dengan radiasi ke punggung lengan
dari leher, atau rahang, dada atas, epigastrik, bahu kiri, intrakapular
f. S (saverity) keparahan: nyeri dinilai menggunakan skala 1-10, dengan
10 adalah nyeri terburuk yang pernah dialami, sering kali dinilai 5 atau
lebih
g. T (time):waktu nyeri berlangsung dari 30 detik sampai 30 menit, nyeri
dapat berlangsung lebih dari 30 menit untuk angina tidak stabil atau
IM.

11. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Nyeri berhubungan dengan jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor
listrik, penurunan karakteristik miokard
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria

12. Intervensi Keperawatan


1) DX I
Nyeri berhubungan dengan jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
ditandai dengan:
Nyeri dada dengan tanpa penyebaran
Wajah meringis
Gelisah
Delirium
Perubahan nadi, TD
12

a. Tujuan
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
b. Kriteria hasil
Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 3, atau dari 2 ke 1
Ekspansi wajah rileks/ tenang, tidak tegang
Tidak gelisah
Nadi 60-100x/m
TD 120/80 mmHg
c. Intervensi
Observasi karakteristik, lokasi, waktu dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut
Anjurkan pada klien menghentikan aktivitas selama ada serangan & istirahat
Pertahankan oksigenasi dengan kanul nasal (2-4 liter)
Monitor TTV (Nadi, TD) tiap 2 jam
Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgesic

2) DX 2: Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-


faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
a. Tujuan
Curah jantung membaik/ stabil seelah dilakukan tindakan keperawatan selama
di RS
b. Kriteria hasil
Tidak ada edema
Tidak ada distritmia
Haluaran urine normal
TTV dalam batas normal
c. Intervensi
Pertahankan tirah baring selama fase akut
Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan TD, curah jantung
Monitor haluaran urine
Kaji dan pantau TTv setiap jam
Kaji dan pantau EKG tiap hari
13

Berikan oksigen sesuai kebutuhan


Auskultas pernapasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi

3) DX 3: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot


jantung, penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai
dengan:
Daerah perifer dingin
EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
RR lebih dari 24x/m
CRT > 3 detik
Nyeri dada
HR > 100x/m, TD >12080 mmHg, AGD dengan PaO3 < 80 mmHg, PaCo2>
45 mmHg, saturasi <80 mmHg
Nadi > 100x/m
Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu Ck, AST, LDL,/ HDL
a. Tujuan
Gangguan perfusi berkurang atau tidak meluas selama dilakukan tindakan
perawatan

b. Kriteria hasil
Daerah perifer hangat
Tidak sianosis
Gambaran EKG tidak menunjukkan perluasan infark
RR 16-24x/m
Tidak terdapat clubbing finger
CRT <2 detik
Nadi 60-100x/ m
TD 120/80 mmHg

c. Intervensi
Monitor frekuensi dan irama jantung
14

Onservasi perubahan status mental


Observasi warna dan suhu kulit/ membrane mukosa
Ukur haluaran urine dan catat berat jenisnya
Kolaborasi berikan cairan IV sesuai indikasi
Pantau pemeriksaa diagnostic dan laboratorium EKG, elektrrolit, GDA,
PaCo2 dan saturasi oksigen
15

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Dan Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien; Ed. 3. Jakarta:
EGC
Guyton, Hall JE. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Morton, Patricia Gonce dkk. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan
Holistik. Jakarta: EGC
Nur, Busjra M. (2002). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Bidang
Kesehatan. Depok: Fakultas Kedokteran UI
Santosa, S. (2005). Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Cermin Dunia kedokteran
Sudoyo, S., dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Jakarta:
Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai