Dokter pembimbing :
Dr. M. Rifai. Sp.S
Disusun oleh :
Cindy Cicilia
112015178
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih
merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup
tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat
(SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan
leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan
piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak1.
Meningitis sendiri merupakan sindrom klinis dengan tanda peradangan pada
meningens yang terdiri dari 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang
belakang yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Manifestasi penyakit ini berupa gejala
iritasi meningeal (seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia ), pleositosis dalam cairan
Liquor cerebrospinalis, serta pewarnaan dan kultur negatif terhadap bakteri, jamur, ataupun
parasit.2
Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam praktek sehari hari, meskipun sebenarnya terutama dari jenis menahun jarang sekali disebabkan oleh
gangguan organik.Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman
yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang
kepala.dan daerah wajah.3
BAB II
PEMBAHASAN
: melapisi tengkorak
saraf kranial dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteria cerebri masuk ke dalam
jaringan otak setelah dibungkus oleh pia mater.2
Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme primer yang bermaksud untuk memberikan kesadaran
bahwa terdapat gangguan jaringan yang terjadi atau akan terjadi. Lebih jauh lagi, pengalaman
dari rasa nyeri ini membantu menghindari hal-hal yang berbahaya di kemudian hari.8
Terdapat tiga kategori dari reseptor nyeri (atau nosiseptor) yaitu mekanik yang
bertanggug jawab atas trauma mekanik seperti terpotong, terbentur, atau terjepit; termal yang
bertanggung jawab atas temperature ekstrim, terutama panas; dan polimodal yang
bertanggung jawab kepada semua jenis stimulus yang merusak termasuk iritasi bahan kimia.
Karena fungsinya untuk bertahan, nosiseptor tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang
berulang.8
6
Nyeri diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu fast pain dan slow pain.Fast pain
dirasakan dalam waktu 0,1 detik setelah stimulus nyeri terjadi, sedangkan slow pain mulai
hanya setelah 1 detik atau lebih dan bertambah perlahan-lahan detik demi detik dan kadangkadang beberapa menit.9
Fast pain juga dideskripsikan dengan banyak nama alternative, seperti sharp pain,
pricking pain, acute pain, dan electric pain. Tipe nyeri ini dirasakan ketika jarum menusuk
kulit, ketika kulit terpotong pisau, atau ketika kulit terbakar.Nyeri ini dirasakan juga ketika
kulit terkena sengatan listrik.Fase-sharp-pain tidak dirasakan pada kebanyakan organ yang
lebih dalam pada tubuh.9
Slow pain juga memiliki banyak nama, seperti slow burning pain, aching pain,
throbbing pain, nauseous pain, dan chronic pain. Tipe nyeri ini biasanya dikaitkan dengan
rusaknya jaringan.Hal ini dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan, nyeri yang tidak
tertahankan. Nyeri ini dapat terjadi pada kulit dan hampir di tiap jaringan dalam dan organ.9
Slow Pain
Terjadi pada stimulasi nosiseptor polimodal
termal
Dibawa oleh serabut kecil A-delta yang
bermielin
Menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan
bermielin
Menghasilkan sensasi tumpul, pegal, dan
menjepit
Mudah dilokalisasi
Terjadi terlebih dahulu
membakar
Sulit dilokalisasi
Terjadi dalam durasi waktu yang lebih panjang
Impuls nyeri berasal di nosiseptor ditransmisikan menuju CNS melewati satu dari dua
tipe serabut aferen.Timbulnya sinyal dari nosiseptor mekanikal dan termal ditransmisikan
melalui serabut kecil A-delta yang bermielin dengan kecepatan 30 m/detik (dalam jalur fast
pain).Impuls dari nosiseptor polimodal dibawa oleh serabut kecil C yang tidak bermielin
dengan kecepatan 12 m/detik (dalam jalur slow pain).Saat ada nyeri terpotong atau terbakar
di jari, tentunya merasakan tusukan dari nyeri pertama kali, dengan lebih difus, sakit yang
tidak menyenangkan dimulai segera sesudahnya.Nyeri yang dipersepsikan sebagai sensasi
nyeri singkat, tajam, dan jepitan lebih mudah dilokalisasi, ini merupakan jalur cepat dari
nosisepor spesifik mekanik dan panas. Perasaan ini diikuti oleh sensasi nyeri tumpul, pegal,
dan sulit dilokalisasi yang bertahan dalam jangka waktu yang lama dan lebih tidak enak, ini
merupakan jalur slow pain, yang diaktifkan oleh bahan kimia, terutama bradikinin, substansi
yang normalnya inaktif yang diaktifkan oleh enzim yang terlepas menuju ECF dari jaringan
yang rusak. Bradikinin dan komponen lainnya tidak hanya menghasilkan nyeri, tetapi juga
mungkin oleh nosiseptor polimodal, tetapi mereka juga berkontribusi menghasilkan respons
inflamasi menuju ke jaringan yang terluka. Keberadaan bahan kimia ini menjelaskan nyeri
yang bertahan lama dan pegal yang berlanjut setelah berakhirnya stimulus mekanik dan
termal yang mengakibatkan rusaknya jaringan.8
Saat memasuki medulla spinalis, sinyal nyeri menuju ke otak melalui dua traktus
yaitu traktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus.Serabut A-delta berakhir
terutama pada kornu dorsalis, yang bereksitasi pada neuron kedua pada traktus
neospinothalamus.Hal ini menimbulkan serat panjang yang menyilang dengan cepat ke arah
berlawanan dari medulla spinalis melalui komisura anterior dan kemudian berbalik ke atas,
menuju otak melalui kolumna anterolateral.
Beberapa serat dari traktus neospinothalamikus berakhir pada area retikuler batang
otak, tetapi kebanyakan melewati thalamus tanpa hambatan, berakhir sepanjang kompleks
ventrobasal dengan traktus lemniskal kolum-medial dorsal untuk sensasi taktil.Sedikit dari
serat ini juga berakhir dalam nucleus posterior thalamus.Dari area thalamus, sinyal
ditransmisikan menuju area basal otak lainnyamenuju ke korteks somatosensori.
Dipercaya bahwa glutamat merupakan neurotransmitter yang disekresi pada medulla
spinalis pada akhir serat saraf A-delta. Ini satu dari kebanyakan neurotransmitter eksitasi pada
CNS, biasanya memiliki durasi kerja hanya beberapa mili detik.9
8
Gambar 2. Transmisi dari sinyal fast pain dan slow pain menuju dan melewati medulla
spinalis pada jalannya menuju otak.9
Jalur paleospinotalamus merupakan sistem yang lebih tua dan mentransmisikan nyeri
dari serat saraf perifer lambat tipe C, meskipun juga mentransmisi beberapa sinyal dari tipe
A-delta. Pada jalur ini, serat perifer berakhir pada medulla spinalis hampir sepenuhnya di
lamina II dan II dari kornu dorsalis, dimana dinamakan substansia gelatinosa, yang
ditunjukkan lateral kebanyakan serat saraf dorsal tipe C. Kebanyakan sunyal melalui satu
atau lebih serat neuron pendek dalam kornu dorsalis itu sendiri sebelum memasuki lamina V,
juga pada kornu dorsalis. Disini, neuron terakhir memberikan bangkitan ke akson panjang
yang kebanyakan bergabung dengan serat dari jalur fast pain, awalnya melewati komisura
anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis, kemudian naik ke otak lewat jalur
anterolateral.
