NEGARA
DASAR HUKUM
1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;
2. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
3. Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004
tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga;
5. Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 8
tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor : 59/PMK.06/2005 Tentang Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
Menteri Keuangan Republik Indonesia
7. Keppres No. 42 Th. 2002 tentang pedoman
pelaksanaan APBN dengan segala perubahannya
8. Keppres No. 80 Th. 2003 tentang Pedoman
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dengan
segala perubahannya
PENDEKATAN PENGANGGARAN YANG DIAMANATKAN
DALAM UU No. 17 Th 2003
• Anggaran terpadu (Unified Budget)
- Tidak terdapat duplikasi anggaran
• Meningkatkan keterkaitan antara proses
perencanaan dengan proses penganggaran
• Anggaran berbasis kinerja (Performance
Budget)
- Mengutamakan upaya pencapaian output
(keluaran) dan outcomes (hasil) atas
alokasi belanja (input) yang ditetapkan
• Anggaran berdasarkan prestasi kerja
PELAKSANAAN ANGGARAN KINERJA
• Menetapkan kegiatan K/L yang benar-
benar mendukung pencapaian sasaran
program/sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi K/L;
• Menetapkan keluaran (out put) yang
terukur dan hasil (out come) untuk
setiap kegiatan / sub kegiatan;
• Perhitungan biaya masukan (out put)
menggunakan standar biaya yang
ditetapkan
ANGGARAN BERDASARKAN PRESTASI
KERJA
• Mengutamakan upaya pencapian
keluaran (output) dan hasil
(outcome) atas alokasi belanja
(input) yang ditetapkan.
• Disusun berdasarkan sasaran
tertentu yang hendak dicapai
dalam satu tahun mendatang.
• Program dan kegiatan disusun
berdasarkan rencana strategis
kementerian negara/lembaga
KAS OPNAME
Untuk mengetahui kondisi keuangan
pada saat pemeriksaan dengan
pertelaan sbb:
Pada hari ini hari, tanggal, tahun BKU
ditutup sehubungan adanya
pemeriksaan .. Dengan surat tugas..
Dengan keadaan sbb:
Menurut Buku
- Penerimaan Rp.
- Pengeluaran Rp.
- Saldo buku Rp.
• Menurut Kas
- Uang tunai Rp.
- Saldo bank Rp.
- Kertas berharga Rp.
- Jumlah Rp.
Catatan:
- saldo buku harus sama bila tidak berarti
pengelolaan uang tidak benar.
- Bila terjadi perbedaan harus dijelaskan.
- Ditandatangani Tim audit dan diketahui
Bendahara dan atasan langsung Bend.
Permen keu 73/PMK.05/2008
Pasal 3
AYAT (11)Bendahara wajib
menatausahakan seluruh uang
yang dikelolanya dan seluruh
transaksi dalam rangka
pelaksanaan anggaran satuan
kerja.
AYAT (12) Bendahara bertanggung
jawab sebatas uang yang
dikelolanya dalam rangka
pelaksanaan APBN.
AYAT(15) Dalam rangka pelaksanaan
anggaran belanja, PA/Kuasa PA
dan/atau Bendahara Pengeluaran
merupakan wajib pungut dan wajib
menyetorkan seluruh penerimaan yang
dipungutnya dalam jangka waktu
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
AYAT(16) Pembukuan bendahara dapat
dilakukan dengan tulis tangan atau
komputer.
Pasal 7
(1) Setiap transaksi penerimaan
dan pengeluaran harus segera
dicatat dalam Buku Kas Umum
sebelum dibukukan dalam buku-
buku pembantu/register-
register.
Pasal 14
(1) Bendahara Pengeluaran wajib
menyelenggarakan pembukuan terhadap
seluruh penerimaan dan pengeluaran
meliputi seluruh transaksi dalam rangka
pelaksanaan anggaran belanja satuan
kerja yang berada dibawah
pengelolaannya.
(2) Dalam rangka menyelenggarakan
pembukuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bendahara Pengeluaran wajib
menyelenggarakan pembukuan dalam
Buku Kas Umum, buku-buku pembantu,
dan Buku Pengawasan Anggaran.
Pasal 16
(1) Setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran
harus segera dicatat dalam Buku Kas Umum
sebelum dibukukan dalam buku-buku
pembantu/register-register.
(2) Dokumen
(2) sumber pembukuan bendahara yang
harus dicatat dalam Buku Kas Umum, antara
lain:
• SPM-UP dan SPM-TUP yang dinyatakan sah
(sebagai bukti pembukuan penerimaan
bendahara);
• SPM-GUP yang dinyatakan sah (sebagai bukti
pembukuan penerimaan bendahara);
• SPM-GUP Nihil yang dinyatakan sah (sebagai bukti
pembukuan penerimaan dan sekaligus sebagai
bukti pembukuan pengeluaran bendahara (in-out)
debet/kredit);
• SPM-LS kepada pihak ketiga/rekanan yang
dinyatakan sah (sebagai bukti pembukuan
penerimaan dan sekaligus sebagai bukti
pembukuan pengeluaran bendahara (in-out)
debet/kredit);
• SPM-LS kepada Bendahara Pengeluaran yang
dinyatakan sah (sebagai bukti pembukukan
penerimaan bendahara);
• Kuitansi/dokumen pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a (sebagai
bukti pembukuan pengeluaran bendahara);
• Faktur pajak, bukti potongan atas pembayaran
yang dilakukan oleh bendahara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a (sebagai
bukti pembukuan penerimaan bendahara);
• SSP/SSBP/SSPB yang dinyatakan sah (sebagai bukti
pembukuan pengeluaran bendahara);
Penatausahaan Kas, pada Bendahara Pengeluaran
Pembantu
Pasal 17
(1) Ketentuan mengenai penatausahaan kas pada
Bendahara Pengeluaran berlaku juga bagi BPP.
(2) BPP bertanggung jawab atas seluruh uang
dalam penguasaannya dan bertanggung jawab
secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
(3) LPJ-BPP disampaikan kepada Bendahara
Pengeluaran paling lambat 5 (lima) hari kerja
bulan berikutnya disertai salinan rekening koran
dari bank/pos untuk bulan berkenaan.
(4)Pejabat Pembuat Komitmen wajib melakukan
pemeriksaan kas sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu bulan.
(5)Pejabat Pembuat Komitmen menerbitkan SPP
dan menyampaikannya kepada PA/Kuasa PA
disertai dengan bukti-bukti
pengeluarannya.
(6)Dalam hal tersebut pada ayat 5 (lima) di atas,
BPP harus menyampaikan LPJ terlebih dahulu
kepada Bendahara Pengeluaran.
(7)Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP wajib
menyetorkan seluruh uang dalam
penguasaannya ke Kas Negara, sedangkan sisa
UP wajib dikembalikan ke rekening Bendahara
Pengeluaran.
(8)Bendahara Pengeluaran dapat membukukan
transaksi atas dasar nilai yang tertuang dalam
LPJ- BPP.
Bentuk Laporan Pertanggungjawaban
Pasal 18
(1) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
wajib menyusun LPJ secara bulanan atas uang yang
dikelolanya.
(2) LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyajikan
informasi sebagai berikut :
• keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi
saldo awal, penambahan, penggunaan, dan saldo akhir
dari buku-buku pembantu;
• keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang
tunai di brankas dan saldo di rekening bank/pos;
• hasil rekonsiliasi internal (antara pembukuan bendahara
dengan UAKPA);
• penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan
saldo kas.
Pasal 20
(1) Bendahara Penerimaan dan Bendahara
Pengeluaran pada satuan kerja wajib
menyampaikan LPJ kepada :
• Kepala KPPN yang ditunjuk dalam DIPA satuan
kerja yang berada dibawah
pengelolaannya;
• Menteri/pimpinan lembaga masing-masing;
• Badan Pemeriksa Keuangan.
(2) Penyampaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara bulanan paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja bulan
berikutnya, disertai dengan salinan rekening
koran dari bank/pos untuk bulan
berkenaan.
SANKSI
Pasal 22
(1) Dalam hal bendahara belum
menyampaikan LPJ sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), KPPN
dapat mengenakan sanksi berupa
penundaan penerbitan SP2D atas SPM-
GUP/SPM-TUP yang diajukan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak membebaskan bendahara
dari kewajiban penyampaian LPJ.
Pelaksanaan audit.
• Tahap pelaksanaan dilaksanakan
pada audit dengan sub tahapan
atau kegiatan sebagai berikut :
– Temu awal (penjelasan tujuan audit
dan pengaturan jadwal audit)
– Proses audit (pengumpulan data audit,
penelusuran sebab dan akibat
penyimpangan dari standar,
penyusunan rekomendasi, tanggapan
auditan, melengkapi data audit).
– Temu akhir (penjelasan secara singkat
tentang resume hasil audit kepada
auditan)
KERTAS DATA TEMUAN/AUDIT
• Sasaran :
• Aspek :
• Tanggal Audit :
• Auditor :
• Kode Temuan : 0100 (Kasus yang merugikan
Negara
• Masalah
• Uraian (5W+1H)
• Kriteria yang dilanggar
• Sebab/Akibatnya
• Kesimpulan :
• Rekomendasi :
• Tanggapan :
• Jakarta,
• Mengetahui/menyetujui : Ketua Tim, Kepala
satker
•
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
45/PMK.05/2007
PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI
BAGI PEJABAT, PEGAWAI NEGERI, DAN
PEGAWAI TIDAK TETAP
PASAL 22 AYAT (2)
PENGATURAN LEBIH LANJUT YANG
DIPERLUKAN DALAM RANGKA
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI
KEUANGAN INI DITETAPKAN OLEH DIRJEN
PERBENDAHARAAN
TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN 62/PMK.05/2007
PERATURAN DIRJEN PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-34/PB/2007
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM
NEGERI BAGI PEJABAT, PEGAWAI
NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP
TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN
DIRJEN PERBENDAHARAAN NOMOR
PER-37/PB/2007
PERATURAN DIRJEN
PERBENDAHARAAN NOMOR PER-
34/PB/2007
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM
NEGERI BAGI PEJABAT, PEGAWAI
NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP
Pasal 1 ayat (5)
Perjalanan dinas dalam negeri, yang
selanjutnya disebut perjalanan dinas adalah
perjalanan ke luar tempat kedudukan baik
perseorangan maupun secara bersama yang
jaraknya sekurang-kurangnya 5 (lima)
kilometer dari batas kota yang dilakukan
dalam wilayah RI untuk kepentingan negara
atas perintah pejabat yang berwenang,
termasuk perjalanan dari tempat
kedudukan ketempat meninggalkan
Indonesia untuk bertolak ke luar negeri dan
dari tempat tiba di indonesia dari luar negeri
ke tempat yang dituju di dalam negeri.
Pasal 1 ayat (6)
Biaya Riil adalah biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan bukti
pengeluaran yang sah.
Pasal 1 ayat (7)
Perhitungan rampung adalah
perhitungan biaya perjalanan yang
dihitung sesuai kebutuhan riil
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Pasal 2
Biaya perjalanan dinas jabatan
merupakan perjalanan dinas dari
tempat kedudukan ke tempat yang
dituju dan kembali ke tempat
kedudukan semula terdiri dari:
a.Uang harian yang meliputi uang
makan, uang saku, dan transport
lokal
b.Biaya transport pegawai
c.Biaya penginapan
Pasal 4
Biaya transport pegawai merupakan
biaya
yang diperlukan untuk :
a.Perjalanan dari tempat kedudukan ke
terminal
bis/stasiun/bandara/pelabuhan
keberqangkatan sampai tempat
tujuan pulang pergi pulang.
b.Retribusi yang dipungut di terminal
bis/stasiun/bandara/pelabuhan sesuai
peraturan setempat.
Pasal 5
Biaya penginapan merupakan biaya
yang
diperlukan untuk menginap:
a.Di hotel
b.Di tempat menginap lainnya, dalam
hal tidak terdapat hotel
Pasal 11
(1)Uang harian
dipertanggungjawabkan sesuai
banyaknya hari yang digunakan
untuk melaksanakan perjalanan
dinas.
(2)Biaya transport pegawai dan biaya
penginapan perjalanan dinas
dipertanggungjawabkan sesuai
biaya riil yang dikeluarkan
berdasarkan bukti pengeluaran
yang sah.
(3) Bukti pengeluaran yang sah untuk biaya
transport pegawai, terdiri dari:
a. tiket transportasi dari tempat kedudukan
ke terminal bis/stasiun/bandara/pelabuhan
pergi pulang.
b. tiket transportasi dari dari terminal
bis/stasiun/bandara/pelabuhan ke tempat
tujuan pergi pulang.
c. tiket pesawat dilampiri boarding pass dan
airport tax, tiket
kereta api, tiket kapal laut, dan tiket bis.
d. bukti pembayaran moda transportasi
lainnya.
(4)Dalam hal tidak diperoleh bukti pengeluaran
yang melakukan perjalanan dinas, membuat
daftar pengeluaran riil yang dibutuhkan yang
distujui Pejabat Pembuat Komitmen.
(5)Bukti biaya penginapan dapat berupa
kuitansi atau bukti lainnya
(6)Dalam hal tempat menginap tidak dapat
mengeluarkan kuitansi yang melakukan
perjalanan dinas, membuat daftar
pengeluaran riil yang dibutuhkan yang distujui
Pejabat Pembuat Komitmen.
CONTOH TEMUAN
• Terdapat selisih harga penginapan
kegiatan, harganya bervariasi
padahal hotel dan kamarnya sama,
• Terdapat kemahalan harga dalam
pengadaan
• Terdapat pekerjaan pengadaan
penyelesaiannya terlambat,
• Terdapat duplikasi pembayaran
biaya perjalanan dinas
• Pengelolaan administrasi keuangan belum
diselenggarakan secara tertib
- Sistematika penulisan BKU
- Penulisan pada BKU tidak tertib, tidak ditulis
sesuai dengan urutan tanggal
- Pada BKU masih terdapat tulisan di tip-ex.
- Tidak dilakukan penutupan setiap akhir bln.
- Pada setiap lembar BKU tidak diberi nomor
halaman dan diparaf.
- Pencatatan penerimaan dan pengeluaran
pajak tidak jelas.
• Bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas
belum lengkap
- tidak didukung kuitansi penginapan
• Rekapitulasi kehadiran pegawai belum
lengkap
• Duplikasi pembayaran Akomodasi
• Bukti pertanggungjawaban keuangan
tidak syah Kwitansi dan faktur kosong
• Duplikasi pembayaran perjalanan dinas
• perbedaan harga dalam pengadaan barang
yang sejenis
• pengadaan ATK belum diterima
• Kekurangan penyetoran pajak ke kas
negara
• pegawai yang melakukan perjalanan
dinas belum dibuat
pertanggungjawabannya secara riil
yang dikeluarkan berdasarkan bukti
pengeluaran yang sah, yaitu
transport ke bandara PP, tiket dan
bording pas PP, kuitansi hotel tanpa
nomor kamar, satu kamar untuk
berdua atau lebih.
• Perjalanan Dinas yang tidak dilaksanakan,
pengecekan terhadap daftar hadir diketahui pada
saat yang sama, berada di kantor berdasarkan
bukti kehadiran dalam daftar hadir pegawai pada
jam datang dan pulang.
• perjalanan dinas diragukan keabsahannya karena :
- Lembar tanda tangan pejabat ditempat tujuan
hanya berupa foto copy SPPD
- SPPD Belum ditanda tangani dan stempel
pejabat tempat tujuan.
- Tempat tujuan pada kuitansi dengan SPPD
tidak sama.
- Bukti kuitansi perjalanan tidak ada SPPDnya
• duplikasi pembayaran kamar hotel
yaitu satu kamar kapasitas dua orang
namun pembayarannya masing masing
orang sehingga pembayarannya dua
kali tarif hotel.
• Kuitansi pembayaran Konsumsi tidak
didukung dengan bukti daftar hadir
• Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas
tidak sah, Lembar tanda tangan
pejabat ditempat tujuan hanya berupa
foto copy dari satu atau dua SPPD
untuk semua peserta .
• Laporan pelaksanaan kegiatan belum
dibuat
• Laporan hasil pelaksanaan kegiatan
belum dibuat
• Kelebihan pembayaran sewa bus
• Meubelair dan arsip dokumen yang masih
aktif belum ditata secara tertib.
• Laporan SABMN belum dilaksanakan
secara tertib
• Nilai aset Sistem Akuntansi Barang Milik
Negara (SABMN) dalam neraca laporan
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) tidak
sesuai dengan Laporan BMN
PAJAK
DASAR HUKUM (UU)
• UU nomor 6 tahun 1983 diubah terakhir
dengan UU nomor 16 tahun 2000, tentang
ketentuan umum dan tatacara perpajakan.
• UU nomor 7 tahun 1983 diubah terakhir
dengan UU nomor 17 tahun 2000, tentang
pajak pengahsilan.
• UU nomor 8 tahun 1983 diubah terakhir
dengan UU nomor 18 tahun 2000, tentang
pajak pertambahan nilai barang dan jasa
dan pajak penjualan atas barang mewah.
