Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

ENSEFALITIS

Oleh:
HARSYA LUTHFI ANSHARI
HADLI OKTAVIORETA FRANSISCA

1110313052
1110312074

Preseptor:
dr. Liza Fitria, SpA , M. Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RS AHMAD MUKHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I

DEFINISI
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan

oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan
masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi
neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang. 1,2
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral ensephalitis)
disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla spinalis. Dan ensefalitis
sekunder (post infection encephalitis) dapat merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus
saat itu. 3
II

EPIDEMIOLOGI
Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan

tubuh manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di
AS, terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine
Encephalitis, Western Equine Encephalitis, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun
1999, terjadi wabah virus West Nile (disebarkan oleh nyamuk Culex) di kota New York.
Virus terus menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih
kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk.
Virus Japanese Encephalitis

adalah arbovirus yang paling umum di dunia

(virus yang ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung jawab
untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar dari Cina, Asia
Tenggara, dan India.4

Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian


tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan. 1
III

ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya

bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan
tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis
terbanyak adalah Herpes simpleks virus, arbovirus, Epsteinn Barr virus, Eastern and
Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis dan lain-lain. 5,6
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :
1

Infeksi virus yang bersifat epidemik


a

Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis


encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca
vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Klasifikasi berdasarkan penyebab :

ENSEFALITIS SUPURATIVA
Bakteri

penyebab

ensefalitis

supurativa

adalah

staphylococcus

aureus,

streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.


o

Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis,

sinusitis, atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasis,
empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,trauma yang menembus ke dalam otak
dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah
edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling
daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk
kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
o

Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :
1. Demam
2. Kejang
3. Penurunan kesadaran
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum,

tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif, muntah proyektil, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat papil edema. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung
pada lokasi dan luas abses.2,3,4,5

ENSEFALITIS VIRUS
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

Manifestasi klinis

Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea, kesadaran
menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis
bulbaris.1,2,3,4,5
ENSEFALITIS PARASIT
a. Malaria serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama
terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi
plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya

sehingga menimbulkan

penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar


secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala


gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia
parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya
adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan
masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh
menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk
rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan
bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejala-gejala neurologik yang timbul
tergantung pada lokasi kerusakan. 2,4
ENSEFALITIS KARENA FUNGUS
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis.
Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningoensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas
yang menurun. 2,4
RIKETSIOSIS SEREBRI
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan

Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yangterdiri

atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam
jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejalagejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar .2,4
IV

PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat

melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh
virus akan menyebar dengan beberapa cara:
1

Lokal : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu.

Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke


organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali


masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf. 5
Pada keadaan permulaan akan timbul demam pada pasien, tetapi belum ada kelainan

neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat
dan akhirnya diikuti oleh kelainan neurologis. 5 HSV-1 mungkin mencapai otak dengan
penyebaran langsung sepanjang akson saraf. 7
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan olehn:
1

Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.

Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri
sudah tidak ada dalam jaringan otak.

Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten. 5


Tingkat demielinasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan aksonnya

terutama dianggap menggambarkan ensefalitis pascainfeksi atau alergi. Korteks serebri


terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks; arbovirus
cenderung mengenai seluruh otak; rabies mempunyai kecenderungan pada struktur basal. 7
Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus,
kekuatan teraupetik dari sistem imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat
multiplikasi virus.
Banyak virus yang penyebarannya

melalui manusia. Nyamuk atau kutu

menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada
beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun
yang lemah, merupakan faktor resiko utama.
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran
darah atau melalui sistem neural (

virus herpes simpleks, virus varisella zoster ).

Patofisiologi infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai
sekarang ini masih belum jelas.
Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatjan
fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara
difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia
putih (alba).

Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel


saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus
herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas
dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara
langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.
Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi primer
biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis,
faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari
reaktivasi

virus.Pada

infeksi

primer,

virus

menjadi

laten

dalam

ganglia

trigeminal.Beberapa tahun kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi


yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis.
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel
darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak.
Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul karena
kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan
koma.
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam
jaringan otak terutama dalam jaringan korteks. Sangatlah sukar untuk menentukan
etiologi dari ensefalitis, bahkan pada postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral
seperti malaria falsifarum dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi
morfologik.
Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus
herpes (badan inklusi intranuklear)

VI.

