Anda di halaman 1dari 32

“ANALISIS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR

KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR”

USULAN PENELITIAN

DISUSUN OLEH
YULIANA
E10012216

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015

i
PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan
seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang
sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Pengajuan Judul “ Analisa Usaha Ayam Petelur di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur .

Dalam penyusunan Laporan ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-
besarnya kepada mereka, kedua orang tua yang telah memberikan dukungan,
moril, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi penulis.

Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini
bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah
yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak
meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan
akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar
proposal ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Ma. Sabak Barat, Oktober 2015


Penulis

ii
Abstrak

Penelitian ini dilakukan di Desa Allakkuang Kecamatan Maritengngae


Kabupaten Sidrap dengan mengambil sampel sasaran pada usaha peternakan
oleh Bapak Nasrudi di Desa Allakkuang Kecamatan Maritengngae di Kabupaten
Sidrap. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis besarnya biaya produksi
yang digunakan dalam usaha peternakan ayam petelur, (2) Menganalisis
keuntungan yang didapatkan dari  usaha peternakan ayam petelur. (3)
Menganalisis profitabilitas dari  usaha peternakan ayam petelur. Penelitian
termasuk dalam penelitian adalah studi kasus, dengan menggunakan analisis
deskriptif. Data penelitian yang diambil adalah data kuantitatif, berupa data
primer dan data sekunder dari peternakan. Data tersebut meliputi data produksi
telur ayam dan biaya-biaya produksi yang dikeluarkan usaha peternakan. Hasil
penelitian diperoleh bahwa Total Modal Rp.514.715.000, Total Biaya Produksi
Rp.1.319.570.900, Total Penerimaan Rp.1.548.096.664, Pembayaran Pajak
Rp.1.300.000, Keuntungan Kotor  Rp.228.525.764 dan Keuntungan
BersihRp.227.225.764.  Kesimpulan yang dapat diambil yakni usaha peternakan
ini  dapat menjalankan kegiatan operasional perusahaan karena jumlah
keuntungan yang didapatkan tergolong tinggi. Sebagai saran diharapkan
peternakan tersebut berusaha untuk meminimalkan biaya produksi dari
pemberian gaji bagi tenaga kerja yang harus disesuaikan dengan standar gaji
sebesar Rp.500.000/bulanserta meningkatkan jumlah penjualan produk telur dan
hasil sampingan lainnya supaya tingkat keuntungan yang didapatkan menjadi
lebih tinggi.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


PRAKATA .................................................................................................. ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Singkat..................................................................................... 4
2.2. Jenis ...................................................................................................... 5
2.3. Manfaat................................................................................................. 7
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 8
3.1. Lokasi dan Waktu Penilaian ................................................................ 8
3.2. Populasi dan Sampel ............................................................................ 8
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 11
4.1. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur.............................................. 11
4.2. Produksi Telur ...................................................................................... 11
4.3. Modal Usaha ........................................................................................ 13
4.4. Biaya Produksi pada bulan Juli 2010-Juni 2011 .................................. 14
4.5. Penerimaan ........................................................................................... 16
4.6. Keuntungan .......................................................................................... 18
4.7. Analisis Profitabilitas ........................................................................... 20
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun


ke tahun terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan
gizi dalam kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan
yang juga akan terus meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan
makanan sebagai pemberi zat gizi bagi tubuh yang berguna untuk
mempertahankan hidup, manusia juga menggunakannya untuk nilai-nilai
sosial, karena penggunaan makanan telah melembaga sebagai alat untuk
berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu makanan dalam lingkungan
masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial.

Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi bermanfaat sebagai


sumber protein hewani, hampir semua lapisan masyarakat dapat
mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber protein hewani.  Cara
pengolahannya sangat mudah.   Hal ini menjadikan telur merupakan jenis
bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh
masyarakat.  Pada gilirannya kebutuhan telur juga akan terus meningkat.

Ayam merupakan jenis unggas yang paling populer dan paling


banyak dikenal orang. Selain itu ayam juga termasuk hewan yang mudah
diternakkan dengan modal yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
hewan besar lainnya. Produk ayam (telur dan daging) dan limbahnya
diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari.  Telur dan daging ayam
yang diperlukan oleh ratusan juta manusia di dunia ini mengakibatkan
tumbuhnya peternakan ayam skala kecil, menengah dan industri ayam
modern hampir diseluruh dunia berkembang pesat.

1
Usaha peternakan ayam petelur telah tersebar luas baik sebagai
peternakan rakyat maupun sebagai perusahaan peternakan. Beberapa hal
yang menyebabkan kemajuan tersebut adalah adanya perbaikan teknologi
pengolahan ayam petelur yang berupa: bibit unggul, pakan yang berkualitas,
perkandangan, sanitasi, pengendalian penyakit dan pelaksanaan teknis
pemeliharaan ayam petelur lainnya. Perkembangan usaha peternakan
terutama peternakan ayam petelur mempunyai tujuan untuk memproduksi
telur yang dijual di pasar konsumen untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani, selain itu juga bertujuan untuk menghasilkan daging asal ayam
petelur afkir.  Tujuan perkembangan usaha peternakan ayam petelur adalah
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat pada sektor rumah
tangga oleh pihak konsumen. Tujuan yang ingin dicapai oleh pihak
produsen dalam mengusahakan peternakan ayam petelur adalah untuk
mendapatkan keuntungan guna mencukupi kebutuhan hidup dan
meningkatkan usahanya.

Analisis profitabilitas pada usaha peternakan di Kabupaten Tanjung


Jabung Timur, yakni menggambarkan tentang kemampuan peternak dalam
memperoleh keuntungan dari sejumlah modal yang diinvestasikan dan atas
besarnya biaya operasional yang digunakan untuk menunjang usaha
peternakan tersebut. Fungsi dari analisis tersebut untuk menentukan biaya-
biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh dari usaha ternaknya. 
Analisis profitabilitas yang dilakukan adalah dengan melakukan
penghitungan tentang: Margin Laba Kotor/ Gross Profit Margin (GPM),
Margin Laba Bersih/ Net Profit Margin (NPM), Rasio Biaya Operasional/
Operational Ratio (OR) dan Tingkat Perputaran Aktiva/ Turn Over of
Assets (TOA).

Peluang untuk memperoleh keuntungan syarat proses produksi yang


efisien dari setiap usaha yang dilakukan. Keuntungan yang diterima oleh
peternakan telah memberikan kepuasan yang berarti bagi kemajuan usaha

2
yang dijalankan, akan tetapi keuntungan yang besar tidak menjamin bahwa
usaha ayam petelur tersebut sudah dikatakan berhasil, sehingga perlu untuk
dianalisa lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menyebabkan ketidak-
berhasilan suatu usaha peternakan, baik berasal dari biaya produksi yang
dikeluarkan maupun dari hutang perusahaan. Besar kecilnya keuntungan yang
diperoleh dapat dijadikan salah satu tingkat efisiensi suatu usaha

1.2. Rumusan Masalah

1. Berapakah besarnya biaya produksi yang digunakan  dalam usaha ayam


petelur?
2. Berapakah keuntungan yang didapatkan dari  usaha peternakan ayam
petelur?
3. Bagaimana profitabilitas dari  usaha peternakan ayam petelur ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis besarnya biaya produksi yang digunakan dalam usaha


peternakan ayam petelur.
2. Menganalisis keuntungan yang didapat dari  usaha peternakan ayam
petelur.
3. Menganalisis profitabilitas dari  usaha peternakan ayam petelur.
 

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SEJARAH SINGKAT

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara


khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari
ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur
cukup banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi
secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang
banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka
arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam
yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler,
sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu,
seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam
petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan
cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang
ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik
dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan
ayam petelur unggul.

Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya
akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode
1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini,
orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat
itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini
kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung
karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang
Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab
dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur
murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang
dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam. Hingga akhir periode

4
1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika
itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak
dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata
tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak
enak dagingnya.

Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini
adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah
habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup
lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak
peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara
ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah
masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai
petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam
antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung.
Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur
ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional
saja. Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam
petelur.Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang bertelur
dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai
ayam dwiguna secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara
ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh.
Ayam kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya.
Sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik
dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan
produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar
di Asia dan Afrika.

2.2. JENIS

Jenis ayam petelur dibagi menjadi dua tipe:

1. Tipe Ayam Petelur Ringan.

5
Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini
mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar.
Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal
dari galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam
petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai
nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan
menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini
mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai
petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua
kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena
dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadapa cuaca
panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget dan bila kaget ayam ini
produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan.

2. Tipe Ayam Petelur Medium.

Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di
antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam
ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi
juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat
menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam
tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut
dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang
cokelat juga. Dipasaran orang mengatakan telur cokelat lebih disukai
daripada telur putih, kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih
menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa
relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur
cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat
lebih berat daripada telur putih dan produksinya telur cokelat lebih sedikit
daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur medium akan
lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak.

6
2.3. MANFAAT
Ayam-ayam petelur unggul yang ada sangat baik dipakai sebagai
plasma nutfah untuk menghasilkan bibit yang bermutu. Hasil kotoran dan
limbah dari pemotongan ayam petelur merupakan hasil samping yang dapat
diolah menjadi pupuk kandang, kompos atau sumber energi (biogas).
Sedangkan seperti usus dan jeroan ayam dapat dijadikan sebagai
pakanternak unggas setelah dikeringkan. Selain itu ayam dimanfaatkan juga
dalam upacara keagamaan.

7
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.


Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni sampai dengan Agustus
2015. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling (M
Nasir, 1999), yaitu dilakukan secara sengaja berdasarkan tujuan penelitian
di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.  Pemilihan lokasi berdasarkan pada
pertimbangan bahwa peternakan tersebut telah berdiri dan beroperasi lebih
dari satu tahun, mempunyai catatan atau recording yang lengkap dan sejak
awal berdirinya,  peternakan tersebut hingga pada waktu penelitian belum
pernah dilakukan analisis profitabilitas.

3.2. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Jumlah Ayam petelur sebanyak  13.000 ekor di Kabupaten


Tanjung Jabung Timur .

2. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian adalah data keuangan usaha


peternakan mulai dari modal serta biaya produksi dan penerimaan yang
didapatkan selama satu tahun.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dengan


menggunakan tiga cara, yaitu melakukan pengamatan secara langsung,

8
wawancara dengan responden dan melihat catatan recording yang
dimiliki responden.  Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung
dengan manajer peternakan, pekerja kandang dan karyawan
peternakan.     Data yang diambil untuk penelitian adalah data keuangan
peternakan       mulai dari modal serta biaya produksi dan penerimaan
yang didapatkan selama tiga bulan (mulai pada bulan Juni  sampai
dengan bulan Agustus  2015. Data sekunder didapatkan dengan melihat
catatan yang ada pada peternakan.

4. Analisis Data

Data kuantitatif yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan


analisis deskriptif, yaitu menggunakan tabel-tabel dari angka yang
tersedia, kemudian dilakukan uraian dan perhitungan dengan
menggunakan rumus-rumus ekonomi sesuai dengan tujuan penelitian. 
Analisis hubungan input – output produksi telur digunakan rumus sebagai
berikut:

1. Biaya total (total cost) yaitu nilai semua biaya yang habis dipakai
dalam proses produksi pemeliharaan ayam petelur
2. Biaya Tetap (fixed cost) yang terdiri dari: biaya penyusutan ternak,
penyusutan peralatan, penyusutan kandang dan bunga modal.
3. Biaya Tidak Tetap (variable cost) yang terdiri dari biaya pakan,
transportasi, obat-obatan dan biaya pemeliharaan ayam petelur
lainnya.
5. Defenisi Operasional

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara


khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari
ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur

9
cukup banyak. Adapun indikator variabel yang relevan untuk dianalisa
dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Ayam petelur adalah ayam jenis unggul yang telah mengalami


berbagai seleksi untuk menghasilkan telur yang sangat tinggi.
2. Usaha Peternakan adalah suatu kegiatan usaha dalam meningkatkan
manfaat ternak melalui organisasi operasional.
3. Bunga modal adalah suatu biaya atas penggunaan uang dari pinjaman
atau uang peternakan milik peternak sendiri yang digunakan dalam
usaha, yang dihitung dalam satuan persentase.
4. Biaya produksi adalah biaya yang timbul karenadalam proses
produksi, yang dalam satuan rupiah.
5. Penerimaan adalah uang yang diperoleh dari penjualan hasil produksi,
yang dihitung dalam satuan rupiah.
6. Pendapatan adalah penerimaan total dikurangi biaya riil yaitu biaya
benar-benar dibayar oleh petani, dihitung dalam satuan rupiah
7. Profit adalah jumlah rupiah yang didapat dari pendapatan bersih suatu
usaha.
8. Profitabilitas adalah merupakan hubungan antara laba yang
didapatkan dengan hasil penjualan perusahaan.
9. Biaya produksi per satuan dan keuntungan per satuan dihitung dalam
satuan rupiah per kilogram.
10. Telur utuh adalah telur yang dihasilkan oleh ayam petelur dalam
bentuk yang masih utuh/ normal tidak retak.
11. Telur putih adalah telur yang dihasilkan dari ayam petelur yang
bentuknya masih utuh tapi cangkangnya berwarna putih, atau telur
yang cangkangnya kelebihan kalsium.
12. Telur bentes adalah telur yang dihasilkan oleh ayam petelur yang
umurnya tua siap untuk diafkir (72 – 75 minggu).
13. Telur pecah adalah telur yang sudah robek/ pecah cangkangnya.

10
 

11
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur

Pemeliharaan ayam petelur dimulai dari fase pullet (ayam petelur


berumur 22 minggu). Pada umur 22 minggu ayam petelur telah berproduksi
telur tetapi persentase produksinya masih rendah, yakni mulai dari 10 %
sampai dengan 20 %. Pemeliharaan ayam petelur dengan cara intensif,
yakni ayam yang dipelihara dalam kandang secara terus menerus bertujuan
untuk meningkatkan produktivitasnya. Produktivitas ayam petelur dapat
meningkat bila pemeliharaan ayam petelur dilakukan dengan maksimal,
yaitu melalui pemberian pakan yang mengandung kandungan makanan yang
dibutuhkan oleh ayam petelur serta menggunakan manajemen pemeliharaan
ayam petelur yang baik dan sanitasi dijaga dengan baik.

Pemberian pakan dengan cara 2 kali pada peternakan dapat


memenuhi kebutuhan hidup ayam petelur serta dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi telur yang dihasilkan. Pemberian pakan secara 2
kali tersebut dengan jumlah proporsi yang telah diperkirakan sampai
terpenuhi kebutuhan ayam petelur sampai pada pemberian pakan yang
selanjutnya. Rata-rata pemberian pakan per  ekor per hari   adalah 110 – 130
gram. Pemberian minum di  peternakan dilakukan secara ad libitum, yakni
air disediakan secara terus menerus melalui pipa air dan ayam petelur dapat
minum dengan menggunakan nipple (alat minum hisap). Kebutuhan air
minum sangat diperlukan ayam petelur untuk menghasilkan telur.

4.2. Produksi Telur

Produksi telur rata-rata adalah sebanyak 10.283 butir per hari dari
total ayam petelur yang dipelihara kurang lebih 13.000 ekor. Jumlah

12
tersebut meliputi telur utuh, telur putih, telur bentes dan telur pecah. Tabel
jumlah telur pada  peternakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Produksi Telur pada Bulan Juli 2010 – Juni 2015

Jumlah Jumlah Persentase

No Produksi telur (kg) (butir) (%)

1 7.244,47 3.577.623 96.64


Telur Utuh
2 698,77 43.180 1.17
Telur Putih
3 315,08 53.041 1.43
Telur Bentes
4 449,50 23.192 0.63
Telur Pecah
5 299.41 4.791 0.13
Telur yang  tak terjual
9.007,23 3.701.828 100.00
Total Produksi Telur
750,60 308.486
Rata-rata Produksi/bln
25,02 10.283
Rata-rata Produksi/hr
79,10 %
Hen Day Production
Sumber: Data primer yang diolah, 2015

Jumlah produksi telur berbeda dikarenakan adanya berbagai faktor


yang mempengaruhi, diantaranya adalah faktor genetis ayam petelur,
kondisi kesehatan ayam, pakan yang diberikan dan faktor kondisi

13
lingkungan. Produksi telur  dari bulan Juli 2010–Juni 2011 diperoleh
sebanyak 9.007,23 kg atau sebanyak 3.701.828 butir. Jumlah itu merupakan
total dari semua telur yang dijual, baik dari telur utuh, bentes, putih dan
pecah serta termasuk juga telur yang pecah tak terjual. Telur pecah yang tak
terjual adalah telur yang pecah pada saat pengumpulan telur sebelum
ditimbang. Rata-rata produksi telur  per hari adalah sebanyak 25,02 kg atau
10.283 butir.

Pengambilan telur dilaksanakan setiap 2 kali sehari, yaitu pukul


08.00 WIB dan Pukul 14.00 WIB dengan mengumpulkan telur pada egg
tray yang terbuat dari bahan plastik. Telur yang utuh dan retak dipisahkan
untuk memudahkan dalam penimbangan dan penjualannya.

4.3. Modal Usaha

Modal tetap pada peternakan ayam petelur meliputi: kandang,


peralatan, perlengkapan, kendaraan,  bangunan dan pajak.  Modal tidak tetap
atau modal kerja meliputi:  penyediaan bibit ayam/ pullet, pakan, obat-
obatan, gaji tenaga kerja, konsumsi tenaga kerja, penggunaan elpiji,
perbaikan kandang, perbaikan kendaraan, administrasi kantor, listrik dan
telpon. Modal  peternakan merupakan modal perusahaan.  Total modal yang
disediakan dapat dilihat pada tabel 2 adalah sebesar Rp.514.715.000,-

Tabel 2.  Modal  Peternakan Ayam Petelur

No Uraian Total Biaya (Rp)

1. Pembuatan kandangKendaraan Sepeda Motor135.000.000


Gedung
2. 5.000.000
Peralatan

14
3. 90.000.000

4. 278.915.000

5. Perlengkapan 4.500.000

6. Pembayaran Pajak 1.300.000

514.715.000
Jumlah
Modal terbesar yang dikeluarkan oleh peternakan adalah modal
untuk pembelian pakan dan penyediaan bibit ayam petelur, modal
pembelian pakan dapat dilihat pada tabel 4. Pakan merupakan faktor pokok
penunjang pemeliharaan ayam petelur dan ditujukan untuk peningkatan
produksi ayam petelur. Modal terbesar selanjutnya adalah penyediaan bibit
ayam petelur/ pullet, karena harga yang relatif tinggi yakni sebesar Rp.
24.000,- dengan jumlah ayam 13.000 ekor sehingga modal penyediaan
pullet yang dibutuhkan  adalah sebesar Rp. 312.000.000,- selama satu tahun,
dalam penyediaan bibit besarnya hampir sama menurut persentase total
modal yang digunakan. Pembelian pullet Isabrown per ekor rata-rata
seharga Rp.24.000,-.

4.4. Biaya Produksi pada Bulan Juli 2010 – Juni  2011

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh  peternakan meliputi: biaya


penyusutan kandang, penyusutan bangunan, penyusutan peralatan,
penyusutan perlengkapan, penyusutan kendaraan dan pajak.  Macam biaya
tidak tetap yang dikeluarkan adalah biaya bibit ayam petelur, pakan,
campuran, obat-obatan, gaji tenaga kerja, konsumsi tenaga kerja, perbaikan
kandang, perbaikan kendaraan, administrasi kantor, listrik. Biaya produksi
dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :

15
Tabel 3. Biaya Produksi pada Peternakan Ayam Petelur pada Bulan Juli    2010 –
Juni 2015 (1 Tahun)

Total

No Uraian Jumlah Harga Satuan Biaya (Rp)

1  13000 ekor         24,000         312,000,000


Pullet
2  6 orang    5,700,000           68,400,000
Biaya Tenaga Kerja
3  311950 kg           3,000         935,850,000
Pembelian Pakan
4  1 tahun       675,000                 675,000
Biaya Penyusutan Kandang
5 Biaya Penyusutan 1 tahun       250,000 250000
Kendaraan
6 1 tahun       325,000                 325,000
Biaya Penyusutan Gedung
7 1 tahun    1,485,900              1,485,900
Biaya Penyusutan Pralatan
8 Biaya 585,000                 585,000
PenyusutanPerlengkapan

Jumlah                –     1,319,570,900

Biaya produksi terbesar  adalah untuk pembelian pakan dan


penyediaan bibit ayam petelur. Biaya pembelian pakan yakni sebesar   Rp.
935.850.000,-/tahun atau 70,92 % dari total biaya produksi.  Proporsi biaya
produksi untuk pembelian pakan masih tergolong pada jumlah yang standar.
Biaya pembelian pakan diminimalkan tetapi kandungan nutrisi yang ada di
dalam kandang mampu memberikan produksi yang berada pada tingkatan
standar.

16
Biaya penyediaan bibit ayam petelur berada pada urutan tertinggi 
setelah biaya pakan. Bibit ayam petelur strain Isabrown yang digunakan 
seharga Rp.24.000,-/ekor, sehingga untuk jumlah ayam 13.000 ekor biaya
yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 935.850.000,-/tahun atau 70,92 % dari
total biaya produksi.

Biaya produksi terbesar ketiga adalah pemberian gaji untuk tenaga


kerja. Biaya gaji untuk  adalah sebesar Rp. 68.400.000,-/tahun. Besarnya
pengeluaran biaya untuk gaji karyawan tersebut merupakan salah satu
penyebab tingginya jumlah biaya produksi, gaji tenaga kerja diberikan
antara Rp.700.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- per orang / bulan.

4.5. Penerimaan 

Besarnya penerimaan berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan


dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat penjualan produk.
Penerimaan  peternakan meliputi: penerimaan yang berasal dari penjualan
produk dan non produk. Penerimaan produk diantaranya adalah: penjualan
telur utuh, penjualan telur putih, telur bentes dan telur pecah. Penjualan non
produk meliputi: penjualan feses dan karung bekas.  Penerimaan bulan Juli
2010 – Juni 2011, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Penjualan Produk dan Non Produk pada bulan Juli 2010-Juni 2015

Penjualan

Persen-
Jumlah Total Harga Harga tase

NoJenis Penjualan  (kg)  (Rp) (Rp/kg)  (%)

A. Penjualan Produk

17
            
7,244.47            41,118,453 5675.84 2.66
1 Telur Utuh
               
698.77               3,171,913 4539.28 0.20
2. Telur Putih
               
315.08               1,503,307 4771.19 0.10
3. Telur Bentes
               
449.50               1,445,102 3214.91 0.09
4. Telur Pecah
              
8,707.82                 47,238,77418201.22
Total Telur Terjual
                            
24,590.28 1,495,478,878 9721.04 96.60
5. Ayam Afkir
               
Total Penjualan 1,542,717,652 6.935,40
Produk
Penjualan Non
B. Produk
                    
1011.954 4,465,125 4412.38 0.29
1. Feses
                         
3647.18 913,889 250.55 0.06
2. Karung Bekas
                      
Total Penjualan non 5,379,014
Produk

18
               
1,548,096,664 1.00
Total Penjualan
Sumber: Data primer yang diolah, 2015

Total telur yang dijual dari  peternakan baik telur utuh, telur putih,
telur bentes dan telur pecah adalah sebesar 8,707.82 kg  atau sekitar
3.697.037 butir yang mampu menghasilkan penerimaan sebesar
Rp.1.548.096.664,-/  tahun. Produk ayam afkir memperoleh penerimaan
dengan persentase  sebesar 96,60 %.

Tahap akhir  untuk penjualan ayam afkir dilakukan pada bulan


Januari 2015, yakni pada ssat ayam petelur telah berumur 72 – 75 minggu.

Penjualan non produk pada  peternakan tersebut yaitu feses dan


karung bekas merupakan persentase penerimaan yang paling sedikit dari
total penerimaan yang didapatkan. Penjualan non produk yang berupa feses 
sebesar 0,29 %. Penjualan yang justru lebih banyak memberikan
keuntungan adalah penjualan feses, karena harga feses dari  lebih besar
yaitu Rp.4412,38,-/kg. Penjualan feses  dilakukan setiap bulan kepada para
petani di sekitar peternakan untuk digunakan sebagai pupuk pada sawah dan
ladang yang dimiliki.

4.6.  Keuntungan 

Keuntungan pada usaha peternakan ayam petelur ada 2 macam yaitu


keuntungan kotor (keuntungan peternakan sebelum membayar pajak) dan
keuntungan bersih sesudah bayar pajak. Keuntungan kotor diperoleh dari
sesilih penjualan produk dengan total biaya produksi selain pembayaran
pajak. Tabel keuntungan  peternakan dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai
berikut:

19
Tabel 5.  Keuntungan Peternakan pada Bulan Juli 2010 –Juni 2011

No Uraian Jumlah (Rp)

1  514.715.000
Total Modal
2                      1,319,570,900
Total Biaya Produksi
3                      1,548,096,664
Total Penerimaan
4                              1,300,000
Pembayaran Pajak
5                         228,525,764
Keuntungan Kotor
6                         227,225,764
keuntungan Bersih
           Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Semakin besar jumlah penerimaan yang didapatkan dibandingkan


dengan biaya yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan maka akan semakin
tinggi tingkat keuntungan yang didapatkan. Keuntungan bersih sesudah
pembayaran  pajak adalah Rp. 227,225,764  sedangkan keuntungan kotor
yang didapatkan, yaitu penjualan produk dikurangi total biaya produksi
adalah Rp. 228,525,764.

Peternakan mampu menghasilkan produksi telur yang baik, sehingga


hasil penjualan produk dan non produk cukup digunakan untuk menutupi
biaya produksi yang dikeluarkan serta mampu memberikan keuntungan. 
peternakan dalam melakukan kegiatan operasional diupayakan dengan
sebaik mungkin sehingga tidak terjadi adanya pemborosan biaya produksi
yang dikeluarkan. Biaya produksi yang dikeluarkan  peternakan tergolong
masih sesuai dengan standar biaya produksi perusahaan pada umumnya,

20
tetapi untuk biaya pemberian gaji persentasenya terlalu tinggi karena jumlah
ayam yang dipelihara lebih sedikit sehingga hal ini dapat dikatakan sebagai
salah satu pemborosan biaya produksi pada pihak peternakan. Dengan
peminimalan biaya untuk gaji tenaga kerja, yakni dengan memberikan gaji
sesuai dengan standar gaji yang berlaku minimal Rp.500.000,-/ bulan, maka
keuntungan pada pihak perusahaan dapat lebih ditingkatkan.

4.7. Analisis Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan suatu usaha perusahaan dalam


memperoleh keuntungan. Pengukuran tingkat profitabilitas peternakan dapat
dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu profitabilitas dalam
hubungannya dengan penjualan dan profitabilitas dalam hubungannya
dengan investasi (modal) atau disebut dengan rentabilitas. Rasio
profitabilitas dalam hubungannya dengan penjualan terdiri dari 3 bentuk,
yaitu: Gross Profit Margin (GPM)/keuntungan kotor dibanding dengan
penjualan, Net Profit Margin (NPM)/keuntungan bersih dibandingkan
dengan penjualan dan Operating Ratio (OR)/perbandingan biaya produksi
dengan penjualan peternakan. Profitabilitas dalam hubunganya dengan
investasi terdiri dari Rentabilitas (R) dan Turn Over of Assets (TOA). 
Analisis Profitabilitas dalam hubungannya dengan penjualan dapat dilihat
pada Tabel 6 sebagai berikut :

Tabel 6. Analisis  Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Penjualan

No Analisis Profitabilitas Jumlah (%)

1 14,76
Gross Profit Margin (GPM)
2 Operating Ratio (OR) 85,24

21
3 14,68
Net Profit Margin (NPM)
Sumber: Data primer yang diolah, 2011

1.     Analisis Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Penjualan

a.       Gross Profit Margin (GPM)

Gross Profit Margin (GPM) merupakan nilai laba kotor dibagi dengan penjualan. 
Nilai GPM  sebesar 14,76 %.   Nilai itu berarti bahwa
setiap Rp.100.000,-/tahunpenjualan produk mampu menghasilkan      laba kotor
sebesar Rp.14.760,-/tahun,-. Keuntungan sebesar Rp.14.760,-/tahun dari setiap
penerimaanRp.100.000,-/tahun merupakan surplus bagi perusahaan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan profit guna mengembangkan usahanya. Nilai
GPM tersebut masih berada di bawah standar rata-rata GPM industri, karena rata-
rata nilai GPM untuk industri adalah sebesar 23,8 %. Nilai GPM yang masih
rendah tersebut dipengaruhi oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan masih
tergolong tinggi.
b.       Operating Ratio (OR)

Rasio tersebut menerangkan bahwa besarnya biaya produksi yang dikeluarkan


dalam memproduksi suatu barang dibandingkan dengan jumlah penerimaan dari
penjualan produk yang  dihasilkan. Nilai  Operating Ratio (OR)  adalah  sebesar 
85,24 %. Hal ini menerangkan bahwa setiap Rp.100.000,-/tahun penjualan, maka
memerlukan              biaya produksi sebesar Rp.85.240,-/tahun, sehingga  semakin
besar Gross Profit Margin dan Net Profit Margin, maka semakin baik keadaan
operasi perusahaan karena menunjukkan total biaya produksi lebih rendah
dibanding dengan penerimaan. Operating Ratio (OR) semakin besar, maka
semakin buruk keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan tersebut.
c.     Net Profit Margin (NPM)

22
Net Profit Margin (NPM) menjelaskan besarnya keuntungan bersih perusahaan,
yaitu keuntungan setelah pembayaran pajak dibanding dengan penerimaan
perusahaan. Besarnya NPM  adalah  14,68 %, sehingga hal ini dapat diartikan
bahwa setiap penjualan/ penerimaan sebesar Rp.100.000,-/tahun maka peternakan
nendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp.14,680,-/tahun.  Sabardi (1995)
menyatakan bahwa standar rata-rata NPM perusahaan adalah sebesar 5,7%, Nilai
NPM yang tinggi dapat dimanfaatkan pihak perusahaan dalam hal
mengembangkan usaha lebih besar.  Nilai NPM yang rendah tersebut disebabkan
oleh jumlah keuntungan bersih yang didapatkan sangat kecil proporsinya
dibanding dengan penerimaan. Tingginya nilai NPM pada suatu perusahaan harus
tetap dipertahankan agar dapat memberikan tingkatan pendapatan guna
pengembangan usaha perusahaan tersebut. Nilai NPM yang rendah pada suatu
perusahaan perlu diantisipasi agar tidak memberikan dampak buruk bagi jalannya
kegiatan operasional perusahaan.
 2.     Analisis Profitabilitas dalam Hubungannya dengan Investasi

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam hubungannya


dengan investasi yakni dengan menggunakan rentabilitas (tingkat keuntungan)
dan Turn Over of Assets (TOA) atau tingkat perputaran modal perusahaan. Tabel
profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi sebagai berikut:

Tabel 7. Analisis  Profitabilitas  dalam  Hubungannya dengan Investasi

No Profitabilitas Nilai yg dicapai

44,15 %

3,01 kali
12 RentabilitasTurn Over of Assets (TOA)
            Sumber: Data primer yang diolah, 2011

a.       Rentabilitas

23
Rasio keuntungan usaha peternakan dalam kaitannya dengan investasi (modal)
diukur dengan rentabilitas. Rentabilitas berfungsi sebagai alat ukur bagi
perusahaan, yakni mengukur sampai seberapa besar tingkat keuntungan yang
dialami oleh perusahaan atas penggunaan modal yang digunakan untuk
menunjang produksi         yang dikelola. Rentabilitas pada   44,15 %, hal ini
berarti bahwa setiap Rp.100.000,- modal yang ditanamkan perusahaan mampu
menghasilkan keuntungan sebesar  Rp. 44.150,- dalam satu tahun. Tingkat
keuntungan tersebut masih dalam kategori  buruk sesuai dengan kriteria
keuntungan yang berlaku perusahaan pada umumnya.
Rentabilitas pada  peternakan (pada tabel 7) masih berada di bawah bunga
deposito bank. Besarnya bunga deposito bank per bulan rata-rata per bulan adalah
sebesar 0,54 % atau sebesar 6,5 % per tahun. Nilai rentabilitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan bunga deposito bank, sehingga dapat dikatakan bahwa
usaha peternakan tersebut perlu untuk melakukan perbaikan operasional
perusahaan. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk memelihara ayam petelur
guna menghasilkan produk telur perlu diminimalkan jumlahnya, terutama untuk
biaya penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan produksi
ayam petelur

b.       Turn Over of Assets (TOA)

Tingkat perputaran modal aktiva (Turn Over of Assets) adalah perbandingan


antara penjualan dengan total aktiva. Total aktiva terdiri dari aktiva tetap yang
meliputi: penyusutan dan aktiva lancar di antaranya: kas, simpanan di bank,
piutang usaha dan persediaan. Total perputaran modal adalah sebesar 3,01 kali.
Hal ini berarti dalam satu tahun produksi, usaha peternakan ayam petelur tesebut
mampu mengembalikan modal sebesar 3,01 kali. Langkah konkrit yang perlu
dilakukan oleh peternakan adalah dengan memanfaatkan sumber daya
pemeliharaan ayam petelur yang dikelola manajemen yang terarah, meliputi:
manajemen pemeliharaan ayam petelur, ditunjang dengan sanitasi yang sehat,
pengaturan manajemen biaya operasional yang tepat, yakni dengan meminimalkan

24
biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengelola sarana produksi yang ada guna
memperoleh keuntungan yang tinggi/ penanganan hasil produksi yang mempunyai
tujuan untuk memperoleh profit/ keuntungan tinggi (Prawirokusumo, 1990).

25
BAB V

KESIMPULAN

   Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka, dapat disimpulkan bahwa:

1. Total biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.319.570.900,-/tahun.


2. Keuntungan bersih  yang didapatkan dari penjualan produk dan non
produk sebesar Rp.227.225.764,-/tahun.
3. Nilai analisis profitabilitas usaha pada peternakan Ayam Petelur dapat
diketahui sebagai berikut:
1. Nilai Gross Profit Margin (GPM) adalah sebesar 14,76 %.
2. Nilai Operating Ratio (OR)  yaitu sebesar 85,24 %.
3. Nilai Net Profit Margin (NPM)  adalah sebesar  14,68 %.
4. Nilai Rentabilitas ( R )  yakni sebesar   44,15 %.
5. Nilai Turn Over of Assets (TOA) adalah sebesar 3,01 kali.
6. Nilai Turn Over of Operating Assets (TOA) pada  peternakan
tersebut sudah sesuai dengan standar TOA pada industri, yaitu sebesar
1,5 kali.  Peternakan tersebut sudah berada pada tingkat keuntungan
yang sudah tergolong tinggi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1992. Usaha Peternakan, Perencanaan Usaha, Analisa dan Pengelolaan.


Direktorat Bina Usaha peternakan dan Pengolahan Hasil Ternak. Direktora
tJendral Peternakan. Jakarta

______, 2003.   Beternak Ayam Petelur. Kanisius. Ygyakarta

Glueck, W.F., dan Jauech, L.R., 1994. Manajemen Strategis dan Kebijaksanaan
perusahaan. Edisi Ketiga Erlangga. Jakarta

Hirt, G.A., dan Block, S.B., 1992. Foundation of Financial Management. Sixth
Edition. Printed in United State of America

Indarto, P., 1990. Beternak Unggas berhasil. CV. Armico. Bandung

Lubis, A.M. dan Parnin, F.B., 2001. Delapan Kiat Mencegah Penurunan
Produksi   Telur Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta

Nasir, M. 1998. Metode Penelitian Sosial. PT. Ghalia Indonesia : Jakarta

Prawirokusumo, 1990. Ilmu Usaha Tani. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta

Rasyaf, M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Kanisius. Jakarta

______, M., 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta

______, M., 1996. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. 


Jakarta

27
______, M., 2001. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya.
Jakarta

Sabardi, A.,1995. Manajemen Keuangan. Jilid I.UPP AMP YKPN. Yogyakarta

Sadono Sukirno, 2005.  Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi ketiga. PT. Raja
Grafindo Persada.  Jakarta.

Soekartawi, Soeharjo, A. Dillon, J.L. dan Hardeker, J.B., 1994. Prinsip Dasar
Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian (dengan Pokok Bahasan Khusus
Perencanaan Pembangunan Daerah). Rajawali. Jakarta

Sudaryani, T., dan Santosa, H., 2001. Pembibitan Ayam Ras. Penebar
Swadaya.Jakarta

Syamsudin, L., 1994. Manajemen Keuangan. Raja Gradi Persada. Jakarta

Weston, J.F., dan Brigham, E.F., 1993. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. 


Erlangga. Jakarta

Wiharto, 1996. Petunjuk Beternak Ayam. LP- Unibraw. Malang

Winardi, 1990. Kapita Selekta Ekonomi Perusahaan. Nova. Bandung

28

Anda mungkin juga menyukai