OLEH:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
OLEH:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
Disusun oleh:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
Disusun oleh:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
Menyetujui :
Ketua Jurusan
Budidaya Tanaman Pangan
Dosen Pembimbing
Nilawati, S.Pt, MP
NIP. 197007071995122001
Mengetahui,
Direktur Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh
Disusun oleh:
RIFKA ULYA
NBP.1201373033
TIM PENGUJI
No
Nama
Jabatan
Ketua
Anggota
Nilawati, S.Pt, MP
Anggota
TandaTangan
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
dan menyusun Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul Perbandingan Hasil
Penetasan (Doc Layer) Antara Strain Isa Brown Dan Lohman di PT. Charoen
Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekanbaru ini dengan baik. Penyusunan laporan
tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan pendidikan
diploma III di Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri
Payakumbuh.
Laporan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan, bantuan serta
doa, untuk itu diucapkan terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa moril
maupun materil.
2.
3.
Bapak Ir. Setya Dharma, M.Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman
Pangang Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
4.
Ibu Muthia Dewi, S.Pt, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan.
5.
6.
Ibu dan Bapak Dosen yang telah memberi ilmu pengetahuan dalam
penyusunan laporan ini.
7.
8.
Charoen Pokphand
Semua pihak yang telah terlibat dan ikut serta dalam membantu penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini.
Disadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab
itu dharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penulisan laporan ini. Diharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi semua
pihak.
Akhir kata, diucapkan Terima Kasih.
Rifka Ulya
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................
ii
iv
vi
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
4
5
6
8
9
10
12
13
13
15
15
15
16
20
4.1. Hasil.................................................................................................
4.2. Pembahasan .....................................................................................
20
21
29
29
29
30
LAMPIRAN ...............................................................................................
31
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
18
3. Rata-rata total presentase telur infertil, explode, loss, DIS dan hatch ....
20
20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Dokumentasi ...........................................................................................
31
35
36
37
38
39
40
41
I. PENDAHULUAN
pagi atau sore hari. Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase
grower atau fase dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011).
Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untuk
menghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih
cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini
merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh
sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan
berkuantitas sangat tinggi.
PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah
satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk
menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2
strain yaitu Isa Brown dan Lohman dan menghasilkan 3 grade yang sama yaitu
A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54-59,9 gram
dan 60 gram ke atas.
Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dan grade mana
yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak. Sedangkan yang
diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan. Pembedaan telur bibit
dari beberapa strain dan grade diperlukan untuk melihat perbedaan presentase
hasil DOC betina dengan DOC jantan pada layer. Dalam hal ini diharapkan akan
menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC jantan, maka akan dilihat
dari strain mana yang menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC
jantan dan dari strain yang menghasilkan DOC terbanyak tersebut dari grade
mana pula yang menghasilkan DOC betina yang paling banyak, apakah dari grade
A3, A2 atau A1. Apabila dari DOC yang dihasilkan terbukti betina lebih banyak
dari jantan dari salah satu strain dan grade tertentu maka hal itu perlu
dikembangkan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dari
strain dan grade mana yang menghasilkan persentase DOC jantan dan betina.
mungkin belum ada. Sampai tahun 1992, jumlah galur ayam ras yang pernah
diimpor tercatat ada 50 macam galur ayam petelur dan 45 macam galur ayam
pedaging. Dari jumlah galur yang begitu banyak, yang dapat bertahan sampai
tahun 1992, tercatat ada 11 galur ayam petelur dan 13 galur ayam pedaging.
Persaingan yang terjadi diantara galur yang dipasarkan cukup tajam. Galur
yang paling baik (mutu ayam, mutu pelayanan) akan dapat bertahan dan
sebaliknya yang kurang baik akan disingkirkan dari pasaran. Pada tahan perintisan
hingga tahap landasan tahun (1971), galur yang diimpor adalah dalam bentuk
DOC final stock (FS). Mengikuti perkembangan perundangan di Indonesia maka
pada tahap pertumbuhan (1980) maka bibit yang diimpor adalah DOC parent
stock (PS) penghasil FS. Pada masa akhir tahap pertumbuhan (1980) maka bibit
yang diimpor grand parent stock (GPS), penghasil PS. Hal inilah yang
mendorong para investor menjadikan usaha ternak unggas sebagai industri
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
2.2. Hatchery
Menurut Riyanto (2001) untuk memperoleh bibit ayam petelur maupun
broiler komersial, para peternak umumnya membeli anak ayam dari perusahaan
pembibitan (Hatchery). Penetasan telur pada perusahaan pembibitan biasanya
menggunakan mesin tetas modern dengan kapasitas yang banyak. Cara penetasan
seperti ini disebut penetasan secara buatan. Berbeda dengan penetasan ayam buras
yang dilakukan oleh para peternak kecil, biasanya menggunakan induknya sendiri
dan penetasan seperti ini disebut penetasan secara alami.
Penetasan merupakan suatu usaha untuk menghasilkan seekor anak ayam
umur sehari (day old chick) dari sebutir telur tetas. Awal mulanya penetasan
dilakukan secara alami oleh induk ayam, namun dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan ditemukanlah sebuah teknologi tepat guna yang efisien yaitu mesin
tetas. Cara kerja mesin tetas pada prinsipnya hampir sama dengan penetasan alami
oleh induk ayam, namun yang menjadi efisien adalah jumlah telur yang dapat
ditetaskan dapat lebih banyak dengan waktu yang sama (Riyanto, 2001).
Daya tetas telur yang dihasilkan pada proses penetasan secara alami
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan penetasan secara buatan. Namun,
penggunaan mesin tetas tanpa mengikuti petunjuk penggunaan yang benar dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan penetasan. Daya tetas yang rendah disertai
angka kematian yang tinggi karena kesalahan operasional penetasan, masih sering
terjadi. Mesin tetas yang digunakan pada tiap perusahaan pembibitan memang
berbeda-beda, tetapi mempunyai prinsip dasar yang sama. Perbedaan pada mesin
tetas ini terletak pada bentuk dan cara penggunaannya (Kartasudjana dan
Suprijatna, 2010).
Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk daging dan
telur asal unggas, maka dibutuhkan bibit atau DOC dalam jumlah yang besar
secara kontiniu, berdasarkan itulah didirikan sebuah Hatchery. Hatchery
merupakan suatu unit usaha yang menangani proses penetasan telur tetas
(hatching egg) dari breeder farm menjadi produk utama berupa DOC dengan
kualitas tetas yang terjamin, tentunya hal itu tidak terlepas dari penggunaan mesin
dengan teknologi canggih dan peranan manusia terlatih (Paimin, 2011).
dihasilkan, daya tetas, maupun tingkat kematian parent stock tergantung pada
strain ayam parent stock yang dipelihara atau yang akan diberikan oleh peternak
grandparent stock (Sudaryani dan Santosa, 2002).
2.5. Strain Ayam Ras Petelur (Layer)
Menurut Yuwanta (2004), untuk mendapatkan tipe ayam petelur, ada
beberapa sifat/karakteristik yang harus diperhatikan pada tipe ayam petelur
tersebut. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah sebagai
berikut:
1. Cepat mencapai dewasa kelamin (18-20 minggu).
2. Ukuran telur normal (60-65 gram).
3. Kualitas telur baik, kuat dan seragam.
4. Produksi telur per tahun tinggi (250-300 butir).
5. Bebas dari sifat mengeram.
6. Daya hidup tinggi (90%) dengan tingkat kematian rendah.
7. Bebas dari sifat kanibalisme dan sifat mematuk bulu.
8. Mudah beradaptasi dengan lingkungan.
9. Nilai afkir ayam tinggi (2,3-2,5 kg).
10. Konversi pakan rendah.
11. Pertumbuhan anak ayam relatif cepat.
12. Harga DOC bersaing.
Dari
sifat-sifat
di
atas,
bangsa/kelas
ayam
yang cocok
untuk
dikembangkan sebagai ayam petelur adalah ayam yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1.
2.
3.
Tulang ringan.
4.
5.
6.
7.
Pertumbuhan bulu cepat (pada umur empat bulan bulu sudah sempurna).
8.
Jengger tumbuh cepat dan masak kelamin pada umur 4,5-5 bulan.
9.
putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011). Ayam ini mulai dapat
bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur
sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat pagi atau sore hari.
Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase grower atau fase dimana
ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011).
Ayam betina strain Lohman memiliki umur awal produksi pada 19-20
minggu dan pada umur 22 minggu produksi telur mencapai 50 %. Selain itu juga
strain Lohman pada umur 20 minggu sekitar 1,6-1,7 kg dan akhir produksi 1,9-2,1
kg. Puncak produksi strain Lohman mencapai 92-93%, dengan FCR sebesar 2,32,4, serta tingkat kematian sampai dengan 2-6% (Ardiansyah dkk, 2012).
2.6. Proses Penetasan
Tata laksana penetasan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai
dari penerimaan telur tetas, penanganan telur tetas baik seleksi, grading, fumigasi,
candling dan penyimpanan telur tetas, persiapan mesin tetas, pemasukan telur ke
dalam mesin tetas, pengeraman di mesin Setter, pemutaran (turning) telur tetas,
transfer ke mesin Hatcher, penanganan pasca penetasan meliputi Pullchick
(pengambilan DOC), Grading dan Sexing, Debeaking (pemotongan paruh),
vaksinasi pengemasan dan pendistribusian DOC, kegiatan rutin selama penetasan
sampai pada pembersihan mesin tetas setelah menetas. Usaha menetaskan telur
ayam artinya mengeramkan telur supaya menetas, yaitu pecah dan terbuka
kulitnya, sehingga benih yang berkembang di dalamnya menjadi anak ayam hidup
(Sarwono, 2002). Penetasan dengan mesin tetas, telur diletakkan dengan bagian
ujung tumpul di bagian atas, tidak berarti harus vertical.
Telur tetas grade A1 strain Isa Brown sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A2 strain Isa Brown sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A3 strain Isa Brown sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A1 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A2 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Telur tetas grade A3 strain Lohman sebanyak 25.920 butir atau 4 kereta
Jamesway.
Mesin yang digunakan dalam penetasan adalah mesin tetas otomatis skala
besar milik perusahaan dengan merk Jamesway yang terbagi 2 inkubator yaitu
inkubator setter dan inkubator hatcher. Sementara itu alat pendukung lain yang
diperlukan adalah meja grading, lampu 45 watt sebanyak 3 buah masing-masing
meja, box kertas, box plastik.
3.3. Metode Pelaksanaan
Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengikuti semua kegiatan di
Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru, adapun data diambil pada
saat candling HE dan pada saat pullchick yaitu pada saat sexing sebagai berikut:
1. Candling HE
Infertil
Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan
fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang
dierami. Adapun persentase telur tetas infertil di Hatchery Pekan Baru dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Infertil =
total telur infertil
total telur yang di setting
100%
Explode
Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada
akhirnya meledak. Adapun persentase telur tetas explode di Hatchery Pekan Baru
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase telur Explode =
total telur explode
total telur yang di setting
100%
Loss
Telur loss merupakan telur tetas yang hilang, ditaksir ada kesalahan saat
menghitung explode dan ada yang diambil pada saat sweeping di setter. Adapun
persentase telur tetas loss di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Persentase Telur Loss =
total telur loss
total telur yang di setting
100%
HE layak
HE layak merupakan telur tetas yang layak dimasukkan ke dalam mesin
hatcher. Adapun HE layak di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
HE layak = HE DIS + HE yang menetas (hatch)
adalah
memisahkan/memilih
antara
ayam
jantan
dan
betina. Biasanya dilakukan dengan metode buka kloaka, perbedaan warna bulu,
dan perbedaan panjang bulu sayap (Suprijatna dan Kartasudjana, 2005). Sexing
dengan melihat perbedaan warna bulu disebabkan adanya sifat-sifat tertentu yang
terkait dengan kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin. Sexing dengan
perbedaan bulu sayap biasanya dilakukan pada ayam yang pertumbuhan bulunya
cepat dengan melihat bulu sayap runcing pada ayam betina dan pada jantan bulu
sayap tidak runcing.
Adapun kegiatan saat sexing adalah sebagai berikut.
DIS
Death in sheel merupakan telur tetas fertil tetapi telah mengalami
kematian embrio sebelum masa menetas. Adapun persentase telur tetas DIS di
Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Telur DIS =
total telur DIS
total telur yang layak
100%
Hatch
Telur hatch merupakan telur tetas yang menetas setelah proses transfer.
Adapun persentase telur tetas hatch di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Telur di Hatch =
total telur hatch
total telur yang layak
100%
Culling
DOC culling merupakan DOC yang tidak layak untuk dijual termasuk juga
HE yang tidak jadi menetas. Adapun persentase telur tetas culling di Hatchery
Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Persentase Telur di culling =
total telur culling
total telur yang di hatch
100%
Female
Adapun persentase telur tetas betina di Hatchery Pekan Baru dapat
100%
Male
Adapun persentase telur tetas jantan di Hatchery Pekan Baru dapat
100%
4.1. Hasil
4.1.1. Dari saat sebelum transfer
Infertil, explode dan loss
Semua HE layer yang ditetaskan di Hatchery Pekan Baru berasal dari
Farm 1 Medan. Adapun data telur tetas infertil, explode dan loss di Hatchery
Pekan Baru dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Rata-rata total dan persentase telur infertil, explode dan loss
Srain Grade Total
Infertil
Explode
Loss
HE layak
Sett
Jml
%
Jml
%
Jml
%Jml
%
Isa
Brown
Lohman
A3
A2
A1
A3
A2
A1
6.480
6.480
6.480
6.480
6.480
6.480
532
533
402
697
788
814
8,21
8,23
6,20
10,76
12,16
12,56
15
14
14
20
25
29
0,23
0,22
0,22
0,31
0,39
0,45
7
6
5
7
14
8
0,11
0,09
0,08
0,11
0,22
0,12
926
927
059
756
653
623
85,94
86,65
88,83
81,53
78,80
78,83
Grade
A3
A2
A1
A3
A2
A1
Hatch
Jml
5569
5615
5756
5283
5106
5108
93,98
94,74
95,00
91,78
90,32
90,84
DIS
%
Jml
357
312
303
473
547
521
%
6,02
5,26
5,00
8,22
9,68
9,27
Culling
Jml
%
115
2,07
105
1,87
105
1,82
118
2,23
120
2,35
122
2,39
Female
Jml
%
2735 49,11
2766 49,26
2838 49,31
2588 48,99
2493 48,82
2474 48,43
Male
Jml
2719
2744
2813
2577
2493
2512
48,82
48,87
48,87
48,78
48,82
49,18
4.2. Pembahasan
4.2.1. Dari saat sebelum transfer
a. Infertil
Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan
fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang
dierami. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata presentase telur tetas yang
infertil yang di candling pada saat transfer yaitu untuk strain Isa Brown grade A3
adalah 8,21%, strain Isa Brown grade A2 adalah 8,23%, strain Isa Brown grade
A1 adalah 6,20%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 10,76%,
strain Lohman grade A2 adalah 12,16%, dan strain Lohman grade A1 adalah
12,56%.
Telur yang ditetaskan yang mempunyai infertil tertinggi adalah strain
Lohman grade A1 yaitu 12,56% dan paling rendah adalah Isa Brown A1 yaitu
6,20%, hal ini disebabkan oleh penanganan dan manajemen parent stock yang
menghasilkan telur tetas tersebut selama di Breeding Farm. Fertilitas telur tetas
dipengaruhi oleh ada tidaknya pejantan dan betina melakukan perkawinan. Jika
betina dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan itu fertil, sebaliknya jika
betina tidak sempat dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan infertil dan
tidak akan menghasilkan bibit.
Fertilitas diartikan sebagai presentase jumlah telur fertil berdasarkan
jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilisasi terjadi di infundibulum sekitar
15 menit sebelum ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviduct selama 30 menit
untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan
sperma dibantu oleh cilia dari oviduct, antiperistaltik otot, dan mortilitas sperma.
dilakukan supaya telur yang busuk tidak pecah di dalam mesin setter. Apabila
telur tersebut sempat meledak akan berpengaruh terhadap telur yang lain dan
menyebabkan mesin kotor.
c. HE yang layak
Dilihat pada Tabel 3 HE yang layak yang dihitung pada saat transfer yaitu
untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 85,94%, strain Isa Brown grade A2
adalah 86,65%, strain Isa Brown grade A1 adalah 88,83%. Sedangkan untuk
strain Lohman grade A3 adalah 81,53%, strain Lohman grade A2 adalah 78,80%,
strain Lohman grade A1 adalah 78,83%.
Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang layak ditetaskan
adalah Isa Brown A1 yaitu 88,83% dan paling sedikit adalah A2 Lohman yaitu
78,80%. Semakin banyak HE yang layak untuk ditetaskan maka semakin baik
pula produksi yang dihasilkan pada saat pullchick. Sebaliknya, semakin sedikit
HE yang layak ditetaskan semakin tidak efektif pula hasil penetasan tersebut.
4.2.2. Dari saat setelah transfer
a. DIS (Death In Sheel)
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang DIS (Death In
Sheel) yang dihitung pada saat pullchick yaitu untuk strain Isa Brown grade A3
adalah 6,02%, strain Isa Brown grade A2 adalah 5,26%, strain Isa Brown grade
A1 adalah 5,00%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 8,22%, strain
Lohman grade A2 adalah 9,68%, strain Lohman grade A1 adalah 9,27%.
Dari data di atas dapat dilihat bahwa telur tetas yang banyak mengalami
kematian dalam kerabang adalah strain Lohman grade A2 yaitu 9,68% dan yang
terendah adalah Isa Brown A1 yaitu 5,00%. Hal ini disebabkan oleh penanganan
dalam proses penetasan yang kurang tepat. Suhu dan kelembaban pada saat
pengeraman di mesin setter sangat berpengaruh bagi kelangsungan penetasan
yang baik. Apabila suhu terlalu tinggi maka kemungkinan akan matinya embrio
itu sangat tinggi. Begitu juga dengan kelembapan yang rendah maka embrio akan
mengalami dehidration.
Temperatur inkubasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting.
Temperatur yang tidak tepat akan menyebabkan rendahnya daya tetas. Dalam
mesin tetas tipe forced draft incubator, antara hari ke-1 sampai hari ke-18,
temperatur yang baik yaitu 99-100 F. Setelah hari ke-18, temperatur diturunkan
2-3 F (97-99 F). Bila inkubator akan dipergunakan, temperatur harus benarbenar konstan. Kelembapan yang baik dalam mesin tetas antara hari ke-1 sampai
hari ke-18 yaitu 50-60%, setelah hari ke-18 kelembaban dinaikkan menjadi 75%
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
b. Hatch (HE yang menetas)
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang menetas dihitung
pada saat pullchick yaitu untuk A3 adalah 93,98%, strain Isa Brown grade A2
adalah 94,74%, strain Isa Brown grade A1 adalah 95,00%. Sedangkan untuk
strain Lohman grade A3 adalah 91,78%, strain Lohman grade A2 adalah 90,32%,
strain Lohman grade A1 adalah 90,84%.
Dilihat dari data di atas data HE yang menetas pada saat pullchick yang
paling tinggi adalah dari strain Isa Brown grade A1 yaitu 95,00% dan paling
rendah adalah dari strain Lohman grade A2 yaitu 90,32%. HE yang menetas
bergantung pada jumlah HE yang infertil, explode, loss dan DIS, semakin banyak
jumlah HE yang tidak layak tetas maka makin sedikit HE yang menetas pada saat
pullchick, sebaliknya jika sedikit jumlah HE yang tidak layak maka HE yang
menetas dalam saat pullchick akan semakin banyak.
Keadaan fisik telur mempengaruhi daya tetas. Untuk mempertahankan
daya tetas telur maka keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan.
Bentuk telur dipengaruhi oleh faktor keturunan (Kartasudjana dan Suprijatna,
2010).
c. Culling
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC yang diculling yang
dihitung pada saat pullchick dan dihitung dari total hatch (yang ditetaskan setelah
transfer) yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 2,07%, strain Isa Brown
grade A2 adalah 1,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 1,82%. Sedangkan
untuk strain Lohman grade A3 adalah 2,23%, strain Lohman grade A2 adalah
2,35%, strain Lohman grade A1 adalah 2,39%.
Dari data di atas DOC yang paling banyak di culling adalah dari strain
Lohman grade A1 yaitu 2,39% dan yang paling rendah adalah strain Lohman
grade A2 dan A1 yaitu 1,82%. Menurut SOP Hatchery, DOC culling disebabkan
oleh suhu dan kelembaban dalam mesin tetas. Kemudian disebabkan juga oleh
kesalahan turning pada mesin. Adapun kesalahan turning (pemutaran telur)
diantaranya posisi turning yang tidak tepat, biasanya standar SOP Hatchery 45,
turning harus dilakukan sitiap 1 jam sekali. Kereta yang macet atau tidak bisa
turning juga berakibat terhadap DOC yang ditetaskan. Selanjutnya kesalahan pada
sistem listrik. Adapun jenis-jenis DOC culling di Hatchery Pekan Baru sebagai
berikut. Kulit telur, string navel, black navel, cacat, lumpuh, wetneck, sticky,
dehidration, small under grade, yellow navel, blody.
d. Female
Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC betina yang dihitung pada
saat pullchick dan dihitung dari total ditetaskan setelah transfer yaitu untuk strain
Isa Brown grade A3 adalah 49,11%, strain Isa Brown grade A2 adalah 49,29%,
strain Isa Brown grade A1 adalah 49,31%. Sedangkan untuk strain Lohman
grade A3 adalah 48,99%, strain Lohman grade A2 adalah 48,82%, strain Lohman
grade A1 adalah 48,43%.
Dari data di atas tingkat persentase telur tetas yang menghasilkan DOC
layer betina paling banyak adalah strain Isa Brown grade A1 yaitu 49,31% dan
yang paling rendah adalah strain Lohman grade A1 yaitu 48,43%. Persentase
jantan dan betina yang dihasilkan oleh suatu penetasan bergantung pada strain dan
grade dari telur yang ditetaskan. Hal ini berawal dari pemeliharan dan
pengelolaan dari peternak parent stock. Faktor genetik dan pakan juga
menentukan dari hasil produksi DOC. DOC betina sebaiknya lebih banyak dari
DOC jantan, karena hanya DOC betina yang bisa menghasilkan telur komsumsi.
DOC betina banyak dipelihara oleh peternak dibanding DOC jantan, karena lebih
menguntungkan. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi adalah strain, dan
dari faktor lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar adalah ransum.
