Anda di halaman 1dari 43

BAB I

KONSEP MEDIK
A. Anatomi
Keberhasilan operasi hernia inguinal tergantung akan pengetahuan
tentang dinding abdomen,kanalis inguinalis,.lapisan-lapisan dinding abdomen
Regio inguinal merupakan batas bawah abdomen dengan fungsi yang terdiri
atas lapisan miopaneurotis. Penamaan struktur anatomi di daerah ini banyak
memakai nama penemunya sebagai pengakuan atas kontribusi mereka. Dalam
bukunya Skandalakis (1995), dinding abdomen pada dasar inguinal terdiri
dari susunan multi laminer dan seterusnya.
Pada dasarnya inguinal dibentuk dari lapisan:
1. Kulit (kutis).
Jaringan sub kutis (Campers dan Scarpas) yang berisikan lemak.
2. Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus
(Scarpa). Bagian superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan turun
ke sekitar penis, skrotum, perineum, paha, bokong. Bagian yang
profundus meluas dari dinding abdomen ke arah penis (Fasia Buck).
3. Innominate fasia (Gallaudet) : lapisan ini merupakan lapisan superfisial
atau lapisan

luar dari fasia muskulus obliqus eksternus. Sulit dikenal

dan jarang ditemui.


4. Apponeurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum
inguinale

Gambar 1. Lapisan-lapisan abdomen

Gambar 2 Spermatic cord

5. Spermatik kord pada laki-laki, ligamen rotundum pada wanita.


6. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus
internus, falx
7. inguinalis (Henle) dan konjoin tendon.
8. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan ligamentum
pectinea
9. (Cooper), iliopubic tract, falx inguinalis dan fasia transversalis.
10. Preperitoneal connective tissue dengan lemak.

11. Peritoneum
12.

Superfisial dan deep inguinal ring.


Bagian bagian dari hernia

1. Pintu hernia adalah lapisan l;paisan dinding perut dan panggul. Hernia
dinamai berdasarkan dari pintunya
2. Kantung hernia adalah peritoneum parietalis, bagiannya adalah kolum,
korpus dan basis
3. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan
panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding
yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
a. Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/ 3lateralnya muskulus obliqus internus.
b. Posterior : Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus
abdominis yang bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk
dinding posterior dibagian lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia
transversa dan konjoin tendon, dinding posterior berkembang dari
aponeurosis muskulus transversus abdominis dan fasia transversal.
c. Superior : Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus
internus dan muskulus transversus abdominis dan aponeurosis.
d. Inferior

: Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.

Bagian ujung atas dari kanalis inguinalis adalah internal inguinal ring. Ini
merupakan defek normal dan fasia transversalis dan berbentuk huruf U
dan V dan terletak di bagian lateral dan superior. Batas cincin interna
adalah pada bagian atas muskulus transversus abdominis, iliopublik tract
dan interfoveolar (Hasselbach) ligament dan pembuluh darah epigastrik

inferior di bagian medial. External inguinal ring adalah daerah


pembukaan pada aponeurosis muskulus obliqus eksternus, berbentuk U
dangan ujung terbuka ke arah inferior dan medial. 9

Gambar 3. Canalis Inguinalis

4.

Isi kanalis inguinalis pria :


a. Duktus deferens
b. 3 arteri yaitu :
1) Arteri spermatika interna
2) Arteri diferential

3) Arteri spermatika eksterna


c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus:
1) Cabang genital dari nervus genitofemoral
2) . Nervus ilioinguinalis
3) Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. 3 lapisan fasia:
1) Fasia spermatika eksterna, lanjutan dari fasia innominate.
2) Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabut-serabut muskulus
obliqus internus dan fasia otot.
3) Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia transversal.
5. Selubung hernia merupakan lapisan lapisan yang menyelubungi hernia.
B. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari bagian
muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi
hernia. Semua hernia terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang
potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan
intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan. 1
C. Etiologi

Penyebab terjadinya hernia 1,2,3,4,5:


1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat
kemudian dalam hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia congenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempattempat tertentu.
b. Hernia congenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai
defek pada
bulan

tempat tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa

(0 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui

defek tersebut karena

dipengaruhi

intraabdominal (mengejan, batuk,

oleh

kenaikan

tekanan

menangis).

4. Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya defek


bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama
hidupnya, antara lain :
a. Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien
yang sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.
b. Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan
ikatnya yang

sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat

terkena hernia karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya


yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.

c. Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.


d. Distensi

dinding

abdomen

karena

peningkatan

tekanan

intraabdominal.
e. Sikatrik.
f. Penyakit yang melemahkan dinding perut.
g. Merokok
h. Diabetes mellitus
D. Klasifikasi Hernia
1. Menurut lokasinya :
a. Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Jenis ini
merupakan yang
b. tersering dan dikenal dengan istilah turun berok atau burut.
c. Hernia umbilikus adalah di pusat.
d. Hernia femoralis adalah di paha.
2. Menurut isinya :
a. Hernia usus halus
b. Hernia omentum
3. Menurut penyebabnya :
a. Hernia kongenital atau bawaan

b. Hernia traumatic
c. Hernia insisional adalah akibat pembedahan sebelumnya.
4. Menurut terlihat dan tidaknya :
a. Hernia externs, misalnya hernia inguinalis, hernia scrotalis, dan
sebagainya.
b. Hernia interns misalnya hernia diafragmatica, hernia foramen
winslowi, hernia obturaforia.
5. Menurut keadaannya :
a. Hernia inkarserata adalah bila isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan
pasase atau vaskularisasi. Secara klinis

hernia inkarserata lebih

dimaksudkan untuk hernia irrenponibel.


b. Hernia strangulata adalah jika bagian usus yang mengalami hernia
terpuntir atau membengkak, dapat mengganggu aliran darah normal
dan

pergerakan

otot

serta

mungkin

dapat

menimbulkan

penyumbatan usus dan kerusakan jaringan.


6. Menurut nama penemunya :
a. Hernia petit yaitu hernia di daerah lumbosacral.
b. Hernia spigelli yaitu hernia yang terjadi pada linen semi sirkularis
diatas penyilangan vasa epigastrika inferior pada muskulus rektus
abdominalis bagian lateral.
c. Hernia richter yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang
terjepit.

7. Menurut sifatnya :
a. Hernia reponibel adalah bila isi hernia dapat keluar masuk. Isi hernis
keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia irreponibel adalah bila isi kantung hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga.
8. Jenis hernia lainnya : 1,2
a. Hernia pantolan adalah hernia inguinalis dan hernia femuralis yang
terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh vasa epigastrika inferior.
b. Hernia sacrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke
scrotum secara lengkap.
c. Hernia littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum meckeli.
E. Gejala Dan Tanda Klinik
1. Gejala
Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang
adanya

nyeri

dan

membengkak

pada

saat

mengangkat

atau

ketegangan.seringnya hernia ditemukan pada saat pemeriksaan fisik


misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja. Beberapa pasien
mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia
ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum.
Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman
dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya.11
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit
dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih
berkurang untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi.11

2.

Tanda
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan
berdiri dan berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang
kecil yang masih sulit untuk dilihat kita dapat mengetahui besarnya
cincin eksternal dengan cara memasukan jari ke annulus jika cincinnya
kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan sangat sulit
untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain
halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan
jaringan tissue dapat dirasakan pada tonjolandi kanalis ingunalis pada
saat batuk dan hernia dapat didiagnosis.9
Perbedaan hil dan him pada pemeriksaan fisik sangat sulit dlakukan
dan ini tidak terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa
melihat jenisnya. Hernia ingunalis pada masing-masing jenis pada
umumnya memberikan gambaran yang sama . hernia yang turun hingga
ke skrotum hampir sering merupakan hernia ingunalis lateralis.9
a. Pada inspeksi
Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan
terlihat simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna.
Tonjolan akan menghilang pada saat pasien berbaring . sedangkan
pada hernia ingunalis lateralis akan terlihat tonjolan yang yang
bebentuk elip dan susah menghilang pada saat berbaring.9
b. Pada palpasi
Dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya tahanan
pada hernia inguanalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak
akan terasa dan tidak adanya tahanan pada dinding posterior kanalis
ingunalis. Jika pasien diminta untuk batuk pada pemeriksaan jari
dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada sisi jari maka itu
hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis
10

lateralis. Penekanan melalui cincin interna ketika pasien mengedan


juga dapat membedakan hernia direct dan hernia inguinalis lateralis.
Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan melewati
Trigonum Hesselbachs dan kebalikannya pada hernia ingunalis
lateralis. Jika hernianya besar maka pembedaanya dan hubungan
secara anatomi antara cincin dan kanalis inguinalis sulit dibedakan.
Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak dapat ditegakkan
secara akurat sebelum dilakukan operasi.
F. Patofisiologi
1. Hernia Inguinalis
Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan
ke 8 dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal
tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah
scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan
prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup,
karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan
normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. 1,2
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila
kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul
hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa
ini terjadi kerana usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga
perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup. Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance,
maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal
meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat dan

11

mengangkat barang barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup


dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut.
Akhirnya menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma,
hipertropi protat, asites, kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan
dapat terjadi pada semua. 2,3,4
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial
komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi
penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus yang
masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila
terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan
timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis. 3,4,5
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya
terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis
metabolik, abses. Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang
dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga
perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses
lokal, fistel atau peritonitis. 1,2,3
a. Hernia Inguinalis Direkta (Medialis)
Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita) disebabkan
oleh faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan
otot dinding di trigonum Hesselbach*. Jalannya langsung (direct) ke
ventral melalui annulus inguinalis subcutaneous. Hernia ini sama
sekali tidak berhubungan dengan pembungkus tali mani, umumnya
12

terjadi bilateral, khususnya pada laki-laki tua. Hernia jenis ini jarang,
bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan strangulasi.
*Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas:

Inferior: Ligamentum Inguinale.

Lateral: Vasa epigastrika inferior.

Medial: Tepi m. rectus abdominis.

Dasarnya dibentuk oleh fascia transversalis yang diperkuat serat


aponeurosis m.transversus abdominis.

Gambar 4. Hernia Inguinalis Direct

b. Hernia Inguinalis Indirekta (lateralis)


Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis.
Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk
lonjong. Dapat terjadi secara kongenital atau akuisita:

13

Gambar 5. Hernia inguinalis indirect

1) Hernia inguinalis indirekta congenital.


Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi
dilahirkan sama sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei
tetap berhubungan dengan rongga tunika vaginalis propria testis.
Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam
kantong peritoneum tersebut.
2) Hernia inguinalis indirekta akuisita.
Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada
suatu bagian saja. Sehingga masih ada kantong peritoneum yang
berasal dari processus vaginalis yang tidak menutup pada waktu
bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kentung peritonei ini dapat
terisi dalaman perut, tetapi isi hernia tidak berhubungan dengan
tunika vaginalis propria testis.
c. Hernia Pantalon
Merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada
satu sisi. Kedua kantung hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior
sehingga berbentuk seperti celana. Keadaan ini ditemukan kira-kira
15% dari kasus hernia inguinalis. Diagnosis umumnya sukar untuk

14

ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dan biasanya baru ditemukan


sewaktu operasi.

Tabel 1. Klasifikasi Nyhus

2. Hernia femoralis

Pada umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian pada


wanita kira-kira 4 kali lelaki. Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat
paha. Sering penderita datang ke dokter atau rumah sakit dengan hernia

15

strangulata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di lipat paha di


bawah ligamentum inguinale, di medial vena femoralis dan lateral
tuberkulum pubikum. Tidak jarang yang lebih jelas adalah tanda
sumbatan usus, sedangkan benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena
kecilnya atau karena penderita gemuk. Hernia ini masuk melalui annulus
femoralis ke dalam kanalis femoralis dan keluar pada fosa ovalis di lipat
paha.
Kanalis femoralis terletak medial dari v.femoralis di dalam lakuna
vasorum dorsal dari ligamentum inguinale, tempat v.safena magna
bermuara di dalam v.femoralis. Foramen ini sempit dan dibatasi oleh
pinggir keras dan tajam. Batas kranioventral dibentuk oleh lig. Inguinale,
kaudodorsal oleh pinggir os. Pubis yang terdiri dari lig. Iliopektineale
(lig. Cooper), sebelah lateral oleh (sarung) v.femoralis, dan di sebelah
medial oleh lig. Lakunare Gimbernati. Hernia femoralis keluar melalui
lakuna vasorum kaudal dari lig. Inguinale. Keadaan anatomi ini sering
mengakibatkan inkarserasi hernia femoralis.
G. Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul
pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan
mneghilang setelah berbaring.
2) Hernia inguinal
a) Lateralis : uncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan
dari lateral ke medial, tonjolan
berbentuk lonjong.

16

b) Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk


bulat.
3) Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang
merupakan tojolan lanjutan

dari hernia inguinalis lateralis.

4) Hernia femoralis : benjolan dibawah ligamentum inguinal.


5) Hernia epigastrika : benjolan dilinea alba.
6) Hernia umbilikal : benjolan diumbilikal.
7) Hernia perineum : benjolan di perineum.
b. Palpasi
1) Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di
sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa itu hernia
inguinalis medialis.
2) Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di
lateral titik yang kita tekan maka dapat diasumsikan sebagai
nernia inguinalis lateralis.
3) Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan
canalis inguinalis) ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika
terlihat benjolan di lateralnya berarti hernia inguinalis lateralis
jika di medialnya hernia inguinalis medialis.
4) Hernia inguinalis : kantong hernia yang kosong kadang dapat
diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dua
permukaan sutera, tanda ini disebut sarung tanda sarung tangan

17

sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus,


omentum (seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat
direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus
eksternus, pasien mulai mengedan kalau hernia menyentuh
ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau samping
jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
lipat paha dibawah ligamentum inguina dan lateral tuberkulum
pubikum.
5) Hernia femoralis : benjolan lunak di benjolan dibawah
ligamentum inguinal
6) Hernia inkarserata : nyeri tekan.
c. Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata. Hipertimpani, terdengar pekak.
d. Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia
yang mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata).
e. Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship
romberg (hernia obtutaratoria).
f. Tanda tanda vital : temperatur meningkat, pernapasan meningkat,
nadi meningkat, tekanan darah meningkat.
Tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan
Tumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut
a. Pemeriksaan Finger Test :

18

1) Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.


2) Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal
inguinal.
3) Penderita disuruh batuk:
4) Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
5) Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 6. Finger Test

b. Pemeriksaan Ziemen Test :


1) Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya
oleh penderita).
2) Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3) Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :
a.

jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.

b.

jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.

c.

jari ke 4 : Hernia Femoralis.

19

Gambar 7. Ziement Test

c. Pemeriksaan Thumb Test :


1) Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh
mengejan
2) Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
3) Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Gambar 8. Thumb Test

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
1) Leukosit > 10.000 18.000 / mm3
2) Serum elektrolit meningkat
b. Pemeriksaan radiologis

20

Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam


posisi supine dan posisi berdiri dengan manuver valsafa dilaporkan
memiliki sensitifitas dan spesifisitas diagnosis mendekati 90%.
Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia
incarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain
dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang sangat
jarang dengan nyeri inguinal tetapi tak ada bukti fisik atau sonografi
yang menunjukkan hernia inguinalis. 7
CT scan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelvis untuk mencari
adanya hernia obturator. 6
H. Diagnosis Banding

Tabel 2. Diagnosa banding hernia

I. Penatalaksanaan

21

Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya


menimbulkan

komplikasi

inkarserasii

atau

strangulasi

lebih

berat

dibandingkan resiko yang minimal dari operasi hernia (khususnya bila


menggunakan anastesi local). Khusus pada hernia femoralis, tepi kanalis
femoralis yang kaku meningkatkan resiko terjadinya inkarserasi.

Tujuan

operasi adalah menghilangkan hernia dengan cara membuang kantung dan


memperbaiki dinding abdomen.
1. Operasi Hernia Ingunalis Laterali
Incisi 1-2cm diatas ligamentum inguinal sehingga tembus searah dengan
seratnya, sayatan diperluas dari lateral ing cincin interna sampai
tuberculum pubicum. Pisahkan dan ligasi vena dari jaringan subkutan.

22

Gambar 9. Tahapan operasi HIL(1)

Pada saat ini, aponeurosis oblikuus eksternus akan terlihat dengan serat
berjalan ke bawah ke arah medial. Incisi aponeurosis searah dengan arah
seratnya, kemudian ditarik dengan hak. Gunakan forceps untuk
mengangkat dan meretraksi ujungnya, sambil incisi diperluas melewati
sayatan. Cari nervus inguinal dan lindungi selama operasi selama operasi
dengan menjauhkan dari lapangan operasi.

