Trauma Genitourinari Dan Retensi Urin
Trauma Genitourinari Dan Retensi Urin
KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN
TRAUMA
GENITOURINARI DAN
RETENSI URIN
KELOMPOK 4
KELAS A3
Anggota Kelompok 4
A id a Fit riy a h
1
A n is a R a m ad a ni
A n j a r An i
1 31
M . D a u d Al Ab ror
Elo k D a m ay an t i
N a bil a R ida P.
1
D e wi F at hu r R .
1
Lyn t a r G he n dis L.
31
1
3 1
1
1
31
31
1
3
3
1
3
3
3
3
3
11
1 3
13
1 3
1 3
11
11
1 3
13
11
3 0
11
11
13
13
11
3
1
5
1
1
3
3
1
0
3
6
3
3
1
1
3
50
3 0 53
3
3
0
1
3
0 80
0 92
1
0
1 22
TRAUMA GENITOURINARI
(TRAUMA RENAL, TRAUMA
URETER DAN TRAUMA BLADDER
DEFINISI
Trauma Renal
Trauma ginjal
adalah keadaan
dimana ginjal
mengalami ruptur
yang diakibatkan
oleh benturan
dengan benda
tumpul atau
tajam.
Trauma Ureter
Trauma yang
disebabkan oleh
intervensi iatrogenik
yang dilakukan oleh
dokter, antara lain pada
operasi endourologi
trans-ureter (uteroskopi
atau uretorenoskopi)
dan operasi di daerah
pelvis (diantaranya
adalah operasi
ginekologi, bedah
digestif, atau bedah
Trauma Bladder
Trauma kandung
kemih adalah cedera
pada kandung kemih
yang disebabkan
oleh trauma tumpul
atau penetrasi
(Muttaqin & Sari
2011).
Grade I
Grade II
Grade III
4. Grade IV
Robekan parenkim ginjal meluas ke dalam sistem
pengumpulan ginjal. Trombosis arteri ginjal utama dari
trauma tumpul, vena ginjal segmental, atau keduanya atau
cedera arteri dengan perdarahan.
5. Grade V
Robekan ganda parenkim ginjal pada grade 4, cedera vena
utama atau arteri karena trauma tembus.
Grade IV
Grade V
Haematoma only
II
III
IV
ETIOLOGI
Trauma Renal
1. Trauma Tumpul
penyebab utama dari
trauma ginjal, yaitu
sekitar 80-85%.
2. Trauma Tajam
3. Trauma renal minor
seperti kontusio
4. Trauma renal mayor
seperti laserasi mayor
5. Trauma Iatrogenik
6. Intraoperatif, misalnya
diagnostik peritoneal
lavage.
7. Lainnya (misalnya:
penolakan
transplantasi ginjal,
melahirkan dapat
menyebabkan laserasi
spontan ginjal).
Trauma Ureter
Trauma ureter relatif
jarang terjadi, yaitu: 0,42,5 % dari semua
prosedur ginekologi.
Pada bedah ginekologi,
trauma ureter sering
terjadi akibat jepitan atau
ikatan, trauma pada
waktu merawat
perdarahan dari arteri
uterina.
Trauma Bladder
1.
2.
3.
4.
5.
Trauma Tumpul
Trauma Tajam
Fraktur Pelvis
Iatrogenik
Trauma obstetrik pada
saat partus
Trauma Ureter
Trauma Bladder
WOC
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Trauma Renal
Menurut Djakovic
(2009), pemeriksaan
yang dapat dilakukan
untuk menegakkan
diagnosa renal trauma,
antara lain:
1. Tes laboratorium
2. Pemeriksaan
Radiologis
a. Ultrasonography
(USG)
b. IVP (Intravenous
Pyelography)
standart
c. Computed
Tomography (CT
Trauma Ureter
1. Tes laboratorium
2. Pemeriksaan
Radiologis
a. Computed
Tomography (CT
Scan)
b. Ultrasonography
(USG)
c. IVP (Intravenous
Pyelography)
standart
d. Retrograd
Pyelography
Trauma Bladder
1. Laboratorium (kultur
urin)
2. Cystography
3. CT scan atau X-ray
PENATALAKSANAAN TRAUMA
BLADDER
Berikut ini adalah beberapa penatalaksanaan sesuai dengan
klasifikasinya:
Pada kontusio kandung kemih atau luka kandung kemih ringan, cukup
dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan
istirahat pada kandung kemih.