Pemilihan strain merupakan salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar
pemeliharaannya berhasil (Ardiansyah dkk, 2012).
e. Male
Dilihat pada Tabel 4 persentase DOC jantan yang dihitung pada saat
pullchick dan dihitung dari total hatch (yang ditetaskan setelah transfer) yaitu
untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 48,82%, strain Isa Brown grade A2
adalah 48,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 48,87%. Sedangkan untuk
strain Lohman grade A3 adalah 48,78%, strain Lohman grade A2 adalah 48,82%,
strain Lohman grade A1 adalah 49,18%.
Dari data di atas yang paling banyak mengahsilkan DOC jantan adalah
dari strain Lohman grade A1 yaitu 49,18% dan yang paling rendah adalah
Lohman grade A2 dan Isa Brown A3 yaitu 48,82%. Seperti yang dijelaskan di
atas produksi DOC dipengaruhi oleh ransum dan lingkungan. Ada beberapa
peternak yang memelihara DOC jantan karena harga bibit yang murah serta
konversi ransum rendah, tetapi pertumbuhan lambat. Pada saat sekarang ini harga
pasaran DOC layer jantan adalah Rp. 1.400,- sedangkan harga DOC layer betina
adalah Rp. 4.900,- (SOP Hatchery, 2015).
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ternyata dari saat sebelum transfer data HE yang infertil, explode, loss, sampai
saat ditetaskan di mesin hatcher, strain Isa Brown dari grade A1 dengan berat
telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik.
2. Ternyata dari saat setelah transfer atau saat pullchick yang paling banyak
menghasilkan DOC betina juga dari strain Isa Brown grade A1 yaitu 49,31%.
Sedangkan yang terbanyak jantan adalah strain Lohman grade A1 yaitu
49,18%.
5.2. Saran
Seandainya perusahaan ingin mendapatkan produksi DOC betina layer
dengan jumlah yang lebih banyak, maka telur yang paling banyak ditetaskan
sebaiknya dari strain Isa Brown grade A1.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, dkk. 2012. Perbandingan performa dua strain ayam jantan tipe
medium
yang
diberi
ramsum
kmersial
broiler.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=97062&val=401
7 (Diunggah tanggal 16 Juni 2015).
Direktorat Jenderal Peternakan, 1982. Syarat-syarat teknis pada perusahaan
peternakan ayam bibit. Departement Pertanian. Jakarta
Kartasudjatna, R, Suprijatna. 2010. Manajemen ternak unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta. 124 hal.
Paimin, B. Farry. 2011. Mesin tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. 164 hal.
Rasyaf, M. 1991. Pengelolaan penetasan. Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta.
, M. 1995. Pengelolaan usaha peternakan ayam pedaging. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Riyanto, A. 2001. Sukses menetaskan telur ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sahlan, B. Pengaruh berat badan ayam ras petelur fase grower terhadap produksi
telur fase produksi.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4729
(Diunggah tanggal 22 Juni 2015)
Sarwono, B. 2002. Beternak ayam buras. Penebar Swadaya, Jakarta.
Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2015. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand
Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas telur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudaryani, T, Santosa. 2002. Pembibitan ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta.
159 hal.
Suharno, B. 2012. Agribisnis ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta. 92 hal.
Suprijatna, Kartasudjana. 2005. Ilmu dasar ternak unggas. Penebar swadaya,
Jakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak unggas. Kanisius, Yogyakarta. 151 hal.
Lampiran 1. Dokumentasi
Ruang penerimaan HE
Isa Brown A3
Isa Brown A1
Candling HE
Isa
Brown
Lohman A3
A2
Lohman A2
Lohman A1
Sett HE
Transfer HE
Setting HE
Break Out
Vaksin Inject
Debeaking
Vaksin spray
DOC betina
DOC Culling
Holding room
Hatcher
Setter
Ruang pullchick