Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN

KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN
TRAUMA
GENITOURINARI DAN
RETENSI URIN

KELOMPOK 4
KELAS A3

Anggota Kelompok 4

A id a Fit riy a h
1
A n is a R a m ad a ni
A n j a r An i
1 31
M . D a u d Al Ab ror
Elo k D a m ay an t i
N a bil a R ida P.
1
D e wi F at hu r R .
1
Lyn t a r G he n dis L.

31
1
3 1
1
1
31
31
1

3
3
1
3
3
3
3
3

11
1 3
13
1 3
1 3
11
11
1 3

13
11
3 0
11
11
13
13
11

3
1
5
1
1
3
3
1

0
3
6
3
3
1
1
3

50
3 0 53
3
3
0
1
3

0 80
0 92
1
0
1 22

TRAUMA GENITOURINARI
(TRAUMA RENAL, TRAUMA
URETER DAN TRAUMA BLADDER

DEFINISI
Trauma Renal
Trauma ginjal
adalah keadaan
dimana ginjal
mengalami ruptur
yang diakibatkan
oleh benturan
dengan benda
tumpul atau
tajam.

Trauma Ureter
Trauma yang
disebabkan oleh
intervensi iatrogenik
yang dilakukan oleh
dokter, antara lain pada
operasi endourologi
trans-ureter (uteroskopi
atau uretorenoskopi)
dan operasi di daerah
pelvis (diantaranya
adalah operasi
ginekologi, bedah
digestif, atau bedah

Trauma Bladder
Trauma kandung
kemih adalah cedera
pada kandung kemih
yang disebabkan
oleh trauma tumpul
atau penetrasi
(Muttaqin & Sari
2011).

KLASIFIKASI TRAUMA RENAL


Menurut Tanagho & McAnnich (2008), klasifikasi trauma renal terdiri dari :
1. Grade I (yang paling sering)

Memar ginjal atau memar pada parenkim ginjal


2. Grade II

Terjadi laserasi parenkim ginjal ke korteks ginjal. Hematoma perirenal


biasanya kecil
3. Grade III

Laserasi ginjal parenkim meluas melalui korteks dan ke medulla ginjal.


Perdarahan dapat terjadi signifikan dengan adanya hematoma
retroperitoneal yang besar

Grade I

Grade II

Grade III

4. Grade IV
Robekan parenkim ginjal meluas ke dalam sistem
pengumpulan ginjal. Trombosis arteri ginjal utama dari
trauma tumpul, vena ginjal segmental, atau keduanya atau
cedera arteri dengan perdarahan.
5. Grade V
Robekan ganda parenkim ginjal pada grade 4, cedera vena
utama atau arteri karena trauma tembus.

Grade IV

Grade V

KLASIFIKASI TRAUMA URETER


Trauma ureter diklasifikasikan berdasarkan organ yang
mengalami trauma dengan sistem skala dari American
Association for the Surgery of Trauma.
Klasifikasi AAST dalam tabel berikut:
GRADE
DESCRIPTION OF INJURY
I

Haematoma only

II

Laceration < 50% of circumference

III

Laceration > 50% of circumference

IV

Complete tear < 2 cm of devascularisation

Complete tear < 2 cm of devascularisation

KLASIFIKASI TRAUMA BLADDER


Menurut Purnomo (2011), klasifikasi trauma kandung kemih secara klinis
dibedakan menjadi:
1. Kontusio kandung kemih.
Hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma
perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine ke luar kandung kemih.
2. Cedera kandung kemih ekstraperitoneal.
Cedera ekstraperitoneal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul (89%100%). Sebelumnya, mekanisme cedera diyakini dari perforasi langsung oleh
fragmen tulang panggul.
3. Cedera kandung kemih intratraperitoneal
Cedera intraperitoneal digambarkan sebagai masuknya urine secara horizontal
ke dalam kompartemen kandung kemih.
4. Cedera kandung kemih kombinasi intraperitonial dan ektraperitonial.
Kadang-kadang cedera kandung kemih intraperitonel bersama cedera
ekstraperitoneal dengan angka kejadian 2-12%.

ETIOLOGI

Trauma Renal

1. Trauma Tumpul
penyebab utama dari
trauma ginjal, yaitu
sekitar 80-85%.
2. Trauma Tajam
3. Trauma renal minor
seperti kontusio
4. Trauma renal mayor
seperti laserasi mayor
5. Trauma Iatrogenik
6. Intraoperatif, misalnya
diagnostik peritoneal
lavage.
7. Lainnya (misalnya:
penolakan
transplantasi ginjal,
melahirkan dapat
menyebabkan laserasi
spontan ginjal).

