Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Perkembangan Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang tidak bisa kita
lepaskan dengan sejarah kemunculannya. Kalau kita lihat masyarakat Arab,
dimana Islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap
dengan usaha-usaha pendidikan yang merupakan upaya transformasi besar
menuju perubahan. Sebab, masyarakat Arab pra-Islam pada dasarnya
merupakan masyarakat yang tidak memiliki system pendidikan formal. Namun
motivasi atau semangat untuk berubah sudah ditunjukkan umat islam sejak
awal , ketika diturunkannya surat al-Alaq ayat 1-5 : iqra bi ismi rabbika alladli khalaq, khalaqa al-insana min alaq, iqra wa rabbuka al-akram, al-ladli
allama bi al-qalam, allama al-insana maa lam yalam. yang artinya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan., Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah., Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah., Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Ditambah inspirasi luar
biasa yang termaktub didalam surat ar-Rahman ayat 33 : ya masyara al-jinni
wa al-insi inistathatum an tanfudlu min aqtari as-samawati wa al-ardli
fanfudlu la tanfudluna illa bisultan. yang artinya : Hai jamaah jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang
sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung bisa dikatakan
umumnya bersifat nonformal; dan inipun berkaitan dengan upaya-upaya
dakwah

islamiyah.

Berupa

penyebaran,

dan

penanaman

dasar-dasar

kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa
proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung dirumah sahabat tertentu;
dan yang paling terkenal adalah dar al-arqom. Tetapi ketika masyarakat sudah
terbentuk, maka pendidikan dilaksanakan di masjid.
Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa belakangan, yakni
dengan kebangkitan madrasah. Secara tradisional sejarawan pendidikan Islam,
seperti Munir ud-Din Ahmed, George Makdisi, Ahmad Syalabi dan Michael

Stanton menganggap, bahwa madrasah pertama didirikan oleh Wazir Nidlom


al-Mulk. Tetapi penelitian lebih akhir, misalnya yang dilakukan Richard Bulliet
mengungkapkan eksistensi madrasah-madrasah lebih tua dikawasan Nishapur,
Iran. Pada sekitar tahun 400 H terdapat madrasah diwilayah Persia, yang
berkembag dua abad sebelum Madrasah Nidlomiyyah. Yang tertua adalah
madrasah Miyan Dahiya yang didirikan oleh Abu Ishak Ibrahim Ibn Mahmud
di Nisapur, dan di Khurasan telah berkembang madrasah 165 tahun sebelum
kemunculan madrasah Nidlomiyyah.
Namun di Indonesia, pendidikan Islam baru dikenal sejak kedatangan
Islam itu sendiri ke Indonesia. Sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan
masuknya agama tersebut ke Indonesia. Hal ini karena pemeluk agama baru
tersebut sudah barang tentu ingin mempelajari dan mengetahui lebih mendalam
tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai shalat, berdoa dan membaca alQuran yang menyebabkan timbulnya proses belajar, meskipun dalam
pengertian yang amat sederhana. Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam,
dimana pada mulanya mereka belajar dirumah-rumah, langgar, masjid, dan
kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul
system madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
Sepanjang sejarah Islam, baik madrasah maupun al-jamiah diabdikan
terutama kepada al-ulum islamiyah atau tepatnya al-ulum ad-diniyah ilmu-ilmu
agama, dengan penekanan khusus bidang fiqih, tafsir dan hadith. Meski ilmuilmu seperti ini juga memberikan ruang gerak kepada akal untuk melakukan
ijtihad, setidaknya pada masa-masa klasik, jelas ijtihad disitu bukan
dimaksudkan berfikir sebebas-bebasnya. Ijtihad disini bahkan lebih bermakna,
atau pada prakteknya, sekedar memberikan penafsiran baru atau pemikiran
independent yang tetap berada dalam kerangka atau prinsip-prinsip yang
mapan dan disepakati. Dengan demikian , ilmu-ilmu non agama atau
keduniaan khususnya ilmu-ilmu alam dan eksakta yang merupakan akar-akar
pengembangan sains dan teknologi sejak awal perkemangan madrasah dan aljamiah sudah berada dalam posisi yang marjinal. Meski islam pada dasarnya
tidak membedakan nilai ilmu-ilmu agama dengan imlu-ilmu non agama (ilmuilmu umum), tetapi dalam prakteknya, supremasi lebih diberikan kepada ilmu-

ilmu agama. Ini disebabkan sikap keagamaan dan kesalihan yang memandang,
ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol menuju Tuhan.

BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mempermudah dalam pembahasan perubahan bidang kajian dalam
pendidikan di indonesia, maka perkembangan materi pelajaran atau bidang kajian
pendidikan islam di Indonesia kita bagi menjadi beberapa fase atau periode
diantaranya:
1. Pendidikan

Masa

Awal

Masuknya

Islam

di

Nusantara

Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam


dilaksanakan secara informal. Seperti dikemukakan dalam banyak literatur,
bahwa agama islam datang ke Indonesia dibawah oleh para pedagang muslim.
Setiap ada kesempatan mereka memberikan pendidikan dan ajaran agama
Islam. Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan berupa
contoh dan suri tauladan. Mereka berlaku sopan, ramah tamah, tulus ikhlas,
amanah dan kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji
dan menghormati adat sitiadat yang ada, yang menyebabkan masyarakat
Nusantara tertarik masuk agama Islam. Sementara itu hampir disetiap desa
yang ditempati kaum muslimin mereka mendirikan masjid untuk tempat
mengerjakan shalat jumat, dan juga pada tiap-tiap kampung mereka dirikan
surau atau langgar untuk mengaji al-quran dan tempat mengerjakan shalat
lima waktu. Dari awal inilah pembelajaran masyarakat mulai terstruktur secara
sederhana dan kontinu. Pendidikan dilanggar bersifat elementer, dimulai
dengan mempelajari abjad huruf arab (hijaiyah) atau kadang-kadang langsung
mengkuti guru apa yang telah dibaca dari kitab suci al-quran. Pendidikan
dilanggar dikelolah oleh seorang petugas yang disebut amil, modin atau lebai
(di Sumatera) yang mempunyai tugas ganda, disamping memberikan doa pada
saat upacara-upacara adat, juga berfungsi sebagai guru. Materi pelajaran
biasanya diberikan pada pagi atau petang hari, satu sampai dua jam.
Satu hal yang masih belum dilaksanakan pada pengajaran al-quran dilanggar,
dan ini merupakan kekurangannya adalah tidak diajarkannya menulis huruf alquran (huruf arab), dengan demikian yang ingin dicapai hanya kemampuan
membaca semata. Pendidikan al-quran dilanggar dibedakan menjadi dua
tingkatan, yaitu:
a. Tingkatan rendah ; merupakan tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal
huruf al-quran sampai bisa membacanya. Pembelajaran ini diadakan pada

tiap-tiap kampung, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari dan pagi
hari sesudah shalat shubuh
b. Tingkatan atas, pelajarannya selain tersebut diatas, ditambah lagi dengan
pelajaran lagu, qasidah, barzanji, tajwid, serta mengkaji kitab.
2. Pendidikan di Masa Kerajaan-kerajaan Islam
Dari sejarah kita ketahui bahwa dengan kehadiran kekhilafahan Bani
Umayyah