MANIFESTASI KLINIS

Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang dan penurunan kesadaran.
Manifestasi klinis tergantung kepada :
1

Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :


-

Virus Herpes simpleks yang sering kali menyerang korteks serebri,


terutama lobus temporalis

Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

Patogenesis agen yang menyerang.

Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan


hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. sebelum kesadaran menurun, sering
mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan
perasaan tak enak pada perut. Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya
twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka
ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis,
afasia dan sebagainya.
Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan
perubahan pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen.
Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis. Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat meradang
gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas pada
lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.Rabies memberi gejala
pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu meningkat, spastis, koma pada stadium
paralisis.
Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau
subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7
hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian
dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran.
Kejang dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi.
Koma adalah faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering

10

kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan neurologis sering
kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis
saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema
V

DIAGNOSIS
1.Gejala Klinis
Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.

Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. 5


Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem saraf sentral
(SSS) sering didahului oleh demam akut non spesifik dalam beberapa hari. Pada anak,
manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat
berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh,
remaja sering menderita nyeri retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah,
nyeri di leher, punggung dan kaki, dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara
1-4 hari kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
keterlibatan meningen dan parenkim serta distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Gejalagejala tersebut dapat berupa gelisah, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan
kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis,
hemiplegia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila
peradangan sampai meningen. Selain itu, dapat juga timbul gejala dari infeksi traktus
respiratorius atas (mumps, enterovirus) atau infeksi gastrointestinal (enterovirus) dan
tanda seperti exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes viruses), parotitis, atau
orchitis (mumps atau lymphocytic chotiomeningitis).5,7,8
2

Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan/ radiologi

11

Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan LP


(lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna
untuk memeriksa adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus. 9
Pada CT-scan dapat ditemukan edema otak dan hemoragik setelah satu minggu.Pada
virus Herpes didapatkan lesi berdensitas rendah pada lobus temporal, namun gambaran
tidak tampak tiga hingga empat hari setelah onset.CT-scan tidak membantu dalam
membedakan berbagai ensefalitis virus.5
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium
merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu
peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang
terinfeksi dan meninges biasanya meningkat dengan gadolinium.Pada infeksi herpes virus
memperlihatkan lesi lobus temporal dimana terjadi hemoragik pada unilateral dan
bilateral.8
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat
bilateral). Pada Japanese B encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG: 1)
gelombang delta aktif yang terus-menerus ; 2) gelombang delta yang disertai spike
(gelombang paku) ; 3) pola koma alpha.Pada St Louis ensefalitis karakteristik EEG
ditandai adanya gelombang delta yang difus dan gelombang paku tidak menyolok pada
fase akut. Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada daerah
tersebut dapat dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak didapatkan
lesi fokal, biopsi tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda klinis
fokal tidak didapatkan maka biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang
biasanya menjadi predileksi virus Herpes simpleks.5

Laboratorium

12

Biakan

dari darah ,viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar

mendapatkan hasil yang positif dari cairan likour srebrospinalis atau jaringan otak ; dari
feces untuk jenis enterovirus,sering didapatkan hasil positif.
Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang didominasi oleh
sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi,
pleositosis cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi
limfosit pada hari berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan
jumlah ptotein meningkat. PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis ensefalitis.8,9
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) pada cairan serebrospinal biasanya
positif lebih awal dibandingkan titer antibody. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas
75% dan spesifisitas 100% dan ada yang melaporkan hasil postif pada 98% kasus yang
telah terbukti dengan biposi otak.Tes PCR untuk mendeteksi West Nile virus telah
dikembangkan di California.PCR digunakan untuk mendeteksi virus-virus DNA.Herpes
virus dan Japenese B encephalitis dapat terdeteksi dengan PCR.
VI

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:


1
2
3
4
5

Sepsis dan bakteremia


Kejang demam
Measles
Mumps
Reye Syndrome 10

VII

PENATALAKSANAAN

13

Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien
koma yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral
atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan
asam basa darah.
Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital.
Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas.
Apabila didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1
mg/kgBB/hari dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari. Pemberian Dexamethasone
tidak diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial yang meningkat atau keadaan
umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis 1,5-2 mg/kgBB IV dalam
periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural dan aspirasi mekanis
yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan menelan, akumulasi
lendir pada tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot pernapasan. Pada
pasien herpes ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15 mg/kgBB/hari
IV diberikan selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian Adenosine
Arabinose untuk herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70% menjadi
28%. Saat ini Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan
merupakan obat pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari.5
VIII

