Oleh :
Kelas A
Kelompok 6
ALDI 200110180096
THANIA WINANDITA APSARI 200110180098
FATIMAH AZZAHRA 200110180099
SITI ASHILA NUR HASYA 200110180100
NATASHA RAMANDA ADITYA 200110180124
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
DAFTAR ISI
Bab Halaman
I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
PENDAHULUAN
Kedelai merupakan pakan ternak sumber protein nabati yang efisien. Kedelai
merupakan sumber protein yang baik serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral
dan serat. Bungkil kedelai (Soyabean Meal) merupakan salah satu bahan baku
utama dalam pembuatan pakan ternak untuk ternak ruminansia seperti unggas.
Bungkil kedelai juga merupakan salah satu bahan yang sangat baik bagi ternak
karena kadar protein dalam bungkil kedelai mencapai 50%. Bungkil kedelai ialah
produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah di ekstraksi minyaknya secara
mekanis atau secara kimia. Bungkil kedelai digunakan sebagai pakan ternak akrena
memiliki kandungan proteinnya yang tinggi dan asam amino yang lengkap.
Kandungan nutrisi yang dimiliki oleh bungkil kedelai cukup baik terutama
bagi ternak, adanya teknologi pengolahan untuk mengolah limbah yang dihasilkan
dari kedelai tersebut yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak maka
pemanfaatan limbah kedelai untuk dijadikan bungkil menjadi alteratif yang baik
kandungan phosfor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-
rata 0,63%, seperti biji kedelai tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih
tinggi dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya, kandungan niacin tidak
tinggi, kandungan thiamin bungkil kedelai sama dengan butiran lainnya dapat
menjadi alasan untuk proses pembuatan bungkil kedelai sebagai pakan ternak.
2
1.2 Tujuan
1.3 Kegunaan
bungkil kedelai serta kandungan yang terdapat pada bungkil kedelai untuk
II
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil kedelai bisa dijadikan sebagai pakan alternatif untuk hewan ternak.
Kandungan protein yang tinggi menyebabkan bungkil kedelai termasuk ke dalam
klasifikasi bahan pakan sumber protein. Namun, bungkil kedelai ini mempunyai
keterbatasasn karena kandungan asam amino methionin (Mochammad, 2014)
Bungkil kedelai biasanya berbentuk serbuk, berwarna cokelat, bau apek, rasa
hambar serta memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Bungkil kedelai merupakan
bahan yang penting untuk menyusun ransum pakan dengan kandungan antara lain
protein kasar (PK) 39,6%, lemak kasar (LK) 14,3%, serat kasar (SK) 2,8%,
karbohidrat 29,5%, abu 5,4% dan air 8,4% (Hartadi et al., 1993). Protein kasar yang
terdapat di dalam bungkil kedelai cukup tinggi, sehingga pemberian bungkil
kedelai yang berlebihan akan membawa dampak negative bagi hewan ternak itu
sendiri.
III
PEMBAHASAN
Salah satu produk olahan kedelai yang melalui metode non fermentasi adalah
bungkil kedelai. Bungkil Kedelai adalah limbah dari produksi minyak kedelai.
Sebagai bahan makanan sumber protein asal tumbuhan, bungkil ini mempunyai
kandungan protein yang berbeda sesuai kualitas kacang kedelai. Kisaran kandungan
protein bungkil kedelai mencapai 44-51%. Hal ini selain oleh kualitas kacang
kedelai juga macam proses pengambilan minyaknya. Pada dasarnya bungkil kedelai
dikenal sebagai sumber protein dan energi (Nazilah 2004).
