PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi yang sangat memengaruhi kualitas hidup penyandangnya.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya1.
Adapun komplikasi yang dapat disebabkan karena diabetes melitus ini dapat
berupa makrovaskular, mikrovaskular, maupun komplikasi neurologis2. Kelompok
penyakit yang merupakan komplikasi dari DM tipe makrovaskular contohnya seperti
penyakit jantung koroner dan stroke yang merupakan penyakit pembuluh darah besar
yang terjadi akibat dari pembentukan atherosklerosis pada kedua organ vital tersebut.
Sedangkan kelompok komplikasi penyakit yang termasuk tipe mikrovaskular yaitu
retinopati diabetik dan nefropati diabetik. Dan komplikasi terakhir yaitu berupa
komplikasi neurologis yang disebut dengan neuropati diabetik2.
Pada referat ini akan dijelaskan mengenai neuropati diabetik yang merupakan
komplikasi dari diabetes melitus tipe komplikasi neurologis, dimana neuropati ini
merupakan komplikasi yang bersifat kronis dan mengenai 50% dari sejumlah
penderita diabetes melitus setelah 25 tahun menderita diabetes melitus 3. Neuropati
jenis ini merupakan neuropati metabolik yang paling banyak terjadi. Jenis neuropati
sendiri berdasarkan penyebabnya yaitu karena intoksikasi (plumbum, arsen, talium,
isoniasid,dll) karena defisiensi dari diet (asupan alkohol, kaheksia, karsinoma, dan
kondisi lain), akibat infeksi (difteri, demam bintik atau spotted fever, tifoid dll) dan
gangguan metabolik (diabetes melitus, porfiria, pelagra, uremia, dll) dan penyebab
yang tidak dapat ditemukan yaitu disebut dengan neuropati idopatik4
Neuropati diabetik dapat berkembang menjadi ulkus diabetik pada 2,5%
penderita diabetes melitus5,yang tidak menutup kemungkinan dapat berkembang
menjadi hal yang lebih buruk lagi seperti terjadinya gangren dan meningkatkan angka
dari amputasi pada kaki penderita dengan diabetes, maka dari itu hal ini tentu saja
bukan merupakan suatu keadaan yang dapat dianggap sederhana terlebih lagi bagi
1
Tujuan
Tujuan dari dibuatnya referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,
penyebab, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis dan penanganan pada pasien
polineuropati diabetik. Sekaligus untuk mengetahui perbedaan polineuropati jenis lain
selain polineuropati akibat gangguan metabolik karena diabetes melitus.
BAB II
2
ISI
2.1
medulla spinalis
Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada
medulla spinalis.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
N.I (olfaktorius)
N.II (optikus)
N. III (okulomotis)
N.IV (throklearis)
N.V (trigeminu)
N.VI (abdusen)
Saraf Cranial
g. N.VII (facial)
h. N.VIII(vestibulokoklearis)
i. N.IX (glosifaringeus)
j. N.X (vagus)
k. N.XI (assesorius)
l. N.XII (hypoglosus)
Saraf Spinal
31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan
ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung
membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik
dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan
korda melalui neuron eferen.
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regio kolumna vertebra tempat
munculnya saraf tersebut.
Tabel 2. Saraf Spinal
Saraf Spinal
a. Saraf serviks ; 8 pasang, C1 C8.
b. Saraf toraks ; 12 pasang, T1 T12.
c. Saraf lumbal ; 5 pasang, L1 L5.
d. Saraf sacral ; 5 pasang, S1 S5.
e. Saraf koksigis, 1 pasang.
Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf
kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus dorsal,
cabang ventral dan cabang viseral.
Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
Sistem Saraf Otonom
SSO merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini menginervasi
jantung, seluruh otot polos, seperti pada pembuluh darah dan visera serta kelenjarkelenjar. SSO tidak memiliki input volunter, walaupun demikian, sistem ini
dikendalikan oleh pusat dalam hipotalamus, medulla dan korteks serebral serta pusat
tambahan pada formasi reticular batang otak.
Serabut aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa
kenyang dan pesan-pesan yang berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan darah
dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di sepanjang jalur yang sama dengan jalur
serabut saraf motorik viseral pada SSO.
Divisi SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi parasimpatis.
Sebagian besar organ yang diinervasi oleh SSO menerima inervasi ganda dari saraf
yang berasal dari kedua divisi. Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara
anatomis berbeda dan perannya antagonis.