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan otak

permanen dan komplikasi tetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara, kehilangan
memori, atau berkurangnya kontrol otot.11

14

Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur
anak. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim maka
prognosisnya jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik,
psikiatri, epileptik, penglihatan atau pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan
pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks.7
IX

PENCEGAHAN

Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi


Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif
menggigit.
Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru lahir
Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,
measles/campak)
Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke
daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease
Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan
waktu satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi.
Virus Japanese Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian. z12

15

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan berusia 2 tahun 11 bulan masuk ke bangsal anak RSAM
BUKITINGGI pada tanggal 17 April 2016 pukul 12.00 dengan identitas pasien:
Nama

: An. Hn

MR

: 440297

Tanggal Lahir

: 1 Mei 2013

Usia

: 2 tahun 11 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Dibawah umur

Alamat

: Batusangkar

Agama

: Islam

Suku

: Minang

ANAMNESIS

: Alloanamnesis dari ibu kandung

Keluhan Utama

: Kejang berulang dengan penurunan kesadaran sejak 7 jam


sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :


-

Demam sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak tinggi, terus-menerus, tidak
menggigil, tidak berkeringat. Demam meningkat secara tiba-tiba 14 jam sebelum

masuk rumah sakit.


Batuk dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, batuk berdahak, kental dan berwarna

keputihan
Muntah ada pada 14 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 1x , berisi apa
yang dimakan, jumlah sekitar gelas, tidak menyemprot.

16

Kejang berulang sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang dengan
frekuensi 3 kali. Kejang dengan pola yang sama setiap kali kejang,yaitu kejang
pada satu sisi tubuh bagian kanan. Mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak
mengeluarkan busa, lidah tidak tergigit, dan tidak mengompol. Durasi sekitar 2
3 menit sekali kejang, jarak antar kejang 2 -3 jam. Anak tampak tidak sadar
setelah kejang pertama. Kejang berhenti sendiri. Ini merupakan episode kejang

pertama.
Sesak napas tidak ada
Perdarahan hidung, gusi, dan saluran cerna tidak ada
Keluar cairan dari telinga tidak ada
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat kontak dengan orang dengan batuk lama dan minum obat paket 6 bulan

tidak ada
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan
Anak kiriman dari RS Swasta di Batusangkar dengan keterangan suspek
ensefalitis. Mendapat terapi O2 1-2 l/ menit, IVFD tridex plain 12 tts/I, Bicnat 2x
500 mg IV, Dexamethason 4 mg IV, Diazepam 4 mg IV sebanyak 3x, diazepam

rectal 125 mg
Di IGD RSAM Bukittinggi, anak didapatkan penurunan kesadaran dengan GCS
11-12 dengan suspek ensefalitis.

Riwayat Penyakit Dahulu:


-

Pasien tidak pernah menderita kejang dengan atau tanpa demam sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


-

Saudara perempuan pasien mempunyai riwayat kejang dengan demam saat usia 2
tahun.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan:


-

Anak keempat dari 4 bersaudara, lahir spontan ditolong oleh dokter, berat badan

3000 gr, panjang badan lahir 48 cm, cukup bulan dan langsung menangis
Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.
17

