Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Breeding pada Kambing. Makalah ini berisi tentang penjelasan
Breeding Kambing, manfaat tujuan breeding pada ternak kambing serta teknologi
breeding pada ternak.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Tim Dosen Produksi Domba dan Kambing yang telah membimbing
kami.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan adanya saran serta kritik sebagai bahan pembelajaran dan
perbaikan untuk penulis dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam
kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat
sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil
produksi (baik daging, susu, kotoran maupun kulitnya) relatif mudah. Meskipun
secara tradisional telah memberikan hasil yang lumayan, jika pemeliharaannya
ditingkatkan (menjadi semi intensif atau intensif), pertambahan berat badannya
dapat mencapai 50 150 gram per hari. Ada tiga hal pokok yang harus
diperhatikan dalam usaha ternak kambing, yaitu: bibit, makanan, dan tata laksana.
Kambing merupakan ternak yang memiliki sifat toleransi yang tinggi
terhadap bermacam-macam pakan hijauan serta mempunyai daya adaptasi yang
baik terhadap berbagai keadaan lingkungan. Pengembangan Kambing mempunyai
prospek yang baik karena disamping untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam
negeri, Kambing juga memiliki peluang sebagai komoditas ekspor. Untuk itu bibit
Kambing merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai
nilai strategis dalam upaya pengembangannya secara berkelanjutan. Pembibitan
Kambing saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri skala usaha
kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak
terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis.
Kebijakan pengembangan usaha pembibitan Kambing diarahkan pada
suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi.
Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan pembibitan kambing
diperlukan keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
kabupaten dalam pelaksanaan bimbingan dan pengawasan terhadap kelompok
peternak penerima serta dengan pengetahuan manajemen yang baik terhadap
pembibitan kambing.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan breeding dan tujuan dari adanya breeding
pada kambing?
Apa sajakah jenis-jenis kambing?
Bagaimana sistem breeding pada kambing?
Apa saja teknologi yang mendukung breeding pada kambing?
1.3
Tujuan
kambing.
Mengetahui jenis-jenis kambing.
Mengetahui sistem breeding pada kambing.
Mengetahui teknologi yang mendukung proses breeding pada kambing.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
susu per betina per hari . Pada puncaknya menyusui dapat meningkat menjadi 3,54 liter per hari (www.gica.com.au) . Menurut Composition of Foods; Dairy and
Egg Products 1976, susu kambing mengandung lebih banyak protein yaitu sekitar
3.6 gram dalam 100 gram susu sementara susu sapi hanya memiliki 3.3 gram.
2.2
1.
Jenis-jenis Kambing
Kambing Pedaging (Meat goat)
Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang
ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata Boer artinya petani. Kambing
Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di
dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat
dipasarkan 35 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan
pertambahan berat tubuh antara 0,02 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung
pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan
dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh
lebih tinggi dan mencapai 40% 50% dari berat tubuhnya.
Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar,
panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga
panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda
hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di
wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit
akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di
siang hari.
Kambing Boerawa
Sesuai dengan namanya, kambing Boerawa merupakan hasil perkawinan
silang antara kambing jantan Boer dan kambing betina Etawa atau Peranakan
Etawa. Usaha persilangan kedua jenis kambing ini sudah pernah dilakukan di
Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan melalui perkawinan alami. Namun
demikian, usaha perkawinan silang alami di kedua provinsi ini kurang berhasil
dibandingkan dengan usaha perkawinan silang melalui inseminasi buatan di
Lampung. Karena perkembangannya yang pesat dan untuk mengangkat citra
provinsi Lampung dalam merintis perkawinan silang kedua jenis kambing ini,
nama kambing Boerawa kemudian diganti dengan Saburai.
Beberapa keunggulannya. Selain sosoknya yang lebih besar, kambing ini
juga memiliki tingkat produksi dan mutu daging yang lebih baik dibandingkan
dengan kambing Etawa atau Peranakan Etawa. Kadar kolesterol kambing ini
rendah dan dagingnya empuk dan enak. Tingkat pertumbuhannya juga lebih cepat,
sementara pemeliharaan dan perawatannya tidak begitu berbeda dengan kambing
lokal.
Kambing Kacang
Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali
dikembangkan di Indonesia. Badan kambing ini kecil. Tinggi gumba pada yang
jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter.
Bobot pada kambing jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang kambing betina
seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik kambing
betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek.
Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki karakteristik sebagai
berikut: ukuran tubuhnya relatif kecil, kepala ringan dan kecil, telinga pendek dan
tegak lurus mengarah ke atas depan, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi alam setempat dan performan reproduksinya sangat baik.
2.
yang
dilakukan
dapat
melalui
perkawinan
alam
maupun
Transfer Embrio
Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari
seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut
belum mengalami implantasi, kepada seekor betinda yang bertindak sebagai
penerima sehingga resipien tersebut menjadi bunting (Hartantyo,1987)
Kloning
Kloning hewan adalah proses dimana seluruh organisme direproduksi dari
sel yang diambil dari organisme induk sehingga menghasilkan keturunan yang
secara genetik identik. Ini berarti hewan kloning merupakan duplikat sama persis
dari induknya, yang berarti juga memiliki DNA yang sama.
2.5.
Bibit adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta
memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 48/2011 tentang Sumber Daya Genetik dan Perbibitan
Ternak). Persyaratan bibit yang diedarkan wajib memiliki sertifikat layak bibit
yang memuat keterangan mengenai
Sarana
Tongkat ukur digunakan untuk mengukur tinggi pundak dan panjang badan
kambing/domba. Tongkat ukur berskala dan spesifik digunakan untuk
kambing/domba.
4. Pita ukur
Pita ukur digunakan untuk mengukur lingkar dada dan lingkar scrotum
kambing/domba.
Pita
ukur
berskala
dan
spesifik
digunakan
untuk
kambing/domba.
5. Kartu ternak
Kartu ternak digunakan untuk mencatat hasil penimbangan dan pengukuran
sekaligus
sebagai
bukti
tertulis
yang
menggambarkan
kondisi
ternak
pemeliharaan
juga
dibedakan
antara
pemeliharaan
pedet,
kambing/domba muda, calon induk dan calon pejantan, induk bunting dan induk
melahirkan. Secara rinci manajemen pemeliharaan terdapat pada Pedoman
Pembibitan Kambing/domba Yang Baik.
Dua pendekatan perlu dilakukan dalam membangun pembibitan yaitu:
1. Pendekatan kesesuaian dengan kawasan yang meliputi:
(a). kesesuaian bangsa/rumpun/galur ternak kado pada kawasan tersebut,
(b). ketersediaan sumber daya pakan lokal ditinjau dari sisi kuantitas,
kualitas dan kontinuitas,
(c). kesediaan atau partisipasi dari peternak untuk terlibat secara aktif
dalam pembibitan, dan
9) lahan-lahan kritis/marginal.
Di Indonesia terdapat padang rumput sekitar 22 juta Ha (Balitbangtan,
2006), dengan perkiraan produksi 13,7 juta ton BK/th, dan diperkirakan dapat
menampung sekitar 6 juta ST ruminansia. Hasil samping tanaman pangan (jerami
padi, jagung dan kedele) sebesar 44,4 juta ton BK/th, dapat menampung sekitar
19,5 juta ST ruminansia. Lahan dan hasil samping tanaman sawit seluas 6 juta Ha,
setidaknya dapat menampung sekitar 12 juta ST ruminansia (Masum, 2011).
Lahan-lahan inilah yang seharusnya dimanfaatkan untuk pengembangan
peternakan agar tidak tetap hanya berfungsi sebagai lahan potensial saja. Untuk
kawasan tanaman pangan dengan penanaman secara terus menerus maka hanya
dapat menerapkan sistem intensif, cut and carry; sedangkan untuk tanaman
pangan yang tidak dilakukan penanaman sepanjang tahun maka dapat diterapkan
sistem semi intensif yaitu digembalakan pada saat selesai panen dan kembali
intensif ketika pengolahan lahan sudah dimulai.
Pada kawasan dengan sistem intensif, cut and carry perlu dibangun lumbung
pakan berupa tempat penyimpanan pakan yang berfungsi juga sebagai tempat
pengawetan pakan. Dalam menerapkan sistem ini perlu dirancang cara pemberian
pakan yang memungkinkan agar ternak dapat mengambil sumber pakan secara
instan untuk keperluan beberapa hari kedepan agar penggunaan tenaga kerja
pemeliharaan ternak dapat dihemat. Dalam hal ini pakan dipanen dalam jumlah
besar, kemudian dimasukkan dalam lumbung pakan dan digunakan sesuai dengan
system pemberian pakan yang telah disiapkan.
Model pembibitan berbasis kawasan
Untuk pembibitan kado pada perternak kecil, model pembibitan yang disarankan
adalah model dengan 3 sistem pemeliharaan yaitu penggembalaan dengan
perbandingan jantan : betina (1 : 20 30); semi intensif 1: 15 20; dan intensif
cut and carry 1: 10 15 dengan mempertimbangkan kapasitas tamping ternak
kawasan sekitarnya. Kegiatan ini dibagi atas beberapa tahapan pelaksanaan
Tahap pertama:
(1)
menentukan
lokasi/kawasan
didasarkan
pada
ada
ternak
(5) sistem ini dipertahankan sampai ternak dalam kelompok sudah lebih
baik dari ternak lain diluar kelompok (bukan pembibit).
Tahap ketiga:
(1) ternak jantan afkiran (tidak layak dijadikan pemacek) dipelihara
sebagai ternak potong demikian juga ternak betina produktif afkiran;
(2) perbaikan penyediaan dan pemberian pakan berjalan secara dinamis
sesuai dengan karakteristik nternak yang terbentuk dan target akhir
yang ingin dicapai tetap dipegang teguh; dan
(3) secara bertahap disosialisasikan cara rekording. Sistem seleksi ternak
murni maupun melalui persilangan tetap akan mendapatkan hasil
akhir yang sama baiknya. Pada prinsipnya sistem seleksi maupun
persilangan adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya ternak lokal yang tersedia di lokasi terpilih. Yang penting
adalah menjaga agar derajat inbreeding tetap berada dibawah 6%
dalam populasi ternak bibit. Oleh karena itu, maka sistem
perkawinan outcrossing perlu diterapkan dalam pelaksanaan
pembibitan.
c. Produksi Bibit
1. Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai standar, teknik perkawinan dapat
dilakukan dengan cara intensifikasi kawin alam atau inseminasi buatan (IB)
Secara rinci pengaturan perkawinan terdapat pada Pedoman Pembibitan
Kambing/domba Yang Baik.
2. Rekording
Pencatatan/Rekording meliputi catatan rumpun, identitas, silsilah, perkawinan
(tanggal, pejantan/kode semen, IB/kawin alam, induk), induk melahirkan (tanggal,
tunggal/kembar, normal/distokia), pedet lahir (tanggal, tunggal/kembar, bobot
lahir, jenis kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan),
penyapihan (tanggal, bobot kambing/domba, tinggi gumba, panjang badan),
vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment) dan mutasi (pemasukan dan
Cara menentukan umur dari ternak yang tidak diketahui catatan kelahirannya
dapat dilihat dari kondisi gigi seri tetap.
4. Penghitungan
Penghitungan dilakukan untuk mengetahui rataan hasil pengukuran dan
penimbangan terhadap populasi yang digunakan sebagai dasar seleksi.
Penghitungan dilakukan menggunakan komputer.
5. Seleksi
Pelaksanaan seleksi mengikuti petunjuk pedoman yang usulan tim pakar pusat dan
daerah. Seleksi bibit kambing/domba dilakukan berdasarkan performan anak dan
individu calon bibit kambing/domba tersebut, dengan mempergunakan kriteria
seleksi sebagai berikut :
BAB III
KESIMPULAN
1. Breeding (pembibitan) adalah suatu usaha/kegiatan membudidayakan
ternak untuk menghasilkan bibit-bibit unggul. Dalam usaha peternakan
dibidang komoditas kambing tujuan dari breeding itu sendiri adalah untuk
produksi daging atupun susu yang baik.
2. Jenis kambing berdasarkan tujuannya terbagi menjadi 2 yaitu pedaging
(boer, boerawa dan kacang) dan penghasil susu (peranakan ettawa dan
saanen).
3. Sistem perkawinan pada breeding kambing dapat dilakukan secara
perkawinan alam maupun menggunakan teknologi pendukung. Sistem
perkawinan tersebut dapat dilakukan dengan 5 cara yaitu inbreeding,
crossbreeding, linebreeding, purebreeding, dan outbreeding.
4. Teknologi pendukung dalam proses pembibitan kambing yaitu inseminasi
buatan, transfer embrio dan kloning.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, diakses pada 20/03/16, Dairy Goat http://www.gica.com.au/history-ofgoats/dairy-goats.
Anonim,
diakses
pada
20/03/16,
Meat
Goat
Production,
http://extension.psu.edu/business/ag-alternatives/livestock/sheep-andgoats/meat-goat-production.
Balitbangtan. 2006 . Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Tahun 2006. Jakarta.
"Composition of Foods; Dairy and Egg Products", Agricultural Handbook No. 81, Agricultural Research Service. Washington. D.C.; USDA, 1976.
Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan
Hewan
Kementerian
Pertanian.
2015.
Pedoman
Pelaksanaan