Pada cidera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi
untuk mencari robekan pada kandung kemih serta kemungkinan
cedera pada organ lain.
Pada cidera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi
minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi
sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan kandung
kemih dengan pemasangan kateter sistotomi.
KOMPLIKASI
Trauma Renal
Komplikasi awal
1. Perdarahan
2. Syok yang
menyebabkan kolaps
kardiovaskular
3. Hematoma dan abses
4. Pyelonefritis atau infeksi
ginjal
5. Nefrolitiasis
Komplikasi lanjut
6. Urinoma
7. Fistula arteriovenosa
8. Hipertensi dapat terjadi
sebagai akibat dari
kompresi eksternal
Trauma Ureter
1. Fistula ureterovaginalis
2. Peritonitis
3. Hidronefrosis
Trauma Bladder
1. Abses Pelvis
2. Peritonitis
3. Inkontinensia Urin
PROGNOSIS
Trauma Renal
Dalam banyak kasus
trauma ginjal, hasil dan
prognosis tergantung pada
cedera yang berhubungan.
Dengan tindak lanjut yang
tepat, prognosis trauma
ginjal sangat baik, dengan
penyembuhan spontan dan
kembalinya fungsi ginjal.
Trauma Ureter
Keterlambatan diagnosis
dapat menyebabkan
prognosis memburuk
(Pereira, 2010).
Trauma Bladder
Trauma kandung kemih
saat ini ditatalaksana
cukup berhasil. Evaluasi
tepat waktu dan
manajemen yang tepat
sangat penting untuk hasil
yang optimal.
ASUHAN
KEPERAWATAN
UMUM TRAUMA
GENITOURINARY
1. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
meliputi nama, usia, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat, bahasa, tanggal MRS, dan
diagnosa medis (Nursalam, 2008).
Mengkaji pekerjaan terkait adanya
faktor resiko pasien mengalami
trauma genitourinary pada
kecelakaan kerja (trauma tajam
maupun trauma tumpul).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji secara kronologis tentang
perjalanan penyakit yang sekarang
dialami pasien mulai dari awal mula
sakit sampai dibawa ke rumah sakit
dan hingga saat pengkajian
dilakukan.Tanyakan juga kepada
klien mengenai frekuensi berkemih,
pola berkemih, warna dan jumlah
pengeluaran urin perhari, dan
apakah terdapat hematuria apa
2. Keluhan utama
Trauma bladder : pada
trauma bladder atau
kandung kemih pasien
mengeluhkan nyeri abdomen
bagian bawah dan terjadi
hematuria.
Trauma ureter : pada trauma
ureter pasien mengeluhkan
nyeri pinggang dan nyeri
abdomen karena terjadinya
ekstravasasi urine.
Trauma ginjal : pada trauma
ginjal pasien mengeluhkan
nyeri, perawat perlu
mengkaji lokasi, karakter,
durasi, dan hubungannya
dengan urinasi, faktor- faktor
yang memicu rasa nyeri dan
yang meringankannya
1. PENGKAJIAN
5. Riwayat kesehatan
keluarga
Trauma genitourinary
sebenarnya tidak berkaitan
dengan factor genetic
karena trauma sering
diakibatkan oleh factor
ekternal.
6. Riwayat pengobatan
Mengkaji pemakaian obatobatan sebelumnya dan
upaya yang dilakukan
pasien sebelumnya untuk
mengobati keluhan yang
dirasakan.
PEMERIKSAAN
1. Keadaan umum FISIK
Keadaan umum
pasien umumnya
baik dan kesadaran
komposmentis
kecuali jika
terdapat syok
dapat terjadi
penurunan
kesadaran.
Tanda vital kadang
ditemukan
menurun jika
terdapat
perdarahan dan
syok. Suhu tubuh
pasien juga dapat
meningkat jika
telah terjadi infeksi
akibat trauma atau
kebocoran urin.