Gambar 10. Tahapan Operasi HIL (2)

Kemudian sayat secara tumpul, keluarkan spermatic cord bersamaan


dengan kantung hernia yang merupakan satu massa dan masukkan jari di
sekelilingnya. Amankan massa dengan menggunakan gauze. Dan
menggunakan sayatan tajam dan tumpul, pisahkan kantung dari cord
(vasa deferen dan pembuluh darah) lapis demi lapis.

23

Gambar 11. Tahapan Operasi HIL (3)

Perluas sayatan hingga leher kantung tepat di cincin interna,


sehingga terlihat lapisan peritoneal fat. Buka kantung diantara dua
pasang forcep kecil, dan periksa rongga abdomen dengan jari hingga
membuka.

Gambar 14. Tahapan Operasi HIL (4)

Terus putar kantung untuk memastikan isinya kosong. Lehar diikat


dengan benang 2/0, tahan ikatannya, dan kantung diexcisi.

Gambar 15. Tahapan Operasi HIL (5)8

Perhatikan punctum untuk memastikan ikatannya cukup kuat. Ketika


ikatannya dipotong, maka punctum masuk ke dalam cincin dan tidak
terlihat.
Tujuan dari prosedur Bassini adalah untuk memperkuat dinding posterior.
Dengan cara menjahitkan M. transversus abdominis dan aponeurosis M.

24

obliquus abdominis internus atau conjoint tendon ke ligamentum


inguinal. Prosedur ini juga menyempitkan cincin interna.
Mulai perbaikan dengan menggunakan benang no.1. Jahitan silang harus
dimasukkan melewati ligamentum inguinalis pada jalur yang berbeda
dengan arah serat, serat dirawat terpisah sepanjang garis ligamentum.
Masukkan jahitan silang pertama ke ligamentum pectineal.

Gambar 16. Tahapan Operasi HIL (6)

Masukkan jahitan berikutnya melalui conjoined tendon dan ligamentum


inguinal, teruskan ke arah lateral untuk memasukkan jahitan silang pada
bagian ini. Tinggalkan jahitan silang tanpa diikat sehingga semuanya
masuk.

Gambar 17. Tahapan Operasi HIL (7)

25

Kemudian jahitan silang didekatkan ke cincin sebelum jahitannya diikat,


dan harus masih bisa dilalui ujung jari melewati cincin sepanjang cord.
Kemudian ikat jahitan dimulai dari tengah dan potong ujungnya.

Gambar 18. Tahapan Operasi HIL (8)

Dan terakhir, tambahkan tegangan sehingga cincin interna masih bisa


dilalui ujung jari

Gambar 19. Tahapan Operasi HIL (9)

Tutup aponeurosis obliquus eksterna secara kontinyus dengan chromic


cat gut 0.13

26

Gambar 20. Tahapan Operasi HIL (10)

Jahit kulit secara interrupted 2.0.

Gambar 21. Tahapan Operasi HIL (11)

Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu


a. Mercy dikenal dengan ligasi sederhana dengan diangkat tinggi
kantungnya.melewati ingunal yang dikombinasi dengan pengikatan
cincin interna.
b. Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan
cara conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Pouparts dan
spermatic

cord

diposisikan

seanatomis

mungkin

di

bawah

aponeurosis muskulus oblikuus eksterna.


c. Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord
kebalikannya cara Bassini.

27

d. Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan


conjoint tendon lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum
Cooper.
2.

Shouldice
Menurut Abrahamson (1997) prinsip dasar teknik Shouldice adalah
Bassini multi layer, Adapun tahapan hernioplasty menurut Shouldice:
Langkah pertama yaitu setelah dilakukan incisi garis kulit sampai fasia,
dengan preparasi saraf ilioinguinal dan iliohipogastrika, bebaskan
funikulus dari fasia transversalis sampai ke cincin interna, membuang
kantong dan ligasi setinggi mungkin.

Gambar 22. Tahapan Operasi Shouldice (1)6

Dilanjutkan dengan memotong fasia transversalis dan membebaskan


lemak pre peritoneal. Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding
belakang inguinal dengan jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi
bawah fasia ke bagian belakang flap superior, usahakan titik jahitan tidak
segaris dengan jarak 2-4 mm.2

28

Gambar 23. Tahapan

Operasi Shouldice
(2)

Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang inguinal


dengan jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian
belakang flap superior, usahakan titik jahitan tidak segaris dengan jarak
2-4 mm.13
Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan
dibawahnya dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA).
Demikian seterusnya dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum
inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan
aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C)

(Gambar 24

29

3. Lichtenstein Tension free


Tehnik pemasangan mesh pada Lichtenstein seperti berikut (Wexler, 1997) :
a. Dilakukan terlebih dahulu herniotomi.
b. Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas defek,
disebelah bawah spermatik kord.
c. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
1) - Medial : perios tuberkulum pubikum.
2) - Lateral : melingkari spermatik kord.
3) - Superior : pada konjoin tendon.
4) - Inferior : pada ligamentum inguinal. 13

Gambar 25. Setelah pemasangan Mesh13

Karena penjahitan pada tehnik Shouldice dilakukan cara jelujur tidak


terputus pada titik yang berbeda kesegarisannya menyebabkan tarikan yang
terjadi menyebar dan terdistribusi dibanyak titik sehingga rasa nyeri menjadi
tidak dominan disatu tempat. Hal inilah yang menyebabkan keluhan rasa
nyeri pasca operasi menjadi lebih ringan dibanding tehnik konvensional
lainnya.13
Penggunaan material sintetis sebagai penutup defek miopektineal
dinding belakang kanalis inguinal memerlukan persyaratan tertentu,
prostesis yang dipakai harus cukup kuat sebagai penyangga, tidak bersikap
alergen, mempunyai potensi untuk menimbulkan respon inflamasi dan cepat

30

berintegrasi dengan jaringan sekitar. Agar integrasi menjadi solid, prostesis


berupa anyaman yang berpori sehingga jaringan tumbuh diantara pori-pori
tersebut. Polypropylene mesh dikategorikan memiliki sifat tersebut serta
mampu bersifat permanen sehingga tidak diperbolehkan kontak langsung
dengan organ visera karena akan menimbulkan perlengketan serta obstruksi
atau pembentukan fistula. Saat ini polypropylen mesh dipilih sebagai
prostesis baku dalam petatalaksanaan hernio plasty.6
Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya
peregangan sewaktu rekonstruksi dinding belakang kanalis inguinal sehingga
perasaan nyeri pasca operasi dapat berkurang dengan nyata. Diikuti
pemulihan dan kembali kepada aktivitas rutin yang lebih dini, serta
pencegahan rekurensi jangka panjang. Pemulihan dan kemampuan kerja
setelah operasi ternyata sangat dipengaruhi oleh rasa sakit (Callesen, 1999).
Bax (1999) melaporkan dengan polypropylene mesh lebih dari 60% pekerja
kasar dan lebih dari 90% pekerja kantoran telah dapat bekerja dalam 10 hari.
Ismail (2000) melaporkan 74 % penderita telah kembali mengemudikan
mobil dalam 10 hari, 49 % diantaranya dalam 7 hari.6
Untuk mencegah rekurensi jangka panjang penggunaan material harus
cukup lebar untuk menutup seluruh defek miopektineal (dengan ukuran 10 x
5 cm), tidak terjadi lipatan-lipatan, melingkari bagian dari spermatik kord di
daerah kanalis inguinal interna.6
J. Komplikasi
Komplikasi setelah operasi herniorraphy biasanya ringan dan dapat sembuh
sendiri, hematom dan infeksi luka adalah masalah yang paling sering terjadi.
Komplikasi yang lebih serius seperti perdarahan, osteitis atau atropy testis terjadi
kurang dari 1 persenpada pasien yang menjalani herriorraphy. Perbandingan
komplikasi berat dan ringan dari teknik open dan laparoscopic herniorrhaphies. 6,

31

Tabel 3. Komplikasi dari Open dan Laparoscopic Hernia Repair

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1.

Sirkulasi

32

Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit


vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).
2.

Integritas ego
a. Gejala :

Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress

multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.


b. Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
3.

Makanan / cairan
Gejala : Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk Hipoglikemi
/ketoasidosis); malnutrisi (termasuk obesitas); membrane mukosa yang
kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

4.

Pernapasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

5.

Keamanan
a. Gejala :

Alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;

Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan


penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
b. Tanda : Menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

33

6.

Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan
juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Periode pra-operatif
a. Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon otomatis.
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dan
perubahan status kesehatan.
2. Periode post-operatif
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas
jaringan akibat tindakan operasi.
b. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
C. Intervensi Keperawatan

34

1. Diagnosa periode pra-operatif


a. Nyeri behubungan dengan adanya otot tegang dan respon otomatis
Tujuan : klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks,
mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, catat lokasi nyeri, karakteristik.
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat & kemajuan
penyembuhan.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : Grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen
bawah atau felvis, menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
3) Dorong ambulasi dini
Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh:
merangsang peristaltik & kelancaran flatus & menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.
4) Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi & dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5) Kolaborasi : Pertahankan puasa

35

Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini


dan iritasi gaster/muntah.
6) Klaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan nyeri , mempermudah kerja sama dengan
intervensi terapi lain.
b.

Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman


terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi
dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Intervensi :
1)

Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.


Rasional : memudahkan intervensi.

2)

Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi


ansietas di masa lalu.
Rasional

:mempertahankan

mekanisme

koping

adaftif,

meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.

3)

Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk


mengungkapkan pikiran dan perasaan.

36

Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk


mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4)

Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat
ini, harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.

5)

Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas seharihari meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional: menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa
dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada
diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.

6)

Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.


Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.

7)

Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan


keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.

8)

Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.


Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

2. Diagnosa periode post-operatif


b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas
jaringan akibat tindakan operasi.
37

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang.


intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.

2)

Anjurkan klien istirahat ditempat tidur


Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri

3) Atur posisi pasien senyaman mungkin


Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah
ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman.
5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga
pasien menjadi lebih nyaman.
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
Tujuan : tidak ada infeksi.
Intervensi
38

1) Pantau tanda-tanda vital.


Rasional

Jika

ada

peningkatan

tanda-tanda

vital

besar

kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha intuk


melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi
peningkatan tanda vital.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik mencegah risiko
infeksi.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi..

5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.


Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme
patogen.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.
Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman

39

Intervensi
1)

Berikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak, anjurkan

latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental/ fisik pada sore
hari.
Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang lama
mengakibatkan kelelahan yang dapat mengakibatkan kebingungan,
aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang
meningkatkan waktu tidur.
2)

Hindari penggunaan Pengikatan secara terus menerus

Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan


menghambat waktu istirahat.
3)

Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai perkembangan hari

demi hari.
Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku
yang tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola
tidur yang mencapai tidur pulas.
4)

Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada

pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.


Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan
kestabilan lingkungan. Catatan: Penundaan waktu tidur mungkin
diindikasikan untuk memungkin pasien membuang kelebihan energi
dan memfasilitas tidur.
5)

Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan

masase punggung.
40

Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan mengantuk


6)

Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih

sebelum tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi
kekamar mandi/berkemih selama malam hari.
7)

Putarkan musik yang lembut atau suara yang jernih

Rasional : Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat


suara-suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat
tidur nyeyak.
8)

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Antidepresi,

seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon


(Desyrel).
9)

Rasional : Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia

atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi anti


kolinergik dapat mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam
efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi
manfaat yang maksimal.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.
Intervensi
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.

41

Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi


terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar
optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses
aktivitas secara perlahan dengan
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien
pulih kembali.

4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.


Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari
tubuh sebagai akibat dari latihan.

42

DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku

kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-718

2. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000.
Hal 313-317
3. Dr. P. Bhatia & Dr. S. J. John. Laparoscopic Hernia Repair (a step by step
approach).

Edisi I. Penerbit Global Digital Services,

Bhatia Global Hospital & Endosurgery Institute. New


Delhi. 2003. (Ebook, di akses 10 juli 2010)
4. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal 348-356
5. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I.
Penerbit GEM Foundation. 2004. Hal 39-58
6. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergecy surgery. Edisi XXIII. Penerbit
Hodder Arnold. 2006.
7. Gary G. Wind. Applied Laparoscopic Anatomy (Abdomen and Pelvis). Edisi I.
Penerbit Williams & Wilkins, a Waverly Company. 1997.
8. Michael M. Henry & Jeremy N. T. Thompson. Clinical Surgery. Edisi II. 2005.
9. R. Bendavid, J. Abrahamson, Mauruce E. A, dkk. Abominal Wall Hernias
(Principles and Management). Edisi I. Penerbit SringerVarlag. New York. 2001. (Ebook, di akses 10 Juli 2010)
10. Michael S. Kavic. Laparoscopic Hernia Repair. Edisi I. Penerbit Harwood
Academic Publishers. Amsterdam. 1997. (Ebook, diakses
10 Juli 2010)

Anda mungkin juga menyukai