Trauma Ureter
Trauma ureter relatif
jarang terjadi, yaitu: 0,42,5 % dari semua
prosedur ginekologi.
Pada bedah ginekologi,
trauma ureter sering
terjadi akibat jepitan atau
ikatan, trauma pada
waktu merawat
perdarahan dari arteri
uterina.

Trauma Bladder
1.
2.
3.
4.
5.

Trauma Tumpul
Trauma Tajam
Fraktur Pelvis
Iatrogenik
Trauma obstetrik pada
saat partus

MANIFESTASI KLINIS TRAUMA RENAL


Trauma Renal

Trauma Ureter

Trauma Bladder

Menurut Nursalam dan Batticaca


(2008), diagnosis trauma ginjal
dicurigai bila terdapat :
1. Trauma di daerah pinggang,
punggung, dada sebelah
bawah, dan perut bagian atas
dengan disertai nyeri atau
ditemukan jejas.
2. Hematuria
3. Mual dan muntah
4. Distensi abdomen
5. Syok akibat trauma
multisistem.
6. Nyeri di daerah pinggang,
berupa ekimosis yang
disebabkan perdarahan pada
ginjal.
7. Hematoma di daerah
pinggang yang semakin lama
semakin besar.

Trauma ureter terjadi terutama


akibat pembedahan.
- Jika diketahui, perbaikan
langsung dengan indwelling
stent dapat dilakukan.
- Jika tidak diketahui, pasien
mungkin datang dengan
anuria, fistula urinari, atau
urinoma.
- Jika ureter telah sepenuhnya
atau sebagian diligasi selama
operasi, khusus pasca
operasi biasanya ditandai
dengan (Tanagho &
McAninch, 2008): demam
disertai nyeri panggul,
hidronefrosis akut, peritonitis
akut, terdapat kebocoran urin
pada pipa drainase dan ada
pemeriksaan IVP tampak

Menurut Tanagho &


McAninch (2008), tanda
gejala yang dapat
muncul adalah sebagai
berikut:
1. Adanya trauma pada
abdomen bagian
bawah
2. Perdarahan berat
3. Sulit BAK dan sakit
perut serta panggul
4. Inkontinensia urine
5. Hematuria
6. Nyeri pada abdomen
bagian bawah

WOC

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Trauma Renal
Menurut Djakovic
(2009), pemeriksaan
yang dapat dilakukan
untuk menegakkan
diagnosa renal trauma,
antara lain:
1. Tes laboratorium
2. Pemeriksaan
Radiologis
a. Ultrasonography
(USG)
b. IVP (Intravenous
Pyelography)
standart
c. Computed
Tomography (CT

Trauma Ureter
1. Tes laboratorium
2. Pemeriksaan
Radiologis
a. Computed
Tomography (CT
Scan)
b. Ultrasonography
(USG)
c. IVP (Intravenous
Pyelography)
standart
d. Retrograd
Pyelography

Trauma Bladder
1. Laboratorium (kultur
urin)
2. Cystography
3. CT scan atau X-ray

PENATALAKSANAAN TRAUMA RENAL


1. Konservatif
Penatalaksanaan pada trauma ginjal minor grade 1 dapat dilakukan dengan
tindakan konservatif. Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda
kebocoran urine atau perdarahan yang dapat menimbulkan infeksi, harus
segera dilakukan tindakan operasi (Nursalam dan Batticaca, 2008).
Penanganan trauma ginjal grade 2 masih menimbulkan suatu kontroversi.
Tindakan konservatif ini dilakukan untuk menghindari dilakukannya tindakan
nefrektomi. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuria akan berhenti dan
sembuh secara spontan. Bedrest dilakukan sampai hematuria berhenti.
2. Operasi
Penanganan secara operatif biasanya dilakukan apabila pasien tidak
memberikan respon positif terhadap pengobatan konservatif, seperti
kehilangan darah yang terus bertambah, rasa sakit yang terus menerus dan
disertai dengan adanya demam.