Eksperimen mengatakan bahwa serat saraf terminal tipe C memasuki medulla spinalis
menghasilkan transmitter glutamate dan substansi P. Transmitter glutamate melakukan
tugasnya dengan instan dan berakhir hanya beberapa mili detik.Substansi P dihasilkan lebih
lambat, membangun konsentrasi pada periode beberapa detik atau bahkan beberapa
menit.Faktanya, ini telah dikemukakan bahwa transmitter glutamate memberikan sensasi
nyeri yang lebih cepat, sedangkan substansi P memberikan sensasi yang lambat. Karena itu
substansi P dikaitkan dengan slow pain.9
Jalur paleospinothalamus berakhir kebanyakan di batang otak, dalam area gelap yang
besar.Hanya sepersepuluh hingga seperempat serat yang melalui thalamus. Sebagai gantinya,
kebanyakan berakhir di tiga area: (1) nucleus retikuler medulla, pons, dan mesensefalon; (2)
area tektal dari mesensefalon dalam menuju kolikuli superior dan inferior; atao (3) area abuabu periaqueductal mengelilingi aquaduktus Sylvii. Regio bawah dari otak ini timbul penting
untuk merasakan tipe nyeri yang menyakitkan ini, karena hewan dengan otak yang dipotong
9
di atas mesensefalon untuk menghambat sinyal nyeri dari serebrum masih merasakan nyeri
ketika bagian tubuhnya diberikan trauma. Dari area nyeri batang otak, serat pendek neuron
multiple menggilir sinyal nyeri ke atas menuju nukleus intralaminar dan ventrolateral dari
thalamus dan menuju beberapa bagian dari hipotalamus dan area basal lain di otak.9
Gambar 3. Transmisi sinyal nyeri menuju batang otak, thalamus, dan korteks serebri pada
jalur fast pain dan slow pain.9
Pemotongan total dari area sensoris somatic dari korteks serebri tidak menghancurkan
kemampuan hewan untuk menerima nyeri. Oleh karena itu, kemungkinan impuls nyeri
memasuki formation retikularis batang otak, thalamus, dan bagian bawah pusat otak yang
menyebabkan persepsi nyeri disadari.Ini tidak berarti bahwa korteks serebri tidak melakukan
apapun terhadap nyeri; stimulasi listrik area korteks somatosensori menyebabkan manusia
mempersepsikan nyeri ringan sekitar 3% dari stimulasi. Namun, dipercaya bahwa korteks
mempunyai peran penting dalam melakukan interpretasi kualitas nyeri, meskipun melalui
persepsi nyeri mungkin terutama fungsi dari pusat bawah.9
Patofisiologi Cephalgia
Doalmngrtekpdus-yifaner.Stkusdpbinvoar,gcktylesdipanurmoftes,ikalVnX.dIretgsfpiba7
nBgua-bditsmejrfynhapigdtsmuloekr(an),fitsmpldzbokawnygiejrpltum.Sasknygeibrdtoumscngielkraypdhfot-muieal.Sspdkrnygthfoeimbarsnydpktluoi.
Nyerikpaldtjgsbu ni-eykdoral,sptguhbinasprl,gu nteiabdhgjpmulkeitsa.7
Nyerikpalsndcumbtoh:
10
1.
2.
3.
4.
5.
kTsiraotumbnpjevcgkrialy.
kTsi,radltnufmygbeoridasptunklei.r
kTsi,rapenjtuydflN.VX,Ianigsrpvkebtm(falC1,2dn3).
uPhberkantil.
nPkyeitdajrgulp,whm nearkd.7
dBaserkmnilytpgbjade:
1.
2.
3.
kVuaslr
Kontraksi
Knelaidpukstrmf acnil7
dBkasernpjlyit, bdamen:
Nyerikpnalhgtbsumoeri,nyptdhac ulgsvikenr,tpyadls.
Nyerikpnalgtmbud
nPbyeagsripduthoc,kenyambldrit(svu),ngeapmokitdr(sfl)n,payemugco.
nPbyeagkursipt jdfloanher.
Nyerikpnalgbsutmdorical,gne usof.
dPnaperitykl,mgb ahusdinpketmrygaldsipe.knrthumlyadgeinsk.Evmcwupratlh,yinkesfdpmarugj.7
Patofisiologi meningitis
Pathogenesis dari setiap agen ataupun famili virus yang menyebabkan meningitis
virus sangat bervariasi.Namun, kejadian dari meningitis virus jarang berupa komplikasi dari
infeksi sistemik.Pertama virus memasuki inang melalui traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, traktus urogenital, ataupun melalui kulit yang terbuka. Sebagian besar dari
virus bereplikasi di dekat tempat masuknya ( replikasi primer) dan mendapatkan akses ke
sistem saraf pusat melalui jalur hematogen yang paling sering ataupun melalui jalur neural
( saraf perifer ). Setelah replikasi primer, virus menyebar ke jaringan limfatik, dimana dapat
terjadi amplifikasi dari jumlah virus, kemudian menuju ke peredaran darah sehinnga
