Referat Daftar Pustaka Perbagian
Referat Daftar Pustaka Perbagian
PENDAHULUAN
setelah anak besar, hal tersebut berarti bahwa banyak neonatus dan bayi muda dengan
penyakit jantung bawaan berat telah meninggal sebelum diperiksa oleh dokter atau
pun PJB ringan tidak sampai di diagnosis secara adekuat.2
Manifestasi klinis sianosis memang tidak terlihat pada penyakit jantung
bawaan sianotik, namun masalah kesehatan lain sering timbul akibat penyakit ini.
Masalah pernapasan adalah masalah yang sering terlihat menyertai kelainan jantung.
Malnutrisi, kegagalan yang menetap dari pertumbuhan berkaitan juga dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas.1,2
Selain itu, komplikasi pada PJB dapat terjadi baik cepat maupun lambat.
Hipertensi pulmonal, aritmia, kelainan katup, endokarditis infeksiosa, pneumonia
berulang maupun gagal jantung merupakan konsekuensi yang dapat terjadi. dan
meningkatnya kematian.1-3
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi dan prognosis penyakit jantung bawaan asianotik
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis mengenai
definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis
penyakit jantung bawaan asianotik
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat
jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan
sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.1,3
PJB asianotik dapat dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu lesi yang menimbulkan
beban volume dan yang paling sering dari keadaan ini adalah lesi shunt dari kiri ke kanan.
Golongan lesi kedua yaitu lesi yang menyebabkan penambahan beban tekanan, dan paling
sering akibat obstruksi aliran keluar dari ventrikel atau penyempitan salah satu pembuluh
darah besar. Untuk membedakan kedua golongan lesi tersebut dapat digunakan radiografi
dada dan elektrokardiogram.1,3,4
Tabel 2.1 Klasifikasi PJB Asianotik 4
Lesi shut kiri ke kanan
Defek Septum Ventrikel
Defek Septum Atrium (ASD)
Paten Duktus Arteriosus (PDA)
Defek septum atrioventrikularis (endocardial
crushion defect = ECD)
2.2
Pirau kiri-kanan
2.4.1
Lesi Obstruktif
Stenosis Aorta
Stenosis Pulmonal
Koarktasio Aorta
Prolaps katup mitral
a. Definisi
3
Defek Septum Ventrikel (DSV) atau Ventricular Septal Defect (VSD) adalah
kelainan jantung kongenital berupa adanya celah yang menghubungkan ventrikel
kanan dan ventrikel kiri yang disebabkan adanya defek pada dinding yang
membatasi kedua ventrikel ini yaitu pada septum interventrikel (interventricular
septum / IVS).5
b. Insidensi
Insidensi DSV diperkirakan sekitar 2 dari 1000 kelahiran bayi hidup dan
prevalensi pada anak-anak usia sekolah diperkirakan 1 dari 1000 anak. Kejadian DSV
pada laki-laki dan perempuan adalah seimbang.6
DSV yang paling sering ditemukan, mencakup 25% dari seluruh kelainan
jantung kongenital.7 Di antara semua tipe DSV, DSV membranosa merupakan jenis
yang paling sering ditemukan (70%). Tipe DSV lainnya yaitu DSV outlet mencakup
5% dari semua kasus DSV, DSV inlet mencakup 5% dari semua kasus DSV dan DSV
muskular terjadi pada 20% dari semua kasus DSV.8
c. Patofisiologi
Septum ventrikel merupakan suatu struktur kompleks yang dapat dibagi
menjadi empat komponen yaitu septum muskular, septum inlet, septum suprakrista
(subarterial) dan septum membranosa.7 Oleh sebab itu, DSV dapat dibagi berdasarkan
lokasi defek menurut empat komponen septum di atas. Pembagiannya yaitu:
1.
2.
4.
Keadaan ini dapat terjadi pada anak berumur 1 tahun, bahkan pada pasien
sindrom Down hipertensi pulmonal tersebut dapat terjadi lebih dini.
D. Diagnosis
Anamnesis
DSV yang ukurannya kecil dapat muncul sebagai asimtomatik dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang normal. DSV dengan ukuran yang sedang
atau besar, keluhan yang dapat muncul adalah pertumbuhan yang terlambat,
penurunan toleransi olahraga, infeksi paru berulang dan gagal jantung kongestif
umumnya relatif terjadi pada masa infant. Apabila sudah terjadi hipertensi
pulmonal yang lama, riwayat sianosis dan penurunan toleransi aktivitas dapat
ditemukan.4
Pemeriksaan Fisik
hipertrofi ventrikel kiri atau dapat juga disertai hipertrofi atrium kiri. Pada
defek yang besar gambaran EKG bisa menunjukkan biventricular hypertrophy
dengan atau tanpa hipertrofi atrium kiri. Jika telah terjadi obstruksi pembuluh
darah pulmonal maka dapat ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kanan
saja.4
2) Rontgen thoraks
Gambaran foto rontgen toraks juga bergantung pada ukuran DSV.3
Kardiomegali dengan derajat yang beragam yang melibatkan atrium kiri dan
ventrikel kiri dan kadang-kadang ventrikel kanan. Peningkatan corakan
vaskular pulmonal dan peningkatan siluet arteri pulmonal juga dapat
ditemukan. Adanya kardiomegali dan peningkatan vaskularisasi pulmonal
berhubungan dengan adanya pirau dari kiri ke kanan.1,2,4
Gambar 3. Foto Rontgen Pasien dengan DSV
persamaan Bernoulli, tekanan sistolik ventrikel kanan, serta rasio antara aliran
paru dengan aliran sistemik (Qp/Qs).,4,9 Pemeriksaan pada DSV sangat
diperlukan lokasi dan ukuran defek yang pasti bahkan bila perlu dapat
dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dari berbagai sisi.4
E. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Sekitar sepertiga DSV akan menutup secara spontan. DSV kecil biasanya
menutup spontan dan jika tidak menutup, tindakan penutupan DSV dengan
intervensi non-bedah atau secara bedah mungkin diperlukan. Tatalaksana awal
DSV sedang hingga besar meliputi pemberian diuretik, digoksin, dan reduksi
afterload.1
Pasien dengan defek yang kecil tidak memerlukan pengobatan apa pun,
kecuali pemberian profilaksis terhadap terjadinya endocarditis infektif terutama
apabila pasien akan dilakukan tindakan operatif di daerah rongga mulut (ekstraksi
gigi, tonsilektomi) atau tindakan pada traktus gastrointestinal atau urogenital
(misalnya sirkumsisi). Tidak diperlukan pembatasan aktivitas pada pasien dengan
defek yang kecil.9
Gagal jantung pada pasien dengan defek yang sedang atau besar biasanya
diatasi dengan digoksin (dosis rumatan 0,01 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis).
Diuretik lebih jarang diperlukan. Infeksi saluran napas diatasi dengan pemberian
Jika pada usia 3 atau 4 tahun defek belum menutup dan terdapat
pembesaran jantung, plethora paru, dan masih terdapat gejala maka dianjurkan
dilakukan penutupan defek. Defek yang tidak menutup hingga usia 4 6 tahun
maka perlu dilakukan koreksi. Namun, semakin muda usianya, semakin baik untuk
dilakukan tindakan operasi namun tetap perlu disesuaikan dengan kemampuan tim
bedah jantung dan kardiologi anak.9
Sebagian besar pasien dengan defek yang besar memerlukan tindakan
bedah korektif. Jika pasien dengan DSV yang mengalami gagal jantung yang
refrakter terhadap pengobatan medis, maka defek perlu dikoreksi berapa pun
usianya meskipun biasanya belum perlu dilakukan pada usia 3 6 bulan.9
Saat ini di beberapa pusat kardiologi anak telah digunakan AMVO atau
APMVO untuk menutup DSV tipe muskular dan perimembran secara transkateter,
sehingga penderita tidak perlu dioperasi. Namun, di Indonesia yaitu di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, pengalaman penutupan DSV baru satu pasien
dengan hasil yang memuaskan.11
DSV
Gagal jantung
Gagal jantung
Medikamen
Gagal
Berha
Prolaps
katup
aorta
Stenosis
infundibul
um PV
Ka
HP
PV
D
Ka
PA
Rea
Evaluasi
dalam 6
bulan
11
Menut
up
spont
FR<
Non
reak
tifKonserva
Menge
Ka
FR>
G. Prognosis
Kemungkinan penutupan spontan defek kecil cukup besar, terutama pada
tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang setelah
pasien berusia 2 tahun dan umumnya tidak ada lagi kemungkinan penutupan spontan
di atas usia 6 tahun.3
DSV yang besar dapat mengecil atau menutup spontan atau mengalami
stenosis infundibular oleh karena perubahan hemodinamik. Sebagian pasien dengan
12
DSV besar tetap stabil tanpa hipertensi pulmonal, dan sebagian lagi akan mengalami
hipertensi pulmonal dan pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga menyebabkan
sianosis dan jari tabuh (sindrom Eisenmenger).5
2.2.2
d.
Ukuran defek dapat bervariasi mulai dari kecil sampai dengan besar.
DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum atrium.
DSA tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava superior
atau vena kava inferior.
DSA tipe sinus coronarius defek septum terletak pada muara sinus koronarius,
pirau dari kiri ke kanan yang tejadi adalah dari atrium kiri ke sinus koronarius,
baru kemudian ke atrium kanan.
Septum Atrium 9
DSA.2 Delapan puluh persen dari total kelainan DSA merupakan merupakan DSA
sekundum. DSA primum merupakan jenis kedua terbanyak dari DSA. 1 DSA lebih
sering terjadi pada perempuan, dibandingkan laki-laki. Anak-anak dengan penyakit
jantung bawaan, sekitar 30-50% memiliki DSA sebagai kelainan jantung. 2 Salah satu
13
14
tidak bervariasi dengan siklus pernapasan terjadi karena pirau dari kiri ke kanan
bervariasi sesuai dengan berubahnya aliran balik ke atrium kanan.1
Bunyi jantung I normal pada defek yang kecil sampai sedang. Bunyi
jantung I mengeras pada defek yang besar. Bising ejeksi sistolik terdengar di daerah
katup pulmonal dan sering terdengar pada anak yang lebih tua.1,2 Hal ini terjadi akibat
aliran darah yang berlebih yang melalui katup pulmonal. Aliran darah yang memintas
dari atrium kiri ke atrium kanan tidak menimbulkan bising karena perbedaan tekanan
antara kedua atrium kecil. Bising diastolik di daerah trikuspid dapat terdengar karena
aliran darah yang berlebih yang melalui katup trikuspid. Bising dapat terdengar keras
pada saat inspirasi dan melemah saat ekspirasi.1
Pasien dengan defek septum primum biasanya mempunyai berat badan yang
kurang dibanding anak sebayanya, serta memiliki prekordium yang menonjol akibat
pembesaran ventrikel kanan. Pada pemeriksaan fisik biasanya jantung membesar
dengan peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan. Pada auskultasi terdengar
bunyi jantung 1 normal atau mengeras dan bunyi jantung 2 split lebar dan menetap. Di
daerah pulmonal terdengar bising ejeksi sistolik akibat stenosis pulmonal relatif.
Sering terdengar bising pansistolik apikal akibat regurgitasi mitral.1,2
E. Pemeriksaan penunjang
- Rontgen dada
Pada foto torak tampak pembesaran ventrikel kanan dengan atau tanpa
pembesaran atrium kanan (foto lateral). Pada foto PA tampak konus pulmonalis
menonjol. Terdapat peningkatan vaskularisasi paru baik di hilus maupun daerah
perifer. Jikalau terdapat regurgitasi mitral maka terdapat pembesaran ventrikel serta
atrium kiri. Kardiomegali lebih sering terjadi pada defek primum dibandingkan
sekundum.1
15
Gambar. X ray dari anak usia 3 tahun dengan defek ostium primum non restriktif dengan
regurgitasi moderate dari katup atrioventrikular kiri. Vaskularisasi paru meningkat,
pulmonary trunk dilatasi, pembesaran ventrikel kanan, aorta asenden tidak terlihat, tidak
dapat dipastikan ventrikel mana yang menempati apex8
-
Elektrokardiografi
Elektrokardiogram menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus DSA sekundum.
Hal ini menunjukkan penambahan beban volume pada ventrikel kanan. Juga terdapat
deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation). Blok AV derajat 1 ( pemanjangan
inerval PR) terdapat pada 10% kasus DSA sekundum. Hipertrofi ventrikel kanan
sering ditemukan, tetapi pembesaran atrium kanan jarang ditemukan.1
Elektrokardiografi pada defek septum primum sangat khas yaitu adanya
deviasi sumbu QRS ke kiri (left axis deviation) yang menyertai hipertrofi ventrikel
kanan. Terdapat pola rsR di V1 dan Vaf (dikenal sebagai IRBBB). Interval PR
memanjang pada lebih 50% kasus. Deviasi sumbu ke kiri pada defek septum primum
ini disebabkan oleh left anterior hemiblock akibat tidak terbentuknya sebagian cabang
anterior kiri dari bundle his.1
Ekokardiografi
16
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung masih dilakukan pada pasien dengan DSA primum
yang akan dioperasi. Namun sebagian pusat kardiologi telah melakukan operasi
DSA primum tanpa kateterisasi lebih dahulu. Prosedur ini dilakukan untuk
memastikan diagnosis, mengukur tekanan arteria pulmonalis, flow ratio, serta
menyingkirkan kelainan kardiovaskular lain yang mungkin menyertainya.1
Diagnosis
anatomik
dan
fisiologik
yang
dapat
akurat
dengan
defek atrium sekundum karena kompleksnya kelainan dan risiko blok jantung
pascabedah. Operasi tidak dianjurkan pada pasien tanpa gejala dan pasien yang
jantungnya normal atau hanya sedikit saja membesar. Pencegahan terhadap
endocarditis dengan antibiotik perlu diberikan terutama bila terdapat regurgitasi
mitral. 1,2
Pengobatan definitive DSA sekundum adalah operasi. Penentuan indikasi
operasi pada saat ini sudah berubah, oleh karena pada waktu yang lalu indikasi
operasi ditentukan oleh hasil kateterisasi. JIka Qp/Qs lebih besar dari 2:1, defek
harus ditutup pada usia 4-5 tahun. Apabila ditunda mungkin terjadi penyulit
seperti hipertensi pulmonal, prolaps katup mitral yang memerlukan reparasi, atau
regurgitasi tricuspid yang memerlukan anuloplasti. Jika Qp/Qs kurang dari 1,5:1
maka defek septum sekundum umumnya tidak perlu dikoreksi, melainkan
dibiarkan dengan pengawasan. Risiko bedah korektif DSA sekundum pada pusat
yang maju adalah sangat kecil, lebih kurang 0,5%. Pasien pascabedah DSA
sekundum tidak memerlukan tindakan profilaksis terhadap endocarditis infektif.
1,2
18
19
A. Definisi
Duktus arteriosus adalah sebuah arteri yang menghubungkan arteri pulmonaris
proksimal kiri dengan bagian atas aorta desending kira kira 2-10 mm dari arteri
subclavia kiri.1 duktus arteriosus memungkinkan adanya aliran darah dari arteri
pulmonal ke aorta selama masa kehidupan janin. 3 patent duktus arteriosus berarti
kegagalan penutupan pembuuh darah ini secara normal sehingga duktus arteriosus
menetap.3 paten duktus arteriosus biasanya sering dtiemukan tanpa kelainan jantung
bawaan lain, akan tetapi dapat juga ditemukan dengan kelainan jantung bawaan
seperti atresia trikuspid atau atresia pulmonal.4
20
Normal nya penutupan duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 1015 jam setelah lahir,karena adanya kontraksi otot polos duktus arterious dan
pemendekan struktur serta penebalan dinding.1 terjadinya penutupan diperkirakan
karena adanya perubahan PaO2 dari keadaan fetal menjadi neonatus. Perubahan PaO2
ini akan memicu oksigen sensor pada duktus arteriosus untuk menghasilkan reaktif
oksigen spesies (ROS), yang kemudian ROS memicu kerusakan jaringan duktus
arteriosus dan menyebabkan penutupan duktus arteriosus.6 penutupan sempurna dan
permanen terjadi pada usia 2-3 minggu.4 kegagalan penutupan duktus arteriousus
diperkiraan karena adanya hipoksia.6
D. Manifestasi klinis
Gejala yang timbul pada paten duktus arteriosus tergantung pada jumlah aliran
darah pulmonal.3 pada awal kelahiran paten duktus arteriosus bisa tidak terdeteksi
dikarenakan tingginya resistensi pembuluh pulmonal.1 Paten duktus arteriosus yang kecil
bersifat asimptomatik, sedangkan paten duktus arteriosus sedang sampai yang besar dapat
menyebabkan gejala gagal jantung seiring menurun nya resistensi pembuluh pulmonal. 3
selain itu gejala yang timbul pada paten duktus arteriosus yang besar adalah nafas cepat,
tidak mau menyusu, dan gagal tumbuh.1
E. Diagnosis
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Paten duktus arteriosus biasanya akan mengeluhkan gejala yang tidak spesifik
seperti nafas cepat, tidak mau menyusu ataupun adanya gagal tumbuh.1 Dari
pemeriksaan fisik paten duktus arteriosus tampak peningkatan aktifitas prekordium
yang dapat teraba getaran nya pada palpasi, tekanan nadi melebar dengan tekanan
diatolik yang rendah dan bounding pada pulsasi perifer.4 tekanan nadi yang melebar
diakibatkan lari nya darah ke sirkulasi pulmonal saat fase diatolik. 3 kemudian
didapatkan juga bising jantung yang kontinyu
21
murmur), bising ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara aorta dan arteri
pulmonal,
bising ini paling jelas terdengar parasternal kiri atas pada area infra
clavikula.1
-
Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi
Gambaran EKG pada paten duktus arteriosus serupa dengan ventrikel septal
defek. Gambaran normal EKG atau pembesaran ventrikel kiri dapat terlihat pada
paten duktus arteriousus yang kecil atau menengah. 2 Pada paten duktus arteriosus
yang besar dapat tampak gambaran hipertrofi ventrikel kanan.4
Radiologi
Gambaran foto thoraks pada paten duktus arteriosus tidak spesifik. 1 tergantung
dari jumlah aliran darah ke pulmonal. Pada paten duktus arteriosus yang kecil dapat
menunjukan gambaran yang normal, sedangkan pada paten duktus arteriosus yang
besar dapat menunjukan pembesaran jantung yang bervariasi.2
Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat secara langsung memperlihatkan duktus arteriosus.
dengan teknik doppler dapat dilihat gambaran aliran yang khas pada paten duktus
arteriosus.4 ukuran dari paten duktus arteriosus juga dapat dinilai melalui
ekokardiografi melalui penilaian dua dimensi eko pada gambaran parasternal tinggi.2
Kateterisasi jantung dan Angiografi
Kateterisasi juga bisa mengkonfirmasi adanya paten duktus arteriosus dengan
menunjukan peningkatan saturasi oksigen pada arteri pulmonal. Kateter mengukur
tekanan arteri pulmonal bersama dengan penghitungan aliran darah arteri pulmonal
yang akan mengestimasi resistensi pembuluh pulmonal. Yang akhirnya kateter bisa
22
melewati arteri pulmonal menuju aorta atau dari aorta ke arteri pulmonal, yang
membuktikan adanya duktus arteriosus. Dengan aortogram dapat menunjukan
diameter dan panjang duktus arteriosus.1
F. Penatalaksanaan
Tatalaksana paten duktus arteriosus meliputi nonintervensi, intervensi bedah
dan intervensi kardiologi non bedah.4
Tatalaksana non intervensi biasanya dilakukan pada bayi prematur dengan
cara mempertahankan hematokrit pada kadar 45%. Dengan tujuan mencegah anemia
karena anemia akan menyebabkan iskemia miokardium. Selain itu dapat juga
dilakukan terapi medika mentosa yaitu dengan pemberian indometacin (analog
prostaglandin) yang diberikan sebelum usia 10 hari. Dosis indometacin yang di
berikan 0,2mg/kgBB melalui pipa nasogastrik atau intravena. Pemberian dosis
selanjutnya tergantung usia pada saat awal terapi :
23
24
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada paten duktus arteriosus adalah gagal jantung.4
2.3
Lesi Obtruktif
2.3.1
Stenosis Aorta
A. Insidensi
Angka kejadian stenosis aorta sebanyak 5% dari semua kasus PJB. Prevalensi
kejadian 4 kali lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan. Pada kebanyakan
kasus, stenosis aorta adalah valvuler, daun katup menebal dan komisura berfusi
sampai bertingkat.1,2
B. Patofisiologi
25
26
tampak garis koaptasi katup terletak eksentris. Juga dapat melihat apabila terjadi
stenosis pada subvalvular atau supravalvular.2,4
- Foto rontgen
Pada kasus stenosis aorta bisa juga ditemukan dilatasi aorta asenden atau
aortic knobs yang menonjol, yang disebabkan oleh post stenotik dilatasi. Biasanya
tidak ada kardiomegali kecuali jika disertai gagal jantung.2
Gambar. Tanda kardiomegali dengan disposisi apex ventrikel kiri ke dinding dada
kiri. Atrium kiri mendisposisi esofagus ke kanan. Tanda vaskularitas pulmonal normal
kateterasi jantung
Kateterisasi jantung kiri menampakan besar perbedaan tekanan dari ventrikel
kiri ke aorta. tampak obstruksi paling baik di identifikasi dengan ventrikulografi
selektif kurva tekanan aorta abnormal jika obstruksi berat. pada penderita dengan
obstruksi berat dan kelenturan ventrikel kiri berkurang. tekanan atrium kiri naik dan
mungkin ada hipertensi pulmonal. kebanyakan bayi dengan stenosis aorta berat tidak
memerlukan kateterasi jantung, fungsi ventrikel kiri menurun secara mencolok.1
E. Penatalaksanaan
27
Intervensi pembedahan
Apabila terjadi komisurotomi pada tempat terjadinya stenosis.2 Prosedur tindakan
yang dilakukan adalah dengan BAV (ballon aortic valvulotomy) secara transkateter.
Dilakukan apabila perbedaan tekanan sistolik puncak antara ventrikel kiri dan aorta
melebihi 60mmHg pada saat istirahat.1,2
Apabila pergantian katup aorta diperlukan, pilihan prosedur sering tergantung
pada umur penderita. Katup homograf dan katup babi cenderung berkalsifikasi lebih
cepat pada anak yang lebih muda; namun, mereka tidak memerlukan anti koagulasi
yang terus menerus. Operasi yang banyak digunakan translokasi aorto-pulmonalprosedur
ross.
Prosedur
ini
meliputi
pengambilan
katup
pulmonal
dan
ditempatkan pada posisi pulmonal. Manfaat pada prosedur ini adalah potensi untuk
pertumbuhan katup neo-aortik translokasi dan umur katup homograf lebih lama bila
ditempatkan pada tekanan sirkulasi pulmonal yang lebih rendah.1
F
2.3.2
Stenosis Pulmonal
a. Definisi
Obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau arteri pulmonalis dan cabangcabangnya. Penyempitan pada stenosis pulmonal dapat terjadi di bawah katup yaitu di
infundibulum (stenosis subvalvular atau infundibular), pada (valvular) atau di atas katup
(supravalvular).
b. Insidensi
Menurut penelitian di Brazil, prevalensi stenosis katup pulmonal berada di urutan
keempat terbanyak pada lesi kongenital asianotik. 1 Beberapa penelitian di Arab
saudi juga menunjukkan bahwa stenosis katup pulmonal juga cukup sering terjadi.
Stenosis pulmonal pada beberapa penelitian tersebut berada pada urutan ketiga
ataupun keempat paling banyak.2
b. Patogenesis
c. Manifestasi Klinik
Penderita
stenosis
pulmonal
derajat
ringan
sedang
sering
tidak
tampak bergizi baik dengan wajah moon face. Toleransi latihan normal, dan tidak
terdapat infeksi saluran napas berulang.
meningkat. Pada anak yang lebih besar terlihat peningkatan tekanan vena
jugularis. Ventrikel kanan kuat angkat teraba di perbatasan sternum kiri bawah.
Dalam stenosis pulmonal derajat berat, terdapat adanya sianosis ringan sampai
sedang pada pasien dengan defek septum atrium atau pasien dengan kelainan
paten foramen ovale. Jika terdapat adanya pembesaran hepar dan edema
perifer, hal ini menandakan adanya kegagalan dari jantung kanan. jantung
sedikit atau sangat membesar dan kuat angkat pada parasternal kanan. Kadang
didapatkan meluas ke garis midklavikula kiri.