dan

Abbasiyah

menjadikan

pesatnya

perkembangan

ilmu

pengetahuan, sehingga anak-anak islam tidak hanya belajar dimasjid tetapi juga
pada lembaga-lembaga yang lain, seperti kutab. Namun di Indonesia, istilah
kutab lebih dikenal dengan pondok pesantren, yaitu suatu lembaga
pendidikan islam, yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung
adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri.
Sebagai karakteristik khusus dalam pondok pesantren adalah isi
kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis arab,
morfologi arab, hukum islam, hadis, tafsir, al-quran, teologi islam, tasawwuf,
tarikh dan retorika. Kerajaan Islam Indonesia merupakan salah satu dari
periodesasi perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia, sebab
sebagaimana lahirnya kerajaan islam yang disertai dengan berbagai kebijakan
dari penguasanya saat itu. Terlebih-lebih agama islam juga pernah dijadikan
sebagai agama resmi negara/kerajaan pada masa itu. Sehingga jika kita
membicarakan pendidikan islam, tentu kita tidak bisa mengesampingkan
bagaimana kondisi islam pada masa kerajaan itu.
Di kerajaan Samudra pasai, menurut catatan Ibnu Batutah (1345 M)
sempat singgah di Pasai pada masa Malik Az-Zahir. Di Pasai sudah ada sistem
pendidikannya. Dimana materi pendidikan dan pengajaran agama bidang
syariat ialah fiqh mazdhab Syafii, dengan metode halaqoh dan majlis talim.
Tokoh pemerintah juga merangkap tokoh agama serta pembiayaannya
bersumber dari negara. Demikian juga dikerajaan perlak, sudah terdapat suatu
lembaga pendidikan majlis talim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid
yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Dalam majlis ini dibahas kitab alUmm Karangan imam Syafii.

Pada masa kerajaan Aceh Darusslam (1511-1874), merupakan sumber


ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan luar
negeri, seperti Hamzah Fansuri, Syekh Samsuddin Sumatrani, Syekh Nuruddin
Arraniri, dsb. Pada masa ini sudah ada lembaga ilmu pengetahuan (balai seutia
hukama), tempat para cendikiawan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Terdapat pula kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk
tukar pikiran soal pendidikan dan ilmu pendidikan (balai jamaah himpunan
ulama). Adapun jenjang pendidikan yang ada pada masa itu adalah :
1) Meunasah / setingkat madrasah, merupakan tempat belajar membaca dan
menulis huruf arab, ilmu agama, bahasa melayu, akhlak dan sejarah islam.
2) Rangkang / setingkat Madrasah Tsanawiyah, yang mempelajari Bahasa
Arab, ilmu bumi, sejarah, hisab atau berhitung, akhlak, fiqh.
3) Dayah / setingkat Madrasah aliyah, materi yang dipelajari adalah fiqh atau
hukum islam, bahasa arab, tauhid, tasawwuf atau akhlak, ilmu bumi, sejarah
atau tata negara, ilmu pasti dan faroid.
4) Dayah Teu Cik / setingkat perguruan tinggi atau akademi, diajarkan fiqh,
tafsir, hadis, tauhid atau kalam, akhlak atau tasawwuf, ilmu bumi, ilmu
bahasa dan sastra arab, sejarah, tata negara, mantiq, ilmu falak dan filsafat.
Sementara di pulau Jawa terdapat kerajaan Demak, kerajaan Mataram
(1575-1757), anak-anak usia sekolah sudah banyak yang mengikuti belajar
al-quran ditempat pengajian-pengajian di desanya masing-masing. Selain
al-quran juga ada tempat untuk mengkaji kitab bagi murid yang telah
khatam al-quran yakni di pesantren. Para santri harus tinggal diasrama
yang dinamakan pondok, didekat pesantren tersebut Kitab-kitab yang
diajarkan di pesantren besar (daerah kabupaten) adalah kitab-kitab besar
dalam bahasa arab (kitab kuning) yang mempelajari ilmu fiqh, tafsir, hadis,
ilmu kalam, tasawwuf, dsb. Di susul dengan perkembangan kerajaan islam
di Kalimantan (kerajaan islam Banjar), kerajaan islam di Sulawesi dan
Maluku yang sistem pendidikannya tidak jauh beda dengan pesantren yang
ada di Jawa.
3. Pendidikan Islam Masa Penjajahan (sebelum tahun 1900)
Pada periode ini memang sulit untuk menentukan secara pasti kapan dan
dimana surau atau langgar dan pesantren pertama berdiri. Kendati demikian
abad ke-17 M di Jawa telah terdapat pesantren Sunan Bonang di Tuban, Sunan

Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, dan juga pesantren hutan Glagah
Arum

yang

didirikan

oleh

Raden

Fatah

pada

tahun

1475

M.

