PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Perkembangan Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang tidak bisa kita
lepaskan dengan sejarah kemunculannya. Kalau kita lihat masyarakat Arab,
dimana Islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap
dengan usaha-usaha pendidikan yang merupakan upaya transformasi besar
menuju perubahan. Sebab, masyarakat Arab pra-Islam pada dasarnya
merupakan masyarakat yang tidak memiliki system pendidikan formal. Namun
motivasi atau semangat untuk berubah sudah ditunjukkan umat islam sejak
awal , ketika diturunkannya surat al-Alaq ayat 1-5 : iqra bi ismi rabbika alladli khalaq, khalaqa al-insana min alaq, iqra wa rabbuka al-akram, al-ladli
allama bi al-qalam, allama al-insana maa lam yalam. yang artinya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan., Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah., Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah., Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Ditambah inspirasi luar
biasa yang termaktub didalam surat ar-Rahman ayat 33 : ya masyara al-jinni
wa al-insi inistathatum an tanfudlu min aqtari as-samawati wa al-ardli
fanfudlu la tanfudluna illa bisultan. yang artinya : Hai jamaah jin dan
manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi,
maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang
sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung bisa dikatakan
umumnya bersifat nonformal; dan inipun berkaitan dengan upaya-upaya
dakwah
islamiyah.
Berupa
penyebaran,
dan
penanaman
dasar-dasar
kepercayaan dan ibadah Islam. Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapa
proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung dirumah sahabat tertentu;
dan yang paling terkenal adalah dar al-arqom. Tetapi ketika masyarakat sudah
terbentuk, maka pendidikan dilaksanakan di masjid.
Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa belakangan, yakni
dengan kebangkitan madrasah. Secara tradisional sejarawan pendidikan Islam,
seperti Munir ud-Din Ahmed, George Makdisi, Ahmad Syalabi dan Michael
ilmu agama. Ini disebabkan sikap keagamaan dan kesalihan yang memandang,
ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol menuju Tuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mempermudah dalam pembahasan perubahan bidang kajian dalam
pendidikan di indonesia, maka perkembangan materi pelajaran atau bidang kajian
pendidikan islam di Indonesia kita bagi menjadi beberapa fase atau periode
diantaranya:
1. Pendidikan
Masa
Awal
Masuknya
Islam
di
Nusantara
tiap-tiap kampung, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari dan pagi
hari sesudah shalat shubuh
b. Tingkatan atas, pelajarannya selain tersebut diatas, ditambah lagi dengan
pelajaran lagu, qasidah, barzanji, tajwid, serta mengkaji kitab.
2. Pendidikan di Masa Kerajaan-kerajaan Islam
Dari sejarah kita ketahui bahwa dengan kehadiran kekhilafahan Bani
Umayyah
dan
Abbasiyah
menjadikan
pesatnya
perkembangan
ilmu
pengetahuan, sehingga anak-anak islam tidak hanya belajar dimasjid tetapi juga
pada lembaga-lembaga yang lain, seperti kutab. Namun di Indonesia, istilah
kutab lebih dikenal dengan pondok pesantren, yaitu suatu lembaga
pendidikan islam, yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung
adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri.
Sebagai karakteristik khusus dalam pondok pesantren adalah isi
kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis arab,
morfologi arab, hukum islam, hadis, tafsir, al-quran, teologi islam, tasawwuf,
tarikh dan retorika. Kerajaan Islam Indonesia merupakan salah satu dari
periodesasi perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia, sebab
sebagaimana lahirnya kerajaan islam yang disertai dengan berbagai kebijakan
dari penguasanya saat itu. Terlebih-lebih agama islam juga pernah dijadikan
sebagai agama resmi negara/kerajaan pada masa itu. Sehingga jika kita
membicarakan pendidikan islam, tentu kita tidak bisa mengesampingkan
bagaimana kondisi islam pada masa kerajaan itu.
Di kerajaan Samudra pasai, menurut catatan Ibnu Batutah (1345 M)
sempat singgah di Pasai pada masa Malik Az-Zahir. Di Pasai sudah ada sistem
pendidikannya. Dimana materi pendidikan dan pengajaran agama bidang
syariat ialah fiqh mazdhab Syafii, dengan metode halaqoh dan majlis talim.
Tokoh pemerintah juga merangkap tokoh agama serta pembiayaannya
bersumber dari negara. Demikian juga dikerajaan perlak, sudah terdapat suatu
lembaga pendidikan majlis talim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid
yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Dalam majlis ini dibahas kitab alUmm Karangan imam Syafii.
Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, dan juga pesantren hutan Glagah
Arum
yang
didirikan
oleh
Raden
Fatah
pada
tahun
1475
M.
Pendidikan pada masa ini secara umum bercirikan hal-hal sebagai berikut :
pelajaran diberikan satu per satu dimana ilmu sharf didahulukan dari pada ilmu
nahwu, buku pelajaran mulanya dikarang oleh ulama indonesia dengan tulisan
tangan dan diterjemahkan ke dalam bahasa daerah setempat.
4. Pendidikan Islam Masa Peralihan (1900-1909)
Periode peralihan ini boleh dikatakan di pelopori oleh Syekh Khatib
Minangkabau dan kawan-kawanya yang begitu banyak mendidik dan mengajar
pemuda Makkah, terutama pemuda-pemuda yang berasal dari Indonesia dan
Malaya. Murid-murid beliau seperti H. Abdul Karim Amrullah (ayah Buya
Hamka) dari padang panjang, KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) di
Yogyakarta, KH. Adnan di Solo, serta KH. Hasyim Asyari (pendiri Nahdlatul
Ulama) di Jombang. Dengan demikian sudah barang tentu murid-murid
mereka yang kembali dari Makkah ikut andil dalam pembaharuan pendidikan
Islam di Indonesia sekembalinya di tanah air.
Dalam periode yang disebut peralihan ini telah banyak berdiri tempat
pendidikan islam yang terkenal di Sumatera seperti Surau Parabek Bukit Tinggi
(1908) yang didirikan Syekh H. Ibrahim Parabek dan di pulau jawa seperti
pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur. Pada masa ini pelajaran Nahwu
dan sharf disamakan, buku pelajaran semuanya karangan Ulama Islam kuno
yang berbahasa Arab. Serta muncul majalah Al-Manar terbitan Mesir,
kemudian muncul majalah al-Munir yang dimotori oleh H. Abdullah Ahmad di
Padang. Pada masa inilah belanda sedang mempropagandakan sekolah yang
mereka kelola dengan membedakan golongan pribumi, priyayi, bahkan yang
beragama kristen.
5. Pendidikan Islam Masa Penjajahan (tahun 1909 1945)
Ulama-ulama yang ada pada waktu itu menyadari bahwa sistem
pendidikan langgar dan pesantren tradisional mereka sudah tidak begitu sesuai
lagi dengan iklim indonesia dan jumlah murid yang semakin bertambah
banyak. Akhirnya berdirilah Madrasah adabiyah pada tahun 1909 dipadang
pimpinan Syekh Abdullah Ahmad, Madrasah diniyah pimpinan Zainuddin
Labai tahun 1915. Sementara itu surau pertama yang memakai sistem kelas
adalah Sumatera at-Thawalib pimpinan Syeh Abdul Karim Amrullah pada
membuka
peluang
untuk
membuka
sekolah-sekolah
rendah.
agama
agama, menteri dalam negeri, dan menteri P dan K pada tahun 1976. Didalam
SKB tersebut dinyatakan bahwa ijazah madrasah disamakan dengan ijazah
sekolah umum yang sederajat. Kemudian dikeluarkan UU no. 2 tahun 1989
pasal 39 dan dikuatkan dengan PP no.28 tahun 1990 pasal 14 yang
menggariskan kurikulum pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya
berisi bahan kajian : Pendidikan, Bahasa Indonesia, membaca dan menulis,
matematika, sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah umum dan nasional,
kerajinan,
kesenian,
kesehatan,
menggambar,
bahasa
inggris.
Pada era ini sudah di tetapkan dengan undang-undang terkait masalah integrasi
pelajaran agama dan umum. Integrasi merupakan pembauran sesuatu hingga
menjadi kesatuan yang utuh. Integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian
antara unsur-unsur yang saing berbeda sehingga mencapai suatu keserasian
fungsi dalam pendidikan. Integrasi pendidikan memerlukan integrasi
kurikulum, dan yang secara lebih khusus memerlukan integrasi pelajaran.
Inilah proses yang terjadi pada pelajaran agama dengan pelajaran umum.
Kemudian sekitar tahun 2000-an lahirlah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang lebih menyerap aspirasi muatan lokal, karena
kurikulum ini juga disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. Namun dari
sisi bidang kajian yang dipelajari kalau kita bandingkan dengan kurikulum
tahun 1994 sebenarnya tidak jauh berbeda antara materi agama dengan materi
umumnya. Maka lahirlah Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI)
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3
menjelaskan
bahwa
Pendidikan
Nasional
berfungsi
mengembangkan
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Oleh karena itu standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang
pendidikan harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup
komponen
ketakwaan,
akhlak,
pengetahuan,
ketrampilan,
kecakapan,
pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem
pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta
didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut
menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan
serta
berperilaku
yang
baik.
Sehingga kalau kita bandingkan apa yang dipelajari oleh murid dan yang
diajarkan oleh guru pada masa-masa awal islam di Indonesia hanya sebatas
pada pengetahuan dasar-dasar agama islam. Diantara ilmu yang banyak
diajarkan adalah baca tulis alquran, tajwid, fiqih, qasidah, barzanji, akhlak.
Memang masih belum bisa kita lacak secara gamblang apa yang sudah
diprogramkan oleh para pendidik pendahulu kita pada waktu sebelum tahun
1900 M. Sehingga yang bisa kita deskripsikan hanya sebatas muatan-muatan
secara global, yang kebanyakan terfokus pada materi keagamaan semata.
Sekalipun pernah tercatat pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, bidang kajian
ilmu umum sudah banyak dibahas dan dipelajari. Namun seolah ada sejarah
pengkajian yang terputus, sehingga apa yang telah dirintis oleh kerajaan Aceh
Darussalam tidak diketemukan dikerajaan islam lainnya. Baru pada abad 20-an
terjadi geliat pendidikan islam yang luar biasa sehingga pada perkembangan
selanjutnya terjadi pengintegrasian pelajaran agama dengan ilmu pengetahuan
umum. Untuk lebih jelasnya mari sekilas kita bandingkan perubahanperubahan materi pelajaran yang bisa kita rekam dari tahun 1930-an sampai
1990-an dalam kolom berikut :
DAFTAR PUSTAKA
B.J Boland, Pergumulan Islam di Indonesia, (Jakarta, Grafiti Press, 1985)
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta, LP3ES,
1980)
H.A Timur Jaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan
Agama, (Jakarta, Dermaga, 1980)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Raja Grafindo, 1999)
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Hidayah agung,
1985)
Moh. RifaI, Sejarah Islam, (Semarang, Wicaksana, 1985)
Mukti Ali, Beberapa persoalan Agama Dewasa ini, (Jakarta, Rajawali, 1987)
Nurcholis Majid, Dkk., Ensiklopedi Islam ( Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997), II
Prof. Achmad Jainuri, Catatan Kuliah, 25-04-2009
TIM Trainer KPI, implementasi kurikulum 2006, (Surabaya, KPI Press, 2007)