DASAR HUKUM (PP)
• PP nomor 45 tahun 1994 tentang pajak
penghasilan bagi pejabat negara, PNS,
anggota ABRI (TNI) dan para pensiunan
atas penghasilan yang dibebankan kepada
keuangan negara atau keuangan daerah.
Pasal 1 Ayat (2)
Atas penghasilan yang diterima pejabat
negara, PNS, anggota ABRI (TNI) dan para
pensiunan berupa honorarium dan imbalan
lain dengan nama apapun yang
dibebankan kepada keuangan negara atau
keuangan daerah… dipotong PPh pasal 21,
kecuali PNS II/d kebawah dan pembantu
letnan kebawah.
PAJAK PENGHASILAN (PPh Psl
21/26)
• PPh psl 21, pajak atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan nama
dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
• PPh psl 26, pajak atas penghasilan atas deviden
,bunga termasuk premium, diskonto premi swap dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan
sehubungan dengan jasa dan pekerjaan dan
kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan
pembayaran berkala lainnya yang diterima atau
diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia.
PENGHASILANN YANG DIPOTONG PPh PSL
21/26
a. Penghasilan yang diterima pejabat negara,
PNS, anggota ABRI (TNI) dan para
pensiunan yang dibebankan kepada
keuangan negara atau keuangan daerah,
berupa :
1. Gaji dan tunjangan lain yang sifatnya
tetap dan terkait dengan gaji,
2. Gaji kehormatan dan tunjangan lain yang
terkait dengan gaji atau imbalan tetap
sejenisnya,
3. Uang pensiun dan tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan terkait dengan uang
pensiun,
PENGHASILANN YANG DIPOTONG PPh PSL
21/26
b. Pengahasilan yang diterima berupa :
1. honorarium
2. uang sidang
3. uang hadir
4. uang lembur
5. imbalan prestasi kerja dan imbalan
prestasi kerja dan imbalan lain dengan
nama apapun yang dibebankan kepada
keuangan negara atau keuangan daerah.
TARIP 15 % Final.
kecuali PNS II/d kebawah dan pembantu letnan
kebawah.
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PSL
21/26
c. Penghasilan yang diterima oleh penerima
penghasilan selain pejabat negara, PNS, anggota
ABRI (TNI) dan para pensiunan berupa:
1. Upah harian, upah mingguan, upah
satuan, uang saku harian, dan upah
borongan.
2. Honorarium, uang saku, hadiah,
penghargaan, komisi, bea siswa, serta
pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan.
setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
catatan : Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan
lainnya dengan nama apapun yang diberikanoleh pemerintah tidak
dipotong PPh psl 21.
Pajak Penghasilan (PPh) psl 21
Keputusan Dirjen Pajak N0. Kep-545/PJ/2000, 29 Desember
2000
• Pasal 10 Ayat (2) C, Bagi pegawai tidak tetap, magang, calon
pegawai adalah penghasilan bruto dikurangi dengan Pengahsilan
Tidak Kena Pajak (PTKP)
• Peraturan Menri Keuangan No. 137/PMK.03/2005, 30 Desember
2005 pasal 1:
• Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak disesuai menjadi sbb:
a. Rp. 13.200.000,00 untuk diri wajib Pajak orang pribadi
b. Rp. 1.200.000,00 untuk wajib pajak yang kawin
c. Rp. 13.200.000,00 Tambahan untuk seorang istri yang
pengahsilannya digabung dengan pengasilan suami
d. Rp. 1.200.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungannya oaling banyak
3 orang untuk setiap keluarga.
• Ayat (2) Ketentuan dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak
tahun pajak 2006.
1. Peraturan Menri Keuangan nomor
138/PMK.03/2005, 30 Desember 2005
2. pasal 1, Batas penghasilan bruto yang diterima
atau diperoleh pagawai harian dan mingguan,
serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana
dimaksud pasal 21 ayat (4) UU nomor 17 tahun
2000 sampai dengan Rp. 110.000,00 tidak
dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
3. Pasal 2, Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 tidak berlaku atas pengahasilan
bruto dimaksud jumlahnya melebihi
Rp.1.100.000,00 sebulan atau dalam
penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
TARIP DAN CARA PERHITUNGAN
PEMOTONGAN PPh PSL 21/26