Anda di halaman 1dari 50

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER )

BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1


PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1
PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH:

ANGGUN NURUL HAYATI


NBP. 1201372046

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH
2015
PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER )
BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1
PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1
PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

LAPORAN TUGAS AKHIR

OLEH:

ANGGUN NURUL HAYATI


NBP. 1201372046

Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya (A.Md)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH
2015
LAPORAN TUGAS AKHIR

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER )


BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1
PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1
PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

OLEH:

ANGGUN NURUL HAYATI


NBP. 1201372046

Menyetujui:

Ketua Jurusan
Budidaya Tanaman Pangan DosenPembimbing

Ir. Setya Dharma, M. Si Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si


NIP. 196010061987031003 NIP. 197904242004041002

Mengetahui,

Direktur Politeknik Pertanian


Negeri Payakumbuh

Ir. Gusmalini, M.Si


NIP. 195711101987032001
LAPORAN TUGAS AKHIR

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER )


BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1
PADA MESIN PASREFORM di HATCHERY 1
PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

OLEH:

ANGGUN NURUL HAYATI


NBP. 1201372046

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji Laporan Tugas Akhir
Program Studi Peternakan Jurusan Budidaya Tanaman Pangan
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh
Pada hari Rabu, tanggal 08 Juli 2015

TIM PENGUJI
No. Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Nilawati, S.Pt, MP Ketua

2. Ir. Nelzi Fati, MP Anggota

3. Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si Anggota


Alhamdulillahirabbilalamin atas segala nikmat iman,
Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah
Subhanahuwataalasehingga Penulis dapat menyelesaikan
laporantugasakhir ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan
dan suri tauladan Rasulullah Shallallahualaihiwasallam beserta
keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi
nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh
seluruh manusia di penjuru dunia.

Laporantugasakhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk


mendapat gelar AhliMadya (A.Md) dari Program Studi
PeternakanJurusanBudidayaTanamanPanganPoliteknikPertania
nNegeri Payakumbuh . Judul laporantugasakhir ini
adalahPERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER )
BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA
MESINPASREFORM di HATCHERY 1 PT.CHAROEN
POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua Orang tua
Ku. Untuk Papa Jasman dan Mama Gusniba Hendri yang telah
menjadi Orang tua terhebat sejagad raya, yang selalu
memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih
sayang serta doa yang tentu takkan pernahbisa Ku
balas.TanpapengorbanandanperjuanganmuberduaAkutakkanpern
ahsampaikedetikini.
UntukAdikkuAnggi Dwi Putri dan Agnes Chinti yang
sekarangsudahmulaiberanjakremaja, yang
selalumenjaditemanpenghiburdikalaKakakmu inibermuramdurja,
semogaprestasimuselalubaikdansegalacita-citamutercapai.

Terima kasih untukBang Taufik, Kak Lina yang sudah


mau menjadi teman sekaligus orang tua untukKu , , untuk KIA
dan ALIF cepat besar ya anak Ate. kalian adalah keluarga kedua
bagiku. Miss you..

Terima kasih kepada Bapak Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si


selaku pembimbing akademik atas segala ilmu, motivasi, nasehat,
dan bantuan yang telah diberikan sehingga Aku dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir ini, serta untuk seluruh staf
pengajar Program Studi Peternakan, terutama Ibu Nilawati, S.Pt,
MP dan Ibu Ir. Nelzi Fati, MP selaku dosen penguji.

Terima kasih untukteman-temanterdekatku Ade Sustia


Ningsih, Mutiara, RifkaUlyayang telah
banyakmembantudalammenorehkansebuahpengalamanhidup
yang luar biasaselama PKPM, dan juga untuk semuateman-
teman PTN ank2012 yang telah mengajarkan arti kekeluargaan,
tanggung jawab, dan kepedulian. Terima kasih banyak atas
segala kebersamaan dan waktu yang telah kalian berikan kepada
Ku selama ini. Sungguh Aku sangat senang sekali bisa menjadi
salah satu bagian dari kalian yang luar biasa. Semogakitasukses
di jalanmasing-masingAamiin...
Terima kasih juga Ku ucapkan kepada kakak tersayang
Merlita Haris Nasution yang sudah banyak membantu,
memotivasi dan menasehati Dedeknya ini heheheheheh...
Keberhasilan ini tak lepas juga dari orang yang selalu ada
dan selalu memotivasi dalam menyelesaikan LTA ini yaitu RIKI
FADLI , terimakasih banyak telah menemani dan mengisi hari-
hari ku selama ini.
You still here, in my heart......

Terima kasih yang terkhusus untuk Pimpinan dan semua


karyawan PT. Charoen Pokphand yang sudah mau menerima dan
membantu selama PKPM berlangsung.
Thank you all.........

dream come true, only you make it true...

By: Anggun Nurul Hayati


PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER )
BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESIN PASREFORM
di HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM
PEKANBARU

Oleh: Anggun Nurul Hayati

Dibimbing oleh
Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si

RINGKASAN

Industri peternakan berkembang sangat pesat karena merupakan sumber


utama kebutuhan daging dan telur. Perusahaan pembibitan merupakan salah satu
faktor penunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Oleh karena itu kontinuitas
produk harus terjaga dengan cara tersedianya bibit. Tersedianya bibit yang baik
apabila usaha penetasan berkembang dengan baik. Usaha peternakan tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya usaha penetasan yang baik. Usaha
penetasan telur ayam untuk menghasilkan anak ayam atau DOC (Day Old Chick)
merupakan salah satu usaha dibidang peternakan unggas, yang merupakan bagian
dari penyediaan bibit ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang
sangat penting. Keberhasilan dalam suatu unit penetasan dipengaruhi oleh telur
tetas, mesin tetas, tata laksana dan biosecurity.
Metode yang digunakan adalah dengan melihat perbandingan persentase
telur infertil, telur busuk, kematian dalam kerabang ( DIS ), DOC culling dan
DOC salable pada saat pullchick. Adapun yang dibandingkan adalah daya tetas
telur tetas grade A3, A2, A1 dari strain yang sama yaitu strain Ross.
Berdasarkan hasil yang diperoleh daya tetas tertinggi dihasilkan oleh telur
grade A1 dengan persentase 91,75 % dan yang terendah grade A2 dengan
persentase 91,11 %. Sedangkan untuk DOC hasil culling tertinggi adalah grade
A2 dengan jumlah 129 ekor dan persentase 1,72 %. Sedangkan yang paling
sedikit adalah grade A1 dengan jumlah 128 ekor dan persentase 1,65%. DOC
saleable (layak jual) terbanyak yaitu grade A3 dengan jumlah 7676 ekor dan yang
paling sedikitgrade A2 yaitu 7344 ekor .

Kata kunci: grade, telur tetas, daya tetas, strain ross.


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

dan menyusun Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul

PersentaseDOCSaleable danDOCCullingStrain Rossberdasarkan grade A3, A2

dan A1 di Hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya FarmPekanbaru. Penyusunan

laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan Diploma III di Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri

Payakumbuh.

Laporan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan, bantuan serta

doa, untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa

moril maupun materil.

2. Ibu Ir. Gusmalini, M.Si, selaku Direktur Politani Pertanian Negeri

Payakumbuh.

3. Bapak Ir. Setya Dharma, M.Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman

Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.

4. Ibu Muthia Dewi, S.Pt, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan.

5. Bapak Drh. Ulva Mohtar Lutfi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

6. Ibu dan Bapak Dosen yang telah memberi ilmu pengetahuan dalam

penyusunan laporan ini.


7. Bapak Rosetya Agung Nugroho selaku Manager di PT. Charoen Pokphand

Hatchery 1 Pekan Baru.

8. Bapak Isminardi selaku Supervisor Holding, Bapak Agustinus Indra

selaku Supervisor Setter dan Hatcher dan Bapak Aidil Maarif selaku

Supervisor Pullchick beserta semua karyawan, karyawati PT. Charoen

Pokphand Hatchery 1 Pekan Baru.

9. Abang Taufik, Kakak Lina, Alif, Kia, yang telah membantu serta

menghibur sewaktu pelaksanaan PKPM.

10. Saudari Mutiara, Ade, dan Rifka sebagai sahabat tim (PKPM) di PT.

Charoen Pokphand Hatchery 1 Pekan Baru.

11. Teman-teman Program Studi Peternakan angkatan 2012 yang telah

membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

12. Semua pihak yang telah terlibat dan ikut serta dalam membantu

penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

Disadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab

itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

penulisan laporan ini. Diharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Akhir kata penulis ucapkan Terima Kasih.

Tanjung Pati, 13 Agustus 2015

ANH
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan ......................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4


2.1. Penetasan .................................................................................... 4
2.2. Hatching Egg (HE) ...................................................................... 4
2.3. Mesin Tetas ................................................................................. 5
2.4. Manajemen Penetasan.................................................................. 6
2.5. Daya Tetas................................................................................... 9

III. METODE PELAKSANAAN .......................................................... 10


3.1. Waktu dan Tempat....................................................................... 10
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................ 10
3.2.1. Alat .................................................................................... 10
3.2.2. Bahan................................................................................ 10
3.3. Pelaksanaan ................................................................................. 10
3.3.1. Biosecurity dalam Hatchery ............................................... 11
3.3.2. Penerimaan HE dan seleksi telur tetas ................................ 11
3.3.3. Fumigasi dan penyimpanan telur tetas ................................ 12
3.3.4. Setting egg ......................................................................... 13
3.3.5. Preheat .............................................................................. 13
3.3.6. Periode pengeraman ........................................................... 14
3.3.7. Penimbangan weight loss (susut bobot) .............................. 16
3.3.8. Transfer dan candling telur tetas ........................................ 16
3.3.9. Manajemen mesin Hatcher................................................. 17
3.3.10.Pull chick .......................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 20

4.1. Hasil ............................................................................................ 20


4.2. Pembahasan ................................................................................. 21

V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 26

5.1. Kesimpulan ................................................................................. 26


5.2. Saran ........................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 28

LAMPIRAN ........................................................................................... 29
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Grade HE berdasarkan week of production Strain Ross ....................... 5


2. Persentase telur infertil, explode, loss,danjumlah telur
yang masuk dalam hatcher .................................................................. 20
3 Data DOC hasilculling, DIS, saleable, yellow naveldan hatchability ... 20
DAFTAR LAMPIRAN

LampiranHalaman

1. Dokumentasi ....................................................................................... 29
2. Daily report hatchability ..................................................................... 34
3. Sejarah perusahaan ............................................................................. 35
4. Denah ruang dalam Hatchery .............................................................. 37
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri peternakan berkembang sangat pesat karena merupakan sumber

utama kebutuhan daging dan telur. Perusahaan pembibitan merupakan salah satu

faktor penunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Oleh karena itu kontinuitas

produk harus terjaga dengan cara tersedianya bibit. Tersedianya bibit yang baik

apabila usaha penetasan berkembang dengan baik. Usaha peternakan tidak akan

berkembang dengan baik tanpa adanya usaha penetasan yang baik. Usaha

penetasan telur ayam untuk menghasilkan anak ayam atau DOC (Day Old Chick)

merupakan salah satu usaha dibidang peternakan unggas, yang merupakan bagian

dari penyediaan bibit ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang

sangat penting. Keberhasilan dalam suatu unit penetasan dipengaruhi oleh telur

tetas, mesin tetas, tata laksana dan biosecurity.Salah satuperusahaan yang

bergerakdibidang penetasan adalah PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm khususnya

Hatchery 1 PT Charoen Pokhpand Jaya Farm Pekanbaru.

Telur yang dapat ditetaskan adalah telur fertil atau yang lazim disebut

dengan telur tetas (hatching egg/HE). Telur tetas merupakan telur yang sudah

dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut

telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat

menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja. Secara umum

hanya telur berkualitas baik yang dipilih untuk diinkubasikan, ini berarti hanya

untuk telur yang bersih dan memiliki kerabang yang utuh saja yang layak untuk
ditetaskan. Telur yang kotor dan retak harus dikeluarkan dan tidak layak untuk

ditetaskan (Rahayu, Sudaryani dan Santosa,2011).

Oleh karena itu, diperlukan pembedaan telur bibit dari beberapa strain dan

grade untuk melihat persentase penetasan yang dihasilkan. Apabila terbukti hasil

persentase penetasan yang dihasilkan dari salah satu grade tertentu mencapai

angka yang bagus , maka perlu dikembangkan untuk lebih lanjutnya. Adapun HE

yang ada di perusahaan ini terdiri dari 6 grade yaitu HE dengan grade B1, B2, B3,

A1, A2, dan A3. Namun untuk pengambilan data LTA ini hanya memakai 3 grade

saja yaitu HE dengan grade A3, A2 dan A1. Yang mana diantara ketiga grade ini

akan dilihat persentase penetasan yang tertinggi.

Mesin yang digunakan di PT Charoen Pokphand ini adalah mesin

Jameswayproduksi Amerika Serikat yang terdiri dari 20 unit mesin setter dan 20

unit mesin hatcher .serta mesin Pasreform produksi Belanda terdiri dari 6 unit

mesin setter dan 6 unit mesin hatcher.Namun mesin yang dipilih untuk

pengambilan data yaitu mesin Pasreform.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untukmembuat Laporan

Tugas Akhir dengan judul Persentase hasil penetasan (DOC broiler)berdasarkan

gradeA3, A2 dan A1 pada mesin Pasreform di Hatchery 1 PT Charoen Pokphand

Jaya Farm Pekanbaru.


1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah dapat mengetahui

persentase hasilpenetasan dari HE grade A3, A2 dan A1.

Manfaat yang dapat diperoleh dari Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa

(PKPM) ini adalah dapat menambah pengalaman, meningkatkan keterampilan dan

mengetahui langkah-langkah yang dilakukan pada saat penanganan pasca

penetasan di hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru,

mulaidaripengumpulan DOC

sampaipengirimansehinggalebihmudahbilamengaplikasikannyadalamduniakerja.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penetasan

Penetasan adalah kegiatan pengeraman (setter) dan penetasan (hatcher)

HE untuk menghasilkan bibit ayam untuk keperluan sendiri atau untuk

diperjualbelikan (Dirjen Peternakan, 2008). Penetasan merupakan proses

perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak

ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan

(artifisial) menggunakan mesin tetas. Bagi beberapa spesies, penetasan secara

alami merupakan cara penetasan paling efisien. Namun, bagi ayam, kalkun, dan

itik, cara penetasan buatan lebih menguntungkan untuk tujuan ekonomis

(Suprijatna, Atmomarsono dan Kartasudjana, 2008).

Keberhasilan penetasan buatan tergantung banyak faktor, antara lain telur

tetas, mesin tetas, dan tatalaksana penetasan (Suprijatna et al., 2008). Walaupun

pada kondisi yang baik tetapi pada periode penyimpanan telur yang semakin lama

tersimpan yaitu lebih dari 6 hari sangat mempengaruhi daya tetas telur.

2.2. Hatching Egg (telur tetas)

Telur tetas merupakan telur fertil atau telah dibuahi, dihasilkan dari

peternakan pembibit, bukan dari peternakan ayam komersial, yang digunakan

untuk ditetaskan. Breeder farm merupakan faktor kunci dalam rangka

menghasilkan telur tetas yang berkualitas baik untuk menghasilkan anak ayam

sebagai bibit pedaging. Breeder farm harus mampu melaksanakan pemeliharaan

pembibit (breeder) untuk menghasilkan telur tetas yang sesuai karakteristik jenis

ayam yang dihasilkan. Ayam pembibit harus terbebas dari penyakit, kecukupan

nutrisi pakan dan menyediakan lingkungan dalam kandang yang nyaman untuk
terjaminnya perkawinan bagi ayam pembibit. Telur tetas yang digunakan harus

berkualitas baik, yaitu memiliki fertilitas yang tinggi dan daya tetas yang tinggi

pula.

Telur tetas di PT. Charoen Pokphand ini terbagi atas 6 grade dengan

masing-masing berat yang berbeda, seperti yang tertera pada Tabel 1 :

Tabel 1. Grade HE berdasarkan week of production Strain Ross

Minggu Grade Kategori/berat (gr)


0-2 B1 <45

1-3 B2 45-49,9

4-5 B3 50-54,9

6-10 A1 55-61,9

11-15 A2 62-68,9
16 up A3 >69
Sumber : SOP Hatchery, 2015

2.3. Mesin Tetas

Pada hakekatnya mesin tetas merupakan sebuah peti atau lemari dengan

konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas di dalamnya tidak

terbuang. Suhu di dalam ruangan mesin tetas dapat diatur sesuai ukuran derajat

panas yang dibutuhkan selama periode penetasan. Prinsip kerja penetasan dengan

mesin tetas ini sama dengan induk unggas.


Keberhasilan penetasan telur dengan mesin tetas akan tercapai bila

memperhatikan beberapa perlakuan sebagai berikut:

1. Telur tetas ditempatkan dalam mesin tetas dengan posisi yang tepat.

2. Panas (suhu) dalam ruangan mesin tetas selalu dipertahankan sesuai

kebutuhan unggas.

3. Telur dibolak-balik beberapa kali sehari pada saat-saat tertentu selama

proses pengeraman.

4. Ventilasi harus sesuai agar sirkulasi udara di dalam mesin tetas berjalan

dengan baik.

5. Kelembaban udara di dalam mesin selalu dikontrol agar sesuai untuk

perkembangan embrio dalam telur (Paimin,2002).

2.4. Manajemen Penetasan

Tata laksana penetasan yaitu suatu rangkaian kegiatan mulai dari persiapan

mesin tetas, pemasukan telur ke dalam mesin tetas, kegiatan rutin selama

penetasan, sampai pada pembersihan mesin tetas setelah penetasan(Suprijatna et

al., 2008).

Telur yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan segera dimasukkan

ke dalam mesin tetas. Namun, bila harus disimpan terlebih dahulu,

penyimpanannya harus benar dan di tempat yang memenuhi persyaratan

(Suprijatna et al., 2008). Sebaiknya temperatur ruang penyimpanan telur adalah

650F (18,30C) dan kelembaban ruang penyimpanan telur sekitar 75-80%

(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Menempatkan telur pada temperatur rendah,

seperti misalnya pada suhu pembekuan sebelum telur-telur dieramkan akan

merusak kehidupan untuk tujuan penetasan. Namun demikian, telur telur yang
disimpan pada temperatur 20-350C masih dapat berkembang terbatas, tetapi

kemampuan selanjutnya untuk tetap hidup sangatlah rendah. Meskipun pada

kondisi optimum, telur akan cepat turun daya tetasnya yang tinggi bila periode

simpan sebelumnya lebih lebih dari 7 hari (Blakely dan Bade, 1991).

Inkubator harus difumigasi terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk

mencegah timbulnya penyakit menular melalui penetasan. Bahan yang baik

dipergunakan dalam fumigasi adalah formalin 40% yang dicampur dengan

KmnO4 dengan dosis pemakaian sebagai berikut : 40cc formalin 40% + 20 gram,

digunakan untuk ruangan bervolume 2,83 m3 (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Selama proses penetasan harus diusahakan seminim mungkin adanya

mikroorganisme. Namun program desinfeksi kadang juga dapat menyebabkan

kematian embrio. Hal ini disebabkan oleh karena jenis desinfektan yang kurang

tepat, atau dosisnya yang terlalu tinggi, atau pelaksanaan desinfeksi yang tidak

benar. Jenis desinfektan yang banyak digunakan pada proses penetasan adalah

fumigasi dengan gas formaldehyde. Gas formaldehyde sangat efektif untuk

membunuh mikroorganisme, antara lain, bakteri gram +/-, virus, jamur bahkan

protozoa. Gas formaldehyde yang lazim diterapkan adalah dihasilkan dari

pencampuran kalium permanganate (KMnO4) dengan formalin (Mahfudz, 2006).

Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan (menggunakan mesin

tetas bila tersedia temperatur sekitar 95-1050F (35-40,50C) (Suprijatna et al.,

2008). Selama proses pengeraman dan penetasan, ventilasi memegang peranan

penting sebagai sumber oksigen untuk bernafas. Ventilasi juga menjadi kunci

penyeimbang antara kelembaban dan suhu. Jika ventilasi lancar maka kelembaban
bisa berkurang, namun jika ventilasi terhambat maka suhu mesin akan meningkat

(Hartono dan Isman, 2010).

Proses pengeraman dilakukan menggunakan mesin setter pada hari 18 hari

pertama. Pada mesin ini telur disusun menggunakan egg tray khusus dengan

posisi bagian tumpul telur diatas (Rahayu et al., 2011). Telur sebaiknya diputar

450 dengan total pemutaran 900 dan ini memberikan hasil yang memuaskan.

Jumlah pemutaran telur dalam inkubator cukup 3-4 kali perhari, sampai dengan

hari ke 18. Pemutaran ini dimaksudkan agar permukaan yolk (kuning telur) tidak

melekat pada membran kulit telur (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Candling adalah istilah yang digunakan untuk meneropong telur.

Tujuannya untuk mengetahui kondisi fertil (dibuahi oleh ayam jantan) atau

tidaknya telur (infertil).

Proses candling dilakukan dengan menggunakan sinar lampu, bila telur

dibuahi / fertil maka akan terlihat gurat-gurat darah tetapi jika tidak dibuahi, telur

akan terlihat bening. Candling biasanya dikerjakan pada hari terakhir telur berada

pada mesin inkubator (pengeram), yaitu umur 18 hari akhir atau awal 19 hari

(Rahayu et al., 2011). Frekuensi pemeriksaan / peneropongan telur selama

penetasan cukup tiga kali yaitu pada hari ke-5 atau ke-7, pada hari ke-14 dan pada

hari ke-3 sampai ke-2 menjelang telur menetas (Suprijatna et al., 2008).

Hatcher adalah tempat menyimpan telur yang sedang dieramkan dalam

mesin tetas mulai hari ke 19 sampai dengan hari 21 (Kartasudjana, 2001). Proses

hatching dilakukan dengan menggunakan mesin hatcher. Pada mesin ini telur

yang fertil diletakkan dengan posisi horisontal menggunakan nampan khusus

untuk troley hatcher. Mesin ini memerlukan suhu 98,80F dan kelembaban hari ke
19 sekitar 55-60% serta hari ke 20 21 kelembaban sekitar 80%. Pada mesin

hatcher tidak ada turning (Rahayu et al., 2011).

2.5. Daya Tetas

Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan

telur untuk menetas. Daya tetas dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama

membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan,

dan kedua membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang

fertil (dibuahi). Daya tetas sangat berpengaruh terhadap kualitas telur tetas. Faktor

yang mempengaruhi daya tetas (hatchability) adalah dari breeding farm sendiri

(nutrisi yang diberikan kepada induk, penyakit, infertilitas, kerusakan telur dan

penyimpanan) dan unit penetasan (higienitas, manajemen inkubasi, mesin setter

dan mesin hatcher). Daya tetas (hatchability) terjadi pada telurtelur tetas yang

mengalami penyusutan 10,90% -11,10% setelah 18 hari masa inkubasi diruang

setter (Sudaryani dan Santoso, 2002). Penyimpanan sampai hari ke-4 tidak begitu

mengurangi daya tetas telur, akan tetapi waktu penyimpanan lebih dari 4 hari

maka daya tetas telur ayam akan turun (Zakaria, 2010). Banyak faktor yang

mempengaruhi rendahnya daya tetas, antara lain cara atau metode penetasan,

pengaturan suhu inkubator, kebersihan telur, pengumpulan dan penyimpanan

telur, ukuran dan bentuk telur dan faktor-faktor lainnya.


III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) penulis laksanakan di Unit

Hatcery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru 1 yang beralamat di Jln.

Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi

Riau. Kegiatan magang dimulai pada tanggal 16 Maret s/d 31 Mei 2015.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan untuk fasilitas di Hatchery 1 adalah mesin setter

Pasreform, mesin hatcher Pasreform, alat kebersihan, alat candling, alat transfer

(vacum), alat pull chick,

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah textrol, clinafarm,formaline, forcent,

bromoquad,alkohol 70%,vaksin( Volvac ND Con.V, Bursaplex, Genta Ject 10%

untuk vaksin broiler dan Marexs untuk vaksin layer).

3.3 Pelaksanaan

Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengikuti semua kegiatan di

PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru Riau. Sedangkan untuk metode

pengambilan data, data yang sudah diperoleh dari perusahaan disusun kembali

sesuai dengan literatur tanpa mengubah data perusahaan.


3.3.1. Biosecurity dalam Hatchery

Biosecurity merupakan sebuahsistemuntukmencegah (meminimalisir)

kontakdenganagenpenyakitbaikklinismaupunsubklinisdengantujuanmengoptimalk

anproduksi. Adapun sistem biosecurity yang harus dilalui ketika akan masuk

kedalam area Hatchery adalah sebagai berikut:

a. Lapor petugas, mengisi buku kunjungan dan mendapat izin masuk

b. Memasuki dan melewati spray room, barang tidak tahan air disanitasi

dengan sinar UV pada box UV.Kendaraan masuk melalui car spray

c. Sanitasi kedua memasuki Hatchery dengan melepas pakaian, mandi dan

keramas

d. Menggunakan pakaian perusahaan

3.3.2. Penerimaan HE (hatching egg) dan seleksi telur tetas

Telur tetas yang diterima oleh unit Hatchery 1 Pekanbaru berasal dari farm

1 Patapahan, farm 2 Lipat kain, farm 3 Bangkinang. Penerimaan telur dimulai

ketika telur tetas yang diantar melalui mobil box pengantar telur datang di

hatcher, kemudian telur dibongkar diruang penerimaan HE. Telur yang diterima

dari farm ini sudah dibedakan antara farm flock, strain serta grade . Setelah

dibongkar HE difumigasi baru kemudian disusun diruang penyimpanan

berdasarkan farm flock, strain dan grade.

Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfudz (2006) yang menyatakan bawa

desinfeksi pada proses penetasan telur bukan hanya sebagai pelengkap pada

pembersihan mesin tetas, tetapi merupakan rangkaian sistem sanitasi dan memiliki

peran yang sangat penting untuk menekan perkembangan mikroorganisme dan

meningkatkan daya tetas telur. Hal ini dapat dimengerti, karena pada proses
penetasan, temperature pengeraman sangat sesuai dengan temperatur untuk

pertumbuhan mikroorganisme.

3.3.3. Fumigasi dan penyimpanan telur tetas

Fumigasi bertujuan untuk meminimalis dan mensterilisasi pertumbuhan

mikroorganisme yang berada pada telur terutama kerabang telur dan peralatan

pengangkutan seperti tray dan troly sebelum masuk ruang penyimpanan telur

colling room. Dosis yang digunakan yaitu 75 gram forcent + 150 ml formaline/5

m3. Gas yang terbentuk dari reaksiformalin dan forcent dalam ruangan diratakan

dengan kipas dengan tujuan agar dapat menjangkau seluruh sudut dan sela-sela

telur di dalam ruang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang

menyatakan bahwa fumigasi yaitu dua bagian larutan formalin dalam mililiter

dicampur dengan kristal KmnO4 dalam gram. Pada penetasan secara modern

untuk usaha komersial (hatchery), dosis fumigasi ini disesuaikan dengan besar-

kecilnya ruangan dan tujuannya.

Telur yang telah difumigasi dipindahkan ke dalam ruang penyimpanan.

Ruang penyimpanan berfungsi untuk peyimpanan telur tetas sementara sebelum

telur tetas masuk setter. Ruang penyimpanan tertutup rapat dan dilengkapi dengan

AC yang berfungsi menjaga suhu didalam ruang agar tetap sejuk sehingga selama

penyimpanan, telur tetas tidak mengalami perkembangan embrio serta

penyeragaman embrio dengan demikian diharapkan embrio akan menetas secara

serentak. Suhu di dalam ruang penyimpanan yaitu 16 18oC. Telur disimpan

didalam ruang penyimpanan telur selama 5 hari . Hal ini sesuai dengan pendapat

Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa penyimpanan ruang penetasan

yang baik yaitu ruang harus bersih, sejuk, suhu berkisar 18 oC, kelembaban 75-
80%, posisi ujung tumpul berada diatas, dan penyimpanan maksimal dua minggu.

Hartono dan Isman (2010) menyatakan bahwa daya tetas telur menurun sangat

cepat setelah berumur 7 hari, karena itu penyimpanan telur sebelum masuk

kedalam mesin tidak boleh melebihi umur tersebut.

3.3.4.Setting egg

Setting egg pada mesin setter yaitu kegiatan memasukkan telur tetas dari

ruang penyimpanan telur tetas yang telah disett pada troly dan memasukkan

dalam mesin inkubator (setter). Telur yang telah dimasukkan kemudian pintu

ditutup dan melakukan pengecekan turning untuk mengetahui bahwa tidak ada

tray dalam troly dalam yang masih kurang tepat dan mengetahui mesin

turningberjalan normal. Setting telur dilakukan 4 kali dalam satu minggu yaitu

hari minggu, senin, rabu dan kamis yang dilakukan oleh petugas mekanik.

3.3.5Preheat

Preheat merupakan perlakuan yang diberikan kepada HE sebelum

dimasukkan ke dalam mesin setter dengan tujuan mencegah shock temperatur

karena perpindahan dari lingkungan dingin ke lingkungan panas, serta untuk

menaikkan temperatur HE agar sewaktu dimasukkan kedalam mesin setter tidak

menyebabkan turunnya temperatur mesin terlalu lama.

Preheat ditujukan agar telur ketika mulai dieramkan suhu telur suhunya

tidak meningkat terlalu drastis dan embrio dalam telur tidak shock dengan

lingkungan mesin setter yang hangat sehingga perlu penyesuaian dikondisikan

dengan suhu ruangan. Temperatur yang digunakan selama preheat adalah 28 s/d

36 C selama 12 s/d 18 jam.Waktu yang dibutuhkan untuk proses preheat yaitu 18

jam.
Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), jika telur tetas akan

dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan dimasukkan ke dalam mesin tetas

maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi atau pengembunan pada

permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelembapan yang tinggi dan

temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titik-titik air ini perlu dihilangkan

karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang dapat menyebabkan

rusaknya telur dan menurunkan daya tetasnya. Kondensasi dapat dihilangkan

dengan cara sebagai berikut.

a. Mengurangi kelembapan penyimpanan sesaat sebelum telur dikeluarkan.

b. Meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan agar menguap dengan cepat.

Menurut SOP Hatchery Pekan Baru 1, sebelum masuk ke dalam mesin

tetas, telur harus mengalami pemanasan dulu pada temperatur 28C dalam jangka

waktu 4 jam harus tercapai. Preheat dilakukan selama 12-24 jam dengan tujuan

untuk merangsang pertumbuhan embrio. Jika telur dari ruang penyimpanan

langsung dimasukkan ke dalam mesin tetas akan segera turun. Hal ini akan

menyebabkan telur yang telah berada dalam mesin tetas menjadi lambat menetas.

3.3.6. Periode pengeraman

Masa pengeraman dalam mesin setter dilakukan selama 18 hari dengan

temperatur dan kelembabanyang diatur secara otomatis oleh mesin melalui bok

panel mesin. Suhu selama proses pengeraman harus senantiasa konstan sesuai

dengan standar suhu yang ditetapkan oleh perusahaan dan dicek setiap 4 jam agar

suhu dan kelembaban tetap terkontrol. Pengaturan temperatur di mesin setter

merk Pasreform ini berdasarkan target temperatur output yang diukur setiap pagi
hari sekali, dimana target temperatur output yang mesti dicapai tertera sebagai

berikut:

- 24 jam sebelumtransfer 100,0/ 100,1 F

- 1 jam sebelumtransfer 100,1/ 100,2 F

- 5 jam sesudahtransfer 99,8/ 99,9 F

- 24 jam sesudahtransfer 99,8/ 99,9 F

- daily (harian) 99,8/ 99,9 F ( SOP Hatchery, 2015 )

Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al. (2011) yang menyatakan

bahwa suhu dan kelembaban pada mesin inkubator harus dijaga agar tetap stabil,

suhu yang ideal berkisar 99,5 - 1000F.

Selama masa pengeraman mesin secara otomatis akan melakukan turning

atau pemutaran telur setiap satu jam sekali dengan kemiringan sudut sebesar 450

dengan posisi telur ujung tumpul di atas .

Arah pemutaran atau turning telur tetas yaitu ke kanan dan kekiri

sehingga satu kali putaran penuh sudut putarnya sebesar 45. Pemutaran telur

bertujuan untuk meratakan suhu dan kelembaban pada seluruh permukaan yang

diterima telur tetas sehingga tidak terjadi penempelan embrio pada kerabang yang

diakibatkan dari suhu yang tidak merata. Pemutaran telur secara otomatis oleh

mesin dilakukan sampai umur 18 hari selama proses pengeraman. Hal ini sesuai

dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) yang menyatakan bahwa

posisi dan pembalikan telur selama inkubasi sangat penting dilakukan untuk

memperoleh daya tetas yang tinggi. Posisi telur selama inkubasi, sebaiknya bagian

tumpul diletakkan disebelah atas. Telur sebaiknya diputar 45 0 dengan total

pemutaran 900 dan ini memberikan hasil yang memuaskan. Jumlah pemutaran
telur cukup 3-4 kali per hari, sampai hari ke-18. Pemutaran telur ini dimaksudkan

agar permukaan yolk tidak melekat pada membran kulit telur.

3.3.7. Penimbangan weight loss (susut bobot)

Weight lossadalahkehilanganbobottelur yang terjadiselama 18 hari HE

diinkubasididalammesinsetter.Sehingga HE yang telah berumur 18 hari ditimbang

lagi berat telurnya. Rumus mengukur weight lost adalah sebagai berikut:

Weight lost = beratawal beratakhir 100%


beratawal

Menurut SOP Hatchery standarweight loss yang baikadalah 12 s/d

14%.Pada kegiatan pengukuran weight lost, sampel diambil pada kereta setter

kanan, rak nomor 22 dan pada kereta setter kiri pada rak nomor 67 (data

ditimbang pada waktu setting, transfer dan pullchick).

3.3.8. Transfer dan candling telur tetas

Transfer merupakan kegiatan yang dilakukan untuk transit HE dari mesin

setter ke mesin hatcher pada umur 444 jam. Pada saat transfer ini diculling HE

yang infertil, busuk, kosong dan HE yang explode. Untuk HE yang infertil

disusun pada tray yang kemudian pada konsumen yang membeli untuk pakan

ternak.Pada mesin Jamesway telur yang dilakukan transfer yaitu bagian belakang

mesin setter karena telah berumur 444 jam sedangkan bagian depan telur yang

masih baru (SOP Hatchery, 2015).

Telur hasil candling yang infertil langsung dimusnahkan. Telur tetas yang

busuk, dikumpulkan dalam tong untuk dibuang ditempat pembuangan yang telah

disediakan. Telur yang sudah dilakukan candling dipindahkan kedalam hatcher

dilanjutkan untuk proses penetasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et

al.(2011) yang menyatakan bahwa proses candling dilakukan diluar mesin tetas,
setelah terpisah antara telur fertil dan infertil maka telur fertil dimasukkan

kedalam mesin tetas. Candling dilakukan pada umur telur 4-7 hari dalam mesin

dan diulang lagi menjelang dipindahkan ke mesin hatcher.

3.3.9. Manajemen mesin hatcher

Mesin hatcher merupakan mesin penetas HE dari umur 18,5 s/d 21 hari.

Pengaturan sett point temperatur hatcher adalah 97,8 s/d 94 F dengan tingkat

humidity 50 s/d 76 %.Di dalam hatcher HE tidak lagi mengalami turning. Sanitasi

ruang hatcher yang sedang beroperasi juga sangat penting, yaitu dilakukan

dengan menggunakan larutan formalin 50 % sebanyak 1 liter dengan dosis

pemberian 2 kali perhari. Setelah 3 hari lamanya HE di dalam hatcher, maka HE

akan menetas menjadi anak ayam. Jika 95 % sudah menetas, maka siap dilakukan

kegiatan pullchick.

Pada 3 hari terakhir menjelang telur menetas ini kadar kelembaban yang

diberikan dinaikkan dari biasanya, karena apabila kelembaban rendah akan

menyebabkan anak ayam sulit untuk memecah kulit telur karena lapisan kulit

menjadi keras dan berakibat anak ayam melekat atau lengket diselaput bagian

dalam telur dan akhirnya mati.

3.3.10. Pull Chick

Pull chick merupakan suatu rangkaian kegiatan dimulai dari pengeluaran

DOC dari hatcher, pemindahan DOC dari bok plastik pada troly ke dalam bok

karton yang telah dirakit dan memisahkannya dari sisa-sisa proses penetasan

(cangkang telur dan telur yang tidak menetas) lalu diteruskan dengan proses

grading dan seleksi.


Kegiatan Pull chick dilakukan 4 kali dalam satuminggu bersamaan dengan

waktu setting yaitu pada hari senin, selasa, kamis dan jumat. Pengeluaran DOC

dari dalam hatcher menuju ruang pullchick oleh mekanik. Suprijatna et al. (2008)

menyatakan bahwa anak ayam yang menetas jangan tergesa-gesa dikeluarkan dari

mesin tetas. Biarkan dahulu sampai bulunya kering dan dapat berdiri tegak untuk

mencegah terjadinya cacat. Setelah dikeluarkan dari mesin tetas, tempatkan anak

ayam pada bok atau kotak kardus yang telah dipersiapkan. DOC yang siap di

lakukan seleksi setelah proses pullchick.

Adapun tahapan proses yang dilakukan selama kegiatan pullchick adalah

sebagai berikut:

a. Persiapan sebelum pullchick

Yaitu mempersiapkan box DOC yang sudah dirakit, kemudian

membersihkan shellpad, ruang DOC dan mengecek blower.

b. Kegiatan selama pullchick

Kereta hatcher ditarik dan dikeluarkan dari mesin hatcher selanjutnya

dibawa ke ruang DOC untuk segera digrading.

c. Grading

Seleksi anak ayam yang baru menetas merupakan pemisahan antara anak

ayam dengan kualitas baik dan yang tidak baik, untuk selanjutnya anak ayam

yang tidak baik akan diafkir (Suprijatna et al., 2006). Seleksi terhadap DOC yang

dihasilkan sangat perlu dilakukan supaya mortalitas ayam broiler rendah, lebih

mudah dikelola, menghemat biaya pengobatan, dan keuntungan yang diperoleh

lebih baik.
Grading DOC berdasarkan:

1. DOC saleable, yaitu DOC yang mempunyai nilai jual dengan kriteria:

mata jernih bersinar, bulu, paruh, dan kaki berwarna kuning cerah,

navel atau pusar menutup sempurna, serta gerakan fisik lincah dan

seragam.

2. Yellow navel, yaitu DOC yang masih mempunyai nilai jual, tetapi

termasuk kategori second production dengan harga jual rendah.

Kriteria yang termasuk DOC YN adalah DOC yang bagian pusarnya

berwarna kuning. Biasanya pertumbuhan yang diberikan DOC ini

tidak sebaik DOC salable.

3. DOC culling, yaitu DOC yang dikeluarkan dan tidak mempunyai daya

jual. Kriteria DOC ini adalah DOC yang cacat, lumpuh, black navel

(adanya gumpalan hitam pada bagian pusar), dehidrasi, bloody

(berdarah), string navel (tali pusar), wet neck, under grade (ukuran

sangat kecil) dan bulu keriting.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Data infertile, explode, lossdan jumlah telur yang ditetaskan

Tabel 2. Persentase telur infertil, explode, lossdan jumlah telur yang masuk
hatcher
Strain Total Infertil Explode Loss Jumlah telur yang
dan Sett masuk hatcher
Grade
Jml % Jml % Jml % Jml %

RS 9600 990 10.31 60 0.63 22 0.23 8528 88.83


A3

RS 9600 1270 13.23 105 1.09 23 0.24 8202 85.43


A2

RS 9600 1050 10.94 50 0.52 23 0.24 8477 88.30


A1

Data DOC hasil culling, DIS, saleable, yellow naveldan hatchability

Tabel 3. Persentase DOC culling, DIS, saleable, yellow navel dan hatchability
Jumlah
Strain telur Culling DIS Saleable YN Hatchability
dan yang
Grade masuk
hatcher Jmlh % Jmlh % Jmlh % Jmlh % Jmlh %
RS
8528 129 1.65 723 8.47 7676 98.34 8 0.10 7805 91.52
A3

RS
8202 129 1.72 729 8.88 7344 98.27 6 0.08 7473 91.11
A2

RS
8477 128 1.64 699 8.24 7650 98.35 6 0.07 7778 91.75
A1
Catt: Hatchability dihitung dari jumlah telur yang masuk mesin hatcher
4.2. Pembahasan

1. Telur Infertil

Data telurinfertil yang didapat selama proses PKPM berlangsung yaitu

10.31% grade A3, 13.23% grade A2, dan 10.94% pada grade A1. Dari data

tersebut dapat dilihat persentase telur infertil paling tinggi pada grade A2.

Hal ini disebabkan oleh penanganan dan manajemen parent stock yang

menghasilkan telur tetas tersebut selama di Breeding Farm. Fertilitas telur tetas

dipengaruhi oleh ada tidaknya pejantan dan betina melakukan perkawinan. Jika

betina dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan itu fertil, sebaliknya jika

betina tidak sempat dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan infertil dan

tidak akan menghasilkan bibit.

Fertilitas diartikan sebagai persentase jumlah telur fertil berdasarkan

jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilisasi terjadi di infundibulumsekitar

15 menit sebelum ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviductselama 30 menit

untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan

sperma dibantu oleh cilia dari oviduct, antiperistaltik otot, dan mortilitas sperma.

Telur infertil adalah telur yang tidak ada bibit di dalamnya. Mengetahui telur

yang infertil atau fertil dilakukan terlebih dahulu proses pengeraman baik

menggunakan induk ayam maupun dengan menggunakan mesin tetas. Kemudian

dilakukan proses candling pada umur pengeraman 4, 8, 12, dan 18 hari. Tetapi

pada PT. Charoen Pokphand proses candling hanya dilakukan pada hari ke 18,

yaitu pada proses transfer dari mesin setter ke hatcher. Alasan perusahaan

melakukan candling pada hari ke 18 untuk penghematan waktu dan biaya tenaga

kerja.
2. Telur Explode

Telur explode adalah telur yang busuk karena proses pembusukan yang

terjadi di dalam mesin setter pada saat proses pengeraman. Ini disebabkan oleh

temperatur dan kelembaban di dalam mesin yang tinggi. Dapat dilihat pada Tabel

2persentase telur explodegrade A3 yaitu 0,63%, grade A21.09 % dan A1 0.52 %.

Parli, 2013 menyatakan bahwa standar telur explodeuntuk satu kali produksi

adalah 10 %.

Faktor yang menyebabkan telur explode diantaranya adalah pengaruh

kebersihan telur, kelembaban pada mesin tetas dan suhu yang fluktuasi.Selain

suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap telur explode adalah

keseragaman berat telur karena berat telur yang berbeda akan membutuhkan suhu

dan kelembaban yang berbeda.

3. Loss (HE yang hilang)

Loss merupakan telur yang busuk dan explode (meledak) yang telah dibuang

pada saat masa pengeraman. Tabel 2 menunjukkanpersentase HE yang loss

(hilang) pada grade A3 0,23%, grade A2 0,24% dan grade A1 0,24%. Hal ini

disebabkan oleh adanya telur yang meledak atau busuk pada saat masih berada di

dalam mesin setter, sehingga telur ini harus dibuang agar telur yang lain tidak

terkontaminasi . Selain itu proses setting juga sangat berpengaruh, karena apabila

setting tidak dilakukan dengan hati-hati maka telur bisa saja terjatuh dari kereta.
4. DOC Culling

DOC culling, yaitu DOC broiler yang dikeluarkan dan tidak mempunyai

daya jual. Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentaseDOC culling telur grade

A3 129 ekor dengan persentase 1,65 %, grade A2 129 ekor dengan persentase

1,72 %, dan grade A1 128 ekor dengan persentase 1,64 %. Adapun kriteria DOC

ini adalah cacat, lumpuh, black navel (adanya gumpalan hitam pada bagian pusar),

dehidrasi, bloody (berdarah), string navel (tali pusar), wet neck, under grade

(ukuran sangat kecil) dan bulu keriting (SOP hatchery, 2015).Hal ini disebabkan

oleh pengaturan sett point mesin hatcher, DOC yang tidak mampu keluar dari

cangkang akibat kurang nutrisi dari induk, tingginya temperatur sehingga DOC

lengket pada cangkang, embrio yang mati dalam cangkang.

5. DIS (Dead In Shell)

Dead in shell adalah bibit yang mati dalam cangkang pada saat proses

penetasan atau bibit yang tidak bisa keluar dari cangkang pada proses penetasan.

Karena suhu dan kelembaban tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga penguapan

tidak sempurna. Tabel 2 menunjukkan persentase DIS grade A3 8,47 %, grade

A2 8,88 %, dan grade A1 8,24 %. Rusandih (2001) menyatakan kebanyakan

embrio (telur itik)yang ditetaskan ditemukan mati antara hari ke-22 sampai ke-27

selama inkubasi. Pada telur ayam DIS ini biasanya terjadi pada hari ke-18 sampai

hari ke-20. Hal ini disebabkan karena kesalahan posisi selama berkembang

sehingga menghambat embrio tersebut keluar dari kerabang.


6. DOC Saleable (layak jual)

DOC saleable, yaitu DOC broiler yang mempunyai nilai jual.Tabel 2

menunjukkan jumlah dan persentase DOC saleablegrade A3 yaitu 7676 ekor

dengan persentase 98,34%, grade A2 7344 ekor dengan persentase 98,27 dan

grade A1 7650 ekor dengan persentase 98.35 %. Adapun kriteria DOC saleable

sebagai berikut : mata jernih bersinar, bulu, paruh, dan kaki berwarna kuning

cerah, navel atau pusar menutup sempurna, serta gerakan fisik lincah dan seragam

serta memiliki berat >47 gram grade A3, 42-46.9 gram grade A2 dan 37-41.9

gram grade A1 (SOP Hatchery,2015)

Dari data diatas dapat dilihat grade yang menghasilkan DOC saleable

terbanyak adalah grade A3 yaitu sebanyak 7676 ekor. Hal ini dikarenakan ukuran

telur yang besar maka DOC yang dihasilkan akan besar pula. Yang mana

konsumen lebih banyak menginginkan atau menyukai DOC yang memiliki

ukuran besar.

7. Yellow Navel (YN)

Yellow navel adalah DOC yang masih mempunyai nilai jual, tetapi

termasuk kategori second production dengan harga jual yang rendah. Tabel 2

menunjukkan jumlah dan persentase DOC yellow navel telur grade A3 yaitu 8

ekor dengan persentase 0,10 %, grade A2 6 ekor dengan persentase 0,08 % dan

grade A1 6 ekor dengan persentase 0,07 %. Adapun kriteria DOC yellow navel

ini adalah DOC yang bagian pusarnya berwarna kuning.


8. Daya Tetas

Daya tetas merupakan persentase telur yang menetas dari sejumlah telur yang

fertil. Daya tetas sangat dipengaruhi oleh jumlahdead embryo, dimana semakin

tinggi jumlahdead embryo maka daya tetas yang diperoleh akan semakin rendah.

Pada tabel 2 dapat dilihat rata-rata persentase daya tetas telur grade A3 91,52 %,

telur grade A2 91,11 %, telur grade A1 91,75 % . Persentase daya tetas di PT

Charoen Pokphand Jaya Farm ini sudah menunjukkan angka yang baik.

Daya tetas dipengaruhi oleh baik buruknya manajemen yang diterapkan pada

hatchery, pemeliharaan breeding yang baik dan sanitasi atau biosecurity yang

baik pula. Daya tetas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pembibitan dan penetasan.

Faktor dari perusahaan pembibitan diantaranya breeding, produksi telur, umur

induk dan tata laksana pemeliharaan meliputi kondisi kandang dan ransum.

Faktor yang berpengaruh terhadap daya tetas dari penetasan adalah suhu dan

kelembapan pada colling room, prose pre warm, suhu dan kelembapan pada setter

maupun hatcher dan sanitasi serta biosekurity yang diretapkan pada hatchery.

Sudaryani dan Santoso (2002) berpendapat bahwa, faktor yang mempengaruhi

daya tetas adalah dari breeding farm (nutrisi induk, penyakit, infertilitas,

kerusakan telur dan penyimpanan) dan unit penetasan (higienitas, manajemen

inkubasi, mesin setter, mesin hatcher).


V.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Telur tetas yang memiliki HE infertil yang terbanyak adalah HE grade A2

persentase 13.23 % . Sedangkan yang paling sedikit adalah HE grade A3

dengan persentase 10.94 %.

2. Telur tetas yang memiliki persentase explode tertinggi adalah grade A2 dengan

persentase 1.09 %. Sedangkan yang terendah adalah grade A1 0.52 %.

3. Telur yang memiliki loss terbanyak adalah grade A2 dan A1 dengan persentase

0.24 %. Sedangkan paling sedikit grade A3 yaitu 0,23 %.

4.Telur tetas yang memiliki persentase DOC culling tertinggi adalah telur grade

A2 dengan persentase 1.72 % dan yang terendah telur grade A1 dengan

persentase 1.64%.

5.Telur tetas yang memiliki DIS terbanyak adalah gradeA2 dengan persentase

7,59 %. Sedangkan yang paling sedikit grade A1 yaitu 7.28 %.

6. Telur tetas yang memiliki DOC salable terbanyak adalah telur grade A3

dengan jumah 7676 ekor dan yang paling sedikit telur grade A2 dengan jumlah

7344 ekor.

7. Telur tetas yang memiliki daya tetas tertinggi adalah telur grade A1 dengan

persentase 91,75 %, sedangkan yang paling rendah grade A2 dengan

persentase 91,11 %.
5.2. Saran

Mencapai keberhasilanpenetasan telur tetas hal yang perlu diperhatikan

adalah penanganan yang baik terhadap telur tetas terutama dalam pemilihan

grade, sertapengaturan temperatur dalam inkubator yang sangat mempengaruhi

keberhasilan penetasan.
DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J. dan Bade, D.H. 1991. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Direktorat Jenderal (Dirjen) Peternakan. 2008. Petunjuk Teknis Pelaporan


Pembimbitan Ayam Ras. Jakarta.

Hartono, T. dan Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. PT.
Agromedia Pustaka, Jakarta.

Kartasudjana, R. 2001. Penetasan Telur. Direktorat Pendidikan Kejuruan, Jakarta

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Mahfudz, L. D. 2006. Hidrogen Peroksida Sebagai Pengganti Gas Formaldehyde


Pada Penetasan Telur Ayam. Jurnal Protein.

Paimin, B. Farry. 2002. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Rahayu, I., T. Sudaryani, dan H. Santosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha PeternakanAyamPedaging.


GramediaPustakaUtama, Jakarta.
Rusandih. 2001. Susut Tetas dan Jenis Kelamin Itik Mojosari Berdasarkan
Klasifikasi Bobot Badan dan Indeks Telur. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Standar Operasional (SOP) Hatchery. 2015. Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand
Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau.

Sudaryani, T dan H. Santoso. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya,


Jakarta.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar swadaya, Jakarta.

Zakaria, M. A. S. 2010. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras


Terhadap Fertilitas, Daya Tetas Telur Dan Berat Tetas. Jurnal Agrisistem.
Lampiran 1. DOKUMENTASI

Penerimaan HE Penyimpanan HE di Holding

Uniformity Penimbangan Weight Lost

Sett HE Jamesway Sett HE Pasreform


Proses preheat Proses transfer Jamesway

Proses transfer Pasreform Pencucian kereta setelah transfer

Penulisan label customer Perakitan box


Penempelan segel disamping box Grading DOC

Debeaking DOC layer Vaksinasi Inject

Vaksinasi spray Packing box DOC


DOC box polos (YN) Box DOC broiler salable

Box DOC layer betina Box DOC layer jantan

Delivery DOC
Telur Grade A3 Telur Grade A2

DOC salable DOC hasil culling


Lampiran 2. Daily Report Hatchability

Jumlah HE
yang masuk
Strain Infertil Explode Loss Culling DIS
Total dalamHatcher
dan
setting
grade
Jmlh % Jmlh % Jmlh % Jmlh % Jmlh % Jmlh %
RS A3 9600 990 10.31 60 0.63 22 0.23 8528 88.83 129 1.65 723 8.47

RS A2 9600 1270 13.23 105 1.09 23 0.24 8202 85.43 129 1.72 729 8.88

RS A1 9600 1050 10.94 50 0.52 23 0.24 8477 88.30 128 1.64 699 8.24

Catt :

Persentase infertil, explode dan loss dihitung berdasarkan total setting.

Persentase culling, DIS dan saleable dihitung berdasarkanjumlah HE

yang masuk dalam Hatcher.

Persentase Yellow navel dihitung berdasarkan jumlah saleable.

Persentase Hatchability dihitung berdasarkan jumlah culling dan

saleable.
Lampiran 3. Sejarah perusahaan

PT. Charoen Pokphan Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru merupakan


anak perusahaan dari PT. Charoen Pokphan Group, sebuah perusahaan besar di
Thailand yang bergerak di berbagai bidang peternakan. Perusahaaan ini masuk ke
Indonesia pada tahun 1972 dengan mendirikan pabrik pertama kali di ancol,
Jakarta dengan nama PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Guna memenuhi
kebutuhan DOC di Indonesia, maka didirikanlah hatchery dengan nama PT.
Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru Riau, yang sampai
sekarang perusahaan ini masih aktif berproduksi dan memenuhi kebutuhan DOC
broiler dan layer untuk wilayah Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Hatchery Pekanbaru terletak di Jln.
Siak 2 Km. 16 desa Umban Sari Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Fasilitas
yang disediakan perusahaan ini adalah mess staff dan karyawan, kantor
administrasi, pos security, area parkir, kantin, bengkel, kantor utama, mushola,
lapangan olahraga serta ruangan biosecurity. Terdapat 2 jenis mesin penetasan di
hatchery ini, yaitu 20 unit mesin inkubasi (setter) Jamesway dan 6 unit mesin
Pasreform.

Struktur organisasi di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Hatchery


Pekanbaru yaitu dipegang oleh posisi manager, dimana manager membawahi
supervisor, teknisi, koorlap (koordinasi lapangan) dan bidang personalia.
Supervisor terdiri dari empat orang yaitu supervisor holding room, supervisor
setter, supervisor mekanik, dan supervisor pullchick. Setiap supervisor memiliki
tanggung jawab masing-masing sesuai dengan bidang dan penempatannya.

Aktivitas semua karyawan dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul
17.00 WIB dengan waktu istirahat dimulai pada pukul 12.00 WIB sampai pukul
13.00 WIB. Masing-masing karyawan memiliki libur berdasarkan bagian kerja
masing-masing. Karyawan di hathery ini rata-rata lulusan SMA atau SMK
dengan gaji yang disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) daerah
setempat. Hatchery unit Pekanbaru memiliki beberapa ruangan yang mempunyai
fungsi berbeda. Ruangannya terdiri dari ruangan penyimpanan telur (holding
room), ruang fumigasi, ruang preheat, ruang setter dan hatcher, ruang pullchick,
gudang box, ruang pencucian alat-alat, kantor, dan mushola.
Lampiran 4.DenahruangdidalamHacthery

Ruang HE infertil Delivery

Ruang HE infertil Delivery


RuangCuci

RuangCuci Hatcher21-25 Transfer


room
Hatcher21-25 Transfer
Hatcher 1-5 Hatcher6-10
room Ruang DOC
Hatcher 1-5 Hatcher6-10
Ruang DOC
Setter 21-26 Gudang
Setter 1-5 Setter 6-10 Box
Setter 21-26 Gudang
Setter 1-5 Box

RuangMekanik
Fumigasi
Holding Room Spray Gudang Gudang Fumigasi
Kantin Room Box Room
Room Office Barang
RuangMekanik
Fumigasi
Penerimaan
Fumigasi
Kantin Room
Holding Room Spray Room
Room Office
Keluar Penerimaan
Penerimaan Masuk
HE Keluar
Penerimaan Masuk
HE

Anda mungkin juga menyukai