menyebabkan viremia primer.Virus diperkirakan memasuki sistem saraf pusat ketika viremia
primer, atau mungkin melewati viremia sekunder, setelah amplifikasi di tempat sekunder
seperti otot, kulit, organ internal, dan jaringan lemak. Kemudian virus memasuki sistem saraf
pusat melewati pleksus choroid atau melalui infeksi di sel endotel kapiler.5
11
permeabilitas
sawar
darah
otak
sehingga
memungkinkan
masuknya
imunoglobulin dari darah.Virus dapat menghindari respons imun tubuh dengan toleransi imun
ataupun melalui penghindaran sistem imun.Respons limfosit T amat penting dalam respons
imun terhadap beberapa virus terutama dengan meningkatnya frekuensi dan angka kesakitan
pada pasien meningitis cytomegalovirus kronik ataupun meningitis varicella zooster virus
dengan gangguan imun yang dimediasi sel / cell-mediated immunity.Virus seperti VZV dapat
menyebabkan penyakit melalui vaskulitis serebral. Pada pasien imunokompeten biasanya
terjadi vaskulitis pembuliuh darah besar sedangkan pasien immunocompromised biasanya
mengalami vaskulitis pembuluh darah kecil yang difus.6
Inervasi Duramater
Cabang-cabang nervus trigeminus, nervus vagus, dan tiga nervus cranialis bagian atas
serta cabang-cabang trunkus simpatikus berjalan menuju dura mater.Dura mater memiliki
banyak ujung-ujung saraf sensorik yang peka terhadap regangan yang menimbulkan
12
sensasi nyeri kepala. Stimulasi ujung-ujung saraf sensorik nervus trigeminus di atas
tingkat tentorium cerebeli menimbulkan nyeri alih ke daerah kulit kepala sisi yang sama.
Hal ini disebabkan oleh rangsangan nervus trigeminal yang mempersarafi bagian
durayang melapisi kompartemen supratentorium.Bagian yang melapisi fossa cranii
media terutama dipersarafi oleh nervus spinosus.Saraf ini meninggalkan nervus
mandibularis di luar foramen ovale untuk kembali melalui foramen spinosum dan
bersamaan dengan arteri meningea media dan percabangannya. Peregangan ataupun
inflamasi dari dura supratentorium akan menyebabkan nyeri kepala daerah frontall dan
parietal. 5
Berbagai arteri memperdarahi dura mater, yaitu arteri carotis interna, arteria maxilaris,
arteria pharyngea ascendens, arteria occipitalis, dan steria vertebralis.Dari sudut pandang
klinis, arteria yang paling penting adalah arteria meningea media yang dapat mengalami
kerusakan akibat cedera kepala. Perdarahan yang terjadi pada arteri ini sering terjadi
pada hematoma epidural.6
Etiologi meningitis viral
A. Enterovirus
Enterovirus berperan pada lebih dari 80% kasus meningitis virus. Virus ini
merupakan keluarga dari picornaviridae bersama dengan echovirus, coxackievirus A
dan B, poliovirus, dan enterovirus lainnya. Oleh karena echovirus, termasuk
poliovirus, berkembang di traktus gastrointestinal dan menyebar terutama melalui rute
fecal-oral, seringkali muncul outbreak di keluarga dan infeksi kerapkali menyerang
anak-anak. Subgroup coxackievirus B sendiri tercatat menyebabkan lebih dari 60%
dari kasus meningitis pada anak-anak berusia kurang dari 3 bulan.Kelemahan lower
motor neuron mungkin terjadi pada infeksi echovirus dan Coxsackievirus. Namun
biasanya ringan dan sementara. Insiden infeksi enteroviral terutama meningkat di
bulan Agustus dan September pada musim panas.4
B. Herpes virus
Herpes simplex virus (HSV)-1, HSV-2, varicella-zoster virus (VZV),
Ebsteine-Barr virus (EBV), cytomegalovirus (CMV), dan human herpesvirus-6
menyebabkan 4% dari kasus menigitis virus. Ketika disertai dengan enchepalitis,
angka mortalitas dapat meningkat. Penanganan dini dengan acyclovir dapat
menurunkan morbiditas.
13
Herpesvirus-6, EBV, dan HIV juga diduga terkait dengan kasus meningitis.
Virus ini diketahui dapat menjadi laten pada sistem saraf.Infeksi CMV terjadi paling
sering terjadi pada orang dengan imunodefisiensi. CMV dapat menyebabkan
enchepalitis subakut pada pasien dengan AIDS.