PENATALAKSANAAN TRAUMA URETER


Tindakan yang dilakukan pada pasien cedera ureter tergantung
pada saat cedera ureter terdiagnois, keadaan umum pasien, dan
letak serta derajat lesi ureter.
Tindakan yang mungkin dikerjakan antara lain (Purnomo, 2011):
Ureter saling disambung (anastomosis end to end). Teknik ini
dipilih jika kedua ujung distal dan proksimal dapat didekatkan
tanpa tegangan.
Inplantasi ureter ke kandung kemih (Flap Boari/ Psoas hitch).
Uretero-kutaneostomi.
Transuretero-ureterotomi yaitu menyambung urter dengan
ureter pada sisi yang lain
Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi.

PENATALAKSANAAN TRAUMA
BLADDER
Berikut ini adalah beberapa penatalaksanaan sesuai dengan
klasifikasinya:
Pada kontusio kandung kemih atau luka kandung kemih ringan, cukup
dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan
istirahat pada kandung kemih.
Pada cidera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi
untuk mencari robekan pada kandung kemih serta kemungkinan
cedera pada organ lain.
Pada cidera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi
minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi
sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan kandung
kemih dengan pemasangan kateter sistotomi.

KOMPLIKASI
Trauma Renal
Komplikasi awal
1. Perdarahan
2. Syok yang
menyebabkan kolaps
kardiovaskular
3. Hematoma dan abses
4. Pyelonefritis atau infeksi
ginjal
5. Nefrolitiasis
Komplikasi lanjut
6. Urinoma
7. Fistula arteriovenosa
8. Hipertensi dapat terjadi
sebagai akibat dari
kompresi eksternal

Trauma Ureter
1. Fistula ureterovaginalis
2. Peritonitis
3. Hidronefrosis

Trauma Bladder
1. Abses Pelvis
2. Peritonitis
3. Inkontinensia Urin

PROGNOSIS
Trauma Renal
Dalam banyak kasus
trauma ginjal, hasil dan
prognosis tergantung pada
cedera yang berhubungan.
Dengan tindak lanjut yang
tepat, prognosis trauma
ginjal sangat baik, dengan
penyembuhan spontan dan
kembalinya fungsi ginjal.

Trauma Ureter
Keterlambatan diagnosis
dapat menyebabkan
prognosis memburuk
(Pereira, 2010).

Trauma Bladder
Trauma kandung kemih
saat ini ditatalaksana
cukup berhasil. Evaluasi
tepat waktu dan
manajemen yang tepat
sangat penting untuk hasil
yang optimal.

ASUHAN
KEPERAWATAN
UMUM TRAUMA
GENITOURINARY

1. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
meliputi nama, usia, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, dan
alamat, bahasa, tanggal MRS, dan
diagnosa medis (Nursalam, 2008).
Mengkaji pekerjaan terkait adanya
faktor resiko pasien mengalami
trauma genitourinary pada
kecelakaan kerja (trauma tajam
maupun trauma tumpul).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji secara kronologis tentang
perjalanan penyakit yang sekarang
dialami pasien mulai dari awal mula
sakit sampai dibawa ke rumah sakit
dan hingga saat pengkajian
dilakukan.Tanyakan juga kepada
klien mengenai frekuensi berkemih,
pola berkemih, warna dan jumlah
pengeluaran urin perhari, dan
apakah terdapat hematuria apa

2. Keluhan utama
Trauma bladder : pada
trauma bladder atau
kandung kemih pasien
mengeluhkan nyeri abdomen
bagian bawah dan terjadi
hematuria.
Trauma ureter : pada trauma
ureter pasien mengeluhkan
nyeri pinggang dan nyeri
abdomen karena terjadinya
ekstravasasi urine.
Trauma ginjal : pada trauma
ginjal pasien mengeluhkan
nyeri, perawat perlu
mengkaji lokasi, karakter,
durasi, dan hubungannya
dengan urinasi, faktor- faktor
yang memicu rasa nyeri dan
yang meringankannya

1. PENGKAJIAN

4. Riwayat kesehatan dahulu


- Meliputi adanya riwayat
penyakit genitourinary
sebelumnya yang dapat
memperburuk reaksi trauma,
riwayat pembedahan. riwayat
laserasi, riwayat fraktur pelvis,
riwayat trauma obstetric saat
melahirkan, pernah jatuh
sebelumnya atau mengalami
kecelakaan, serta adanya
riwayat trauma tajam maupun
tumpul lainnya pada area sekitar
punggung, tulang belakang dan
abdomen.
- Tanyakan tentang riwayat
merokok, konsumsi alcohol, dan
tanyakan juga riwayat
penggunaan obat-obatan.
- Tanyakan juga apakah pasien
pernah melakukan pembedahan
atau suatu kecelakaan yang
dapat menyebabkan trauma

5. Riwayat kesehatan
keluarga
Trauma genitourinary
sebenarnya tidak berkaitan
dengan factor genetic
karena trauma sering
diakibatkan oleh factor
ekternal.
6. Riwayat pengobatan
Mengkaji pemakaian obatobatan sebelumnya dan
upaya yang dilakukan
pasien sebelumnya untuk
mengobati keluhan yang
dirasakan.

PEMERIKSAAN
1. Keadaan umum FISIK
Keadaan umum
pasien umumnya
baik dan kesadaran
komposmentis
kecuali jika
terdapat syok
dapat terjadi
penurunan
kesadaran.
Tanda vital kadang
ditemukan
menurun jika
terdapat
perdarahan dan
syok. Suhu tubuh
pasien juga dapat
meningkat jika
telah terjadi infeksi
akibat trauma atau
kebocoran urin.

Pemeriksaan Review
of System (ROS)
Trauma ginjal
B1 : nyeri pada saat
inspirasi
B2 : perdarahan,
syok,
B3 : secara umum
tidak ditemukan
masalah.
B4 : hematuria,
ekstravasasi urine,
B5 : nyeri abdomen,
distensi abdomen,
mual-muntah, suara
bowel (-)
B6 : secara umum
tidak ditemukan
masalah.

Pemeriksaan Review of
PEMERIKSAAN FISIK
System (ROS)
Pemeriksaan Review of
System (ROS)
Trauma ureter
B1 : pada fungsi pernafasan
secara umum tidak
ditemukan masalah.
B2 : pada fungsi
kardiovaskuler (blood)
secara umum tidak
ditemukan masalah.
B3 : kesadaran
composmotis, GCS : 456
B4 : refluks aliran urine,
ekstravasasi urine,
hematuria. Pada trauma
bilateral ditemukan anuria.
B5 : peritonitis akibat
peritoneum yang robek.
B6 : secara umum tidak
ditemukan masalah.

Trauma bladder
B1 : pada fungsi pernafasan
secara umum tidak ditemukan
masalah. Fungsi pernafasan baik,
dan pernafasan cuping hidung
tidak tampak.
B2 : pada fungsi kardiovaskuler
(blood) secara umum tidak
ditemukan masalah.
B3 : kesadaran composmetis, GCS
: 456
B4 : warna merah bercampur
darah, bau amis, inkontinensia
urine, terdapat memar pada
daerah supra pubik, nyeri tekan
dan nyeri lepas pada perut
bawah.
B5 : terdapat memar pada perut
bagian bawah akibat trauma yang
terjadi, peritonitis.
B6 : secara umum tidak

A N A L I S A D ATA

Data
DS:

Etiologi

MK

Trauma tajam

Ketidakseimbangan nutrisi kurang

Pasien mengatakan
nafsu makan menurun

dari kebutuhan tubuh


tikaman/tusukan

DO:
A: BB pasien

ginjal

mengalami
penurunan

robekan pembuluh darah arteri renalis

B: Hb pasien rendah
C: lemas

Menumpuk di Retroperitoneal

D: porsi makan tidak


habis

Mendesak Rongga abdomen


>>TIA
Distensi abdomen
Muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Data
DS:
-

Etiologi

MK

Trauma Iatrogenik

Nyeri akut

Pasien mengeluh nyeri pada


daerah trauma

Operasi, Biopsi

DO:
-

Ekspresi wajah meringis dan

Ureter

nampak menahan sakit


-

Pengkajian nyeri

Terbukanya dinding ureter

P: trauma pada g ureter,


Q: nyeri kolik hebat dan

Ekstravasasi urin

menetap
R: nyeri pada daerah trauma

Infeksi peritonium

S: 6-8
T: nyeri dirasakan setiap saat

Inflamasi
Nyeri akut

Data
DS:
-

Etiologi

MK

Trauma tajam

Gangguan eliminasi urine

Pasien mengaku kencingnya


keluar bersama darah

tikaman/tusukan

DO:
-

Pemeriksaan

urine:

Ginjal

hematuria mikroskopis
Robekan pembuluh darah arteri renalis
Perdarahan di retroperitoneal
Robeknya kapsula ginjal
Perdarahan ginjal dalam
Gangguan pembentukan urin
Gangguan eliminasi urin

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan
inflamasi
2. Gangguan eliminasi urin
berhubungan dengan hematuria
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan distensi
abdomen

Diagnosa: Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi


NOC

NIC

Domain Perceived Health (V)

Pain Management (1400)

Class Symptom Status`(V)

1. Lakukan

Pain level (2102)


Domain Health knowledge behaviour (IV)
Class Helath Behaviour (Q)
Pain Control (1605)

pengakajian

nyeri

secara

komprehensif
2. Observasi

reaksi

non

verbal

dan

ketidaknyamanan
3. Kontrol

lingkungan

yang

dapat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruanagan,

1x24 jam pasien tidak mengalami nyeri dengan

pencahayaan dan kebisingan

kriteria hasil :

4. Kurangi faktor presipitasi nyeri

1. Klien mamapu mengontrol nyeri

5. Ajarkan teknik non farmakologi seperti nafas

2. Klien mampu mengenali nyeri

dalam,

3. Klien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri

hangat/dingin

berkurang
4. TTV dalam batas normal

relaksasi,

distraksi,

6. Kolaborasi pemberian analgesik

kompres

Diagnosa: Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan hematuria


NOC

NIC

Urinary Elimination (0503)

Urinary Elimination Management

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan

1. Monitor eliminasi urin termasuk

keperawatan 2 x 24 jam pola eliminasi

frekuensi, konsistensi, bau, volume,

urine normal dengan kriteria hasil:

warna.

1. Klien dapat berkemih secara normal 2. Monitor tanda-tanda dari retensi urin
2. Klien tidak menunjukkan tanda- 3. Batasi cairan jika perlu
tanda obstruksi

4. Kolaborasi dengan dokter mengenai


pemasangan
intermitten

katerisasi

urin

Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


distensi abdomen
NOC

NIC

Setelah dilakukan tindakan

Nutrition Management (1100)

keperawatan selama 1x24 jam

1. Tentukan status nutrisi pasien

nutrisi klien terpenuhi dengan

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

indikator:

3. Tentukan makanan yang klien sukai

Domain Psychosocial Health (II)

4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori

Class- Digestion and Nutrition (O)

yang dibutuhkan klien

Nutritional Status: Food and

5. Instruksikan pada klien mengenai diet dan kebutuhan nutrisi

Fluid Intake (1008)

6. Sediakan seleksi makanan yang halus.

Klien diharapkan mampu untuk:

7. Ciptakan suasana lingkungan yang menyenangkan saat makan

1. Mempertahankan intake oral 8. Anjurkan pasien untuk duduk saat makan


yang adekuat

Nutritional monitoring (1160)


9. Monitor perubahan berat badan klien
10. Monitor turgor kulit
11. Monitor adanya mual, muntah

EVALUASI
Nyeri berkurang dibuktikan dengan:
Klien melaporkan nyeri berkurang
Tidak ada ekspresi nyeri
Eliminasi optimal dibuktikan dengan:
Pola eliminasi normal
Warna, bau, jumlah, kejernihan
normal
Nutrisi klien seimbang dengan kebutuhan
tubuh dibuktikan dengan:
Nafsu makan meningkat
BB dalam rentang normal
Tidak ada mual muntah

RETENSI
URIN

DEFINISI
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung
kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urin yang dapat terjadi
secara akut maupun kronis.
Retensi Urin akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada keadaan
kandung kemih yang nyeri.
Retensi Urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang membesar, penuh,
tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih.

KLASIFIKASI
Jenis
Retensi
Retensi
akut

Retensi
kronis

keterangan
Penderita seakan-seakan tidak dapat berkemih (miksi). Kandung
kemih perut disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik
dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Sering kali
urin keluar menetes atau sedikit-sedikit (Mansjoer, 2000).
Penyebab tersering :
Anak-anak : nyeri abdomen, obat-obatan
Usia muda : pascaoperasi, obat-obatan, ISK akut, trauma,
hematuria
Usia lanjut : akut pada retensi kronis dengan BPH, tumor,
pascaoperasi
Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat
berkemih (miksi), merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya
sedikit atau tidak sama sekali walaupun kandung kemih penuh
(Mansjoer, 2000).
Penyebab tersering :
Anak-anak : kelainan kongenital

ETIOLOGI
Menurut Karch (2008) dan Glendle (2007) ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya retensi urin, antara lain:
1. Supra Vesikal (kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis
yaitu pada S2-S4 setinggi T12-L1). Kerusakan saraf simpatis dan
parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada
keadaan pasca operasi
2. Vesikal (kelemahan otot detrusor karena lama mengalami
peregangan)
3. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika,
striktur, batu kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.
4. Penyebab tersering retensi urin adalah hipertrofi prostat jinak
pada pria. Penyebab lainnya diantaranya adalah ISK. Penyakit
neurologis atau keganasan prostat.

MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jurnal European Assosiation of Urology (M.J. Speakman, 2009) :
1. Retensu urin akut
Pasien secara umum mengeluhkan nyeri perut bagian bawah dan
bengkak, ketidakmampuan untuk buang air kecil atau buang air kecil
dengan jumlah yang sedikit, teraba massa didaerah pelvis serta
hasil perkusi adalah dullness.
2. Retensi urin kronik
Ketika ditemukannya reidu urine sebesar 300 cc sampai 500 cc pada
kandung kemih, dapat pula disertai BAK sangat sedikit, frekuensi
BAK yang sering, kesulitan untuk memulai berkemih sampai pada
tanda dan gejala adanya gagal ginjal. Pada retensi urin kronik
biasanya sering diikuti oleh infeksi pada tractus urinary akibat
adanya penumpukan residu urin.

PATOFISIOLOGI
Pada retensi urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli
penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan
hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Akibat lanjut
retensi urin, buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas
maksimal sehingga tekanan di dalam lumennya dan tegangan
dari dindingnya akan meningkat. Bila keadaan ini dibiarkan
berlanjut, tekanan yang meningkat di dalam lumen akan
menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi
hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.
Retensi urin juga menjadi penyebab terjadinya infeksi saluran
kemih (ISK) dan bila ini terjadi dapat menimbulkan gawat yang
serius seperti pielonefritis dan urosepsis (Gardjito, 2009).

WOC

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto polos abdomen
Sangat diperlukan sebelum
melakukan pemeriksaan
penunjang saluran kemih.
2. Ureum dan elektrolit
Digunakan untuk menentukan
indeks fungsi ginjal
3. Kultur dan sensitivitas MSU
Berhubungan dengan infeksi,
termasuk sitologi jika dicurigai
terdapat tumor
4. Sistograf
5. IVU (Inravenous Urography)
6. Urodinamik

7. Sistoskopi
8. Urin analisis
9. Uroflometri
10.Uretrograf
11.Uretrosistoskopi.
12.Ultrasonograf.

PENATALAKSANAAN
Berdasarkan artikel dari European Urology dan Selius (2008)
Retensi urin akut / acute urinary
retention (AUR)

Retensi urin kronis / chronic


urinary retention (CUR)

a. Retensi urin akut membutuhkan


kateterisasi segera. Volume urin
yang keluar pada 10-15 menit
pertama harus di dokumentasi
dengan akurat untuk
membedakan antara retensi urin
akut dan retensi urin akut-kekronis.
b. Kateter Suprapubik (Sistostomi)
Jika kateterisasi uretra tidak
berhasil, pasien harus segera
dirujuk ke teknik kateterisasi yang
lebih canggih yaitu kateterisasi
suprapubik.

Pasien dengan retensi urin kronis


harus mampu mengelola kondisi
mereka dengan kateterisasi
intermiten mandiri dengan teknik
bersih. Teknik ini dianggap
pengobatan lini pertama untuk
mengelola retensi urin disebabkan
oleh kandung kemih neurogenik dan
dapat mengurangi komplikasi,
seperti gagal ginjal, kerusakan
saluran kemih bagian atas, dan
urosepsis.

KOMPLIKASI
Menurut Kenneth J. Lenevo (2009), beberapa komplikasi
lain yang dapat terjadi adalah:
Kerusakan vesika urinaria
Hidronefrosis dan Gagal ginjal
Inkontinensia Overflow
Infeksi Saluran Kemih

PROGNOSIS
Tergantung penyebabnya. Sebanyak 70% kasus retensi urin akut sembuh
dalam seminggu setelah perawatan inisial. (Pierce A. Grace, 2006)

Anda mungkin juga menyukai