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: sakit berat

Berat badan

: 11 kg

Kesadaran

: GCS 11-12

Tinggi badan

: 86 cm

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

BB/U

: 79,7 %

Nadi

: 160 x/menit

TB/U

: 91 %

Pernafasan

: 64 x/menit

BB/TB

: 91,6 %

Suhu

: 38,6 oC

Kesan

: Gizi baik

Kulit

: teraba hangat

Kelenjar getah bening

: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala

: bulat, simetris, ubun-ubun besar tidak membonjol,


lingkar kepala 49 cm, kesan : normocephal berdasarkan standar
Nellhaus

Rambut

: hitam, tidak mudah rontok

Mata

: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor


diameter 2 mm / 2mm, reflek cahaya positif/positif

Telinga

: tidak ditemukan kelainan

Hidung

: nafas cuping hidung tidak ada

Tenggorok

: Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Mulut

: mukosa bibir dan mulut basah

Leher

: JVP 5-2 mmH2O, kaku kuduk tidak ada

Thorax: Paru
Inspeksi

: normochest, simetris kiri sama dengan kanan

Palpasi

: fremitus sukar dinilai

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung
18

Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: tidak dilakukan

Auskultasi

: irama teratur, bising tidak ada

Inspeksi

: distensi tidak ada

Auskultasi

: bising usus positif normal

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba pembesaran

Perut

Perkusi

: timpani

Punggung

: tidak ditemukan kelainan

Alat Kelamin

: tidak diperiksa

Anus

: colok dubur tidak dilakukan

Anggota Gerak
akral hangat, CRT < 2 detik
refleks fisiologis : positif/positif normal
refleks patologis :
Babinsky : negatif/negatif
Openheim : negatif/negatif
Chaddock : negatif/negatif
Schaffer : negatif/negatif
Gordon : negatif/negatif
tanda rangsang meningeal
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif

19

Kernig : negatif
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Hb

: 10,8 gr/dl

Leukosit

: 9.260 /mm3

Hitung jenis

: 0/0/2/60/36/2

Trombosit

: 311.000 /mm3

Hematokrit

: 34,2 %

Eritrosit

: 4,3juta

2.5 Diagnosis Kerja

Suspek Ensefalitis

2.6 Diagnosis Banding

Meningitis

2.7 Pemeriksaan Anjuran

Lumbal Pungsi
CT Scan

2.8 Tindakan Pengobatan


O2 1 liter/hari
IVFD 2A 30cc/kgBB/jam =13 tts/ menit
Sibital 2 x 20 mg
Dexametason 3 x 1 mg IV
Ceftriakson 2 x 500 mg
Paracetamol 3 x 100 mg
Follow up
Senin, 18-4-2016
S/ demam tidak ada, batuk pilek ada, kejang tidak ada, muntah tidak ada
Bab dan Bak normal, pasien sudah sadar (GCS 15)
O/
keadaan umum sedang, sadar, TD : 90/60 , HR : 159x/I, RR : 26x/I, T : 36,6 C
Mata : konjuntiva tidak anemis, sclera tidak ikerik
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Dada : Cord an pulmo dalam batas normal

20

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik


A/ Suspek ensefalitis
P/
IVFD 2A 13 tts/i
Sibital 2 x 30 mg
Dexametason 3 x 1 mg IV
Ceftriakson 2 x 500 mg
Paracetamol 3 x 100 mg
Selasa, 18-4-2016
S/ demam tidak ada, batuk pilek ada, kejang tidak ada, muntah tidak ada
Bab dan Bak normal, pasien sudah sadar (GCS 15)
O/
keadaan umum sedang, sadar, TD : 90/60 , HR : 159x/I, RR : 26x/I, T : 36,6 C
Mata : konjuntiva tidak anemis, sclera tidak ikerik
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Dada : Cord an pulmo dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Suspek ensefalitis
P/
IVFD 2A 13 tts/i
Sibital 2 x 30 mg
Dexametason 3 x 1 mg IV
Ampicilin 4 x 200 mg IV
Gentamisin 2 x 25 mg IV
Paracetamol 3 x 100 mg
Rabu, 19-4-2016
S/ demam tidak ada, batuk pilek ada, kejang tidak ada, muntah tidak ada
Bab dan Bak normal, pasien sudah sadar (GCS 15)
O/
keadaan umum sedang, sadar, TD : 90/60 , HR : 120x/I, RR : 24x/I, T : 36,9 C
Mata : konjuntiva tidak anemis, sclera tidak ikerik
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Dada : Cord an pulmo dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Labor : Natrium : 139 mEq/ l
Kalium : 4.05 mEq/l
Khlorida: 104.0 mEq/l
Kalsium: 7.28 mg/dl
A/ Suspek ensefalitis
P/
IVFD 2A 13 tts/i
Koreksi Kalsium 20 cc Ca Glukonas + Aqua 100 cc dalam 6 jam
Luminal 2 x 25 mg
Dexametason 2 x 1 mg IV
Ampicilin 4 x 200 mg
Gentamicin 2 x 20 mg
Paracetamol 3 x 100 mg