Serat yang lebih kecil dipengaruhi pertama pada pasien dengan DM. Dengan terpapar
terus hiperglikemia, serat lebih besar menjadi terpengaruh. Serat dari ukuran yang
berbeda memediasi berbagai jenis sensasi, seperti yang ditunjukkan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Karakteristik Serat Saraf
Fiber Type
A-alpha (I)
Size
13-20
Modality
Limb proprioception
Myelination
Yess
A-beta (II)
micrometers
6-12 micrometers
Limb proprioception,
Yess
1-5 micrometers
0.2-1.5
vibration, pressure
Mechanical sharp pain
Thermal pain,
Yess
No
micrometers
A-delta (III)
C (IV)
2.3
yang
mempengaruhi
perkembangan
neuropati
diabetik
sebenarnya masih belum dipahami sepenuhnya, namun ada beberapa hipotesis yang
telah diakui secara umumnya sebagai proses terjadinya neuropati diabetik.
9,10,11,12,13,14,15,16,17,18
Perkembangan tanda dan gejala neuropati diabetik tergantung dari banyak hal,
seperti seperti lamanya paparan dari hiperglikemi dan faktor risiko lain seperti
peningkatan kadar lipid, tekanan darah, merokok, peningkatan berat badan dan
tingginya paparan agen neurotoxic lain seperti etanol.8 Faktor genetik tentunya juga
memegang peranan.19
Kontribusi
mekanisme
biokimiawi
yang
penting
dalam
perkembangan
polineuropati diabetik dalam gejala yang simetris ini dapat dijelaskan pada jalur
polyol, peningkatan glikasi produk ahkir dan stress oksidatif.8
a. Polyol Pathway (Jalur Polyol)
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam sel saraf, hal ini
dapat mengakibatkan kejenuhan jalur glikolisis normal dalam sel. Akibatnya
ekstra glukosa didorong ke jalur poliol dan akan dirubah menjadi sorbitol dan
fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol dehidrogenase.20 Akumulasi dari
sorbitol dan fruktosa ini menyebabkan myoinosito sel saraf berkurang, penurunan
aktivitas membran Na+/K+,ATP ase, gangguan transportasi aksonal, dan
kerusakan struktural dari saraf, menyebabkan propogasi potensial aksi yang
abnormal. Maka dari itu ini merupakan alasan pemberian obat-obatan inhibitor
aldose reduktase untuk meningkatkan konduksi saraf.21
b. Peningkatan Glikasi Produk Akhir
Reaksi nonenzimatik glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan hasil lipid
dalam produk akhir glikasi lanjut, mungkin memiliki peran dalam mengganggu
integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan metabolisme sel
saraf dan transportasi aksonal.22
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes melitus memang dapat
merugikan melalui beberapa mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami.
Seperti termasuk kerusakan langsung pada pembuluh darah yang mengakibatkan
ke iskemia saraf dan fasilitasi dari reaksi AGE. Meskipun pemahaman lengkap
dari proses-proses ini belum jelas,namun penggunaan antioksidan asam alphalipoic dapat menurnkan gejala neuropatik. 23,24,25
Dalam kasus sindrom diabetes fokal atau asimetris neuropati, cedera pembuluh
darah atau autoimunitas mungkin memainkan peran lebih penting. 26
2.4
Perkembangan tanda dan gejala neuropati diabetik tergantung dari banyak hal,
seperti seperti lamanya paparan dari hiperglikemi dan faktor risiko lain seperti
peningkatan kadar lipid, tekanan darah, merokok, peningkatan berat badan dan
tingginya paparan agen neurotoxic lain seperti etanol.8 Faktor genetik tentunya juga
memegang peranan.19
2.5
2.6
Presentasi
30-50%
Radiculopathies/plexopathies
14-30%
Neuropati Cranial
9-15%
Manifestasi Klinis
Pada diabetes mellitus tipe 1, polineuropati distal biasanya menjadi gejala
setelah bertahun-tahun mengalami hiperglikemia yang berkepanjangan. Sebaliknya,
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dapat hadir dengan polineuropati distal setelah
hanya beberapa tahun setelah kontrol glikemik yang buruk, kadang-kadang pasien ini
sudah memiliki neuropati pada saat diagnosis. Sejak neuropati diabetes dapat
bermanifestasi sebagai berbagai gejala sensorik, motorik, dan otonom, daftar
terstruktur mengenai gejala neuropati diabetik dapat digunakan untuk membantu
semua pasien diabetes yang mungkin menderita neuropati.
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi
stoking-dan-sarung tangan di ekstremitas distal. Gejala sensorik dapat berupa
gejala sensorik negatif atau positif, fokal atau difus.
Gejala sensorik negatif termasuk perasaan mati rasa atau deadness, dimana pasien
dapat merasakn seperti mengenakan sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan
keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan tidak dapat merasakan lukaluka yang menyakitkan akibat hilangnya sensasi yang umum.
Gejala sensorik positif dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti sengatan listrik, sakit, atau
hipersensitif terhadap sentuhan allodynia.
b. Gejala Motoris
Masalah motorik berupa kelemahan distal, proksimal, atau lebih fokus pada satu
bagian. Pada ekstremitas atas, gejala motorik distal mungkin termasuk gangguan
koordinasi tangan pada gerakan halus dan kesulitan dengan tugas-tugas seperti
membuka botol atau memutar kunci. Menendang kaki dan keluhan kaki sering
tersandung mungkin gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala kelemahan
ekstremitas proksimal termasuk kesulitan naik dan turun tangga, kesulitan bangun
dari posisi duduk atau telentang, jatuh karena lutut tidak kuat menopang berat
badan, dan kesulitan mengangkat lengan di atas atau bahu.
Dalam presentasi yang paling umum dari neuropati diabetik dengan gejala
simetris sensorimotor, kelemahan kecil dari jari kaki dan kaki dapat dilihat,
kelemahan yang parah jarang terjadi dan bila adapun harus dilakuakn
penyelidikan untuk penyebab lain, seperti polyradiculoneuropathy demielinasi
inflamasi kronis (CIDP), atau vaskulitis. Kelemahan yang lebih parah dapat
diamati dalam sindrom neuropati diabetes asimetris. Neuropati motorik mungkin
terjadi bersama dengan neuropati sensorik (sensorimotor neuropati) 30
c. Gejala Autonom
Neuropati otonom mungkin melibatkan sistem kardiovaskular, gastrointestinal,
dan genitourinari serta kelenjar keringat. Pasien dengan neuropati otonom umum
dapat berupa ataksia, ketidakstabilan gaya berjalan, atau sinkop. Selain itu,
neuropati otonom memiliki gejala lanjut yang berhubungan dengan lokasi anatomi
dari kerusakan saraf-gastrointestinal, kardiovaskular, kandung kemih atau
sudomotor.
Neuropati otonom gastrointestinal dapat menghasilkan gejala berikut31:
1. disfagia
2. sakit perut
3. Mual / muntah
4. Malabsorpsi
5. inkontinensia alvi
6. diare
7. sembelit
Neuropati otonom kardiovaskular dapat menghasilkan gejala berikut32 :
1. Persistent sinus takikardi
2. hipotensi ortostatik
3. sinus aritmia
4. Penurunan variabilitas jantung dalam menanggapi pernapasan dalam
5. Mudah sinkop pada posisi berubah dari berbaring ke berdiri
Neuropati sistem urologi (yang harus dibedakan dari gangguan prostat atau tulang
belakang) dapat menghasilkan gejala-gejala berikut:
1. Aliran kemih yang buruk
2. Perasaan tidak lampias
Mononeuropati kompresi sering terjadi pada pasien dengan diabetes, terutama pada
nervus ulnaris, mediana, dan paroneal. Mononeuropati mediana bilateral juga sering
terjadi pada pasien diabetes, walaupun obesitas menjadi faktor risiko utama dalam
kejadian Carpal Tunnel Syndrome ini, dengan gejala mati rasa pada kedua
pergelangan tangan dan atau neuropati ulnar pada siku (sindroma terowongan
kubiti)65,66
Gambar 4. Kompresi Nervus Medianus
Diabetes dikaitkan dengan beberapa komplikasi neuropati akut yaitu berupa Diabetes
Lumbosakral Radiculoplexus Neuropati (DLRPN atau "amyotrophy diabetes")
biasanya timbul dengan onset mendadak berupa nyeri paha yang parah pada satu sisi,
Hal ini diikuti oleh atrofi progresif dan kelemahan, yang melibatkan otot yang lebih
proksimal daripada otot distal. Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan
yang dramatis dan banyak yang akhirnya tergantung pada kursi roda.67 Diabetes
neuropati lumbosakral radiculoplexus biasanya mempengaruhi pasien yang lebih tua
dengan diabetes tipe 2. DLRPN risiko tidak terkait dengan kontrol diabetes atau
durasi. Memang, pasien biasanya memiliki durasi DLRPN diabetes lebih pendek
dibandingkan dengan DSP (Distal Symetric Polyneuropathy), Studi elektrodiagnostik
menunjukkan bukti polyradiculoneuropathy melalui pemeriksaan cairan serebrospinal
yang ditandai oleh konsentrasi protein tinggi tanpa pleocytosis. Biopsi saraf
menunjukkan microvasculitis 68
Disfungsi Ereksi
Gamabar 9. Aliran Darah Penis
Neurogik :
-
Neuropati autogenik
Neuropati perifer
Arteriogenik :
-
mikroangiopati
Endotel :
-
Miogenik :
-
Faktor Neurogenik
Patogenesis neuropati diabetik sampai saat ini belum seluruhnya jelas, neuropati
autonomic diabetic dapat melibatkan berbagai organ termasuk didalamnya system urogenital,
gastrointestinal, kardiovaskuler, dan lain-lain. Berbagai teori dijelaskan dalam hal terjadinya
neuropati diabetik diantaranya : 70
Teori Hormon
Dijumpai tiga hormone yang mempengaruhi fungsi saraf perifer yaitu tiroksin,
testosterone, dan insulin. Ternyata pemberian tiroksin dapat memperbaiki kecepatan hantaran
saraf motorik dan memperbaiki konsentrasi dan inositol pada tikus diabetes. Kastrasi pada
tikus diabetes akan mencegah berkurangnya collagen solubility dan bertambahnya
permeabilitas vaskuler tetapi tentunya cara ini tidak dapat dilakukan pada manusia. Insulin di
samping berperan sebagai regulator gula darah juga berperan sebagai growth faktor pada
sejumlah jaringan saraf pusat maupun perifer. Dengan berkurangnya growth faktor tersebut
maka terjadi penurunan kemampuan proses regenerasi saraf sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi dari sel saraf. Namun demikian pengalaman telah membuktikan bahwa tidak
ada hubungan langsung antara terjadinya DE dengan insulin. Pemberian insulin saja ternyata
tidak dapat memperbaiki gangguan DE pada penderita diabetes. 71
Teori Hipoksia
Pemeriksaan terhadap saraf perifer dari tikus diabetes tampak adanya pengurangan
aliran darah di saraf perifer yang disebabkan oleh hiperviskositas dan mikroangiopati.
Tekanan oksigen endoneural akan berkurang dan akhirnya akan menyebabkan berkurangnya
kecepatan hantaran pada saraf motorik. 70
Teori Glikosilasi
Diketahui bahwa molekul glukosa akan melekat pada protein sesuai dengan
konsentrasi glukosanya. Kolekul glukosa yang melekat ini akan membentuk fluorescent cross
linked protein. Ikatan ini menyebabkan jumlah glikosilasi mielin meningkat 5 kali.
Glikosilasi mielin ini mempunyai reseptor yang spesifik dan dimakan oleh makrofag. Dengan
demikian serangan makrofag ini akan menambah hilangnya mielin pada saraf perifer.
Teori Vaskuler
Pada otopsi yang dilakukan diperoleh adanya iskemia dari saraf perifer yang
menyebabkan neuropati diabetic. Iskemia dapat terjadi akibat :
1
Faktor Arteriogenik 69
Aterosklerosis pada arteri besar dan mikroangiopati lebih sering dan lebih
cepat muncul pada penderita diabetes disbanding bukan diabetes. Mikroangiopati
ditandai dengan penebalan kapiler basement membrane. Bila dilakukan arteiografi
terlihat stenosis di arteri pudenda interna. Dengan pemeriksaan ultrasound dupleks
akan tampak diameter arteri penis yang lebig kecil dan aliran darah lebih lambat.
Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan yang erat antara DE-D dengan
manifestasi vaskuler lain pada diabetes seperti retinopati, penyakit jantung iskemik,
klaudikasio intermiten, dan resiko amputasi. Penurunan aliran darah ke penis akan
mengakibatkan iskemik dalam corpora.
Faktor Endotel dan Miogenik
Pada tahun 1992 Sanzes dan Tejadin menemukan secara rinci mekanisme
terjadinya ereksi, dimana peran endotel sel pembuluh darah dan sel otot polos
kavernosummemegang peranan penting. Penderita dengan diabetes menunjukkan
perubahan-perubahan yang nyata pada fungsi endotel. Endotel mempunyai peranan
penentu dalam mengatur kontraktilitas dinding pembuluh darah dengan mensekresi
bahan-bahan vasoaktif. Sel-sel endotel yang rusak mula-mula mengurangi pelepasan
neurotransmitter yang menyebabkan vasorelaksasi terutama NO. Produksi prostasiklin
juga berkurang pada sel-sel endotel penderita diabetes. Glukosa mempunyai efek
langsung pada sel-sel endotel. Kadar glukosa yang tinggi dapat menghambat
proliferasi sel-sel endotel dan meningkatkan permiabelitas lapisan sel endotel
sehingga menyebabkan influks lebih besar bahan-bahan dari darah yang beredar ke
dalam tunika interna dan media.
18
Hiperglikemia
Gambar 10. Patofisiologi Pengaruh Otot Polos dan Disfungsi Endotel Pada DM
2.7
ditemukan adanya kelainan dalam jumlah bentuk protein-protein sel saraf yang
terkena .
Pemeriksaan EMNG mencakup pemeriksaan kecepatan hantar saraf sensoris
maupun motoris dan aksi potensial. Pemeriksaan EMNG selain dapat menentukan
adanya suatu neuropati perifer, juga dapat membantu untuk menentukan lokasi yang
tepat dari serabut saraf yang terkena.
2.8
41
Sedangkan pengaruh
kontrol glikemik yang ketat pada polineuropati pada pasien dengan tipe 2 diabetes
atau orang-orang dengan gangguan toleransi glukosa / glukosa puasa terganggu
adalah tidak jelas dan memerlukan studi prospektif yang lebih lanjut prospektif.42
Sebuah kajian Cochrane 2012 menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang ketat
mencegah perkembangan neuropati klinis dan mengurangi konduksi saraf dan
kelainan sensasi getar pada pasien dengan baik diabetes melitus tipe 1 atau diabetes
tipe 2. Namun, kontrol glukosa ketat juga meningkatkan risiko episode hipoglikemia
parah, dan ini harus dipertimbangkan ketika menilai rasio manfaat / risiko. 43
54
ini merupakan first line dari pengobatan neuropati diabetik akut dengan
inflamasi
dan
nyeri
dengan
cara
menurunkan
enzim
obat
anti
konvulsif
generasi
kedua,
bekerja
dengan
pintu ion kalsium dan menghambat cabang dari asam amino transferase.
Hai ini dapat menurunkan influx dari kalsium ke dalam sel-sel yang
hipersensitif.
Dalam beberapa percobaan, plasebo terkontrol memeriksa secara acak
pasien dengan neuropati yang menyakitkan, gabapentin telah terbukti secara
signifikan mengurangi nyeri neuropatik dan meningkatkan tidur.56 Dalam uji
klinis terbesar, dosis lebih dari 1800 mg dibagi tiga kali sehari. Sering
diperlukan untuk mengurangi nyeri. Dosis eskalasi gabapentin harus
dimulai pada 300 mg, 2 jam sebelum tidur, meningkat 300 mg bertahap
setiap 3 sampai 7 hari untuk 600 mg tiga kali sehari. Ini jadwal eskalasi
konservatif dalam meminimalkan efek samping. Sebuah uji coba terapi
harus melibatkan setidaknya 4 minggu dengan dosis terapi, dengan
beberapa pasien yang memerlukan 4800 mg sehari dalam dosis terbagi.
Gabapentin umumnya ditoleransi dengan baik, dan diekskresi di ginjal
berarti tidak ada interaksi dengan obat yang mengalami metabolisme hati.
Pusing dan mengantuk adalah efek samping hanya dilaporkan terjadi lebih
sering pada pasien yang memakai gabapentin dibandingkan mereka yang
-
menerima plasebo
Carbamazepine (Tegretol, Carbatrol, Epitol) , yang biasa digunakan pada
pengobatan kejang parsial ini juga dapat digunakan pada pengobatan
neuropati diabetik dan efektif untuk nyeri kronik pada neuropati diabetik
Pregabalin (lyrica) dapat digunakan sebagai penanganan neuropati perifer
karena diabetik yang bersifat generalisata dan ini diajdikan sebagai pilihan
utama dalam menangani nyeri neuropati diabetik. Obat ini merupakan obat
yang bekerja mirip dengan gabapentin dalam menangani kejang.