C. Arbovirus.
Arbovirus
berperan
pada
sekitar
5%
kasus
meningitis
di
Afrika
14
dengan peningkatan level protein, dan terkadang dengan tekanan intrakranial yang
tinggi.4
Cephalgia Sekunder
Ketika seorang pasien memiliki nyeri kepala pertama kalinya, atau tipe nyeri kepala
yang baru, dan pada waktu yang sama terdapat tumor otak yang berkembang, secara langsung
disimpulkan bahwa nyeri kepala tersebut adalah sekunder karena tumor. Pasien seperti itu
akan diberikan hanya satu diagnosis nyeri kepala (yaitu nyeri kepala karena neoplasia
intracranial), walaupun nyeri kepala tersebut identik dengan migren, TTH, ataupun klaster.
Dengan kata lain, nyeri kepala baru terjadi ketika ada gejala lain yang disadari mampu
menyebabkan hal tersebut selalu didiagnosis sebagai nyeri kepala sekunder.8
Berikut merupakan kriteria diagnosis cephalgia sekunder:8
A. Nyeri kepala apapun yang memenuhi kriteria C
B. Gangguan lain yang secara ilmiah didokumentasi menjadi penyebab nyeri kepala
yang sudah didiagnosis.
C. Bukti kausa didemonstrasikan oleh setidaknya dua gejala berikut:
1. Nyeri kepala sudah berkembang pada relasi temporal menuju onset dari kausa
terduga
2. Satu atau kedua dari:
i. Nyeri kepala secara signifikan berkembang parallel seiring dengan
perkembangan kausa terduga
ii. Nyeri kepala sudah secara signifikan berkembang parallel dengan
berkembangnya kausa terduga
3. Nyeri kepala mempunyai karakteristik tipikal untuk kelainan dikarenakan
kausa tersebut
4. Bukti lain yang berwujud kausa
D. Tidak dihitung lebih baik oleh diagnosis ICHD-3 lain.
15
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Pada anamnesis, kebanyakan pasien mengeluhkan adanya demam, sakit kepala,
iritabilitas, mual, muntah, kaku leher, ruam kemerahan, ataupun perasaan lelah pada 18-36
jam pertama. Diare, mual, batuk, dan myalgia dikeluhkan lebih dari 50% pasien. Sakit
kepala merupakan gejala yang hampir selalu muncul pada pasien dengan meningitis
virus.Nyeri kepala yang terjadi biasanya di daerah frontal hingga retro-orbital dan terkadang
dilaporkan sangat parah.Walau begitu, nyeri kepala sangat hebat harus dibedakan dengan
perdarahan subarachnoid yang diakibatkan oleh aneurisma.Riwayat peningkatan suhu terjadi
pada 76 100 % pasien yang datang mencari pertolongan medis.Pola yang paling sering
tampak ialah adanya demam yang ringan pada stase prodromal, dan demam tinggi pada saat
gejala neurologis muncul. Gejala yang lebih jarang terjadi adalah photophobia, malaise,
myalgia, mual, muntah, sakit tenggorokan, menggigil, dan pusing.10
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti untuk menilai gejala nyeri kepala dengan hatihati mencoba mencapai diagnosis kausal yang tepat, dan menentukan adakah tanda yang
menunjukkan penyebab nyeri kepala yang berbahaya.
Pertanyaan yang dapat diajukan pertama mengenai apakah yang dimaksud pasien
dengan nyeri kepala, adakah rasa nyeri, dan bagaimana rasanya (misalnya berdenyut,
menusuk, atau sakit). Kemudian ditanyakan pula bagaimana awal nyerinya, apakah timbul
bertahap atau mendadak, dan apa yang memicunya. Lalu, apakah pernah ada gejala penyerta
(seperti gangguan penglihatan, muntah, mual, demam, fotofobia, kaku leher, atau defisit
neurologis). Selanjutnya, apakah rasa nyeri saat ini sama dengan nyeri kepala sebelumnya,
16
seberapa sering pasien mengalami nyeri kepala. Tanyakan mengenai pemicu nyeri kepala,
apakah ketegangan, kecemasan, dan sebagainya.Riwayat trauma perlu ditanyakan
juga.Tanyakan mengenai nyeri kepala tersebut apakah diperberat oleh batuk atau ketegangan,
apakah nyeri membangunkan pasien.Gejala penyerta seperti kaku leher, fotofobia, demam,
dan mengantuk juga hal yang perlu menjadi perhatian.Riwayat onset nyeri kepala yang
sangat mendadak yang menunjukkan perdarahan subaraknoid, gejala neurologis penyerta,
perubahan kepribadian, kemunduran kemampuan mental, dan lainnya juga menjadi informasi
yang dapat membantu mengarahkan diagnosis.
Pada riwayat penyakit dahulu, dapat ditanyakan mengenai nyeri kepala sebelumnya
yang terinci, menanyakan mengenai kondisi neurologis sebelumnya dan apakah ada riwayat
hipertensi.Selain itu, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat konsumsi obat untuk nyeri
kepala.Pada riwayat keluarga, tanyakan apakah ada riwayat nyeri kepala di keluarga
khususnya migren. Lalu, tanyakan pula apakah ada riwayat perdarahan otak, perdarahan
subaraknoid, atau meningitis dalam keluarga.10
Pemeriksaan Fisik
hPatikerndumygcp l,anejkvit.usrhpd l(agmenti).4
kPsaeridngtlubp, .Lkasidntugl-p,ehojk.PabmrtduilnpsAekao,rditlpsun.Dhakegjybidpromt.PeksanjuglhiprdtmonbajkufPislerh.tdnyapmkusl.Perhtijgaobdp,fksntrigeam.7
Pemeriksaan Fisik
Beberapa hasil pemeriksaan fisik pada meningitis virus tidak dapat membedakan
semua penyebab dari penyakit ini.Triad yang menunjukkan adanya menigitis ialah demam,
kaku kuduk, dan gangguan status mental.Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak semua pasien
memiliki ketiga gejala tersebut. Bahkan kurang dari separuh kasus meningitis.7
Banyaknya gejala yang tidak spesifik terhadap meningitis virus membuat manifestasi
klinis yang beragam pada saat pemeriksaan fisik. Beberapa di antaranya yang dapat muncul
adalah :
Demam
Demam merupakan suatu gejala yang umum (80-100% kasus) dan biasanya
berkisar antara 38-40C.
Iritasi meningeal
17
Kaku kuduk atau tanda lain yang menunjukkan iritasi pada selaput
meningens (brudzinski dan kernig) dapat ditemukan pada lebih dari 50%
pasien, namun gejala ini tidak separah yang ditemukan pada meningitis
bakteri serta tidak dapat menginklusi ataupun mengekslusi pasien
meningitis.Pasien
pediatri,
khususnya
neonatus
cenderung
tidak
18
Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal
ini meliputi faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi
kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan
enterovirus, erupsi vesicular oleh herpes simpleks, dan herpangina pada
infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar virus didukung oleh faringitis,
limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent penyebab. Parotitis
dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan infeksi
enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.7
Pemeriksaan Penunjang
Pada meningitis diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnostik dan
menunjang pemberian terapi.
Penghitungan sel darah putih perifer biasanya normal, namun dapat meningkat atau
menurun.Pada meningitis bakterial, jumlah sel darah putih perifer dan C-reactive protein
biasanya meningkat.Pada pemeriksaan CRP didapatkan angka 50-150 untuk meningitis
bakteri, dan kurang dari 20 pada meningitis virus.
Limfosit atipikal terjadi pada infeksi virus Epstein-Barr dan juga pada infeksi
cytomegalovirus.Tes fungsi hati yang abnormal paling sering terjadi selama infeksi yang
disebabkan oleh virus limfositik choriomeningitis, virus Epstein-Barr, cytomegalovirus,
mumps, dan beberapa arbovirus.
19
Peningkatan amilase dan lipase terjadi terutama pada mumps dan trombositopenia
pada virus lymphocytic choriomeningitis.Electroencephalogram dapat mengungkapkan
perlambatan difus ringan tetapi tidak spesifik.11
yang
sangat
penting
untuk
membedakan
penyebab
Test PCR
Test PCR yang real time untuk enterovirus pertama kali di publikasikan pada
tahun 2007 oleh US Food and Drug Administration (FDA) dan telah digunakan pada
berbagai laboratorium. Hasil dari pemeriksaan ini dapat keluar dalam waktu 3 jam,
amat berbeda dengan pemeriksaan PCR konvensional yang memakan waktu beberapa
hari hingga minggu.Untuk memastikan pemeriksaan ini, FDA telah mengambil
contoh dari beberapa senter dan dari pemeriksaannya menunjukkan 96% pasien yang
diperiksa positif memiliki meningitis virus, dan 97% dari pasien yang diperiksa
negative tidak menderita meningitis virus.
Pada penelitian retrospektif ditemukan bahwa penggunaan test PCR untuk
enterovirus telah menurunkan lama waktu di rawat di rumah sakit, dan menurunkan
durasi penggunaan antibiotik pada anak berusia di bawah 90 tahun.
Isolasi virus ( pada kultur jaringan ) dari LCS, darah ataupun urin merupakan
gold standard untuk mendiagnosis banyak patogen virus yang menyebabkan
meningitis. Akan tetapi, prosedur ini sangatlah lambat, mahal dan tidak selalu
sensitif.Perkembangan mutakhir yang sedang dikembangkan ialah PCR dari LCS
yang sangat cepat, sensitif dan spesifik.Banyak laboratorium yang menggunakan jasa
PCR LCS untuk enterovirus, HSV, dan juga pilihan CMV, VZV, ataupun EBV.
Reverse-transcriptase (RT-PCR ) assay untuk enterovirus terlihat lebih sensitif ( dan
21
lebih cepat ) daripada kultur LCS. Assay PCR untuk virus herpes juga terbukti efektif
untuk meningkatkan spesifisitas dan akurasi penegakan diagnosis.
Pemeriksaan bakteri tahan asam harus diperiksa pada cairan serebrospinal dan
sisa cairan yang ada dapat dikirim untuk diperiksa dengan menggunakan polymerase
chain reaction (PCR) untuk diperiksa adanya HIV maupun CMV.11
Kultur
Ketika LCS sulit diperoleh, kultur dari tenggorokan dan sampel kotoran sangat
membantu dalam penegakan diagnosis infeksi enterovirus. Akan tetapi, korelasi
antara kultur yang positif dengan terbuktinya meningitis enterovirus masih belum
dapat dipastikan benar sepenuhnya. Spesimen untuk kultur virus yang didapatkan
melalui sekresi respiratorius, swab tenggorokan, LCS, darah, urin, dan kotoran
sebaiknya diambil sesegera mungkin .Coxsackie dan echovirus dapat diperoleh dari
kotoran ataupun swab tenggorokan.Mumps dapat diperoleh melalui air ludah ataupun
swab tenggorokan.HSV-2 dari lesi genital dan LCMV dari darah.
Immunoassay LCS
Immunoassay dari serum ( dan juga sampel LCS ) sekarang merupakan
metode utama untuk mendiagnosis beberapa virus penyebab meningitis. Serological
asssay merupakan mtode yang paling luas digunakan untuk mendiagnosis meningitis
yang disebabkan oleh mumps, flavivirus ( dan beberapa arbovirus ), HIV, dan LCMV.
Tes ini mungkin negatif pada stase awal infeksi, sehingga mereka memerlukan sampel
konvalescen kedua sekitar 2 minggu berikutnya. Meskipun pengukuran LCS dan titer
antibodi serum sering tidak undertaken, nilai praktis diagnosis meningitis virus sangat
terbatas. Di klinis, ketika hasil PCR virus negatif pada meningitis aseptik, tes
serological dari beberapa patogen akan diminta, bergantung pada gejala klinis dan
riwayat paparan. Ketika infeksi HIV akut dicurigai, tes serological negatif sebaiknya
dilakukan sebagai investigasi alternatif ( seperti asp24 asssay, HIV PCR, dan viral
load ) pada pasien dengan faktor resiko infeksi HIV yang tinggi. Kemudian,
pengulangan tes HIV sebaiknya dilakukan beberapa minggu kemudian.11
22
CT scan
Pemeriksaan radiologi pada kasus yang diduga meningitis virus dan
enchepalitis harus disertai dengan CT scan kepala dengan / tanpa kontras ataupun
MRI otak dengan menggunakan gadolinium.
CT scan dengan kontras membantu untuk menentukan gambaran patologi
intrakranial.Hasil pemeriksaan yang menggunakan kontras harus di periksa untuk
menilai enhancement pada meninges, dan menyingkirkan cerebritis, abses
intracranial, empyema subdural, dan lesi lainnya.
EEG
Pemeriksaan EEG dapat membantu membedakan encephalitis virus dari
encephalopati yang lainnya.Terutama pada HSV dan WNV yang memiliki gelomb
ang EEG yang khas.