Pemeriksaan Review
of System (ROS)
Trauma ginjal
B1 : nyeri pada saat
inspirasi
B2 : perdarahan,
syok,
B3 : secara umum
tidak ditemukan
masalah.
B4 : hematuria,
ekstravasasi urine,
B5 : nyeri abdomen,
distensi abdomen,
mual-muntah, suara
bowel (-)
B6 : secara umum
tidak ditemukan
masalah.
Pemeriksaan Review of
PEMERIKSAAN FISIK
System (ROS)
Pemeriksaan Review of
System (ROS)
Trauma ureter
B1 : pada fungsi pernafasan
secara umum tidak
ditemukan masalah.
B2 : pada fungsi
kardiovaskuler (blood)
secara umum tidak
ditemukan masalah.
B3 : kesadaran
composmotis, GCS : 456
B4 : refluks aliran urine,
ekstravasasi urine,
hematuria. Pada trauma
bilateral ditemukan anuria.
B5 : peritonitis akibat
peritoneum yang robek.
B6 : secara umum tidak
ditemukan masalah.
Trauma bladder
B1 : pada fungsi pernafasan
secara umum tidak ditemukan
masalah. Fungsi pernafasan baik,
dan pernafasan cuping hidung
tidak tampak.
B2 : pada fungsi kardiovaskuler
(blood) secara umum tidak
ditemukan masalah.
B3 : kesadaran composmetis, GCS
: 456
B4 : warna merah bercampur
darah, bau amis, inkontinensia
urine, terdapat memar pada
daerah supra pubik, nyeri tekan
dan nyeri lepas pada perut
bawah.
B5 : terdapat memar pada perut
bagian bawah akibat trauma yang
terjadi, peritonitis.
B6 : secara umum tidak
A N A L I S A D ATA
Data
DS:
Etiologi
MK
Trauma tajam
Pasien mengatakan
nafsu makan menurun
DO:
A: BB pasien
ginjal
mengalami
penurunan
B: Hb pasien rendah
C: lemas
Menumpuk di Retroperitoneal
Data
DS:
-
Etiologi
MK
Trauma Iatrogenik
Nyeri akut
Operasi, Biopsi
DO:
-
Ureter
Pengkajian nyeri
Ekstravasasi urin
menetap
R: nyeri pada daerah trauma
Infeksi peritonium
S: 6-8
T: nyeri dirasakan setiap saat
Inflamasi
Nyeri akut
Data
DS:
-
Etiologi
MK
Trauma tajam
tikaman/tusukan
DO:
-
Pemeriksaan
urine:
Ginjal
hematuria mikroskopis
Robekan pembuluh darah arteri renalis
Perdarahan di retroperitoneal
Robeknya kapsula ginjal
Perdarahan ginjal dalam
Gangguan pembentukan urin
Gangguan eliminasi urin
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi
2. Gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan hematuria
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan distensi
abdomen
NIC
1. Lakukan
pengakajian
nyeri
secara
komprehensif
2. Observasi
reaksi
non
verbal
dan
ketidaknyamanan
3. Kontrol
lingkungan
yang
dapat
kriteria hasil :
dalam,
hangat/dingin
berkurang
4. TTV dalam batas normal
relaksasi,
distraksi,
kompres
NIC
warna.
1. Klien dapat berkemih secara normal 2. Monitor tanda-tanda dari retensi urin
2. Klien tidak menunjukkan tanda- 3. Batasi cairan jika perlu
tanda obstruksi
katerisasi
urin
NIC
indikator:
EVALUASI
Nyeri berkurang dibuktikan dengan:
Klien melaporkan nyeri berkurang
Tidak ada ekspresi nyeri
Eliminasi optimal dibuktikan dengan:
Pola eliminasi normal
Warna, bau, jumlah, kejernihan
normal
Nutrisi klien seimbang dengan kebutuhan
tubuh dibuktikan dengan:
Nafsu makan meningkat
BB dalam rentang normal
Tidak ada mual muntah
RETENSI
URIN
DEFINISI
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung
kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urin yang dapat terjadi
secara akut maupun kronis.
Retensi Urin akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada keadaan
kandung kemih yang nyeri.
Retensi Urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang membesar, penuh,
tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih.
KLASIFIKASI
Jenis
Retensi
Retensi
akut
Retensi
kronis
keterangan
Penderita seakan-seakan tidak dapat berkemih (miksi). Kandung
kemih perut disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik
dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Sering kali
urin keluar menetes atau sedikit-sedikit (Mansjoer, 2000).
Penyebab tersering :
Anak-anak : nyeri abdomen, obat-obatan
Usia muda : pascaoperasi, obat-obatan, ISK akut, trauma,
hematuria
Usia lanjut : akut pada retensi kronis dengan BPH, tumor,
pascaoperasi
Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat
berkemih (miksi), merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya
sedikit atau tidak sama sekali walaupun kandung kemih penuh
(Mansjoer, 2000).
Penyebab tersering :
Anak-anak : kelainan kongenital
ETIOLOGI
Menurut Karch (2008) dan Glendle (2007) ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya retensi urin, antara lain:
1. Supra Vesikal (kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis
yaitu pada S2-S4 setinggi T12-L1). Kerusakan saraf simpatis dan
parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada
keadaan pasca operasi
2. Vesikal (kelemahan otot detrusor karena lama mengalami
peregangan)
3. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika,
striktur, batu kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.
4. Penyebab tersering retensi urin adalah hipertrofi prostat jinak
pada pria. Penyebab lainnya diantaranya adalah ISK. Penyakit
neurologis atau keganasan prostat.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jurnal European Assosiation of Urology (M.J. Speakman, 2009) :
1. Retensu urin akut
Pasien secara umum mengeluhkan nyeri perut bagian bawah dan
bengkak, ketidakmampuan untuk buang air kecil atau buang air kecil
dengan jumlah yang sedikit, teraba massa didaerah pelvis serta
hasil perkusi adalah dullness.
2. Retensi urin kronik
Ketika ditemukannya reidu urine sebesar 300 cc sampai 500 cc pada
kandung kemih, dapat pula disertai BAK sangat sedikit, frekuensi
BAK yang sering, kesulitan untuk memulai berkemih sampai pada
tanda dan gejala adanya gagal ginjal. Pada retensi urin kronik
biasanya sering diikuti oleh infeksi pada tractus urinary akibat
adanya penumpukan residu urin.
PATOFISIOLOGI
Pada retensi urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli
penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan
hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Akibat lanjut
retensi urin, buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas
maksimal sehingga tekanan di dalam lumennya dan tegangan
dari dindingnya akan meningkat. Bila keadaan ini dibiarkan
berlanjut, tekanan yang meningkat di dalam lumen akan
menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi
hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.
Retensi urin juga menjadi penyebab terjadinya infeksi saluran
kemih (ISK) dan bila ini terjadi dapat menimbulkan gawat yang
serius seperti pielonefritis dan urosepsis (Gardjito, 2009).
WOC
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto polos abdomen
Sangat diperlukan sebelum
melakukan pemeriksaan
penunjang saluran kemih.
2. Ureum dan elektrolit
Digunakan untuk menentukan
indeks fungsi ginjal
3. Kultur dan sensitivitas MSU
Berhubungan dengan infeksi,
termasuk sitologi jika dicurigai
terdapat tumor
4. Sistograf
5. IVU (Inravenous Urography)
6. Urodinamik
7. Sistoskopi
8. Urin analisis
9. Uroflometri
10.Uretrograf
11.Uretrosistoskopi.
12.Ultrasonograf.
PENATALAKSANAAN
Berdasarkan artikel dari European Urology dan Selius (2008)
Retensi urin akut / acute urinary
retention (AUR)
KOMPLIKASI
Menurut Kenneth J. Lenevo (2009), beberapa komplikasi
lain yang dapat terjadi adalah:
Kerusakan vesika urinaria
Hidronefrosis dan Gagal ginjal
Inkontinensia Overflow
Infeksi Saluran Kemih
PROGNOSIS
Tergantung penyebabnya. Sebanyak 70% kasus retensi urin akut sembuh
dalam seminggu setelah perawatan inisial. (Pierce A. Grace, 2006)