Secara struktural mirip dengan gabapentin dan farmakokinetik,
metabolisme dan efek samping profil sangat mirip, dengan onset agak lebih
cepat dalam mengurangi nyeri neuropati diabetik. Pregabalin telah disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan nyeri
neuropatik pada diabetes, dan untuk pengobatan fibromyalgia.57 Dosis
eskalasi pregabalin bisa. Dimulai pada 75 mg dua kali sehari, dan
atau
lengkap,
pasien
yang
lebih
tua
harus
dipantau
aksi.
e. Synthetic Adrenocortical Steroids
Fludrocortisone acetate, digunakan dalam hipotensi ortostatik dengan gejala yang
berat dan tidak berespon terhadap pemberian tablet garam dan tekanan stocking
dalam menangani hipotensi. Obat ini digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah saat berdiri pada hipotensi ortostatik dengan cara meningkatkan retensi
natrium sehingga meningkatkan volume plasma
f. Cholinergic Agent
Bethanechol hydrochloride, digunakan untuk stimulasi selektif dari kandung
kemih untuk menghasilkan kontraksi sfingter uretra interna untuk memulai
berkemih,dapat digunakan pada pasien yang memiliki hipokrontraktilitas dari
kandung kemih.
g. Laxative
Polyethylene glycol (PEG) solution (MiraLax, GlycoLax), digunakan pada
konstipasi yang sesekali, karena obat ini tidak menyebabkan dehidrasi dan ketidak
seimbangan elektrolit yang berlebihan.
2.9
60
konsultasi Podiatric dalam pemeliharaan kaki, penggunaan pelindung kaki yang baik,
debridemen luka pada kaki, pemakaian antibiotik yang sesuai untuk luka dan usaha
lain dalam menjaga kaki diabetik tetap sehat sepertinya merupakan pencegahan yang
penting pada pasien dengan neuropati diabetik. 64
2.10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polineuropati Diabetik merupakan salah satu komplikasi dari diabetes
melitus yang sebaiknya tidak dianggap menjadi satu hal yang kurang serius
dalam menangani pasien dengan Diabetes Melitus, karena terkait dengan efek
fungsional dari keempat ektremitas yang sering kali memberika gejala yang
mengganggu bahkan dapat sampai mengurangi kemandirian pasien dalam
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta. PB: PERKENI
2. Permana, Hikmat. (2009). Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada Diabetesi.
Diakses pada tanggal 13 Februari 2013 dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/
uploads/2009/09/kompilasi_kronik_dan_penyakit_penyerta_pada_diabetesi.pdf
3. Pirart J. [Diabetes mellitus and its degenerative complications: a prospective study of
4,400 patients observed between 1947 and 1973 (3rd and last part) (author's transl)].
Diabete Metab. Dec 1977;3(4):245-56. Diakses pada tanggal 13 Februari 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1171051-overview#a0199
4. Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala.
Jakarta. EGC
5. Comi G, Corbo M. Metabolic neuropathies. Curr Opin Neurol. Oct 1998;11(5):523-9.
[Medline].
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1171051-overview#a0199
6. Boulton AJ, Malik RA. Diabetic neuropathy. Med Clin North Am. Jul 1998;82(4):90929.
[Medline].
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
7. Dorland. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta. EGC.
8. http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
9. Bromberg MB. Peripheral neurotoxic disorders. Neurol Clin. Aug 2000;18(3):681-94.
[Medline].
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
10. Goetz CG, Pappert EJ. Textbook of Clinical Neurology. Philadelphia: WB Saunders
Co;
1999.
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
11. Pourmand R. Diabetic neuropathy. Neurol Clin. Aug 1997;15(3):569-76. [Medline].
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
12. Sugimoto K, Murakawa Y, Sima AA. Diabetic neuropathy--a continuing enigma.
Diabetes Metab Res Rev. Nov-Dec 2000;16(6):408-33. [Medline]. Diakses pada
tanggal 13 februari 2013 dari http://emedicine.medscape.com/article/1170337overview#showall
13. Vinik AI, Park TS, Stansberry KB, Pittenger GL. Diabetic neuropathies. Diabetologia.
Aug 2000;43(8):957-73. [Medline]. Diakses pada tanggal 13 februari 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
14. Wilson JD. Williams Textbook of Endocrinology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders
Co;
1998.