MRI
MRI dengan menggunakan kontras merupakan kriteria standard untuk
menggambarkan gambaran patologi intrakranial pada enchepalitis virus. Bila
dibandingkan dengan CT-Scan, MRI lebih sensitif untuk medeteksi demyelinisasi dan
perubahan parenkimal yang berhubungan dengan encephalitis, , khususnya virus
herpes dan flavivirus. Encephalitis flavivirus biasanya terjadi enhancement di daerah
basal ganglia dan batang otak. Sedangkan encephalitis HSV perubahan terjadi di
lobus temporalis.
23
Histologi Otak
Pada leptomeninges yang mengalami peradangan ditemukan adanya PMN dan
sel mononuclear pada fase akut.Gambaran perivascular cuffing, neurophagia, dan
peningkatan jumlah sel microglia telah ditemukan dari hasil biopsi pasien yang
meninggal karena meningitis virus.
Diagnosis Banding
Gejala klinis yang berupa nyeri kepala, demam, dan kaku kuduk tidaklah spesifik
terhadap meningitis virus.Segala kondisi inflamasi di ruang subarachnoid dapat menunjukkan
gejala klinis yang serupa. Oleh karena meningitis virus seringkali menyebabkan reaksi
meningeal lympocytic dengan kadar glukosa liquor cerebrospinalis yang normal, semua
kondisi yang mengakibatkan gambaran liquor cerebrospinalis serupa wajib dianggap sebagai
diagnosis banding. Penyebab aseptik meningitis nonviral mencakup meningitis bakterial yang
belum diterapi tuntas, brucellosis, listeria, mycoplasma pneumonia, infeksi spirochaeta
( syphilis, leptospirosis, penyakit Lyme) infeksi rikets, infeksi parameningeal, tuberculosis,
infeksi jamur, dan parasit. Infeksi jamur, parasit, dan tuberkulosis seringkali menunjukkan
penurunan kadar gula LCS.2
Meningitis aseptik juga bisa disebabkan oleh proses noninfeksius.Hal ini mencakup
vaskulitis, sarcoid, collagen-vascular disease, meningeal carcinomatosis, penyakit neuroBehcet, dan meningitis kimiawi. Iritasi meningeal juga dapat disebabkan oleh darah di
subarachnoid.2
24
menghentikan
kemoreseptor.
Juga
stimulasi
mempunyai
dopamine
kandungan
dari
zona
pemicu
antipsikotik
dan
Prevensi
Imunisasi aktif untuk mencegah meningitis viral tersedia untuk gondong dan campak
(MMR), Japanese B ensefalitis, tick-borne ensefalitis tick-borne,rabies, influenza, varicella
dan polio. Terapi imunoglobulin bisa digunakan untuk mencegah meningitis enterovirus pada
pasien dengan immunodefisiensi primer, namun peng-injeksian intramuskular tidak seefektif
injeksi intravena dalam mencegah infeksi.Persiapan imunoglobulin manusia juga tersedia
untuk profilaksis pasca pajananrabies. Untuk mencegah infeksi LCMV kongenital, ibu hamil
sebaiknya menghindari kemungkinan kontak dengan hewan pengerat.12
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ritarwan K. Diagnosis dan penatalaksanaan meningitis otogenik. Majalah Kedokteran
Nusantara 2006 Sep; 39 (3): 253.
2. Fuller G. Neurological Examination Made Easy. Edisi-4. London: Elsevier; 2008.h.1946.
3. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and neurosurgery illustrated.
Edinburgh: Churchill Livingstone; 1997.
4. Soetomenggolo TS, Ismael S, editor. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI 1999;
h.40-6, 339-71.
5. Ginsberg, L. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Jakarta: Erlangga Medical Series;
2008.h.74-5.
6. L. Stephen. Harrisons Neurology in Clinical Medicine. Edisi-2. New York: Mc Graw
Hill; 2010.h.462-68.
7. uLnmbtoagiSM.Nyerkpl, whudatJ:BibpenrFKUI;208.
8. Sherwood L. Human physiology: from cell to systems. 7 th edition. Belmont: Brooks/Cole
Cengage Learning; 2010.
26
9. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medica; physiology. 11th edition. Philadelphia: Elsevier
Saunder; 2006.
10. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006.
11. Shamil E, Ravi P, Chandra A. 100 Cases in Clinical Pathology. New York: CRC Press;
2014.h.215-6.
12. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2 nd edition. New York: McGraw
Hill; 2012.
27