21

BAB III
DISKUSI
Seorang pasien perempuan usia 2 tahun 11 bulan datang ke IGD RSAM
Bukittinggi dengan keluhan utama kejang berulang dengan penurunan kesadaran sejak 7
jam sebelum masuk rumah sakit. Dengan riwayat penyakit demam sejak 1 minggu yang
lalu, demam tidak tinggi, terus-menerus, tidak menggigil, tidak berkeringat. Demam
meningkat secara tiba-tiba 14 jam sebelum masuk rumah sakit. Batuk dan pilek sejak 1
minggu yang lalu, batuk berdahak, kental dan berwarna keputihan. Muntah ada pada 14
jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 1x , berisi apa yang dimakan, jumlah sekitar
gelas, tidak menyemprot. Kejang berulang sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Kejang dengan frekuensi 3 kali. Kejang dengan pola yang sama setiap kali kejang,yaitu
kejang pada satu sisi tubuh bagian kanan. Mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak
mengeluarkan busa, lidah tidak tergigit, dan tidak mengompol. Durasi sekitar 2 3 menit
sekali kejang, jarak antar kejang 2 -3 jam. Anak tampak tidak sadar setelah kejang
pertama. Kejang berhenti sendiri. Ini merupakan episode kejang pertama. Pada anamnesa
didapatkan beberapa gejala yaitu demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
disertai demam yang meningkat secara tiba- tiba sejak 14 jam sebelum masuk rumah
sakit dan kejang disertai penurunan kesadaran sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa didaptkan beberapa gejala terhadap ensefalitis.
22

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, kesadaran GCS
11-12, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 160 x/menit, pernafasan 64 x/menit, suhu 38,6
o

C. Pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal negatif dan pada pemeriksaan reflek

fisiologis +/+, dan reflek patologis -/- . Hal ini sesuai dengan teori untuk mengarahkan
kepada hasil pemeriksaan fisik ensefalitis yaitu demam, penurunan kesadaran dan
didapatkan tanda rangsang meningeal negatif. Pada pemeriksaan laboratorim didapatkan
hasil Hb 10,8 gr/dl, leukosit 9.260 /mm3, hitung jenis 0/0/2/60/36/, trombosit 311.000
/mm3, hematocrit 34,2 %, eritrosit 4,3juta. Sesuai dengan

teori bahwa tidak ada

pemeriksaaan laboratorium yang spesifik pada ensefalitis. Pada penegakan diagnose


diperlukan pemeriksaan lumbal pungsi sebagai gold standar pada ensefalitis. Sehingga
penegakan diagnose yaitu suspek ensefalitis.
Pada tatalaksana diberikan O2 1 liter/hari, IVFD 2A 30cc/kgBB/jam =13 tts/
menit, sibital 2 x 20 mg, Dexametason 3 x 1 mg IV,ceftriakson 2 x 500 mg, paracetamol
3 x 100 mg. Pemberian O2 dan juga cairan 2A untuk memenuhi dan mempertahankan
fungsi organ serta mempertahankan keseimbangan elektrolit. Pemberian dexametason
diharapkan sebagai tindakan pencegahan dari kecurigaan meningkatnya tekanan
intrakranial dan pada keadaan yang tidak stabil. Pemberian sibital dilakukan untuk
mencegah kejang berulang pada pasien.

Pemberian ceftriakson diharpakan sebagai

profilaksis dan kecurigaan awal terhadap infeksi sistem saraf pusat. Paracetamol
diberikan untuk mengatasi demam pada pasien.

23

DAFTAR PUSTAKA
1

Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.

Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal 373-5.


Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996; hal

880-2.
Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust, John
C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International Edition. New

York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54


Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita

:Harsono.,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.


Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab

SA.EGC Jakarta.2000;hal 1141-53


Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses.

Selekta

Richard G, Bachur,MD. Updated on April

Neurologi

ke-2,Editor

19 th, 2011. Available

http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential.
7

Ed

Accessed

from

January

31,2012
Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD.

Updated

on

April

19th,

2011.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Accessed January 31,2012

24

Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.


Updated

on

April

19th,

2011.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Accessed January 31,2012


Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html. Accessed on

January 31, 2012.


10 NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16, 2011
Available

from

http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_men
ingitis. Accessed January 31,2012
11 Soldatos,
Ariane
MD.

Encephalitis.

Available

http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html.

from
Accessed

January 31,2012
12 Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm. Accessed on January
31, 2012.
13 Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012. Available
from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm.
January 31, 2012.

25

Accessed on

Anda mungkin juga menyukai