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
15. Zochodne DW. Diabetic polyneuropathy: an update. Curr Opin Neurol. Oct
2008;21(5):527-33. [Medline]. Diakses pada tanggal 13 februari 2013 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
16. Calcutt NA, Dunn JS. Pain: Nociceptive and Neuropathic Mechanisms.
Anesthesiology Clinics of North America.; 1997. Diakses pada tanggal 13 februari
2013 dari http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
17. Malik RA. Pathology and pathogenesis of diabetic neuropathy. Diabetes Reviews.
1999;7:253-60.
Diakses
pada
tanggal
13
februari
2013
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview#showall
34. Coppini DV, Wellmer A, Weng C, Young PJ, Anand P, Snksen PH. The natural
history of diabetic peripheral neuropathy determined by a 12 year prospective study
using vibration perception thresholds. J Clin Neurosci. Nov 2001;8(6):520-4
35. Perkins BA, Olaleye D, Zinman B, Bril V. Simple screening tests for peripheral
neuropathy in the diabetes clinic. Diabetes Care. Feb 2001;24(2):250-6
36. Biaggioni I. Postural hypotension. In: Therapy for Diabetes Mellitus. American
Diabetes Association; 1998:423-30
37. O'Brien SP, Schwedler M, Kerstein MD. Peripheral neuropathies in diabetes. Surg
Clin North Am. Jun 1998;78(3):393-408.
38. Hokkam EN. Assessment of risk factors in diabetic foot ulceration and their impact on
the outcome of the disease. Prim Care Diabetes. Nov 2009;3(4):219-24
39. Skyler JS. Diabetic complications. The importance of glucose control. Endocrinol
Metab Clin North Am. Jun 1996;25(2):243-54
40. Martin CL, Albers J, Herman WH, et al. Neuropathy among the diabetes control and
complications trial cohort 8 years after trial completion. Diabetes Care. Feb
2006;29(2):340-4
41. Diabetes control and complications trial research group. The effect of intensive
treatment of diabetes on the development and progression of long-term complications
in insulin-dependent diabetes mellitus. The Diabetes Control and Complications Trial
Research Group. N Engl J Med. Sep 30 1993;329(14):977-86.
42. Sumner CJ, Sheth S, Griffin JW, et al. The spectrum of neuropathy in diabetes and
impaired glucose tolerance. Neurology. Jan 14 2003;60(1):108-11
43. Callaghan BC, Little AA, Feldman EL, Hughes RA. Enhanced glucose control for
preventing and treating diabetic neuropathy. Cochrane Database Syst Rev. Jun 13
2012;6:CD007543.
44. Ziegler D, Ametov A, Barinov A, Dyck PJ, Gurieva I, Low PA. Oral treatment with
alpha-lipoic acid improves symptomatic diabetic polyneuropathy: the SYDNEY 2
trial. Diabetes Care. Nov 2006;29(11):2365-70
45. [Best Evidence] Chou R, Carson S, Chan BK. Gabapentin versus tricyclic
antidepressants for diabetic neuropathy and post-herpetic neuralgia: discrepancies
between direct and indirect meta-analyses of randomized controlled trials. J Gen
Intern Med. Feb 2009;24(2):178-88
46. Kawai T, Takei I, Tokui M, Funae O, Miyamoto K, Tabata M, et al. Effects of
epalrestat, an aldose reductase inhibitor, on diabetic peripheral neuropathy in patients
with type 2 diabetes, in relation to suppression of N(varepsilon)-carboxymethyl
lysine. J Diabetes Complications. Aug 26 2009
47. Schemmel KE, Padiyara RS, D'Souza JJ. Aldose reductase inhibitors in the treatment
of diabetic peripheral neuropathy: a review. J Diabetes Complications. Sep 10 2009
48. Apfel SC. Neurotrophic factors in the therapy of diabetic neuropathy. Am J Med. Aug
30 1999;107(2B):34S-42S
49. Harati Y. Diabetes and the nervous system. Endocrinol Metab Clin North Am. Jun
1996;25(2):325-59.
50. Ziegler D, Reljanovic M, Mehnert H, Gries FA. Alpha-lipoic acid in the treatment of
diabetic polyneuropathy in Germany: current evidence from clinical trials. Exp Clin
Endocrinol Diabetes. 1999;107(7):421-30.
51. Backonja M, Beydoun A, Edwards KR, Schwartz SL, Fonseca V, Hes M, et al.
Gabapentin for the symptomatic treatment of painful neuropathy in patients with
diabetes mellitus: a randomized controlled trial. JAMA. Dec 2 1998;280(21):1831-6.
52. Bennett GJ, Dworkin RH, Nicholson B. Anticonvulsant Therapy in the Treatment of
Neuropathic Pain. In: Neurology Treatment Update. 2000.
53. Bomholt SF, Mikkelsen JD, Blackburn-Munro G. Antinociceptive effects of the
antidepressants amitriptyline, duloxetine, mirtazapine and citalopram in animal
models of acute, persistent and neuropathic pain. Neuropharmacology. Feb
2005;48(2):252-63.
54. Possidente CJ, Tandan R. A survey of treatment practices in diabetic peripheral
neuropathy. Prim Care Diabetes. Nov 2009;3(4):253-7
55. Forst T, Pohlmann T, Kunt T, et al. The influence of local capsaicin treatment on small
nerve fibre function and neurovascular control in symptomatic diabetic neuropathy.
Acta Diabetol 2002;39(1):16
56. Backonja M, Beydoun A, Edwards KR, et al. Gabapentin for the symptomatic
treatment of painful neuropathy in patients with diabetes mellitus: a randomized
controlled trial. JAMA 1998;280(21):18311836
57. Arezzo JC, Rosenstock J, Lamoreaux L, Pauer L. Efficacy and safety of pregabalin
600 mg/d for treating painful diabetic peripheral neuropathy: a double-blind placebocontrolled trial. BMC Neurol 2008;8:33
58. MaxMB, Lynch SA,Muir J, Shoaf SE, Smoller B, Dubner R. Effects of desipramine,
amitriptyline, and fluoxetine on pain in diabetic neuropathy. N Engl J Med
1992;326(19):1250125
59. Macgilchrist C, Paul L, Ellis BM, Howe TE, Kennon B, Godwin J. Lower-limb risk
factors for falls in people with diabetes mellitus. Diabet Med 2010;27(2):162168
60. DeMott TK, Richardson JK, Thies SB, Ashton-Miller JA. Falls and gait
characteristics among older persons with peripheral neuropathy. Am J Phys Med
Rehabil 2007;86(2):125132
61. Pham H, Armstrong DG, Harvey C, Harkless LB, Giurini JM, Veves A. Screening
techniques to identify people at high risk for diabetic foot ulceration: a prospective
multicenter trial. Diabetes Care 2000;23(5):606611
62. Ramsey SD, Newton K, Blough D, et al. Incidence, outcomes, and cost of foot ulcers
in patientswith diabetes. Diabetes Care 1999;22(3):382387
63. Gregg EW, Sorlie P, Paulose-Ram R, et al; 19992000 national health and nutrition
examination survey. Prevalence of lowerextremity disease in the US adult population
> = 40 years of age with and without diabetes: 19992000 national health and
nutrition examination survey. Diabetes Care 2004;27(7):15911597
64. Ndip A, Ebah L, Mbako A. Neuropathic diabetic foot ulcer -evidence-to-practice. Int J
Gen Med 2012;5:129134
65. Zambelis T, Tsivgoulis G, Karandreas N. Carpal tunnel syndrome: associations
between risk factors and laterality. Eur Neurol 2010;63(1):4347
66. Becker J, Nora DB, Gomes I, et al. An evaluation of gender, obesity, age and diabetes
mellitus as risk factors for carpal tunnel syndrome. Clin Neurophysiol
2002;113(9):14291434
67. Barohn RJ, Sahenk Z,Warmolts JR, Mendell JR. The Bruns-Garland syndrome
(diabetic amyotrophy). Revisited 100 years later. Arch Neurol 1991;48(11):11301135
68. Tracy JA, Engelstad JK, Dyck PJ. Microvasculitis in diabetic lumbosacral
radiculoplexus neuropathy. J Clin Neuromuscul Dis 2009;11(1):4448
69. Eardley I, Sethia K. Erectile Disfunction : Current Investigation and Management,
London, Mosby-Wolfe, 1998 : 1-38