1. Pemilihan Kedelai
Biji kedelai terdiri dari lapisan kulit 7,3%, kotiledon 90,3%, dan
hipokotil 2,4%. Tidak semua dari biji-biji kedelai tersebut bagus untuk
dijadikan pakan ternak. Bahan dasar berupa biji kedelai yang berkualitas
tinggi. Ciricirinya antara lain berukuran besar, tidak cacat, dan warnanya
seragam. Lakukan pemilihan biji kedelai ini dengan sebaik-baiknya. Kalau
ada biji kedelai yang rusak/pecah, sampah, atau benda asing sebaiknya
dibuang. Semua biji kedelai terpilih lantas direndam di air bersih selama 8-
16 jam.
2. Perebusan Kedelai
Tujuan dari perebusan ini supaya membuat tekstur biji kedelai yang
semula sangat keras menjadi lunak. Sehingga kulit ari yang membungkus
6
lapisan dagingnya pun dapat dikupas dengan mudah. Biji kedelai direbus
dengan suhu yang terus dijaga supaya tetap konstan. Lama waktu perebusan
yang paling baik adalah 5 jam dengan suhu air rebusan mencapai 600℃.
3. Pengupasan Kulit
Pengupasan kulit ari biji kedelai yang telah direbus bisa dilakukan
secara manual atau menggunakan mesin pengupas khusus. Kerugian dari
pengupasan secara tradisional yaitu waktu dan tenaga yang dibutuhkan
sangat banyak serta kualitas hasil kupasan pun tidak maksimal. Untuk itu
sangat disarankan memakai mesin pengupas kulit kedelai untuk meningkat
kualitas dan kuantitas pengupasannya. Mesin ini bekerja dengan sistem
gesek. Kulit yang sudah terlepas lantas dipisahkan dari daging
menggunakan air yang mengalir.
4. Proses Pengeringan
Kebanyakan orang Indonesia masih sangat bergantung pada sinar
matahari untuk mengeringkan bungkil kedelai. Meskipun praktis dan
gampang dikerjakan, tetapi prosesnya sangat bergantung terhadap kondisi
cuaca. Begitu pula saat musim penghujan datang, aktivitas penjemuran ini
menjadi sangat terganggu. Solusinya ialah mesin pengering (oven) yang
memungkinkan anda dapat mengeringkan kedelai setiap waktu dengan suhu
yang bisa diatur sesuka hati (Ali, 2006).
5. Penggilingan
Proses penggilingan ini akan menghasilkan sari pati berupa minyak
kedelai mentah yang perlu diolah lebih lanjut. Sedangkan sisanya berupa
bungkil kedelai yang dapat kita manfaatkan sebagai pakan untuk binatang
ternak.
3.2 Proses Pembuatan Bungkil Kedelai
Pembuatan bungkil kedelai melalui beberapa tahap meliputi
pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran,1999). Bungkil
kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12% (Hutagalung,1999).
7
1. Pengambilan lemak
Proses pengambilan minyak atau lemak kacang kedelai dengan cara
ekstraksi. Menurut Ketearen (2008), ekstraksi merupakan cara untuk
mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung
minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu
rendering (dry rendering dan wet rendering, mechanical expression dan
solvent extraction.
Menurut Ketaren (2008), rendering merupakan suatu cara ekstraksi
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak
dengan kadar air tinggi. Penggunaan panas bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan
dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang
terkandung didalamnya. Penggerjaan rendering dibagi dalam dua cara yaitu
wet rendering dan dry rendering. Wet rendering adalah proses rendering
dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses.
Sedangkan dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air
selama proses berlangsung.
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara kestraksi minyak atau
lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini
dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak
tinggi (30-70 persen). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan
terlebih dahulu sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.
Perlakuan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan. Ada dua cara dalam
pengepresan mekanis yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan
Pengepresan berulir (hidrolic pressing). Pada cara hydraulic pressing, biji
digiling, dipanaskan, dibungkus kain, lalu ditempatkan pada tempat
pengepresan. Cara hidrolic pressing memerlukan perlakuan terlebih dahulu
terdiri dari proses pemasakan atau tempering (Puspita, 2016). Proses
pemasakan berlangsung pada temperatur 240ºF dengan tekanan sekitar 15-
8
20 ton/inch2 . Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar
2,5-3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung
minyak sekitar 4-5 persen.
