Anda di halaman 1dari 5

Akar dari pembelajaran berbasis masalah dapat ditelusuri menuju ke pergerakan yang

progresi, terutama dengan kepercayaan John Dewey bahwa guru harus mengajar dengan
menarik naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan (Dewey 1916, 1944, p.
154).

Pembelajaran berbasis masalah, membantu meningkatkan kualitas pendidikan. Melalui


strategi PBL, guru membuat pergeseran ke standar yang lebih tinggi dan kinerja yang
lebih besar. Teknik ini mengharuskan siswa untuk mengajukan lebih banyak pemikiran
dan upaya dari tugas yang membutuhkan daya ingat. Masalah yang diberikan memaksa
siswa untuk belajar dari berbagai sumber yang berbeda dan untuk membuat keputusan
berdasarkan penelitian mereka. Proses ini memungkinkan siswa untuk memenuhi
standar menyerukan pengembangan keterampilan kognitif, keterampilan penelitian, dan
kemampuan memecahkan masalah.

Untuk membangun pemikiran siswa, seperti yang dikatakan oleh Dewey bahwa,
"bintik-bintik familiar bercahaya" menjadi "masalah cukup besar untuk menantang
pemikiran, "masalah ini harus didasarkan dalam pengalaman siswa.

Robert, delisle. 1997. How To Use Problem Based Learning In the Class Room.
Alexandria : Virginia USA
Dewey, J. (1916, 1944). Democracy and Education. New York: The Free Press.

Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan bagian dari tradisi yang bermakna,
dalam pengalaman belajar. Dalam PBL, siswa belajar dengan cara memecahkan
masalah dan merefleksikan pengalaman mereka (Barrows and Tamblyn, 1980)
Barrows, H. S., and Tamblyn, R. (1980). Problem-Based Learning: An Approach to
Medical Education, Springer, New York.
PBL cocok untuk membantu siswa menjadi pembelajar aktif karena menempatkan
pembelajaran dalam masalah dunia nyata dan membuat siswa bertanggung jawab untuk
menyampaikan hasil pembelajaran mereka. Ini memiliki penekanan dual on membantu
peserta didik mengembangkan strategi dan membangun pengetahuan mereka (Collins et
al., 1989).
Collins, A., Brown, J. S., and Newman, S. E. (1989). Cognitive apprenticeship:
Teaching the crafts of reading, writing, and mathematics. In Resnick, L. B. (ed.),
Knowing, Learning, and Instruction: Essays in Honor of Robert Glaser, Erlbaum,
Hillsdale, NJ, pp. 453494.
PBL difokuskan, pengalaman belajar yang diselenggarakan di penyelidikan, penjelasan,
dan penyelesaian masalah yang berarti (Barrows, 2000; Torp and Sage, 2002).
Barrows, H. S. (2000).Problem-Based Learning Applied to Medical Education,
Southern Illinois University Press, Springfield.
Siswa lebih termotivasi ketika mereka menghargai apa yang mereka pelajari dan kapan
mereka terlibat dalam tugas-tugas pribadi yang bermakna (Ferrari dan Mahalingham,
1998; Leontiev, 1978).
Ferrari, M., and Mahalingham, R. (1998). Personal cognitive development and its
implications for teaching and learning. Educ. Psychol. 33: 3544.

Siswa juga lebih termotivasi ketika mereka percaya bahwa hasil belajar adalah di bawah
kendali mereka (Bandura, 1997; Dweck, 1991).
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control, Freeman, New York.
Dweck, C. S. (1991). Self-theories and goals: Their role in motivation, personality, and
development. In Nebraska Symposium on Motivation, 1990, University of Nebraska
Press, Lincoln, pp. 199235.
pendekatan terkait seperti pekerjaan dengan instruksi berlabuh telah menunjukkan Hasil
belajar yang positif bagi siswa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.
Tujuan lain dari PBL adalah untuk membantu siswa dalam berkolaborasi dengan orang
lain dalam hal ini dalam kegiatan pemecahan masalah melalui diskusi bersama siswa
lainnya. Sebaliknya, penelitian difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi
seberapa baik siswa belajar secara kolaboratif. Fungsi ini sangat penting karena
mempengaruhi hasil belajar dan motivasi intrinsik siswa (Schmidt dan moust, 2000)
Schmidt, H. G., and Moust, J. H. C. (2000). Factors affecting small-group tutorial
learning: A review of research. In Evensen, D., and Hmelo, C. E. (eds.), Problem-Based
Learning: A Research Perspective on Learning Interactions, Erlbaum, Mahwah, NJ, pp.
1951.
Peningkatan hasil belajar biologi terlihat pada persentase ketuntasan
siswa pada siklus II yang meningkat secara drastis dari persentase hasil belajar
siswa pada siklus I yaitu dari 11 siswa dengan persentase 28,20% yang termasuk
dalam kriteria tuntas pada siklus I, meningkat menjadi 38 siswa dengan persentase
97,4% yang termasuk dalam kriteria tuntas pada siklus II berdasarkan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Selain itu, rata
rata hasil belajar biologi meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu 7,3 % menjadi
9,2% atau dari kategori cukup menjadi sangat baik. Berdasarkan Tabel 4.3, pada

siklus I persentase terbanyak terdapat pada kategori cukup sekitar 61,53%,


sedangkan pada siklus II persentase terbanyak terdapat pada kategori sangat baik
mencapai 74,35%.
Peningkatan aktivitas belajar siswa juga dapat dilihat dari rata rata hasil
belajar biologi yang meningkat dari siklus I ke siklus II yaitu 7,3 % menjadi 9,2%
atau dari kategori cukup menjadi sangat baik. Keaktifan siswa memberikan
kontribusi positif pada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II,
sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan aktivitas belajar berbanding lurus
dengan peningkatan hasil belajar siswa karena siswa menjadi lebih mengerti dan
memahami materi pembelajaran saat kegiatan diskusi berlangsung secara optimal
atau setiap siswa dapat aktif dalam kegiatan diskusi. Menurut Ormrod (2008),
keterampilan-keterampilan akademis dan perilaku kelas yang sangat penting untuk
menunjang kesuksesannya di sekolah.
Pada siklus II, terdapat 1 siswa yang belum mencapai nilai KKM,
meskipun hasil belajar dan aktivitasnya dalam kelas telah meningkat dari siklus I
ke siklus II, hal ini disebabkan karena siswa tersebut tergesa-gesa dalam
pengerjaan tes, selain itu siswa tersebut tidak mendapatkan materi secara
keseluruhan dari teman-temannya, selain itu faktor intelegensi juga sangat
berpengaruh pada kasus ini. Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar terbagi 2 yaitu dari segi internal yang mencakup aspek
jasmani, psikologi, dan intelegensi, sedangkan faktor eksternal mencakup
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Peneliti menyadari bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
biologi siswa bukanlah hal yang mudah, karena daya ketertarikan siswa terhadap
suatu mata pelajaran berbeda-beda, dan gaya belajar setiap siswa pun berbeda.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan PTK dibutuhkan kolaborasi antara guru
dengan peneliti untuk memaksimalkan tujuan pencapaian yang diinginkan.
Adanya kendala yang ditemui di lapangan tidaklah menjadi hambatan bagi
peneliti, karena akan selalu ada cara untuk menyelesaikannya. Idealnya PTK
menadi salah satu kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru atau calon guru
karena ke depan seorang guru harus mampu menyelesaikan berbagai masalah
yang terjadi di kelasnya karena guru merupakan ujung tombak pencetak generasi
cerdas penerus bangsa.
Interval
Nilai
9,0 10,0
8,0 8,9
7,0 7,9
6,0 6,9
5,9

Kategori
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang

Jumlah Siswa

Persentase (%)

Siklus I

Siklus II

Siklus I

Siklus II

4
7
24
3
1

29
9
1
0
0

10,25
17,94
61,53
7,69
2,56

74,35
23,07
2,56
0
0

Anda mungkin juga menyukai