1,2
Pada palpasi dada pasien stenosis sedang atau berat teraba getaran
bising di sela iga II parasternal kiri. Bunyi jantung I normal diikuti oleh bunyi klik
ejeksi, yang menandakan bahwa daun katup pulmonal masih cukup leluasa
geraknya. Klik terdengar di sela iga II parasternal kiri dan terdengar lebih keras
pada saat ekspirasi. Bila klik tidak terdengar lagi, hal ini menandakan bahwa
katup pulmonal displastik dan tidak leluasa geraknya. Bunyi jantung II terdengar
split yang makin lebar dengan bertambah beratnya obstruksi, karena bertambah
lamanya waktu ejeksi ventrikel kanan. Namun berbeda dengan defek septum
atrium, pada stenosis pulmonal tidak terdapat split yang menetap, melainkan
bervariasi dengan respirasi, split lebih lebar pada saat inspirasi dan menyempit
saat ekspirasi.1,2
Akibat gangguan gerakan katup, komponen pulmonal yaitu bunyi jantung
II (P2) terdengar lemah, makin berat obstruksi, makin lemah bunyi jantung II,
30
sehingga bila obstruksi sangat berat, maka bunyi jantung II terdengar tunggal,
yaitu hanya A2.
Bising sistolik selalu terdengar pada stenosis pulmonal, sifatnya kasar,
derajat 3 sampai 6/6, pungtum maksimum di sela iga II parasternal kiri dan
menjalar ke sepanjang garis sternum kiri dan apeks. Pada stenosis pulmonal
murni ini derajat bising bergantung kepada derajat stenosis, makin berat
stenosis, makin keras bisingnya. Hal ini berbeda dengan stenosis pulmonal pada
tetralogy Fallot, karena terdapat defek septum ventrikel, bila stenosis pulmonal
bertambah berat maka darah akan mencari jalan yang tahanannya lebih kecil,
yakni melintas defek septum ventrikel ke ventrikel kiri kemudian menuju ke
aorta. Dengan demikian maka arus turbulen pada obstruksi jalan keluar ventrikel
kanan sedikit dan bising terdengar makin lemah. 1,2
D. Diagnosis :
- Anamnesis
Gejala bergantung pada derajat obstruksi. Bayi dan anak dengan stenosis pulmonal
ringan tidak menunjukkan gejala. Stenosis sedang hingga berat dapat menyebabkan dyspnea
saat beraktivitas dan mudah lelah. Bayi baru lahir dengan stenosis berat dapat lebih
simptomatik dan bahkan mengalami sianosis akibat pirau kanan ke kiri di tingkat atrium.3
-
Pemeriksaan Fisik
Stenosis pulmonal menyebabkan murmur ejeksi sistolik yang terdengar di sela iga
kedua garis parasternal kiri dan menjalar ke punggung. Getaran bising mungkin juga
ditemukan. Bunyi jantung II dapat terdengar wide split disertai komponen pulmonal yang
terdengar pelan/lemah. Pada stenosis yang lebih berat, dapat terlihat impuls di tepi kiri bawah
sternum yang disebabkan oleh hipertrofi ventrikel kanan. Stenosis valvular dapat
menyebabkan timbulnya klik yang bervariasi dengan respirasi. Semakin berat stenosis,
31
semakin lama durasi murmur dan semakin tinggi frekuensinya. Murmur akibat stenosis
pulmonal perifer bervariasi menurut lokasi lesi. Murmur ejeksi sistolik terdengar di bagian
distal obstruksi sepanjang aliran darah di sirkulasi pulmonal yang dapat mengalami radiasi
penjalaran ke punggung.3
- Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram
Gambaran EKG normal pada stenosis ringan. Stenosis sedang hingga berat
dapat menyebabkan deviasi aksis QRS ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan yang
dapat ditunjukkan dengan adanya gelombang R yang tinggi di hantaran dada kanan
dan gelombang S yang dalam di V5 dan V6. 3,5 Pada stenosis sedang dan berat
didapatkan dilatasi atrium kanan (gelombang P pulmonal).5
2. Foto Rontgen
Foto rontgen toraks normal pada stenosis ringan. Ukuran jantung biasanya
normal pada foto rontgen toraks walaupun segmen arteri pulmonal utama dapat
menonjol akibat dilatasi pascastenotik arteri pulmonalis utama. 3
32
E. Penatalaksanaan
33
Pada stenosis pulmonal ringan tidak perlu dilakukan tindakan apa pun selain
pemantauan secara berkala (pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, ekokardiografi
Doppler) untuk mengetahui apakah stenosis bertambah berat. Tindakan untuk
mengurangi atau menghilangkan stenosis perlu dilakukan bila obstruksi cukup berat
(lebih dari 40-50% mmHg), atau bila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih besar dari
40% tekanan ventrikel kiri, atau jika terjadi penyulit stenosis infundibular sekunder.
Dilatasi katub pulmonal dengan balon (ballon pulmonary valvulotomy) pada saat ini
merupakan prosedur dilatasi balon yang paling banyak dilakukan, karena relatof
sederhana, efektif, dan murah. Namun penyempitan ulang dilaporkan cukup tinggi
sehingga pemantauan pascadilatasi balon harus dilakukan dengan ketat. pada semua
pasien dengan stenosis pulmonal perlu diberikan pencegahan terhadap endokarditis
infektif.
2.3.3
Koarktasio aorta
a. Insidensi
Koarktasio aorta terjadi pada sekitar 6-10% kasus PJB dimana terjadi kontriksi pada
tempat duktus bermuara pada aorta. Insidensi koarktasio aorta terjadi dua kali lebih sering
pada laki-laki daripada wanita. Lebih dari separuh pasien dengan koarktasio aorta disertai
dengan kelainan lain, seperti DSV, kelainan katup mitral dan stenosis aorta. 1,2 Sekitar 30%
koarktasio aorta terjadi pada penderita sindrom Turner (XO). 4 Koarktasio aorta hampir selalu
terjadi (98% kasus) tepat di distal permulaan arteria subklavia kiri pada permulaan duktus
arteriosus, atau biasa disebut posisi jukstaduktal, tetapi juga bisa terjadi pada praduktal atau
34
pascaduktal. Saat perkembangan arkus aorta, derah disekitar insersi duktus arteriosus gagal
berkembang secara normal sehingga terjadi penyempitan lumen aorta.1,3
b. Patofisiologi
Koarktasio aorta dapat terjadi hanya karena obstruksi jukstaduknal saja, ataupun
sebagai hipoplasia tubuler aorta transversum mulai pada salah satu pembuluh darah kepala
atau leher dan meluas kedaerah duktus, atau yang biasanya disebut koarktasio preduktal.
Terjadinya koarktasio aorta sering kali dihubungkan dengan kelainan jantung yang
menyebabkan aliran darah melalui katub aorta berkurang, contohnya pada DSV. 1,4
Penyempitan pada jukstaduktal menyebabkan rendahnya tekanan darah pada distal
tubuh dan meningkatnya tekanan darah pada proksimal tubuh. Rendahnya tekanan darah pada
distal tubuh diakibatkan kurangnya aliran darah ke organ abdominal dan ekstremitas bawah
akibat kontriksi pada jukstaduktal, dimana dapat terjadi iskemik pada organ bagian bawah
tersebut. Hipertensi pada bagian tubuh menyebabkan aliran darah ke otak dan ekstremitas
atas meningkat.1,4,6
Efek hemodinamik koartasio aorta bervariasi tergantung derajat obstruksi, lesi jantung
dan mekanisme kompensasi. Koartasio aorta menyebabkan kenaikan afterload pada ventrikel
kiri akibat meningkatnya tekanan pada proksimal tubuh, menyebabkan tekanan dinding yang
meningkat, hipertrofi ventrikel kiri kompensata, disfungsi ventrikel kiri dan pembentukan
arteri kolateral. Pada fetus, gangguan hemodinamik yang terjadi ringan dikarenakan hanya
10% dari cardiac output yang melewati istmus. Namun setelah lahir, akibat penutupan duktus
arteriosus menyebabkan obstruksi aorta hingga terjadi pengurangan output ventrikel kiri,
peningkatan tekanan pada diastolik akhir dari ventrikel kiri, dilatasi miokard, dan gejala dari
gagal jantung. Pada obstruksi berat akan terjadi disfungsi miokard, pengurangan stroke
volume dan terjadi syok kardiogenik.1,5
35
Jika tidak dioperasi pada masa bayi, koarktasio aorta biasanya menimbulkan
pertumbuhan sirkulasi kolateral yang luas, terutama dari cabang-cabang subklavia, intercostal
superior dan arteri mamaria interna. Cabang-cabang thoraks dan subskapuler arteria aksilaris
dapat juga membesar sebagai saluran kolateral. Pembuluh darah ini bergabung dengan
cabang-cabang epigastrik inferior arteria femoralis membentuk saluran darah arterial untuk
memintas daerah koarktasio. Pembuluh darah yang turut membentuk sirkulasi kolateral dapa
menjadi sangat besar dan berkelok-kelok pada awal masa dewasa.1
usia 2 minggu. Apabila koarktasio aorta terdeteksi sebelum penutupan duktus arteriosus,
gejala yang mungkin terlihat adalah perbedaan sianosis tubuh, dimana hanya bagian tubuh
bagian bawah saja yang sianosis. Apabila koarktasio aorta didapatkan sesudah penutupan
duktus, biasanya pasien datang dengan tanda-tanda hipoperfusi tubuh bagian bawah, asidosis,
dan gagal jantung berat.1,3,4
Tanda klasik koartasio aorta adalah perbedaan nadi dan tekanan darah lengan dan
kaki. Nadi brakialis teraba normal dan kuat, sedangkan nadi femoralis serta dorsalis pedis
sangat lemah bahkan tidak teraba. Begitu juga tekanan darah di ekstremitas atas lebih tinggi
dibandingkan tekanan darah ekstremitas bawah. Pada orang normal, tekanan darah sistolik di
kaki lebih tinggi 10-20 mmHg dari pada tekanan darah di lengan. Untuk itu sangat perlu
dilakukan pemeriksaan nadi serta pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas pada
setiap bayi yang dicurigai menderita penyakit jantung bawaan.1-4
Pada anak yang lebih besar jarang menunjukkan gejala yang berarti. Anak biasanya
datang dengan keluhan lemah dan atau nyeri pada kaki, sakit kepala ataupun epitaksis
sesudah latihan fisik. Pada koarktasio berat, setelah pasien berumur 4 tahun biasanya dapat
diraba kolateral di daerah subskapula dan di daerah interkostal.3
Tabel...... Manifestasi Klinis Koarktasio Aorta6
Neonatal
Postneonatal
Syok
Gejala hipertensi proksimal tubuh : sakit
kepala, LVH
Asidosis
Gejala hipotensi distal tubuh: nyeri pada
betis, pulsasi lemah
Perfusi kurang
Bruits/murmur akibat kolateral
Sianosis ekstremitas bawah
Sulit makan
Keringat berlebihan
D. Diagnosis
37
Pada bayi dengan koarktasio berat didapatkan adanya pembesaran jantung dan
kongesti pulmonal. Neonatus dan bayi muda akan menampakkan hipertrofi ventrikel kanan
atau biventrikuler. Diagnosis paling sering dibuat dengan mengevaluasi secara hati-hati
semua nadi perifer utama yang mudah dicapai dan dengan pengukuran tekanan darah pada
lengan dan kaki.1,3,4,6
Pada auskultasi jantung, bila koarktasio aorta tidak disertai dengan kelainan lain,
biasanya tidak ditemukan bising di daerah prekordium, namun terdapat bising yang lunak di
daerah subskapula. Apabila terdapat defek septum ventrikel, maka bising defek ini mudah
dikenali, tetapi jika kelainan yang menyertai adalah stenosis aorta maka bising tidak begitu
jelas.3
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran pembesaran jantung yang
menyeluruh dan terdapat udem paru atau kongesti vena pulmonalis. 3-4 Pada anak yang lebih
besar akan didapatkan gambaran rontgen hipertrofi ventrikel kiri. Rib notching tampak pada
anak yang lebih besar akibat adanya kolateral arteria interkostali. Pada esofagus tampak
angka 3 terbalik yang disebabkan oleh penekanan dilatasi pascakoarktasio pada esofagus.3
Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran hipertofi ventrikel kanan dan RBBB
(right bundle branch block) pada neonatus, sedangkan pada anak yang lebih besar didapatkan
hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu koarktasio aorta juga bisa diperiksa dengan menggunakan
ekokardiografi dan katerisasi jantung. Ekokardografi dapat memperlihatkan lokasi dan derajat
koarktasio, adanya hipertrofi ventrikel kiri, serta fungsi dan morfologi katub aorta. 1,3 Pada
ekokardiogram berwarna dan Doppler menunjukkan gambaran khas: aliran turbulensi sistolik
dan diastolik di aorta desendens seperti gigi gergaji (seesaw).8
E. Penatalaksanaan
38
Pada neonatus dengan koarktasio aorta yang berat, penutupan duktus sering
menimbulkan hipoperfusi dan asidosis. Oleh karena itu perlu diberikan infus prostaglandin
E1 untuk mempertahankan duktus arteriosus selama minggu pertama kehidupan. Pemberian
short-acting inotropic seperti dopamin dan dobutamin, antidiuretik, dan oksigen juga perlu
diberikan pada pasien simptomatik.4 Bila diagnosis koarktasio aorta sudah pasti, perbaikan
secara bedah harus dilakukan. Bayi yang datang dengan gagal jantung kongestif harus
ditangani dengan cara-cara antikongestif sampai perbaikan sebelum dilakukan tindakan
bedah.1,2
Intervensi bila beda tekanan darah ekstremitas atas dan bawah 20 mmHg, dengan: 2
- Operasi segera pada bayi yang simptomatik atau bila asimptomatik koreksi saat usia
maksimum sebelum 2 tahun.
- Ballon angioplasty dilakukan hanya bila koarktasio aorta setempat (discrete) dan
tipis.
Anak yang telah melakukan prosedur operasi sebaiknya di follow up setiap 6 sampai
12 bulan sekali untuk melihat apakah terdapat kekambuhan, khususnya ketika operasi
dilakukan pada tahun pertama kehidupan. Antibiotik untuk endokarditis juga sebaiknya
diberikan setelah dilakukannya prosedur operasi.4
39
40
Daftar Pustaka
1.
Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW and Schor NF. Nelson textbook of
pediatrics. Philadelphia: Elsevier, 2015.
2.
Hariyanto D. Profil penyakit jantung bawaan di instalasi rawat inap anak
RSUP DR M Djamil Padang Januari 2008- Februari 2011. Sari Pediatri 2012; 3:
152-7.
3.
Sastroasmoro S. Kardiologi anak. Jakarta IDAI, 1994.
41