Anda di halaman 1dari 2

Kisah-Kisah Inspiratif

H.M. Soeharto
Kisah-kisah Inspiratif - Ketika kondisi kesehatan Soeharto makin memburuk. Tak heran jika setiap detik,
media massa elektronik terus memantau. Sambil menunggu perkembangan, kisah-kisah tentang tokoh
yang wafat pada hari Ahad 27 Januari 2008 ini ditayangkan berikut analisisnya. Tak kurang berperan,
kisah hidup Siti Hartinah (Ibu Tie), istrinya yang telah wafat ikut menjadi warna. Sebab, peran Ibu Tien
bagi Soeharto begitu besar. Bahkan ketika ia meninggal seluruh Indonesia mengibarkan bendera
setengah tiang.
Soeharto yang pernah berkuasa dengan Orde Barunya di Indonesia selama 32 tahun itu, ternyata tidak
bisa lepas dari pengaruh istrinya Siti Hartinah atau yang akrab di sapa Bu Tien. Bu Tien yang lahir di Solo
itu, dalam buku ini, dalam konteks dunia batin orang Jawa, mempunyai wangsit keprabon yang pada
akhirnya wangsit itu merasuk kepada suaminya yang kemudian mengantarkan suaminya Soeharto
menjadi seorang yang terkuat dan paling berpengaruh di Asia, sebagaimana yang pernah diakui majalah
Asiaweek pada tahun 1996.
Padahal, seperti yang pernah dikatakan Soeharto dalam autobiografinya, dia tidak pernah bercita-bercita
atau bermimpi menjadi seorang presiden karena memang dia berasal dari keluarga miskin di sebuah
dusun kecil di Yogyakarta, yang tidak punya apa-apa. Namun, dengan menikahi Siti Hartinah pada 26
Desember 1947, yang masih keturunan Mangkunegoro itu, dan dengan laku spiritual atau melalui jalan
keberuntungan yang harus ditempuh Soeharto, wangsit yang tersembunyi dalam diri Siti Hartinah
akhirnya datang menghampiri Soeharto dan menjadikan Soeharto berkuasa di Indonesia. Begitulah
Arwan menandaskan dalam Bu Tien Wangsit Keprabon Soeharto ini.
Arwan mengungkap rahasia-rahasia di balik kesuksesan Soeharto, yaitu dengan pendekatan ruang dunia
batin Jawa atau dunia spiritual orang Jawa, ia menjelaskan keberadaan Bu Tien di sisi Soeharto telah
menjadi pulung bagi keberlangsungan kekuasaan Soeharto.
Sebagai keturunan Mangkunegoro III, Bu Tien telah menitiskan trah kekuasaan ketangan Soeharto. Ia
laksana api keramat kerajaan yang mampu megangkat rakyat biasa, seperti Soeharto menjadi raja.
Bahkan, Arwan mengatakan kalau seandainya Soeharto tidak menikahi Siti Hartinah, barangkali nasib
yang menghampirinya tidak akan semujur itu. Sebab, sangat mungkin justru melalui Siti Hartinah itulah
wangsit keprabon turun ke Soeharto, mengingat Soeharto adalah keturunan orang biasa, sedangkan Bu
Tien adalah keturunan seorang raja.
Ong Hok Ham, dalam bukunya, Dari Soal Priyayi Sampai Nyai Blorong (2002: 217) membenarkan hal itu.
Menurut Ong, perempuan (baca: Bu Tien) keturunan raja ini memiliki pusaka paling keramat karena
darinya berasal api keramat kerajaan yang dapat mengangkat rakyat biasa menjadi raja.
Kapan wangsit keprabon itu masuk tubuh Soeharto? Menurut Arwan, tepat pada taggal 11 Maret 1966,
saat Soekarno membubuhkan tanda tangannya pada surat perintah di Istana Bogor yang kemudian

terkenal dengan Supersemar itu, maka saat itulah wangsit keprabon mulai angslup di tubuh Soeharto,
sehingga Soeharto pun sakit.
Hal itulah yang kemudian menjadikan nasib Soeharto mujur. Dalam konsep masyarakat Jawa, ada istilah
ndilalah kersaning Allah4 atau kehendak Tuhan. Selain itu, dalam konsep Jawa, juga dikenal dengan
istilah pulung. Pulung itu datang dari langit dan ditunjukkan kepada Soeharto. Menurut ajaran Jawa,
pulung merupakan suatu anugerah, wahyu dan tanda dari langit. Pada saat pemilihan Kepala Desa di
desa-desa Jawa, misalnya, masyarakat biasanya memperhatikan pulung yang berseliweran, kepada
siapa pulung itu akan jatuh.
Nah, dari sini dapat dikira bahwa di balik kesuksesan Soeharto itu sesungguhnya ada kekuatan gaib dari
Bu Tien yang menopang dari belakang. Demi Soeharto, seperti yang dijelaskan Arwan, Bu Tien
melakukan tapabrata, kungkum, ngombe banyu pitung sumur, nyekar, dan berbagai macam laku prihatin
lain.
Dengan tapabrata dan berbagai macam laku prihatin yang dilakukan Bu Tien itu, kekuasaan Soeharto
makin tertopang, baik ketika Soeharto meniti kariernya sebagai militer maupun ketika menggantikan
Soekarno menjadi presiden. Dengan begitu, Bu Tien atas kekuasaan Soeharto mempunyai andil yang
cukup besar secara spiritual.
Namun bukan sepenuhnya kekuasaan Soeharto itu diraih dari kehebatannya Bu Tien. Soeharto bukan
orang yang bodoh, yang kemudian menjadi penguasa hanya gara-gara ada wangsit dari Bu Tien. Ia
memang orang yang cerdas dan punya siasat yang jitu, yang hampir-hampir tak dimiliki sebagian besar
rakyat Indonesia. Akan tetapi, seperti yang telah terjadi, Soeharto bukanlah seorang presiden yang
tangguh ketika tanpa Bu Tien. Seperti yang kita ketahui, Soeharto makin mengalami kemunduran ketika
Bu Tien wafat.
Seharusnya, begitu Bu Tien wafat pada 28 April 1996, Soeharto sudah tidak mau lagi dicalonkan menjadi
presiden. Bu Tien sendiri sebenarnya sudah pernah menyampaikan pesan kepada rakyat Indonesia,
kalau dapat jangan mencalonkan Soeharto lagi. Sebab, pada waktu itu usia Soeharto sudah 72 tahun
dan Bu Tien 70 tahun.
Jika umur sudah setua itu, dalam tafsir kejawen, sudah saatnya Soeharto menyampaikan sabda pandhito
ratu.
Akan tetapi, Soeharto tidak melakukan hal itu, malah ia bersedia dicalonkan kembali, sehingga terbukti
setelah Bu Tien meninggal, dan pada 70 hari sesudah MPR mengukuhkan Soeharto sebagai presiden
dan B.J. Habibie sebagai wakilnya pada 21 Mei 1998, terjadi perubahan besar. Soeharto oleh rakyat
dipaksa "turun" dari kursi kepresidenannya.
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa Soeharto tanpa Bu Tien tidak bisa jadi presiden. Logikanya
seperti yang dikatakan Arwan yang banyak menulis buku tentang laku spiritual Soeharto ini, bila wangsit
keprabon yang dimiliki Bu Tien yang masuk diri Soeharto itu sudah hilang, kekuasaan Sueharto juga akan
hilang. (Sumber:Agnestia)

Anda mungkin juga menyukai