Pendidikan pada masa ini secara umum bercirikan hal-hal sebagai berikut :
pelajaran diberikan satu per satu dimana ilmu sharf didahulukan dari pada ilmu
nahwu, buku pelajaran mulanya dikarang oleh ulama indonesia dengan tulisan
tangan dan diterjemahkan ke dalam bahasa daerah setempat.
4. Pendidikan Islam Masa Peralihan (1900-1909)
Periode peralihan ini boleh dikatakan di pelopori oleh Syekh Khatib
Minangkabau dan kawan-kawanya yang begitu banyak mendidik dan mengajar
pemuda Makkah, terutama pemuda-pemuda yang berasal dari Indonesia dan
Malaya. Murid-murid beliau seperti H. Abdul Karim Amrullah (ayah Buya
Hamka) dari padang panjang, KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) di
Yogyakarta, KH. Adnan di Solo, serta KH. Hasyim Asyari (pendiri Nahdlatul
Ulama) di Jombang. Dengan demikian sudah barang tentu murid-murid
mereka yang kembali dari Makkah ikut andil dalam pembaharuan pendidikan
Islam di Indonesia sekembalinya di tanah air.
Dalam periode yang disebut peralihan ini telah banyak berdiri tempat
pendidikan islam yang terkenal di Sumatera seperti Surau Parabek Bukit Tinggi
(1908) yang didirikan Syekh H. Ibrahim Parabek dan di pulau jawa seperti
pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur. Pada masa ini pelajaran Nahwu
dan sharf disamakan, buku pelajaran semuanya karangan Ulama Islam kuno
yang berbahasa Arab. Serta muncul majalah Al-Manar terbitan Mesir,
kemudian muncul majalah al-Munir yang dimotori oleh H. Abdullah Ahmad di
Padang. Pada masa inilah belanda sedang mempropagandakan sekolah yang
mereka kelola dengan membedakan golongan pribumi, priyayi, bahkan yang
beragama kristen.
5. Pendidikan Islam Masa Penjajahan (tahun 1909 1945)
Ulama-ulama yang ada pada waktu itu menyadari bahwa sistem
pendidikan langgar dan pesantren tradisional mereka sudah tidak begitu sesuai
lagi dengan iklim indonesia dan jumlah murid yang semakin bertambah
banyak. Akhirnya berdirilah Madrasah adabiyah pada tahun 1909 dipadang
pimpinan Syekh Abdullah Ahmad, Madrasah diniyah pimpinan Zainuddin
Labai tahun 1915. Sementara itu surau pertama yang memakai sistem kelas
adalah Sumatera at-Thawalib pimpinan Syeh Abdul Karim Amrullah pada

tahun 1921. sedangkan di Aceh berdiri madrasah Saadah Adabiyah pimpinan


T. Daud Beureuh pada tahun 1930. Kemudian di Jawa pada tahun 1912
lembaga pendidikan al-Qismul arga atau pondok Muhammadiyah yang
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, dan pada tahun 1919 KH. Hasyim Asyari
telah mendirikan Madrasah Salafiyah di Tebu Ireng Jombang.
Namun pada masa penjajahan Jepang segala daya dan upaya ditujukan
untuk kepentingan perang. Murid-murid hanya mendapat pengetahuan yang
sedikit sekali, hampir setiap hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang
atau bekerja, misalnya; membersihkan bengkel-bengkel, asrama militer,
menanam umbi dan sayur-sayuran, serta jarak untuk pelumas. Akan tetapi pada
masa ini ada peluang yang bagus untuk mendirikan madrasah-madrasah karena
Jepang

membuka

peluang

untuk

membuka

sekolah-sekolah

rendah.

Hampir diseluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah awaliya yang


dikunjungi banyak anak laki-laki dan perempuan. Madrasah awaliyah tersebut
diadakan pada sore hari lebih kurang satu setengah jam lamanya, materi yang
diajarkan ialah belajar membaca al-quran, ibadah, akhlak dan keimanan
sebagai bekal agama yang dilakukan disekolah rakyat pada pagi hari.
6. Pendidikan Islam Masa Awal Kemerdekaan (tahun 1945 1965)
Setelah indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan

agama

mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, baik sekolah negeri maupun


sekolah swasta. Kenyataan yang demikian timbul karena kesadaran umat islam
yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk dibawah kekuasaan penjajah.
Sehingga Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU No.4 Tahun 1950
pada Bab XII pasal 20, yaitu:
1) Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2) Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur
dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan menteri Agama.
Di bidang kurikulum pendidikan agama diadakan penyempurnaanpenyempurnaan, dalam hal ini telah dibentuk suatu kepanitiaan yang dipimpin
oleh KH. Imam Zarkasyi dari Pondok Pesatren Gontor Ponorogo. Kurikulum
tersebut disahkan oleh menteri agama tahun 1952. kemudian pada masa orde
lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat islam dalam bidang

pendidikan. Sehingga kementrian agama telah mencanangkan rencana-rencana


program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis
pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut :
1) Pesantren Indonesia klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang
menyediakan asrama. Namun terbatas pada pengajaran keagamaan serta
pelaksanaan ibadah, dimana guru dan murid saling bekerjasama
mengerjakan tanah pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
2) Madrasah Diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran
tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7-20 tahun. Pelajaran
klasikal dalam kelas, waktu sore, kira-kira 10 jam seminggu.
3) Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern,
yang bersamaan dengan pengajaran agamajuga diberikan pelajaran umum.
Biasanya tujuannnya adalah menyediakan 60% - 65% dari jadwal waktu
untuk mata pelajaran umum, dan 35% - 40% untuk pelajaran agama.
4) Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri 6 tahun
dengan perbandingan materi umum 1:2. Pendidikan selanjutnya dapat
mengkuti di MTsN, atau dapat mengikuti pendidikan keterampilan,
misalnya PGA untuk SD. Kemudian bisa mengikuti latihan lanjutan dua
tahun untuk menyelesaikan kursus guru agama sekolah menengah.
5) Pendidikan teologi tertinggi, ada tingkat Universitas didirikan sejak tahun
1960 yaitu IAIN di Jogja dan IAIN di Jakarta.
7. Pendidikan Islam Masa Akhir Tahun 1965 Sampai Sekarang
Memang sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa
Indonesia baik itu menyangkut kehiduan sosial, agama maupun politik. Periode
itu disebut Zaman orde baru dan zaman munculnya angkatan baru yaitu,
angkatan 66. Berdasarkan tekad dan semangat kemerdekaan untuk membangun
manusia Indonesia seutuhnya, maka pendidikan agama makin memperoleh
tempat. Dalam sidang MPR yang menyususn GBHN sejak tahun 1973
menyatakan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib disemua
sekolah negeri dan disetiap jenjang pendidikan. Bahkan pendidikan agama
sudah dikembangkan sejak taman kanak-kanak.
Meskipun sebenarnya tentang pemantapan madarasah ini keberadaannya
sudah diakui sederajat dengan SMP dan SMA umum yang dikelola oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, jauh sebelum ditetapkan UU no. 2
1989. Hal ini bisa dilihat dengan adanya SKB tiga menteri, antara menteri

agama, menteri dalam negeri, dan menteri P dan K pada tahun 1976. Didalam
SKB tersebut dinyatakan bahwa ijazah madrasah disamakan dengan ijazah
sekolah umum yang sederajat. Kemudian dikeluarkan UU no. 2 tahun 1989
pasal 39 dan dikuatkan dengan PP no.28 tahun 1990 pasal 14 yang
menggariskan kurikulum pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya
berisi bahan kajian : Pendidikan, Bahasa Indonesia, membaca dan menulis,
matematika, sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah umum dan nasional,
kerajinan,

kesenian,

kesehatan,

menggambar,

bahasa

inggris.

Pada era ini sudah di tetapkan dengan undang-undang terkait masalah integrasi
pelajaran agama dan umum. Integrasi merupakan pembauran sesuatu hingga
menjadi kesatuan yang utuh. Integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian
antara unsur-unsur yang saing berbeda sehingga mencapai suatu keserasian
fungsi dalam pendidikan. Integrasi pendidikan memerlukan integrasi
kurikulum, dan yang secara lebih khusus memerlukan integrasi pelajaran.
Inilah proses yang terjadi pada pelajaran agama dengan pelajaran umum.
Kemudian sekitar tahun 2000-an lahirlah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang lebih menyerap aspirasi muatan lokal, karena
kurikulum ini juga disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. Namun dari
sisi bidang kajian yang dipelajari kalau kita bandingkan dengan kurikulum
tahun 1994 sebenarnya tidak jauh berbeda antara materi agama dengan materi
umumnya. Maka lahirlah Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI)
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3
menjelaskan

bahwa

Pendidikan

Nasional

berfungsi

mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat


dalam

rangka

mencerdaskan

kehidupan

bangsa,

bertujuan

untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Oleh karena itu standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang
pendidikan harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup
komponen

ketakwaan,

akhlak,

pengetahuan,

ketrampilan,

kecakapan,

kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen

pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem
pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta
didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut
menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki
pengetahuan

dan

keterampilan

serta

berperilaku

yang

baik.

Sehingga kalau kita bandingkan apa yang dipelajari oleh murid dan yang
diajarkan oleh guru pada masa-masa awal islam di Indonesia hanya sebatas
pada pengetahuan dasar-dasar agama islam. Diantara ilmu yang banyak
diajarkan adalah baca tulis alquran, tajwid, fiqih, qasidah, barzanji, akhlak.
Memang masih belum bisa kita lacak secara gamblang apa yang sudah
diprogramkan oleh para pendidik pendahulu kita pada waktu sebelum tahun
1900 M. Sehingga yang bisa kita deskripsikan hanya sebatas muatan-muatan
secara global, yang kebanyakan terfokus pada materi keagamaan semata.
Sekalipun pernah tercatat pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, bidang kajian
ilmu umum sudah banyak dibahas dan dipelajari. Namun seolah ada sejarah
pengkajian yang terputus, sehingga apa yang telah dirintis oleh kerajaan Aceh
Darussalam tidak diketemukan dikerajaan islam lainnya. Baru pada abad 20-an
terjadi geliat pendidikan islam yang luar biasa sehingga pada perkembangan
selanjutnya terjadi pengintegrasian pelajaran agama dengan ilmu pengetahuan
umum. Untuk lebih jelasnya mari sekilas kita bandingkan perubahanperubahan materi pelajaran yang bisa kita rekam dari tahun 1930-an sampai
1990-an dalam kolom berikut :

DAFTAR PUSTAKA
B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, (Jakarta, Grafiti Press, 1985)
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta, LP3ES,
1980)
H.A Timur Jaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan
Agama, (Jakarta, Dermaga, 1980)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Raja Grafindo, 1999)
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Hidayah agung,
1985)
Moh. RifaI, Sejarah Islam, (Semarang, Wicaksana, 1985)
Mukti Ali, Beberapa persoalan Agama Dewasa ini, (Jakarta, Rajawali, 1987)
Nurcholis Majid, Dkk., Ensiklopedi Islam ( Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997), II
Prof. Achmad Jainuri, Catatan Kuliah, 25-04-2009
TIM Trainer KPI, implementasi kurikulum 2006, (Surabaya, KPI Press, 2007)

Anda mungkin juga menyukai