Solvent extraction adalah proses ekstraksi dengan melarutkan
minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil
dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 % atau lebih rendah, dan
mutu minyak yang dihasilkan menyerupai hasil dengan cara expeller
pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi.
Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi
dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasolin karbon disulfida,
karbon tetraklorida, benzene dan n-heksana (Ketaren, 2008).
2. Proses pemanasan
Kedelai mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor yang
dapat mengganggu pertumbuhan unggas, zat anti nutrisi tersebut dapat
rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai pakan
unggas. Proses pemanasan dilakukan dengan cara perebusan. Tahap
perebusan kedelai dilakukan untuk melunakkan tekstur keras pada biji
kedelai. Tujuannya agar kulit ari pada lapisan daging kedelai bisa dikupas
dengan cepat dan mudah. Lama waktu perebusan yang paling baik adalah 5
jam dengan suhu air rebusan mencapai 600℃.
3. Proses penggilingan
Hasil gilingan kedelai dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
minyak kedelai dengan melakukan pengolahan lebih lanjut. Dari pembuatan
minyak kedelai dihasilkan bungkil kedelai tanpa kulit dengan kadar protein
40-50%. Bungkil ini dapat dibuat tepung, isolate dan konsentrat protein
kedelai. Karena sifat fungsional yang baik, produk-produk tersebut banyak
digunakan dalam industri sebagai bahan formulasi berbagai makanan.
9
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada pengolahan bungkil kedelai, hal pertama yang harus dilakukan
pemilihan bungkil kedelai yang baik dan tidak cacat, selanjutnya dilakukan
perebusan dengan selama 5 jam dengan suhu 600℃, lalu dilanjutkan dengan
pengupasan kulit yang langsung dilakukan pengeringan dengan menggunakan
cahaya matahari atau mesin oven, setelah di keringkan proses yang terakhir adalah
melakukan penggilingan. Lalu bagian pembuatannya dengan 3 tahap yaitu proses
pengambilan lemak, proses pemanasan, dan proses penggilingan
4.2 Saran
Pada saat proses pengolahan harus diperhatikan adalah suhu dan waktu
yang dilakukan dalam proses perendaman dan pengeringan, selain itu faktor cuaca
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Ahmad Jakfar. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa
dan Bungkil Sawit. Kanisius. Yogyakarta.
Boniran, S. 1999. Quality control untuk bahan baku dan produk akhir pakan ternak.
Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. American
Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. hlm. 2-7.
Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Penerjemah: S. Achmadi. ITB – Press, Bandung
Hartadi, H., Soedomo, R., Allen, D. F. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia.UGM Press, Yogyakarta.
Hutagalung, R.I.1999.Definisi dan Standar Bahan Baku Pakan.Kumpulan Makalah
Feed Quality Management Workshop. American Soybean Asssociation dan
Balai Penelitian Ternak. Halaman 2-13.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta. Diakses pada 10 Oktober 2020.
Mathius, I.W. & Sinurat, A.P. 2001. Pemanfaatan Bahan Pakan Konvensional
Untuk Ternak. Balai Penelitian Ternak Bogor, Bogor.
Nazilah, R. 2004. Kajian Interaksi Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pakan Serta
Kecernaan Lemak pada Kambing. Skripsi Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 1-48
Puspita Yoan Ayu. 2016. Proses Pengambilan Minyak Kedelai (Glycine Max)
Menggunakan Alat Press Hidrolik dengan Variabel Suhu Pemanasan Awal
dan Tekanan Pengepresan. Laporan Tugas Akhir. Universitas Diponegoro.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Wahyuni, I.M.D., A. Muktiani dan M.Christianto. 2014. Penentuan Dosis Tanin
dan Saponin untuk Defaunasi dan Peningkatan Fermentabilitas Pakan. JITP.
3(3). Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang