Disusun Oleh :
Mudliatul Husna
24030115130125
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
NIM : 24030115130125
Lokasi Perusahaan/Instansi :
Telah diseminarkan :
Mengetahui Menyetujui
NIM : 24030115130125
Lokasi Perusahaan/Instansi :
Telah diseminarkan :
Mengetahui Menyetujui
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan dengan judul “
VERIFIKASI ALAT HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
DENGAN STANDAR GLIFOSAT DAN PARAQUAT UNTUK ANALISIS
RESIDU PESTISIDA”
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini ditulis sebagai bukti bahwa penulis telah
menempuh mata kuliah Praktek Kerja Lapangan yang wajib dilaksanakan bagi
mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Sains dan Matematika. Praktek Kerja
Lapangan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dan
menerapkan ilmu pengetahuan secara teoritis yang didapat dibangku perkuliahan
dengan praktek secara nyata di lapangan.
Praktek Kerja Lapangan ini terlaksana berkat bimbingan, arahan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui Laporan Praktek Kerja Lapangan ini
penulis menyampaikan terimakasih kepada :
Dalam penyusunan dan penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan ini penulis
menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun guna penyempurnaan
laporan PKL ini. Harapannya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Mudliatul Husna
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus
sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat
yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup
berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan
untuk hidup dan bergerak (Jenny, 1953). Pencemaran tanah dapat terjadi akibat
masuknya benda asing misalnya senyawa kimia buatan manusia ke tanah dan
mengubah suasana/lingkungan asli tanah sehingga menyebabkan penurunan
kualitas tanah.
Pestisida telah digunakan secara luas untuk mencegah dan memberantas
hama selama penanaman dan perawatan setelah pemanenan pada komoditas
pertanian dan perkebunan. Di Indonesia, terjadi peningkatan penggunaan pestisida
yaitu pada tahun 2006 tercatat sebanyak 1.557 formulasi pestisida yang terdaftar
meningkat menjadi 2.628 pada tahun 2010. Padahal, penggunaan pestisida dapat
meninggalkan residu yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan,
menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, dan menghambat perdagangan
(Chen et al., 2011; Departemen Pertanian, 2011). Pestisida digunakan berkali-kali
selama waktu pertumbuhan dan kadang tetap digunakan pada saat menjelang panen
untuk meningkatkan hasil panen dan meningkatkan kualitas (Rhandawa et al.,
2006). Penggunaan pestisida yang berlebihan menjadi sumber pencemaran pada
bahan pangan, air dan lingkungan hidup. Akibatnya residu yang ditinggalkan secara
langsung maupun tidak langsung mengganggu kualitas tanah, air bahkan sampai ke
tubuh manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan terhadap penggunaan
pestisida melalui pemenuhan nilai BMR (Batas Maksimum Residu) sehingga dapat
menjamin keamanan pangan dengan cara membatasi kadar residu pestisida pada
komoditas pangan.
Pestisida jenis organofosfat adalah senyawa yang toksik karena
mempengaruhi sistem saraf dengan cara mengacaukan kerja enzim yang meregulasi
asetilkolin, yaitu suatu neurotransmitter yang diperlukan agar saraf kita dapat
bekerja secara normal. Pada umumnya pestisida organofosfat termasuk dalam
insektisida. Pestisida ini tidak persisten baik di lingkungan maupun dalam makhluk
hidup, termasuk pada tanaman. Didalam tubuh organofosfat berikatan dengan
enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan penumpukan asetilkolin
pada syaraf (Achmadi, 2008 dan Sartono, 2002). Asetilkolin yang tertimbun dalam
susunan syaraf pusat akan mengakibatkan tremor,inkoordinasi, kejang, dan lain-
lain. Dalam system syaraf autonom akumulasi ini menyebabkan diare, urinisasi
tanpa sadar, bronkokonstriksi dan miosis. Profenofos merupakan salah satu jenis
insektisida organofosfat dengan batas maksimum residu sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia yaitu 2 mg/kg. Profenofos dilaporkan dapat menyebabkan
kerusakan genetic pada kultur limfosit darah perifer manusia, menginduksi kelainan
kromosom dalam sel somatic pada mencit jantan dan memberikan efek genotoksik
dan histopatologik pada tikus (Fatma et al., 2007). Akibatnya, untuk memperoleh
kadar pestisida yang efektif diperlukan penyemprotan dengan frekuensi yang
meningkat.
QuEChERS (Quick, Easy, Cheap, Effective, Rugged, and Safe) adalah salah
satu pengembangan teknik ekstraksi yang sesuai untuk preparasi sampel
multiresidu. Teknik ini memiliki keunggulan kemudahan dan kecepatan karena
berupa kit, sesuai untuk issue “green laboratories” karena tidak memerlukan pelarut
organik banyak, dan dapat digunakan untuk semua jenis pestisida yang lazim
digunakan dalam pertanian. Jika telah diperoleh metode preparasi sampel yang
optimal maka harus dilakukan validasi metode analisis sebelum dapat digunakan
dalam analisis rutin di laboratorium.
Sedangkan untuk mencapai kadar yang sangat kecil tersebut digunakan
metode kromatografi seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
atau Gas-Chromatography (GC). Metode GC lebih disukai dalam analisis pestisida
karena mampu mencapai sensitivitas tinggi selain HPLC. GC juga dilengkapi
dengan detektor yang sangat selektif seperti MS (Mass Spectrometry)
(Skoog,1997). Disamping itu GC tidak memerlukan sistem pelarut mahal
dibandingkan HPLC.
Melihat fakta di atas maka urgensi/keutamaan penelitian ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan terhadap tersedianya metode analisis cemaran multi-residu
pestisida dalam bahan pangan yang mudah dan cepat yang siap pakai. Pada
penelitian ini akan dilakukan pengembangan metode analisis multi-residu pestisida
pada sampel tanah dengan menggunakan metode QuEChERS GC-ECD. Pestisida
yang digunakan dalam penelitian ini pestisida organofosfat.
1.2 Rumusan Masalah
2.1 Profil
Melaksanakan penelitian emisi, mitigasi dan absorsi Gas Rumah Kaca dari
pertanian, serta pencemaran lingkungan dan penanggulangannya di lahan pertanian.
2.3.2 Fungsi
2.5 Fasilitas
2.5.1 Laboratorium Gas Rumah Kaca (Lab. GRK)
Laboratorium Gas Rumah Kaca (GRK) Balingtan adalah salah satu
laboratorium yang dimiliki Balingtan dengan fasilitas laboratorium dan
fasilitas penunjang lapang yang modern. Beberapa alat yang terdapat di
Laboratorium Gas Rumah Kaca, diantaranya adalah :
Klorpirifos Fenvalerat
Parathion Sihalotrin
Propenofos
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah proses dimana suatu metode ditetapkan
melalui serangkaian uji laboratorium untuk menjelaskan bahwa karakter
penampilan metode tersebut memenuhi persyaratan untuk penerapan metode yang
dimaksut (Gandjar dan Rohman,2007)
5. Metode baku untuk menegaskan dan mengkonfirmasi bahwa metode itu sesuai
untuk penggunaan yang dimaksudkan (Riyanto,2014)
2. Apabila metode yang selama ini sudah rutin, direvisi untuk suatu pengembangan
atau diperluas untuk memecahkan suatu permasalahan analisa yang baru
3. Apabila hasil QC menunjukkan bahwa metode yang sudah rutin tersebut berubah
terhadap waktu (QC charts)
𝑠𝑏
LOD = 3 x 𝑏
1. Keterulangan (Repeatability)
Presisi antara merupakan bagian dari presisi yang dilakukan dengan cara
mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji dengan alat, waktu, analis yang
berbeda, namun dalam laboratorium yang sama.
3. Ketertiruan(Reproducibility)
𝑆𝐷
Rumus 1 : % RSD = x 100%
𝑋
∑(𝑥−𝛸)2
Rumus 2 : SD = √ 𝑁−1
Keterangan :
N : Jumlah ulangan
Uji linieritas dilakukan dengan suatu seri larutan standar yang terdiri dari
minimal empat konsentrasi yang berbeda dengan rentang 50-150 % dari kadar analit
dalam sampel. Parameter hubungan kelinieran yang digunakan yaitu koefisien
korelasi (r) dan koefisien determinasi (R) pada analisis regresi linier y = bx + a (b
adalah slope, a adalah intersep, x adalah konsentrasi analit dan y adalah respon
instrumen). Koefisien determinasi adalah rasio dari variasi yang dijelaskan terhadap
variasi keseluruhan. Nilai rasio ini selalu tidak negatif sehingga ditandai dengan
R2. Koefisien korelasi adalah suatu ukuran hubungan linier antara dua set data dan
ditandai dengan r. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a = 0 dan r = +1
atau -1 merupakan hubungan yang sempurna, tanda + dan - bergantung pada arah
garis. Tanda positif (+) menunjukkan korelasi positif yang ditandai dengan arah
garis yang miring ke kanan, sedangkan tanda negatif (-) menunjukkan korelasi
negatif yang ditandai dengan arah garis yang miring ke kiri (Spiegel, 1988).
Contoh penentuan daerah kerja atau daerah linier yaitu penentuan kadar Cu dengan
AAS:
1. Buat deret larutan kerja 0,05; 1; 2; 3; 4; 6; 8 dan 10 mg/L yang diencerkan dari
larutan induk 1000 mg/L (SRM tertelusur ke NIST)
Uji ini dilakukan dengan membuat satu seri larutan standar yang terdiri dari
4 konsentrasi yang bertingkat. Larutan standar diukur 7 kali diperoleh nilai
absorbansi. Nilai absorbansi dirata-rata sehingga diperoleh data konsentrasi versus
absorbansi rata-rata sehingga dibuat kurva hubungan antara absorbansi versus
konsentrasi. Hasil pengujian linieritas penentuan kadar nikel dalam natrium
hidroksida dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 : Kurva Kalibrasi larutan standar Ni
3.2.4.Akurasi
Accuracy adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Accuracy dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Accuracy dapat ditentukan
melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode
penambahan baku (standard addition method) (Riyanto,2014).
Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil
yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk recovery
adalah tidak boleh lebih dari 5% (Riyanto,2014).
𝐶1−𝐶2
% Perolehan kembali (recovery) = x 100
𝐶3
Akurasi merupakan derajat ketepatan antara nilai yang diukur dengan nilai
sebenarnya yang diterima (Gary, 1996). Akurasi merupakan kemampuan metode
analisis untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai
replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin
akurat metode tersebut (Khan, 1996). Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap
konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 4
(Harmita,2004)
[𝐶] 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙+𝑠𝑝𝑖𝑘𝑒−[𝐶]𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Recovery (%) = [𝐶]𝑠𝑝𝑖𝑘𝑒
x 100%
𝑠𝑏
LOQ = 10 x dimana Sb : Simpangan baku ; b : slope/kemiringan
𝑏
(Riyanto,2014).
3.3 Pestisida
3.3.1 Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari
bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang dimaksud
hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit
tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing
yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain serta mikroorganisme atau virus yang
digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6 tahun 1995)
2. Memberantas rerumputan.
10. Pestisida berperan ganda yaitu pestisida yang berperan untuk membasmi
1. Racun Kontak
Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga sasaran
lewat kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh serangga tempat
pestisida aktif bekerja.
Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat sistem
pernapasan.
3. Racun Lambung
Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk
ke dalam organ pencernaannya.
4. Racun Sistemik
Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan herbisida.
Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman akan
terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat
membunuh hama yang berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri.
Pada insektisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan atau menghisap
cairan tanaman yang telah disemprot.
5. Racun Metabolisme
Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses metabolismenya.
6. Racun Protoplasma
Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.
Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang disebut
bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama pembunuh organisme
pengganggu dan bahan ramuan (inert ingredient), (Wudianto R, 2010). Beberapa
jenis formulasi pestisida sebagai berikut :
3.4 Organofosfat
Organofosfat adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik terhadap
binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal, cicak, dan mamalia.
Pestisida ini mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan
kelumpuhan.Organofosfat dapat menghambat aktifitas enzim cholinesterase yang
mempunyai peranan penting pada transmisi saraf. Senyawa organofosfat adalah
kelompok insektisida yang paling banyak digunakan di dunia. Organofosfat tidak
persisten atau bioakumulasi di lingkungan. Senyawa organofosfat pertama dikenal
pada tahun 1854, namun karena sifatnya yang toksik maka senyawa ini baru muncul
kembali pada tahun 1930-an. Tetraethyl pyrophosphate (TEPP) adalah insektisida
organofosfat yang pertama kali digunakan (Minton and Murray, 1988).
3.5 Profenofos
3.6 Klorpirifos
(struktur)
3.7 Diazinon
(struktur)
Diazinon pertama kali terdaftar di Amerika Serikat pada tahun 1956 sebagai
insektisida organofosfat, akarisida, dan nematisida. Diazinon merupakan jenis
insektisida organofosfat yang digunakan untuk pertanian dan non pertanian (rumah
dan taman). Diazinon adalah insektisida non-sistemik yang diaplikasikan pada
buah-buahan, tanaman hortikultura, kentang, padi, tebu, tembakau, dan lain-lain.
Sifat fisik dan kimia diazinon yaitu tidak mempunyai warna, mempunyai tekanan
uap 8,25 x 10-5 mmHg pada suhu 25 ºC, memiliki rumus molekul C12H21N2O3PS
dengan berat molekul 304,36 g/mol, tingkat kelarutan dalam air 40 mg/L pada
suhu 25 ºC dan memiliki koefesien penyerapan tanah (KOC) sebesar 2,28
(Christensen et al., 2009). Diazinon mempunyai nama dagang Diazinon,
Spectracide, dan Basudin.
3.8 Tanah
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak
bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik.Tanah sangat vital peranannya
bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan
dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah
yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan
tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian
besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak (Jenny, 1953).
Ilmu yang mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu
tanah.Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan
air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.Komposisi tanah
berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan
bagian dari tanah (Jenny, 1953).
Tanah berasal dari pelapukanbatuan dengan bantuan organisme, membentuk
tubuh unik yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai
''pedogenesis''. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang
terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap horizon
menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang telah
dilalui tubuh tanah tersebut (Jenny, 1953).
Tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami
modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia),
dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu.
Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan
dapat dilakukan klasifikasi tanah. Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan
yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang
ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode tersier dan kebanyakan
terbentuk dari masa Pleistosen (Jenny, 1953).
Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-
organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral.
Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap
bahan organik yang terdegradasi (Jenny, 1953).
Tanah organik berwarna hitam dan merupakan pembentuk utama lahan
gambut dan kelak dapat menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki
keasaman tinggi karena mengandung beberapa asam organik (substansi humik)
hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok tanah ini biasanya miskin
mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi jaringan
makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat fisik gembur
(sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena memiliki keasaman
tinggi sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil terbatas dan di bawah
capaian optimum (Jenny, 1953).
Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel
pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel
pembentuk tanah: pasir, lanau (debu), dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh
pasir, tanah lempungan didominasi oleh lempung. Tanah dengan komposisi pasir,
lanau, dan lempung yang seimbang dikenal sebagai geluh (loam)(Jenny, 1953).
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna
tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning,
hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan
warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian
(leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran
bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses
pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran
mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya
disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi, warna yang berbeda terjadi
karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif
menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan
suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau
warna yang terkonsentrasi (Anonim b, 2014).
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari
komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari
tiga fase: fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang
antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini.
Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi
perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran
kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang
cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi
semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori (Anonim
b, 2014).
Pencemaran tanah terjadi akibat masuknya benda asing (misalnya senyawa
kimia buatan manusia) ke tanah dan mengubah suasana/lingkungan asli tanah
sehingga terjadi penurunan kualitas tanah. Pencemaran dapat terjadi karena
kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial;
penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan
sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau
limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang
langsung dibuang ke tanah secara sembarangan (illegal dumping)(Anonim b, 2014)
1. Recovery tinggi (>85%) dicapai untuk polaritas yang luas dan volatilitas
berbagai pestisida termasuk analit yang sulit.
2. Sangat akurat (benar dan tepat) hasil yang dicapai
3. Throughput / kualitas pengerjaan sampel tinggi, sekitar 10 sampel
dimungkinkan selesai sekitar 30-40 menit
4. Penggunaan hanya sedikit pelarut
5. Dapat melakukan tanpa banyak pelatihan atau keterampilan teknis
6. Metodenya sangat baik karena pembersihan ekstrak dilakukan untuk
menghilangkan asam organic
7. Biaya reagen dalam metode sangat murah
8. Hanya sedikit perangkat yang diperlukan untuk persiapan sampel
3.10.3 Kolom
Pada bagian inilah terjadinya pemisahan komponen dari cuplikan. Secara
umum kolom yang lebih Panjang dapat memisahkan lebih baik, namun waktu
analisisnya lebih lama. Semakin kecil diameter dalam, semakin baik pemisahannya.
Kolom dibuat spiral untuk menghemat tempat , kolom berisi fase diam dan tempat
fase gerak akan lewat didalamnya sambal membawa sampel. Secara umum terdapat
2 jenis kolom yaitu kolom terpaket( pcked column ) umumnya terbuat dari glass
atau stainless steal coil dengan Panjang 1-5 m dan diameter kira-kira 5 mm. kolom
kapiler lebih menyerupai pipa dengan ruang yang sempit serta memiliki diameter
dalam sebesar 0.3-0.5 mm.
3.10.4 Termostat
Thermostat memiliki 3 macam fungsi yaitu : mengatur suhu secara terpisah
pada injector port, kolom dan detector. Pengaturan suhu sangat penting karena
pemisahan sangat dipengaruhi suhu dalam kolom sehingga suhu dalam kolom
diatur oleh thermostat agar tidak mengganggu pemisahan. Ada 2 cara mengatur
suhu kolom : isothermal dimana suhu diatur selama analisis, temperature program
dimana suhu diatur selama rentang waktu analisis.
3.10.5 Detektor
Detector adalah alat untuk menunjukkan dan mengukur jumlah komponen
yang dipisahkan oleh gas pembawa. Alat ini akan mengubah analit yang telah
terpisahkan dan dibawa oleh gas pembawa menjadi sinyal listrik yang proporsional.
Oleh karena itu alat ini tidak boleh memberikan respon terhadap gas pembawa yang
mengalir pada waktu yang bersamaan. Kuat lemahnya sinyal bergantung pada laju
aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas penunjang. Range
suatu detector dinyatakan sebagai sinyal terbesar yang teramati dibagi sinyal
terlemah yang masih terdeteksi dan masih memberikan respon yang linear. Detector
harus terletak dekat kolom baik untuk menghindarkan kondensasi cairan maupun
dekomposisi sampel sebelum mencapai detector (Khopkar,1990)
3.10.6 Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detector menjadi bentuk
kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif
dan kuantitatif.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Pengeringan Sampel
Sampel tanah dibuat menjadi 2 ukuran yaitu 0,5 mm dan 2 mm. Sampel tanah
ditumbuk pada lumpang porselen dan diayak dengan ayakan ukuran lubang 2 mm.
Sampel tanah hasil ayakan disimpan dalam plastic yang sudah diberi kode sampel.
Selanjutnya sampel tanah yang berukuran 0,5 mm yang lolos dari ayakan 2 mm
diambil untuk kemudian disimpan dalam plastic yang sudah diberi kode sampel.
Lumpang , ayakan dan alat-alat lainnya harus bersih sebelum dipakai untuk contoh
berikutnya.
3.Penyimpanan Sampel
4.Penimbangan Sampel
10 gram sampel tanah ukuran 0,5 mm ditimbang sebanyak 3 kali. Jadi ada
tiga sampel tanah yang sama yang akan di analisis residu pestisida profenofos
(dilakukan pengulangan 3 kali).
4.2.2 Ekstraksi Sampel
Sampel tanah 10 gram kemudian dimasukkan kedalam botol Teflon 50 ml.
Kemudian sampel dibuat menjadi larutan sampel 1 ppm dengan menambahkan
larutan standar mix profenofos 100 ppm, klorpirifos 100 ppm dan diazinon 100
ppm(masing-masing tabung berisikan 10 gram sampel tanah, 0,1 ml larutan standar
profenofos 0,1 ml standar klorpirifos dan 0,1 ml standar diazinon dan dilarutkan
dalam 9,7 ml pelarut aseton). Campuran dikocok dengan shaker selama 30 menit.
Setelah dishaker sampel ditambahkan dengan 4 gram Na2SO4 dan 4 gram NaCl, lalu
dikocok selama 1 menit. Botol Teflon dimasukkan dalam tabung sentrifuge dan
disentrifuge selama 4 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Hasil dari sentrifuge
disaring menggunakan kertas saring, setelah itu filtrat hasil penyaringan dipipet
sekitar 1,5 ml dan dimasukkan kedalam botol vial dan diberi kode. Sampel siap
dianalisis dan diukur menggunakan GC (Gas Chromatography). Penginjekan 1
sampel membutuhkan waktu 20 menit.
Program : GC Solution
Kolom : Rtx-5
Mode :Splitless
Oven : Suhu dibuat tetap
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian,
bahan pangan, pakan hewan maupun pada tanah dan air pada area pertanian , baik
sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini
mencakup senyawa turunan pestisida seperti senyawa hasil konversi,metabolit,
senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat memberikan pengaruh
toksikologis (Komisi Pestisida, 1997). Residu pestisida tersebut kadang-kadang
masih ditemukan sampai saat hasil pertanian mengalami proses selanjutnya atau
bahkan sampai saat dikonsumsi. Besarnya residu pestisida yang ditemukan dalam
tanaman tergantung pada dosis, jumlah dan interval aplikasi, factor-faktor
lingkungan fisik yang memengaruhi dekomposisi pestisida, jenis tanaman yang
diperlakukan, formulasi dan cara aplikasinya, jenis bahan aktif dan sifat
fitokimianya serta saat aplikasi terakhir sebelum hasil tanaman dipanen. Residu
pestisida masih mempunyai potensi untuk menimbulkan keracunan terhadap
manusia dan organisme bukan sasaran lainnya, tergantung dari besarnya residu ,
sifat fitokimia, sifat bioakumulatif dan toksisitasnya maka keracunan yang
ditimbulkan dapat bersifat akut maupun kronis. Dampak negative yang dapat
ditimbulkan oleh residu pestisia terhadap kesehatan manusia selain karsinogenik
(kanker) adalah menimbulkan EDs( Endocrine Disrupting Pesticides) yakni dapat
memengaruhi metabolism steroid, fungsi tiroid, spermatogenesis, hormone
gonadotropik, aktifitas oestrogenik dan aktifitas anti-androgenik. Maka, dibeberapa
negara telah diberlakukan peraturan perundang-undangan mengenai residu
pestisida. Negara-negara maju telah menetapkan Batas Maksimum
Residu(Maximum Residu Limit = MRL) pestisida dalam berbagai komoditas
pertanian. Nilai batas maksimum residue rat kaitannya dengan nilai konsumsi
harian yang diterima (Acceptable Daily Intake = ADI). Nilai ADI sangat ditentukan
oleh pola konsumsi masyarakat suatu negara. Maka seyogyanya setiap negara
memiliki nilai MRL dan ADI sendiri. Karena berbagai keterbatasan dari banyak
negara maka FAO dan WHO telah memprakarsai penyusunan pedoman mengenai
nilai MRL dan ADI dari berbagai jenis pestisida dalam berbagai macam komoditas
pertanian.
a. Metode untuk residu tunggal, artinya hanya satu jenis residu pestisida yang
hendak dicari dari satu sampel. Metode ini untuk pengujian residu satu
pestisida tertentu dalam berbagai sampel
b. Metode multi residu yang bertujuan untuk mengetahui sebanyak mungkin
jenis residu pestisida yang terdapat dalam satu sampel.
a. Recovery tinggi (>85%) dicapai untuk polaritas yang luas dan volatilitas
berbagai pestisida, termasuk analit yang sulit
b. Sangat akurat (benar dan tepat) hasil yang dicapai
c. Throughput/kualitas pengerjaan sampel tinggi, sekitar 10 sampel
dimungkinkan selesai sekitar 30-40 menit
d. Penggunaan hanya sedikit pelarut
e. Metodenya sangat baik karena pembersihan ekstrak dilakukan untuk
menghilangkan asam organic
f. Hanya sedikit perangkat yang diperlukan untuk persiapan sampel.
Dalam metode Quechers ini tidak melalui proses pemurnian (Clean Up),
sehingga sampel tanah yang sudah di ekstraksi dan sudah tersaring langsung
dilakukan pengukuran/ analisis menggunakan kromatografi gas.
Ekstraksi adalah tahap awal analisis sampel, pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi menggunakan metode Quechers ini adalah aseton. Pelarut yang digunakan
harus pelarut organic yang mudah menguap. Persyaratan pelarut untuk analisis
residu pestisida adalah:
Residu pestisida yang terdapat dalam sampel biasanya dalam jumlah sangat
kecil dalam orde ppm (part per million), ppb (part per billion) bahkan ppt (part per
trillion). Karena itu diperlukan alat yang cukup sensitive yang dapat mendeteksi
jumlah pestisida sekecil itu. Alat yang biasa digunakan untuk menganalisis residu
adalah kromatografi gas. Dengan menggunakan detector khusus alat ini dapat
mendeteksi residu pestisida sampai 1 nanogram bahkan sampai 100 pikogram.
Detector yang digunakan dalam analisis ini adalah detector penangkap electron
(Electron Capture Detector- ECD). Detektor lain yang biasa digunakan dalam
analisis residu adalah detector nyala api (Flame Photometry Detector-FPD) untuk
residu pestisida yang mengandung unsur fosfor dan sulfur. Dan detector ionisasi
nyala (Flame Ionization Detector-FID) untuk residu pestisida yang mengandung
unsur fosfor dan nitrogen.
Gas pembawa yang digunakan dalam analisis ini adalah gas Nitrogen. Jenis
gas pembawa yang digunakan harus sesuai dengan tipe detector dan tujuan analisis.
Gas harus memenuhi syarat diantaranya : gas sesuai dengan detector yang
digunakan, inert,kering dan murni. Jenis-jenis gas pembawa yang umum digunakan
pada analisis residu pestisida memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Berikut tabel
jenis-jenis gas pembawa yang umum digunakan:
Fase gerak
Fase diam
Gas pembawa
Dll
Proses validasi metode dilakukan untuk memastikan bahwa metode analisis yang
digunakan telah memenuhi tujuannya, artinya data yang dihasilkan adalah benar
dan dapat dipercaya. Validasi terhadap suatu metode Analisa menjadi factor penting
karena hanya metode Analisa yang telah dibuktikan validitasnya maka hasil
pengukurannya bias dipertanggung jawabkan dan dapat dipergunakan sebagai
landasan dalam perhitungan berikutnya. Parameter-parameter validasi metode
diantaranya adalah linearitas, selektivitas, akurasi, presisi, LOD, LOQ. Namun
dalam analisis residu pestisida kali ini hanya menentukan linearitas, akurasi dan
presisi dari suatu metode.
1. Uji Liniearitas
Validasi metode penetapan kadar diawali dengan uji liniearitas dan
pembuatan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara
respon instrument berupa luas area kurva dari analit terhadap konsentrasi
dari analit. Suatu kurva kalibrasi yang baik akan menghasilkan nilai
koefisien relasi (r) mendekati 1, yang artinya peningkatan luas area kurva
analit berbanding lurus dan sigifikan dengan peningkatan konsentrasinya.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap 6 seri konsentrasi
standar profenofos, klorpirifos dan diazinon (1; 0,8; 0,6; 0,4; 0,2; 0,1 ppm).
Hubungan antara konsentrasi profenofos, klorpirifos , diazinon dengan luas
area yang dihasilkan ditunjukkan oleh kurva kalibrasi pada gambar :
Kurva Kalibrasi
60000
y = 45845x + 1935
50000 R² = 0.9962
40000
Area
30000
20000
10000
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (ppm)
Kurva Kalibrasi
12000
Area
y = 10278x + 283.77
10000 R² = 0.9992
8000
6000
4000
2000
0
0 0 0 1 1 1 1
Konsentrasi (ppm)
80000
Area
60000
40000
20000
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (ppm)
Pada uji liniearitas hubungan antara konsentrasi dengan luas area puncak diperoleh
nilai koefisien korelasi (r) untuk profenofos sebesar 0,9962 untuk klorpirifos
sebesar 0,9988 dan untuk diazinon sebesar 0,9992 yang artinya dari ketiga kurva
tersebut menunjukkan koefisien korelasi mendekati satu, hal ini menandakan ketiga
kurva tersebut memenuhi syarat sehingga dapat digunakan untuk menghitung
konsentrasi profenofos, klorpirifos dan diazinon pada sampel tanah yang dicemari
pestisida profenofos, klirpirifos dan diazinon.