Anda di halaman 1dari 20

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Breeding pada Kambing. Makalah ini berisi tentang penjelasan
Breeding Kambing, manfaat tujuan breeding pada ternak kambing serta teknologi
breeding pada ternak.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Tim Dosen Produksi Domba dan Kambing yang telah membimbing
kami.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan adanya saran serta kritik sebagai bahan pembelajaran dan
perbaikan untuk penulis dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam
kemajuan ilmu pengetahuan.

Sumedang, Maret 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat

sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil
produksi (baik daging, susu, kotoran maupun kulitnya) relatif mudah. Meskipun
secara tradisional telah memberikan hasil yang lumayan, jika pemeliharaannya
ditingkatkan (menjadi semi intensif atau intensif), pertambahan berat badannya
dapat mencapai 50 150 gram per hari. Ada tiga hal pokok yang harus
diperhatikan dalam usaha ternak kambing, yaitu: bibit, makanan, dan tata laksana.
Kambing merupakan ternak yang memiliki sifat toleransi yang tinggi
terhadap bermacam-macam pakan hijauan serta mempunyai daya adaptasi yang
baik terhadap berbagai keadaan lingkungan. Pengembangan Kambing mempunyai
prospek yang baik karena disamping untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam
negeri, Kambing juga memiliki peluang sebagai komoditas ekspor. Untuk itu bibit
Kambing merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai
nilai strategis dalam upaya pengembangannya secara berkelanjutan. Pembibitan
Kambing saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri skala usaha
kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak
terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis.
Kebijakan pengembangan usaha pembibitan Kambing diarahkan pada
suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi.
Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan pembibitan kambing
diperlukan keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
kabupaten dalam pelaksanaan bimbingan dan pengawasan terhadap kelompok
peternak penerima serta dengan pengetahuan manajemen yang baik terhadap
pembibitan kambing.

1.2

Rumusan Masalah

Apakah yang dimaksud dengan breeding dan tujuan dari adanya breeding

pada kambing?
Apa sajakah jenis-jenis kambing?
Bagaimana sistem breeding pada kambing?
Apa saja teknologi yang mendukung breeding pada kambing?

1.3

Tujuan

Mengetahui pengertian breeding dan tujuan dari adanya breeding pada

kambing.
Mengetahui jenis-jenis kambing.
Mengetahui sistem breeding pada kambing.
Mengetahui teknologi yang mendukung proses breeding pada kambing.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1

Breeding dan Tujuannya


Breeding (pembibitan) adalah suatu usaha/kegiatan membudidayakan

ternak untuk menghasilkan bibit-bibit unggul. Dalam usaha peternakan dibidang


komoditas kambing, tujuan breeding tersebut terbagi menjadi dua yaitu :
1.

Kambing Pedaging (Meat Goat)


Kambing merupakan salah satu hewan ternak yang dipelihara untuk

diambil dagingnya oleh manusia. Pengembang biakan kambing dilakukan sejak


lama oleh para peneliti untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari daging
yang dihasilkan oleh kambing. Kambing memiliki kandungan lemak yang lebih
rendah daripada domba. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI,
dalam 100 gram daging kambing mengandung sekitar 9.2% lemak dan domba
sekitar 14.8%. Kambing pedaging yang dipelihara dengan perlakuan baik
mempunyai fertilitas yang tinggi dan menghasilkan anak dengan angka kelahiran
sekitar 1.9-2.3 per betina (www.extension.psu.edu). Dalam memilih bibit yang
baik untuk kambing pedaging haruslah memperhatukan factor seperti adaptasi
dengan lingkungan, tingkt reproduksi, dan juga tingkat pertumbuhan.
2. Kambing perah (Dairy Goat)
Selama 10 tahun terakhir ini, kambing perah mulai banyak diminati oleh
para peternak. Pernyataan tersebut sejalan dengan keadaan di lapangan dengan
mulai banyaknya peternakan kambing perah di masyarakat. Kambing perah
merupakan kambing yang dipelihara atau dikembang biakan untuk diambil
susunya. Pengembang biakan kambing perah haruslah memperhatikan beberapa
factor dalam memilih bibit, seperti kondisi ambing yang baik, fertilitas tinggi dan
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang bermacam-macam. Biasanya
kambing perah laktasinya berlangsung selama 300 hari dengan rata-rata 2-3 liter

susu per betina per hari . Pada puncaknya menyusui dapat meningkat menjadi 3,54 liter per hari (www.gica.com.au) . Menurut Composition of Foods; Dairy and
Egg Products 1976, susu kambing mengandung lebih banyak protein yaitu sekitar
3.6 gram dalam 100 gram susu sementara susu sapi hanya memiliki 3.3 gram.
2.2
1.

Jenis-jenis Kambing
Kambing Pedaging (Meat goat)
Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang

ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata Boer artinya petani. Kambing
Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya, yang ada di
dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat
dipasarkan 35 45 kg pada umur lima hingga enam bulan, dengan rataan
pertambahan berat tubuh antara 0,02 0,04 kg per hari. Keragaman ini tergantung
pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Dibandingkan
dengan kambing perah lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh
lebih tinggi dan mencapai 40% 50% dari berat tubuhnya.
Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar,
panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga
panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda
hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di
wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit
akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di
siang hari.
Kambing Boerawa
Sesuai dengan namanya, kambing Boerawa merupakan hasil perkawinan
silang antara kambing jantan Boer dan kambing betina Etawa atau Peranakan

Etawa. Usaha persilangan kedua jenis kambing ini sudah pernah dilakukan di
Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan melalui perkawinan alami. Namun
demikian, usaha perkawinan silang alami di kedua provinsi ini kurang berhasil
dibandingkan dengan usaha perkawinan silang melalui inseminasi buatan di
Lampung. Karena perkembangannya yang pesat dan untuk mengangkat citra
provinsi Lampung dalam merintis perkawinan silang kedua jenis kambing ini,
nama kambing Boerawa kemudian diganti dengan Saburai.
Beberapa keunggulannya. Selain sosoknya yang lebih besar, kambing ini
juga memiliki tingkat produksi dan mutu daging yang lebih baik dibandingkan
dengan kambing Etawa atau Peranakan Etawa. Kadar kolesterol kambing ini
rendah dan dagingnya empuk dan enak. Tingkat pertumbuhannya juga lebih cepat,
sementara pemeliharaan dan perawatannya tidak begitu berbeda dengan kambing
lokal.
Kambing Kacang
Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali
dikembangkan di Indonesia. Badan kambing ini kecil. Tinggi gumba pada yang
jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter.
Bobot pada kambing jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang kambing betina
seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik kambing
betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek.
Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki karakteristik sebagai
berikut: ukuran tubuhnya relatif kecil, kepala ringan dan kecil, telinga pendek dan
tegak lurus mengarah ke atas depan, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi alam setempat dan performan reproduksinya sangat baik.
2.

Kambing Perah (Dairy Goat)


Peranakan Etawa

Kambing peranakan etawa merupakan kambing etawa yang berasal dari


India yang diesbut juga kambing Jamnapari. Kambing peranakan etawa
merupakan hasil persilangan kambing etawa dengan kambing local agar lebih
adaptif dengan lingkunganya. Badannya besar, tinggi gumba kambing jantan 90
sentimeter hingga 127 sentimeter dan kambing betina hanya mencapai 92
sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya
mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan
hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing
jenis ini mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari.
Kambing Saanen
Kambing Saanen, namanya diambil dari daerah asalnya, yakni di lembah
Saanen, Negara Swiss. Kambing Saanen ini adalah kambing yang di pelihara atau
diternakkan untuk diambil susunya. Kambing Saanen ini adalah jenis kambing
perah yang tubuhnya termasuk besar. Dimana jenis jantan nya bisa mempunyai
berat kira-kira 90 kg dan betina 60kg. Jantan tingginya kira-kira 90cm,
sedangkan betina 80 cm. Berat lahir anak kambing saanen adalah 3 kg untuk
jantan dan 3.3 kg untuk betina.
Kambing Saanen betina memproduksi susu sampai dengan 3.8 liter per
hari.Kandungan lemak susunya bisa mencapai 2.5% 3%. Sama dengan kambing
Alpines, kambing saanen ini dipelihara sebagai kambing perah yang popular di
Eropa. Per tahun nya kambing saanen betina dapat menghasilkan anak 1 2 ekor.
Kambing saanen memiliki perilaku yang tenang dan kalem. Karena itulah
kambing saanen sangat mudah untuk dipelihara. Kadangkala kambing saanen ini
juga sering ditampilkan dalam pertunjukan sirkus, untuk memainkan atraksi
atraksi kecakapan.
2.3

Sistem Breeding pada Kambing


Didalam kegiatan pembibitan kambing maka hal pertama yang perlu

dilakukan adalah melakukan penyeleksian terhadap calon indukan bibit yang


mempunyai sifat unggul tujuannya agar hasil proses pembibitan menghasilkan

bibit-bibit unggulan seperti yang diharapkan. Adapun penyeleksian tersebut dapat


ditinjau berdasarkan penilaian secara :
1. Seleksi individu atau massa yaitu, seleksi untuk ternak bibit yang
didasarkan pada catatan produktifitas masing-masing ternak.
2. Seleksi silsilah yaitu, seleksi yang dilakukan dengan cara meninjau silsilah
ternak.
3. Seleksi turunan yaitu, seleksi yang dilakukan dengan cara meninjau
sebuah rekor atau catatan dari leluhur.
4. Seleksi kekerabatan yaitu, seleksi individu atas dasar performan kerabatkerabatnya (misalnya saudara tiri sebapak atau saudara kandung).
Setelah melakukan penyeleksian pada indukan maka hal yang selanjutnya
perlu dilakukan adalah menentukan sistem perkawinan ternak tersebut. Sistem
perkawinan

yang

dilakukan

dapat

melalui

perkawinan

alam

maupun

menggunakan teknologi pendukung seperti contohnya inseminasi buatan. Adapun


cara atau proses untuk mengawinkan kambing dapat melalui 5 cara yaitu sebagai
berikut :
Pure breeding, adalah perkawinan ternak-ternak murni tetapi masih dalam
satu bangsa. Cara ini digunakan untuk mempertahankan difat-sifat/karakteristik
suatu bangsa yang memiliki sifat unggul.
Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah diketahui
dengan seksama masing-masing kemampuan produksinya.
Inbreeding, adalah pembiakan dari dua ternak yang berhubungan dengan
satu sama lain.
Outbreeding, adalah system perkawinan hewan dari jenis yang sama tetapi
yang tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dari sedikitnya 4-6 generasi.
Linebreeding, adalah suatu sistem yang berkembang biak di tingkat
hubungan kurang intens daripada sanak dan biasanya diarahkan untuk
mempertahankan keturunan yang terkait dengan beberapa nenek moyang yang
sangat berharga.
2.4.

Teknologi Pendukung Breeding pada Kambing


Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu teknologi dibidang


reproduksi untuk mengawinkan ternak dengan menggunakan bibit unggul dalam
rangka meningkatkan daya produksi ternak melalui perbaikan mutu genetik. IB
pada dasarnya digunakan untuk efisiensi pejantan unggul yaitu untuk
mendapatkan keturunan yang lebih banyak memiliki warisan genetik unggul dari
pejantan tersebut. Salah satu keuntungan terbesar dari penggunaan IB adalah
memanfaatkan pejantan bernilai genetik tinggi untuk inseminasi lebih banyak
betina dibandingkan pada kawin alam.

Transfer Embrio
Transfer embrio adalah suatu proses dimana embrio dipindahkan dari

seekor hewan betina yang bertindak sebagai donor pada waktu embrio tersebut
belum mengalami implantasi, kepada seekor betinda yang bertindak sebagai
penerima sehingga resipien tersebut menjadi bunting (Hartantyo,1987)

Kloning
Kloning hewan adalah proses dimana seluruh organisme direproduksi dari

sel yang diambil dari organisme induk sehingga menghasilkan keturunan yang
secara genetik identik. Ini berarti hewan kloning merupakan duplikat sama persis
dari induknya, yang berarti juga memiliki DNA yang sama.
2.5.

Penerapan Prinsip-Prinsip Pembibitan Kambing

Bibit adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta
memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 48/2011 tentang Sumber Daya Genetik dan Perbibitan
Ternak). Persyaratan bibit yang diedarkan wajib memiliki sertifikat layak bibit
yang memuat keterangan mengenai

silsilah dan ciri-ciri keunggulannya, yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi


produk (benih dan/atau bibit ternak). Karena sudah ada pengertian bibit dan
persyaratan peredarannya yang baku dan mempunyai kekuatan hukum, untuk
selanjutnya seluruh masyarakat agar menyamakan persepsi tentang istilah bibit.
Hal ini dikarenakan masih banyak khalayak yang menyatakan bahwa bibit adalah
ternak yang dapat digunakan untuk perkembangbiakan (induk dan jantan dewasa)
tanpa melihat keunggulan genetiknya.
Untuk mempertahankan kemurnian dan menghindari penurunan mutu genetik
kambing asli/ lokal, pelaku pembibitan harus menerapkan prinsip-prinsip
pembibitan sesuai dengan Pedoman Pembibitan Kambing/domba yang Baik
(Good Breeding Practice/GBP). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menerapkan prinsip-prinsip pembibitan antara lain : sarana, manajemen
pemeliharaan, produksi bibit (perkawinan, recording, seleksi, replacement dan
sertifikasi).
a.

Sarana

Sarana yang harus dimiliki kelompok peternak sehingga dapat menerapkan


prinsipprinsip pembibitan antara lain : (nomor identitas ternak, timbangan ternak,
tongkat ukur, pita ukur, kartu ternak dan komputer).
1. Nomor Identitas Ternak
Nomor identitas ternak untuk mengidentifikasi (penandaan) ternak sehingga dapat
dilakukan pencatatan individu dalam kartu ternak dan seleksi. Nomor identitas
ternak dapat berupa ear tag, microchip, kalung dan lainnya.
2. Timbangan Ternak
Timbangan ternak di perlukan untuk mengetahui bobot ternak kambing/domba
mulai saat lahir sampai masuk usia bibit sesuai SNI. Bobot ternak kambing/domba
tersebut digunakan sebagai salah satu dasar seleksi.
Timbangan ternak adalah timbangan digital yang spesifik digunakan untuk
kambing/domba.
3. Tongkat ukur

Tongkat ukur digunakan untuk mengukur tinggi pundak dan panjang badan
kambing/domba. Tongkat ukur berskala dan spesifik digunakan untuk
kambing/domba.
4. Pita ukur
Pita ukur digunakan untuk mengukur lingkar dada dan lingkar scrotum
kambing/domba.

Pita

ukur

berskala

dan

spesifik

digunakan

untuk

kambing/domba.
5. Kartu ternak
Kartu ternak digunakan untuk mencatat hasil penimbangan dan pengukuran
sekaligus

sebagai

bukti

tertulis

yang

menggambarkan

kondisi

ternak

kambing/domba (tertera pada format terlampir).


6. Komputer
Komputer digunakan untuk menyimpan dan mengolah data hasil penimbangan
dan pengukuran ternak kambing/domba serta data lainnya yang dibutuhkan dalam
seleksi calon bibit.
b. Manajemen Pemeliharaan
Manajemen pemeliharaan meliputi pemberian pakan dan minum, pemberian
vaksin dan obat-obatan, perkawinan, pembersihan kotoran dan biosecurity.
Tatalaksana

pemeliharaan

juga

dibedakan

antara

pemeliharaan

pedet,

kambing/domba muda, calon induk dan calon pejantan, induk bunting dan induk
melahirkan. Secara rinci manajemen pemeliharaan terdapat pada Pedoman
Pembibitan Kambing/domba Yang Baik.
Dua pendekatan perlu dilakukan dalam membangun pembibitan yaitu:
1. Pendekatan kesesuaian dengan kawasan yang meliputi:
(a). kesesuaian bangsa/rumpun/galur ternak kado pada kawasan tersebut,
(b). ketersediaan sumber daya pakan lokal ditinjau dari sisi kuantitas,
kualitas dan kontinuitas,
(c). kesediaan atau partisipasi dari peternak untuk terlibat secara aktif
dalam pembibitan, dan

(d). merancang sistem pengawalan/pendampingan/ evaluasi secara tepat


untuk terbangunnya sistem pembibitan ternak kado secara bertahap.
2. model pembibitan itu sendiri yang meliputi:
(a). identifikasi pejantan unggul dari bangsa/rumpun/galur ternak kado
terpilih jika sudah tersedia atau memilih calon pejantan terbaik yang
ada (dapat diperoleh) untuk dijadikan pejantan bagi setiap kelompok
ternak (perbandingan 1 pejantan: 10 30 induk);
(b). memilih calon-calon induk terbaik untuk kelak dikawinkan dengan
calon-calon pejantan terbaik agar dapat menghasilkan calon-calon
pejantan terbaik generasi berikutnya;
(c). pengaturan perkawinan agar menghasilkan derajat inbreeding rendah
dalam setiap kelompok ternak;
(d). menyesuaikan jumlah ternak yang dipelihara dengan kapasitas
tampung yang dapat disediakan oleh peternak;
(e). membangun sistem seleksi untuk memilih ternak-ternak mana yang
akan dipertahankan untuk menjadi tetua generasi berikutnya dan
ternak mana yang harus dikeluarkan/dijual/ digemukkan sebagai
ternak potong; dan
(f). mengidentifikasi target pasar yang dituju.
Sumber daya kawasan
Kawasan yang dapat digunakan untuk membangun pembibitan kado adalah yang
memiliki sumber daya pakan yang memadai, meliputi:
1) Lahan tanaman pangan;
2) lahan hortikultura;
3) lahan perkebunan;
4) padang rumput alam;
5) tanah bera;
6) daerah aliran sungai (DAS);
7) daerah pinggiran hutan;
8) pangonan dan sepadan jalan; dan

9) lahan-lahan kritis/marginal.
Di Indonesia terdapat padang rumput sekitar 22 juta Ha (Balitbangtan,
2006), dengan perkiraan produksi 13,7 juta ton BK/th, dan diperkirakan dapat
menampung sekitar 6 juta ST ruminansia. Hasil samping tanaman pangan (jerami
padi, jagung dan kedele) sebesar 44,4 juta ton BK/th, dapat menampung sekitar
19,5 juta ST ruminansia. Lahan dan hasil samping tanaman sawit seluas 6 juta Ha,
setidaknya dapat menampung sekitar 12 juta ST ruminansia (Masum, 2011).
Lahan-lahan inilah yang seharusnya dimanfaatkan untuk pengembangan
peternakan agar tidak tetap hanya berfungsi sebagai lahan potensial saja. Untuk
kawasan tanaman pangan dengan penanaman secara terus menerus maka hanya
dapat menerapkan sistem intensif, cut and carry; sedangkan untuk tanaman
pangan yang tidak dilakukan penanaman sepanjang tahun maka dapat diterapkan
sistem semi intensif yaitu digembalakan pada saat selesai panen dan kembali
intensif ketika pengolahan lahan sudah dimulai.
Pada kawasan dengan sistem intensif, cut and carry perlu dibangun lumbung
pakan berupa tempat penyimpanan pakan yang berfungsi juga sebagai tempat
pengawetan pakan. Dalam menerapkan sistem ini perlu dirancang cara pemberian
pakan yang memungkinkan agar ternak dapat mengambil sumber pakan secara
instan untuk keperluan beberapa hari kedepan agar penggunaan tenaga kerja
pemeliharaan ternak dapat dihemat. Dalam hal ini pakan dipanen dalam jumlah
besar, kemudian dimasukkan dalam lumbung pakan dan digunakan sesuai dengan
system pemberian pakan yang telah disiapkan.
Model pembibitan berbasis kawasan
Untuk pembibitan kado pada perternak kecil, model pembibitan yang disarankan
adalah model dengan 3 sistem pemeliharaan yaitu penggembalaan dengan
perbandingan jantan : betina (1 : 20 30); semi intensif 1: 15 20; dan intensif
cut and carry 1: 10 15 dengan mempertimbangkan kapasitas tamping ternak
kawasan sekitarnya. Kegiatan ini dibagi atas beberapa tahapan pelaksanaan
Tahap pertama:

(1)

menentukan

lokasi/kawasan

didasarkan

pada

ada

ternak

kambing/domba dalam jumlah > 300 ekor induk untuk nantinya


berperan sebagai populasi dasar dan peternak yang sudah lama
beternak;
(2) memilih para peternak partisipatif yaitu hanyalah yang bersedia
bekerjasama untuk melaksanakan perbibitan yang dipilih;
(3) mempertimbangkan kapasitas wilayah; dan
(4) mendiskusikan dengan peternak partisipatif/terpilih tentang garis
besar semua yang akan direncanakan dan dilaksanakan.
Tahap kedua:
(1) bersama para peternak partisipatif menentukan target akhir yang
ingin dicapai dalam pelaksanaan pembibitan yaitu mendapatkan
ternak generasi selanjutnya yang mempunyai pertumbuhan cepat
pada umur kurang dari 1,5 tahun telah mencapai bobot potong yang
diharapkan tergantung pada bangsa/rumpun/galur kado yang dipilih);
(2) bersama peternak menentukan:
(a) system pemuliaan yang dipilih yaitu seleksi bibit murni atau
persilangan,
(b) perbaikan teknik budidaya terutama sistem pemeliharaan
(kandang atau penggembalaan) dan cara penyediaan pakan dan
teknik pemberiannya;
(3) kemudian secara bertahap dibangun system perbibitan yang diawali
dengan seleksi pejantan (hanya pejantan terbaik yang dijadikan
pemacek maksimal satu tahun dalam tiap kelompok), kemudian
digulirkan ke kelompok pembibit lain dalam kawasan yang sama;
(4) semua ternak betina produktif dipelihara sebagai calon induk/induk
untuk dikawinkan dengan pemacek sampai jumlah ternak yang
dipelihara sama dengan kapasitas tampung kawasan, seleksi pada
betina produktif baru dilakukan jika jumlah ternak sudah melebihi
kapasitas tampung kawasan;

(5) sistem ini dipertahankan sampai ternak dalam kelompok sudah lebih
baik dari ternak lain diluar kelompok (bukan pembibit).
Tahap ketiga:
(1) ternak jantan afkiran (tidak layak dijadikan pemacek) dipelihara
sebagai ternak potong demikian juga ternak betina produktif afkiran;
(2) perbaikan penyediaan dan pemberian pakan berjalan secara dinamis
sesuai dengan karakteristik nternak yang terbentuk dan target akhir
yang ingin dicapai tetap dipegang teguh; dan
(3) secara bertahap disosialisasikan cara rekording. Sistem seleksi ternak
murni maupun melalui persilangan tetap akan mendapatkan hasil
akhir yang sama baiknya. Pada prinsipnya sistem seleksi maupun
persilangan adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya ternak lokal yang tersedia di lokasi terpilih. Yang penting
adalah menjaga agar derajat inbreeding tetap berada dibawah 6%
dalam populasi ternak bibit. Oleh karena itu, maka sistem
perkawinan outcrossing perlu diterapkan dalam pelaksanaan
pembibitan.
c. Produksi Bibit
1. Perkawinan
Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai standar, teknik perkawinan dapat
dilakukan dengan cara intensifikasi kawin alam atau inseminasi buatan (IB)
Secara rinci pengaturan perkawinan terdapat pada Pedoman Pembibitan
Kambing/domba Yang Baik.
2. Rekording
Pencatatan/Rekording meliputi catatan rumpun, identitas, silsilah, perkawinan
(tanggal, pejantan/kode semen, IB/kawin alam, induk), induk melahirkan (tanggal,
tunggal/kembar, normal/distokia), pedet lahir (tanggal, tunggal/kembar, bobot
lahir, jenis kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan),
penyapihan (tanggal, bobot kambing/domba, tinggi gumba, panjang badan),
vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment) dan mutasi (pemasukan dan

pengeluaran). Proses pencatatan/rekording meliputi penimbangan, pengukuran


dan penghitungan.
3. Penimbangan dan Pengukuran
Tabel 1. Penimbangan dan Pengukuran bibit sesuai dengan SNI/PTM dilakukan
pada umur :

Cara menentukan umur dari ternak yang tidak diketahui catatan kelahirannya
dapat dilihat dari kondisi gigi seri tetap.
4. Penghitungan
Penghitungan dilakukan untuk mengetahui rataan hasil pengukuran dan
penimbangan terhadap populasi yang digunakan sebagai dasar seleksi.
Penghitungan dilakukan menggunakan komputer.
5. Seleksi
Pelaksanaan seleksi mengikuti petunjuk pedoman yang usulan tim pakar pusat dan
daerah. Seleksi bibit kambing/domba dilakukan berdasarkan performan anak dan
individu calon bibit kambing/domba tersebut, dengan mempergunakan kriteria
seleksi sebagai berikut :

a) Seleksi dilakukan oleh peternak terhadap bibit ternak yang akan


dikembangkan di bawah bimbingan petugas yang berwenang.
b) Seleksi calon bibit jantan dipilih 10% terbaik dari hasil keturunan,
sedangkan calon bibit betina dipilih 25% terbaik dari hasil keturunan untuk
selanjutnya digunakan sebagai replacement.
6. Replacement (ternak pengganti)
Replacement dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan ternak dalam suatu
populasi.
7. Sertifikasi
Untuk mendapatkan sertifikasi bibit kelompok harus menerapkan GBP dan sistem
manajemen mutu sesuai ISO 9001:2008, dan produk yang dihasilkan sesuai SNI.
Kondisi saat ini menunjukkan belum semua pelaku usaha dapat memenuhi
persyaratan untuk mensertifikasikan produknya ke Lembaga Sertifikasi Produk
(LSPro) Atas dasar hal tersebut, diupayakan dengan penerbitan Surat Keterangan
Layak Bibit (SKLB) Ternak, setelah dinilai kesesuaian produk bibit ternak
terhadap standar (SNI/PTM/Standar Daerah) yang telah ada. Diharapkan surat
keterangan tersebut dapat menjadi awal bagi proses sertifikasi, setelah melalui
pembinaan terhadap pelaku usaha ke arah pembibitan secara terus menerus.
Secara rinci pengaturan penerbitan SKLB ternak terdapat pada Petunjuk Teknis
Surat Keterangan Layak Bibit Ternak.

BAB III
KESIMPULAN
1. Breeding (pembibitan) adalah suatu usaha/kegiatan membudidayakan
ternak untuk menghasilkan bibit-bibit unggul. Dalam usaha peternakan
dibidang komoditas kambing tujuan dari breeding itu sendiri adalah untuk
produksi daging atupun susu yang baik.
2. Jenis kambing berdasarkan tujuannya terbagi menjadi 2 yaitu pedaging
(boer, boerawa dan kacang) dan penghasil susu (peranakan ettawa dan
saanen).
3. Sistem perkawinan pada breeding kambing dapat dilakukan secara
perkawinan alam maupun menggunakan teknologi pendukung. Sistem
perkawinan tersebut dapat dilakukan dengan 5 cara yaitu inbreeding,
crossbreeding, linebreeding, purebreeding, dan outbreeding.
4. Teknologi pendukung dalam proses pembibitan kambing yaitu inseminasi
buatan, transfer embrio dan kloning.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, diakses pada 20/03/16, Dairy Goat http://www.gica.com.au/history-ofgoats/dairy-goats.
Anonim,

diakses

pada

20/03/16,

Meat

Goat

Production,

http://extension.psu.edu/business/ag-alternatives/livestock/sheep-andgoats/meat-goat-production.
Balitbangtan. 2006 . Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Tahun 2006. Jakarta.
"Composition of Foods; Dairy and Egg Products", Agricultural Handbook No. 81, Agricultural Research Service. Washington. D.C.; USDA, 1976.
Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan
Hewan

Kementerian

Pertanian.

2015.

Pedoman

Pelaksanaan

Penguatan Pembibitan Kambing/Domba Di Kabupaten Terpilih


(Kapahiyang, Tanggamus, Garut, Maluku Barat Daya Dan Karang
Asem) Tahun 2015. Jakarta
Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian. 2014. Pedoman Pembibitan Kambing
Dan Domba Yang Baik. Jakarta
Masum, M. 2011. Ketersediaan Pakan Menunjang Peningkatan Populasi
Ruminansia Kecil, Pros. Workshop Komoditas Puslitbangnak. Jakarta.
hlm. 28 33.

Matondang, R.HM., Talib, C., Herawati, T. 2011. Model Pembibitan Kambing


Dan Domba Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59. Bogor
Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai