Anda di halaman 1dari 28

PERAN SMK KELOMPOK TEKNOLOGI

TERHADAP PERTUMBUHAN INDUSTRI MANUFAKTUR


I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenjang
pendidikan formal yang diharapkan mampu rnempersiapkan cajon tenaga
kerja tingkat menengah yang berkualitas. Untuk mewujudkan visi lersebut,
tentunya SMK harns berbenah secara menyeluruh untuk meningkatkan
kualitasnya. Kurikulum harns disesuaikan dengan kompetensi yang
dibutuhkan dunia kerja terutama Dunia Usaha/Dunia Industri (DUDI).
Perbaikan kurikulum perlu diikuti dengan penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai untuk pembelajaran di SMK. Aspek yang lebih
penting lagi adalah peningkatan kualitas SDM yang ada di SMK. Guruguru yang mengajar wajib meningkatkan kornpetensi mengajarnya,
sebingga pembelajaran yang dilaksanakan lebih efektif. SMK perIu
membangun hubungan yang baik dengan pihak DUDI sehingga
keberadaan SMK dapat memberikan kontribusi yang positifterhadap
pertumbuhan DUDI di Indonesia. Pemerintah terus mendorong
pertumbuhan SMK untuk mengatasi masalah ketenagakeIjaan.
Keberadaan SMK dinilai lebih efektif mengatasi masalah ketenagakeIjaan
baik untuk mengisi permintaan dalam negeri maupun luar negeri.
Perbandingan antara SMA dan SMK yang kini masih 70 berbanding 30,
pada tahun 2009 diharapkan menjadi 60 berbanding 40. Idealnya,
sekarang ini perbandingan antara SMA dan SMK ialah 50 berbanding 50.
Seiring dengan pertumbuhan SMK, target lulu san SMK adalah 35%
bekerja mandiri, 40% mendapat pekerjaan di dalam negeri, 5% bekerja di
luar negeri; dan 20% me1anjutkan (Renstra DPSMK 2005-2009).
Reproporsionalisasi SMA dan SMK dari 70 : 30 menjadi 30: 70
bukanlah sekedar jumlah. Aspek penting ydng tidak boleh dilupakan
adalah kesesuaian program kejuruan yang dibuka, kontribusi terhadap
pertumbuhan ketenagakerjaan, dan kualitas penye1enggaraan program.
Kesesuaian program akan menjawab pertanyaan program kejuruan
apasaja yang layak dibuka dan di daerah mana ditempatkan sehingga
mampu memberi kontribusi secara optimal bagi pertumbuhan ekonomi
dan ketenagakeIjaan secara nasional maupun di daerah tersebut.
Kesesuaian program kejuruan yang akan dibuka terkait pula dengan
seberapa kontribusi program kejuruan SMK tersebut melalui lulusannya
terhadap pertumbuhan ketenagaketjaan dalam hal ini dunia kerja dan
industri. Lebih jelas dapat dinyatakan bahwa program kejuruan SMK boleh

dibuka atau ditambahkan jumlahnya asalkan terdapat justifikasi yang kuat


bahwa keberadaan program kejuruan tersebut mampu mendukung
pertumbuhan ketenagakarjaan terutama DUDI. Kualitas penyelenggaraan
program tidak akan terlepas dari kesesuaian program dan pembelajaran di
SMK dengan yang dibutubkan oleh dunia kerja dalam hal ini DUDI. Oleh
karenanya menjadi penting kajian tentang kesesuaian kompetensi yang
disiapkan oleh SMK dengan kinetja lulusan dan kualiflkasi yang
dibutuhkan oleh DUDI. Dalam konteks SMK kelompok Teknologi, maka
eksistensi dan justifikasi penambahan program kejuruan tersebut akan
sangat tergantung dari seberapa besar kontribusi SMK kelompok
Teknologi tersebut terhadap pertumbuhan ketenagakeIjaan khususnya
DUDI yang terkait (industri manufaktur). Lebih jelasnya, SMK kelompok
Teknologi boleh dibuka atau ditambahkan asalkan terdapat justifikasi yang
kuat bahwa keberadaan SMK tersebut mampu mendukung pertumbuhan
ketenagakerjaan terutama sektor industri manufaktur. Apabila keberadaan
SMK kelompok Teknologi dengan berbagai upaya peningkatan kualitas
programnya tidak memberi kontribusi terhadap pertumbuhan manufaktur
maka program tersebut saatnya digantikan dengan program yang lain.
Dalam aspek kualitas penyelenggaraan program, pertanyaan yang harus
dijawab adalah seberapa besar kesesuaian kompetensi yang diberikan
oleh SMK kelompok Teknologi dengan yang dibutuhkan dunia kerja
khususnya industry manufaktur. Semakin kecil kesenjangan antara
kompetensi yang diberikan oleh SMK kelompok Teknologi dengan yang
dibutuhkan oleh industri manufaktur menunjukkan makin baiknya kualitas
penyelenggaraan program kejuruan di SMK kelompok Teknologi yang
sudah dilakukan saat ini. Pembelajaran di SMK tidak dapat dilepaskan
dari konteks DUDI. Hadirnya teaching factory merupakan salah satu
upaya dalam rangka menghadirkan dunia industri dalam lingkup SMK.
Konsep ini menekankan bahwa SMK dapat secara leluasa
mengembangkan potensinya untuk menggali sumber-sumber pembiayaan
yang sekaligus merupakan sumber belajar. Dalam aplikasinya tcaching
factory mengintegrasikan proses pembelajaran untuk menghasilkan
produk maupun jasa yang layak jual untuk menghasilkan nilai tambah bagi
sekolah. Manfaat yang didapat dari prinsip penyelenggaraan teaching
factory meliputi manfaat ekonomis, pedagogis maupun sosial. Manfaat
ekonomis berupa nilai tambah secara ekonomis dalam mendukung
operasional sekolah. Manfaat pedagogis terutama tampak dalam integrasi
proses produksl dengan pembelajaran. Siswa secara langsung dapat
belajar sekaligus bekerja dalam suasana industri. Manfaat sosial di
antaranya adalah peran SMK terhadap lingkungan sekitar maupun dunia

usaha. Menjadi pertanyaan, bagaimanakah potensi dan implementasi


teaching factory tersebut di SMK kelompok Teknologi ? Dengan makin
banyaknya SMK ke1ompok Teknologi yang meml1iki teaching factory
diharapkan kontribusinya terhadap pertumbuhan industri manufaktur
makin optimal.
Berdasarkan permasalahan-penuasalahan penyelenggaraan SMK
kelompok Teknologi di atas, kajian ini ingin mengupas seberapa besar
kontribusi SMK kelompok Telmologi terhadap perrumbuhan industri
manufaktur.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pennasalahan kajian
ini dapat diidentifLkasikan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peranan SMK kelompok Teknologi terhadap
pertumbuhan industri manufaktur ?
2. Bagaimanakah relevansi bidang keahlian di SMK dengan industri ?
3. Bagaimanakah relevansi sumber daya alam di suatu wilayah
(khususnya di daerah yang sedang tumbuh) dengan bidang
keahlian di SMK ?
4. Bagaimanakah kerjasama SMK (SDM, mesinlperalatan) dengan
industry manufaktur ?
5. Bagaimanakah kerjasama sesama SMK dalam menunjang industry
manufaktur ?
6. Bagaimanakah optimalisasi industri manufaktur di daerah sebagai
tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau Praktek Kerja Tndustri
(Prakerin) siswa SMK?
7. Bagaimanakah promosi produkJpotensi SMK kepada masyarakat
luas ?
8. Bagaimanakah ketjasama Bursa Ketja Khusus (BKK) di SMK
dengan industri manufaktur ?
9. Bagaimanakah efektivitas bantuan Pemda (Dinas Tenaga Ketja)
yang sudah diberikan kepada lulusan SMK ?
10. Bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dukungan SMK terhadap
industry manufaktur ?
11. Bagaimanakah kontribusi SMK kelompok Teknologi terhadap
pertumbuhan industri manufaktur di daerah terpilih ?

C. Pengembangan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas masih dapat


dikembangkan lagi dengan melihat faktor-faktor yang terkait pada
permasalahan SMK dan industry manufaktur. Berdasarkan tinjauan
tersebut maka perrnasalahan dapat dikembangkan sebagai berikut:
1. Apakah Visi SMK mendukung pertumbuhan industri manufaktur ?
2. Apakah Misi SMK mendukung pertumbuhan industri manufaktur ?
3. Apakah Tujuan SMK mendukung pertumbuhan industri
manufaktur?
4. Bagaimanakah rata-rata kualitas input murid SMK ?
5. Apakah kurikulum SMK mengakomodasi kepentingan industri
manufactur?
6. Bagaimanakah relevansi pengembangan kurikulum SMK bidang
teknologi terhadap kebutuhan tenaga kerja di industri ?
7. Apakah pengembangan SDM (guru dan tekl1isi) di SMK relevan
dengan kepentingan industri manufaktur ?
8. Apakah pengembangan sarana dan prasarana di SMK relevan
dengan kepentingan industri manufaktur ?
9. Apakah komitmen pimpinan sekolah terhadap Unit Produksi telah
mendukung manufaktur ?
10. Apakah SMK berorientasi terhadap produk (S~ff( product oriented)?
11. Apakah SMK mempunyai staf khusus untuk. mencari order ke
industri/masyarakat ?
12. Apakah kebijakan sekolah terhadap Unit Produksi menduknng
manufaktur?
13. Apakah produk SMK mendukung terhadap indusm ? (Out
sourching industry ke SMK, lewat Unit Produksi Sekolah).
14. Apakah lulusan SMK yang beketja di sektor formal/informal
(termasuk bengke12 kecil wirausaha kerja part time) sudah
terdata?
15. Apakah hasil praktik SMK mendukung industri manufaktur di sekitar
sekolah (hasil praktik layak jual) ?
16. Apakah proyek akhir SMK (dalam rangka Uji Kompetensi) yang
diarahkan ke produk layakjual sudah maksimal?
17. Apakah data potensi UP SMK banyak diketahui industri di sekitar
sekolah?
18. Apakah sekolah membekaH murid tentang kewirausahaan bidang
perbengkelanJjasa perawatan dan perbaikan ?
19. Apakah sarana dan prasarana praktek sekolah memadai untuk
kegiatan unit produksi?
20. Apakah sekolah telah merniliki pelanggan tetap hasil unit
produksi ?
21. Apakah sekolah telah merniliki jaringan pemasaran hasil unit
produksi ?
4

22. Apakah sekolah telah merniliki tempat (show room) untuk menjual
hasil unit produksi atau jasa lain secara langsung kepada pembeli ?
23. Apakah letak SMK merupakan lokasi strategis untuk unit produksi?
24. Apakah sekolah telah melakukan promosi terhadap hasil unit
produksi ?
25. Apakah sekolah melakukan rnitra kerja kepada industri atau
perusahaan untuk melaksanakan sebagian pekerjaan industri
tersebut?
26. Apakah Unit Produksi sekolah telah memiliki ijin us aha atau
payung hukum ?
27. Apakah Unit Produksi sekolah telah dikelola secara profesional
sebagaimana perusahaan ?
28. Untuk menjaga kualitas produk, apakah hasil unit produksi telah
melewati pemerikasaan kendali mutu ?
29. Apakah silabus mata pelajaran selalu di up-date sesuai dengan
kebutuhan industri?
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi yang telah
dikemukakan di aras, maka untuk memfokuskan kajian, permasalahan
dibatasi pada :
1. Peranan SMK terhadap pertumbuhan industri manufaktur di
Indonesia. Peranan SMK dalam hal ini ditinjau dari dukungan
tenaga ketja terhadap
2. perkembangan produktivitas di industri manufaktur.
3. Kesesuaian kompetensi SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan
oleh pihak industri manufaktur. Dalam hal ini dibatasi pada
kenyataan pembekalan yang telah diberikan di SMK dengan
tanggapan pihak industri setelah menggunakan tenaga lulusan
SMK.
4. Kesenjangan kompetensi yang dirasakan oleh pihak industri
manufaktur. Kesenjangan yang dimaksud yaitu kompetensi yang
belum sesuai atau kurang sesuai atau sama sekali belum diperoleh
di SMK namun sangat dibutuhkan oleh pihak Industri.
5. Potensi SMK kelompok Teknologi menjadi sekolah teaching factory.
Potensi dilihat dari sarana-prasarana, kurikulum, sumberdaya
manusia, manajemen dan kebijakan sekolah.
E. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan pada kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peranan SMK kelompok Teknologi terhadap
pertumbuhan industri manufaktur secara nasional ?
5

2. Bagaimanakah kesesuaian antara kompetensi lulusan yang


diberikan oleh SMK kelompok Teknologi dengan kompetensi yang
dibutuhkan dalam dunia kerja?
3. Aspek kompetensi apa sajakah dan lulusan SMK kelompok
Teknologi yang belum sesuai dengan kebutuhan industri atau dunia
kerja ?
4. Bagaimanakah potensi SMK kelompok Teknologi untuk
mewujudkan konsep teaching factory ?
F. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah untuk
mendapatkan data secara nasional tentang peranan SMK
kelompok Teknologi terhadap pertumbuhan manufaktur. Kajian ini
juga bermaksud untuk mengungkap kesesuaian kompetensi
lulusan SMK dengan kebutuhan industri sekaligus mengungkap
kesenjangan antara kompetensi. SMK dengan tuntutan industri.
Berdasarkan data lni nantinya dapat memberikan solusi yang tepat
untuk memperlakukan lulusan SMK sebelum masuk ke industri.
Selain itu juga kajian ini untuk memotret potens] SMK dan
mengungkap SMK mana yang layak untuk merintis menjadi
sekolah teaching factory.
G. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil kajian ini adalah :
1. Teridentifikasi pertumbuhan industri manufaktur tiap-tiap provinsi
seluruh Indonesia.
2. Mengetahui sumbangan lulusan SMK kelompok Teknologi terhadap
peltumbuhan industri manufaktur di Indonesia.
3. Dengan diketahuinya seberapa besar sumbangan lulusan SMK
kelompok Teknologi pada pertumbuhan industri manufaktut rnaka
dapat dijadikan sebagai masukan bagi DPSMK, Dinas Pendidikan
Propinsi dan Kota/Kabupaten serta sekolah dalam mensinergikan
pengelolaan dan pengembangan SMK dengan kebutuhan industri
di sekitarnya.
4. Dengan terungkapnya data kesenjangan kompetensi lulusan SMK
untuk bekerja di industri maka dapat dijadikan acuan bagi
pemegang keputusan dalam memperlakukan lulusan SMK sebelum
masuk dunia kerja. Sehingga terdapat tindakan yang sinergi dan
berguna untuk meningkatkan kompetensi lulusan dan sesuai
dengan tuntutan dunia kerja.

5. Dengan diketahuinya pengelolaan SMK kelompok Teknologi yang


sedang merintis teaching factory, maka dapat dijadikan sebagai
dasar bagi
DPSMK,
Dinas
Pendidikan
Propinsi
dan
KotalKabupaten serta sekolah untuk melakukan pembenahan
terhadap kekurangan yang ada serta pembinaaan lebih lanjut
sehingga
SMK
yang
bersangkutan
dapat
berhasil
mengemba,ngkan teaching factory.
6. Dengan diketahuinya pengelolaan SMK kelompok Teknologi yang
telah berhasil mengembangkan teaching factory, maka dapat
dijadikan sebagai percontohan dalam pengembangan teaching
factory bagi SMK kelompok Teknologi lainnya serta sebagai acuan
bagi DPSMK, Dinas Pendidikan Propinsi dan KotalKabupaten untuk
melakukan pembinaan SMK.
II. METODE KERJA
A. Pendekatan Kajian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah
kuantitatif dengan metode survai eksploratif. Melalui pendekatan ini akan
diperoleh data untuk mengungkap peranan SMK kelompok Teknologi
terhadap pertumbuhan manufaktur, kesesuaian antara kompetensi yang
telah dibekalkan oleh SMK kepada lulusan dengan kompetensi yang
dibutuhkan oleh industri, kesenjangan an tara kompetensi yang dimiliki
lulusan dengan yang dibutuhkan industri, chain conversion yang
diperlukan bagi lulusan SMK yang bekerja di industri manufaktur serta
potens] SMK ke1ompok Teknologi dalam mewujudkan teaching factory.
B. Rancangan Kajian
1. Data kajian
Data primer yang diperlukan dalam kajian ini mencakup :
a. SMK kelompok Teknologi, meliputi : I) Kompetensi yang dibekalkan
kepada lulusan; 2) Potensi SMK sebagai teaching factory
b. Industri manufaktur, meliputi : l) Pertumbuhan produksi (omzet); 2)
Pertumbuhan investasi; 3) Tenaga kerja lulusan SMK dan SMA; 4)
Kinerja tenaga kerja lulusan SMK;
c. Kesenjangan antara kompetensi yang diburuhkan industri dengan
kompetensi yang dimiliki tenaga kerja SMK; 1) Kebutuhan chain
conversion bagi tenaga kerja lulusan SMK; 2) Pertumbuhan
investasi; 3) Bekal kompetensi yang diperoleh dari SMK; 4)
Kesenjangan antara kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha
dengan pengetahuan sebelumnya.

d. Data sekunder dati Biro Pusat Statistik (BPS) mencakup: 1) Produk


Domestik Regional Bruto (PDRB) dan sektor manufaktur per
provinsi; 2) Pertumbuhan PDRB industri manufaktur per propinsi,
dan aspek lain yang terkait.
2. Cara memperoleh data dan sumber data
Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan menemui
responden atau sumber data untuk mengisi angket dan me1akukan
observasi serta dokumentasi di SMK, industri manufaktur dan wirausaha
bengke1/manufaktur yang dipilih sebagai sampel. Responden atau
sumber data yang berasal dari SMK adalah Kepala Sekolah, dari industri
adalah Pimpinan Industri, sedangkan responden dan kalangan wirausaha
adalah pemilik usaha itu sendiri.
D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam kajian ini adalah SMK ke1ompok Teknologi.
Pengambilan sampel dilakukan secara multi stage cluster random
sampling. Pada awalnya, peneliti membagi wilayah menjadi Indonesia
Barat, Tengah, dan Timur. Berikutnya dilakukan pemilihan provinsi dan
kotalkabupaten secara random berdasarkan wilayah tersebut dt atas.
Tahap selanjutnya menentukan SMK kelompok Teknologi yang akan dipilih
sebagai sampel. Sedangkan industri manufaktur dan wirausaha dipilih
yang reI evan dengan bidang keahlian SMK yang terkait. Kategorisasi
industri didasarkan pada jumlah tenaga kerja yang dimiliki industri
tersebut. Industri Besar adalah industri yang memiliki jumlah karyawan
minimal 100 orang, industry menengah adalah industri yang memiliki
jumlah karyawan mulai 20 sampai dengan 99 orang, dan industri kecil
adalah industri yang memiliki jumlah karyawan 5 sampai dengan 19
orang. Sedangkan wirausahawan yang dijadikan sumber data kajian
adalah alumni SMK setempat yang membuka usaha secara mandiri.
E. Analisis Data
Untuk me~gungkap peranan SMK kelompok Teknologi terhadap
pertumbuhan manufaktur digunakan analisis dengan metode growth
accounting model berdasarkan data-data sekunder. Sedangkan untuk
mengetahui kesesuaian antara kompetensi yang telah dibekalkan oleh
SMK kepada lulusan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri,
kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan yang
dibutuhkan industri, chain conversion yang diperlukan bagi lulusan SMK
yang bekeIja di industri manufaktur serta potensi SMK kelompok Teknologi

sebagai teaching factory digunakan analisis deskriptif kuantitatif, dari data


primer.

III.

HASIL & PEMBAHASAN


A. Deskripsi Data Hasil Kajian
1. Peranan SMK Kelompok Teknologi terhadap Pertumbuhan
IndustriManufaktur
a. Data dan Pendekatan Kurvatur
Guna melihat berapa besar output yang dihasilkan sektor manufaktur
atau lapangan usaha industri pengolahan dapat digunakan data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar lapangan us
aha. Dalam kajian ini digunakan data PDRB sektoT manufaktur atas
dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000. Penggunaan PDRB
atas dasar harga konstan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh
gambaran pertumbuhan riilnya. Dengan kata lain PDRB dengan
harga konstan ini sudah dideflatorkan serungga efek inflasi sudah
dihilangkan.
2. Pembahasan Rurnusan Masalah Ke Dua
Temuan kedua kajian ini, dalam hal kesesuaian antara kompetensi
yang diberikan oleh SMK Kelompok Teknologi dengan yang dibutuhkan
dalam dunia ketja terlihat bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang
dibekalkan oleh SMK dengan kinerja lulusan di industri baik industri besar,
industri menengah. Industry kecil maupun wirausaha. Kesenjangan
terbesar terdapat di industri besar, diikuti dengan industri keeil, industri
menengah dan wirausaha. Temuan ini menjadi masukan yang berarti bagi
SMK untuk semakin memperkecil kesenjangan yang terjadi. Semakin
kecil. kesenjangan yang teIjadi menunjukkan bahwa semakin berhasil
SMK dalam mempersiapkan lulusannya memasuki dunia kerja.
Berdasarkan data hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam aspek
hard skill pembekalan yang dilakukan lebih eenderung kepada persiapan
keIja dan hasil keIja, sedangkan proses kerja memiliki skor terendah. Hal
ini selaras dengan kinerja lu1usan baik di industri besar, industri
menengah maupun industri kedl yang menunjukkan gejala sarna yaitu
aspek proses kerja memiliki skor lebih rendah dari pada persiapan kerja
dan hasil kerja. Dengan demikian yang perlu menjadi perhatian bagi SMK
adalah perlunya meningkatkan pembekalan aspek proses produksi.
Dengan bekal yang cukup diharapkan lulusan SMK menguasai
pelaksanaan proses produksi secara matang sehingga mampu
menunjukkan kinerja maksimal. Dilihat dari butir-butir hard skill tampak'

bahwa aspek yang perlu mendapatkan prioritas penguatan secara


berturut-turut adalah: (1) Persiapan kerja: memahami karakteristik bahan,
merencanakan proses produksi, memahami instruksi kerja, memahami
bahan-bahan berbahaya dan menyiapkan alat, (2) Melaksanakan
pekeIjaan: membuat gambar keIja berbasis komputer, mengoperasikan
mesin berbasis komputer, mengoperasikan program komputer, melakukan
perhitungan lanjutJkompleks, melakukan perhitungan statistik sederhana,
memperbaikil mengkalibrasi alat ukur, membuat gambar kerja manual,
membaca grafIk, melakukan perhitungan dasar, menggunakan alat ukur,
meIakukan perawatan mesin, mengoperasikan alat-a!at tangan,
mengoperasikan mesin penunjang kerja, (3) Hasil Kerja: jumlah hasil
pekerjaan, kualitas pekerjaan. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas
bahawa aspek utama kekurangan lulusan lebih pada proses kerja.
Beberapa industri mulai menuntut lulusan SMK untuk mampu
merencanakan proses kerja. Meskipun secara teoritis, tuntutan
kompetensi, maupun karakteristik SMK, aspek perencanaan kerja belum
saatnya diberikan, namun perlu kiranya pendalaman wawasan siswa ten
tang proses kerja di industri. Wawasan lulusan SMK terhadap proses kerja
di industri merupakan salah satu keluhan kalangan industri. Sebagian
besar industri menyatakan pentingnya pengetahuan dan wawasan tentang
proses kerja dan instruksi kerja bagi lulusan SMK.
Oleh karenanya sangat penting bagi SMK untuk merencanakan
secara komprehensif upaya penanaman proses kerja di industri berikut
instruksi kerjanya. Upaya ini dapat dilakukan salah satunya melalui proses
integrasi dalam mata diklat Praktek Industri (Prakerin/PKL). Pola
pembekalan praktek industri dengan mendatangngkan nara sumber dan
instruktur dari industri merupakan pola yang telah ditempuh bebebrapa
sekolah dan terbukti efektif. Di samping itu sebagian besar industri
menyatakan bahwa "Kalau mau praktek industri di tempat saya, undang
dulu saya ke SMK supaya siswa mengetahui apa yang harns disiapkan".
Dilihat secara rinci dari butir-butir aspek hard skill tampak bahwa perhatian
serius perlu diberikan kepada siswa SMK dalam hal penggunaan dan
pemanfaatan komputer dalam berbagai bidang seperti menggambar,
merancang hingga memproduksi. Aspek lain adalah pentingnya
penguasaan siswa dalam hal melakukan perhitungan matematis maupun
analisis statistik sederhana. Ketiga aspek tersebut jelas tidak hanya
membutuhkan kemampuan memahami apalagi mengetahui saJa namun
sampai pada aspek logika. Oleh karenanya penting bagi SMK untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam hal logika berpikir dan analisis
sederhana. Desain pembelajaran harns diarahkan untuk tidak sekedar

10

membuat sisiwa mengetaui, namun sampai pada pemaharnan siswa.


untuk menganalisis dan berpikir kritis. Dilihat dari keseimbangan aspekaspek kompetensi berupa hard skill dan soft skill, tampak bahwa
kesenjangan aspek soft skilllebih mendominasi dari pada aspek hard skill.
Hal ini mengindikasikan bahwa SMK perlu memberikan perhatian yang
l~bih baik lagi dalam membekali lulusannya dalam aspek soft skill seperti .
kedisiplinan, kejujuran, kemampuan berkomunikasi, adaptasi dan
sebagainya. disamping hard skill yang sudah dibekalkan selama ini.
Pentingnya pengembangan softskill bagi lulusan tampak dari respon
industri yang menyatakan bahwa p~da -umumnya kekurangan lulusan
SMK sebagian besar pada aspek soft skill. Oleh karen a itu bagi SMK
dipedukan pegembangan kedua aspek tersebut secara berimbang.
Industri besar pada umumnya memerlukan tenaga kerja yang memiliki
kompetensi keahlian yang sesuai dengan standar kompetensi baik
nasional atau bahkan intenasional. Oleh karena tenaga kerja yang
dipedukan adalah lulusan SMK yang benar-benar siap pakai terutama
untuk aspek hard skill. Namun perlu disadari SMK sampai saat ini tidak
mungkin memenuhi semua kebutuhan kompetensi dari, dunia industri.
Oleh karena setiap industri besar biasanya memiliki unit diklat untuk
menyiapkan lulusan sekolah menengah (SMA atau SMK) agar benarbenar siap kerj a diindustri tersebut. Soft skill sebenarnya masih
dibutuhkan namun hanya beberapa saja dari aspek soft skill yang
dipedukan misalnya kedisiplinan, kecermatan, dan ketelitian. Industri
besar biasanya juga menggunakan production line system sehingga. tidak
memerlukan tenaga kerja yang memiliki soft skilliengkap. Sebaliknya
industry denganskala kecillebih banyak memerlukan tenaga kerja dengan
hard skill rendah tetapi kebutuhan soft skill yang lengkap. Selain hal di
atas masih dipedukan kreativitas. kemampuan pemecahan masalah, dll.
Tenaga kerja industri kedl tidak memerlukan keterampilan yang tinggi,
tetapi justru kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah sangat
diperlukan. Demikian pula bagi wirausaha. Wirausahawan biasanya tidak
perlu terampil tetapi keuletan, kreativitas, tidak takut gagal, kecakapan
sosial, kecakapan berkomumkasi dan sebagainya yang lebih diutamakan.
Pengembangan secara berimbang hard skill dan soft skill selaras dengan
peran pendidikan sebagai upaya memberikan pengetahuan dan
keterampilan serta menanamkan niiai, sehingga dapat membentuk jatidiri
individu. Kepribadian individu mencakup kompetensi individu yang diwakili
oleh lima hal, yaitu: motivasi, traits, konsep diri, pengetahuan, dan
keterarnpiian. (Wood, et al., 2001: 97; dalam Ghozali, 2004).

11

Ketika jatidiri individu berada di duma keIja yang mempunyai tuntutan


tersendiri terhadap kompetensi yang diwakili keiima aspek tersebut dan
situasi kerja yang ada memberikan pengaruh terhadap individu tersebut,
akan dihasilkan sikap dan kinelja dari individu tersebut. Apabila jatidiri
yang dibentuk di lembaga pendidikan itu sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh duma keIja dan apabila situasi di dunia kerja adalah kondusif, sikap
dan kinetja yang dihasilkan adalah yang positif, yaitu: jujur, disiplin, ulet,
kreatif, f1eksibel, produktif, dll. Akan tetapi, bila sebaliknya yang terjadi
maka yang dihasilkan pun kebalikannya. Jati diri individu akan terkait erat
dengan makna kompetensi. Spencer and Spencer (Idawati, 2004),
mengemukakan kompetensi khususnya kompetensi kerja tcrdiri dari 5
komponen. Komponen tersebut adalah: (1) Knowledge, yaitu ilmu yang
dimiliki individu dalarn bidang pekerjaan atau area tertentu, (2) Skill,yaitu
kemampuan untuk unjuk kerja fisik atau mental, (3) Self Concept, yaitu
sikap individu, nilai-nilai yang dianut serta citra diri, (4) Traits yait\!
karakteristik fisik dan respon yang konsisten atas situasi atau infonnasi
tertentu, dan (5) Motives yaitu pemikiran atau mat dasar yang konstan
yang mendorong individu untuk bertindak atau berperilaku tertentu Skill
dan knowledge sering disebut hard competencies, sedangkan self
concept, traits dan motives disebut soft competence. Dalam menghadapi
perubahan tuntutan dunia keIja yang cepat maka diperlukan tenaga keIja
yang tidak hanya mempunyai kemampuan bekerja dalam bidangnya (hard
competencies) namun juga sangat penting untuk menguasai kemampuan
menghadapi perubahan serta memanfaatkan perubahan itu sendiri (soft
competence). Dalam konteks kajian ini, menjadi tantangan pendidikan
kejuruan khususnya SMK kelompok Teknologi untuk mengintegrasikan
kedua macam komponen kompetensi tersebut secara terpadu dan tidak
berat sebelah agar mampu menyiapkan SDM utuh yang memiliki
kemampuan bekeIja dan berkembang di masa depan. Aspek penting lain
yang perlu dikembangkan adalah pembelajaran. Penemuan-penemuan
dalam teori dan praktek pembelajaran menunjukkan bahwa dalam
menghadapi perubahan dan perkembangan dunia keIja mendatang
dipedukan adanya reorientasi pembelajaran dari model teaching ke model
learning dengan berpusat pada peserta didik (student centered learning).
Karakteristik model ini adalah: (1) menempatkan siswa sebagai subyek
pembelajaran yang hams aktif mengembangkan dirinya; (2) pembelajaran
bersifat aktif, partisipatif dan kolaboratif serta secara menyeluruh
memadukan aspek kecakapan hidup spesiftk maupun generic; (3)
gurulpengajar berfungsi sebagai fasilitator dan manajer pembelajaran; (4)

12

sesuai prinsip be1ajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta


didik harus diberi kesempatan untuk men~apai tujuan sesuai kemampuan
dan kecepatan belajarnya; dan (5) penilaian dilakukansecara menyeluruh,
menyangkut hasil dan proses pembelaj aran.
Model pembelajaran berdasar konstruktivisme, pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran
berbantuan media komputer dan /uJlistic as.~essment merupakan model
pembelajaran yang layak diterapkan dalam upaya meningkatkan kualitas
lulusan. Dari kajian ini juga tampak bahwa kesenjangan terkecil
kesesuaian kompetensi terdapat dalam pekeIjaan wirausaha. Hal ini perIu
menjadi perhatian dengan upaya penanaman jiwa kewirausahaan di
kalangan siswa. Berbagai inovasi penanaman jiwa kewirausahaan perlu
dilakukan baik melalui mata diklat khusus, integrasi dengan mata diklat
lain atau pun pengkondisian dalam suasana sekolah. Hal ini dimaksudkan
agar lulusan selain mempunyai kesempatan bekerja di industri juga
memiliki peluang yang besar dalam memanfaatkan potensi dirinya
sebagai
wirausahawan.
3. Pembahasan Rumusan Masalah Ke Tiga
Temuan ketiga kajian ini adalah chain conversion berupa upayaupaya yang dilakukan industri dalam mengatasi kelemahan dan
kekurangan lulusan SMK sebagai tenaga kerja barn. Berdasarkan
identifIkasi kesenjangan kompetensi yang dimiliki lulusan SMK untuk
bekerja di industri, tampak bahwa sebagian besar industry menyatakan
kelemahan dan kekurangan lulusan SMK sebagai tenaga kerja barn di
industri lebih banyak pada aspek soft skill seperti adaptasi, pereaya diri,
ketjasama tim manajemen diri, kedisiplinan, inisiatif, mental kerja dan
sejenisnya. Salah satu kekurangan lulusan SMK yang menonjol adalah
kesiapan mental kerja lulusan yang masih rendah. Kesiapan mental kerja
adalah kondisi mental dan emosi yang serasi dalam individu ealon tenaga
kerja yang di~njukkan beberapa eiri antara lain : (1) mempunyai
pertimbangan logis dan obyektif, (2) mempunyai kemampuan dan
kemauan untuk beketja sama dengan orang lain serta mampu
mengendalikan emosi, (3) mempunyai sikap kritis, (4) mempunyai
keberanian untuk menerima tanggung jawab secara individu, dan (5)
mempunyai ambisi untuk. maju dan berosaha mengikuti perkembangan
bidang keahlian yang ditekuni. Ketima citi kesiapan mental kerja seperti
tersebut di atas masih perlu ditingkatkan pembekalannya kepada siswa
SMK. Sedangkandari aspek hard skill beberapa aspek ke.kurangan

13

tampak dalam hal pemahaman tllstruksi kerja, wawasan kerja di industti,


kesehatan dan keselamatan kerja (IG), menggambar dengan komputer,
dan pemahaman Standard Operating Procedure (SOP). Oi samping itu
beberapa industri sudah mulai menuntut lulusan SMK untuk melakukan
perencanaan proses produksi meskipun dalam lingkup sederhana. Hal ini
kiranya menjadi masukan bagi SMK dalam mendesainpembelajarannya.
Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa masih terdapat
kesenjangan antara kualitas lulusan SMK dengan kualitas ideal tenaga
kerja yang dibutuhkan industri. Kualitas tamatan SMK yang ideal adalah
tamatan yang cerdas, cakap, terampil dan dapat bersaing di dunia kerja
sesuai dengan kebutuhan dan harapan dunia kerja. Secara Iebih terinci
kualitas lulusan SMK yang diinginkan duma kerja adalah : (1) tamatan
SMK harns memiliki ketrampilan learning how to leam;(2) tamatan SMK
harus mempunyai keterampilan membaca, menulis dan berhitung; (3)
tamatan SMK harus mempunyai kemampuan berkomunikasi baik secara
tulisan maupun oral; (4) tamatan SMK harus mempunyai ketrampilan
adaptabilitas yaitu memecahkan masalah dan berpikir kreatif; (5) tamatan
SMK barus memiliki ketrampilan manajemen personal, yaitu mempunyai
harga diri yang positif, motivasi yang tinggi dan keterampilan
mengembangkan karier dan kepribadian; (6) tamatan SMK harus memiliki
ketrampilan untuk bekerta secara kelompok; dan (7) tamatan SMK harus
mempunyai keterampilan dasar dalam keefektifan dan kepemimpinan
organisasi sehingga dapat menempatkan dirinya secata proposional.
Sedangkan Kristiadi Ananto (2005), menunjukkan bahwa dunia kerja
membutuhkan tamatan sekolah dalam dua macam, yaitu: 1. Kompetensi,
yaitu tamatan secara produktif mampu menggunakan : (a) sumber daya,
terrnasuk waktu, uang, bahan, tempat dan staf; (b) keterampilan antar
perseorangan, termasuk beketja secara kelompok, dapat mengajar
temannya, melayani pelanggan, memimpin, negoisasi dan dapat bekerja
saran dengan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda secara
kultural; (c) inforrnasi, terrnasuk mampu mendapatkan dan mengevaluasi
data, mengorganisasi dan memelihara arsip, menginterpretasi dan
mengkomunikasikan data serta dapat menggunakan komputer untuk
memproses data; (d) sistem meliputi mampu mernaharni sistem sosial,
organisasi, teknologi, memonitor dan meluruskan kinerja dan
merencanakan dan memperbaiki sistem; (d) teknologi mencakup data
memilih alat dan perlengkapan, menggunakannya sesuai dengan
tugasnya dan rnernelihara teknologi.
Kemamuan dasar mencakup: (a) keterampilan dasar melipnti dapat
membaca, menulis, berhitung, berbicara dan mendengar; (b) ketrampilan

14

berpikir termasuk berpikir secara kreatif, rnarnpu mengarnbil keputusan,


memecahkan masalah, memahami bagaimana belajar dan mampu
berargumentasi; dan (c) kualitas personal mencakup tanggung jawab,
harga diri, sosiabilitas, manajemen diri dan integritas. Uraian tersebut
rnengungkapkan dimensi yang sarna tentang kualitas surnber daya
manusia yang dibutuhkan dunia keIja, yang dapat disederhanakan
menjadi dimensi yaitu dimensi intelektual, afeksi dan fisiko Kualita<;
ideallulusan SMK seperti tersebut di atas harns menjadi acuan bagi SMK
dalam pengelolaan sekolah, sehingga kesenjangan yang ada semakin
menyempit atan mendekati ideal. Dilihat dari pola pembekalan (training)
yang dilakukan oleh industri, sebagian besar industri lehih memilih
melakukan training internal dan pada eksternal. Hal ini dimungkinkan
karena ketersediaan sumber daya selain kompleksitas pekeIjaan. Di
samping itu terlihat bahwa sebagain besar lulu san SMK dapat langsung
bekerja atau langsung ditempatkan bekerja sambi1 pelatihan dengan
sistem magang kepada karyawan senior. Hal ini rnenunjukkan bahwa
kemampuan dasar dalam bidang pekerjaan dirasa mencukupi. Oleh
karenanya pelatihan-pelatihan yang dilakukan lebih memasukkan aspek
-aspek soft skill. Temuan ketiga dati kajian ini merupakan masukan bagi
SMK dalam memhekali lulusannya agar lebih mudah melakukan adaptasi
dengan duma kerja. Beberapa aspek yang dapatdijadikan sebagai faktor
chain conversion antara lain perlunya penambahan kompetensi lulusan
dengan kemampuan merencanakan pekerjaan (sederhana), kemampuan
dalam K3, kemampuan memahami bahan berbahaya, pemahaman mutu,
dan instruksi kerja. Sedangkan aspek saft skill yang perlu ditekankan
antara lain elOS kerja, disiplin, kerjasama tim, kemampuan bersaing, dan
mental kerja.
4. Pembahasan Rumusan Masalah Ke Empat
Temuan ke empat dari kajian ini adalah potensi SMK dalam
mewujudkan teaching factory. Berdasarkan analisis data yang dilakukan
tampak bahwa potensi SMK dalam mewujudkan teaching factory
termasuk kategori cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa teaching
factory potensial dikembangkan di SMK atau SMK memiliki potensi yang
tinggi untuk dikembangkan menjadi teaching factory. Dalarn upaya
mewujudkan teaching factory memang dibutuhkan keyakinan dan
pandangan
dari
sekolah
bersangkutan
bahwa
SMK
dapat
mengoptimalkan potensi yang dimilildnya untuk: lebih berkembang secara
optimal. Pada aspek pembiayaan misalnya, sudah saatnya SMK mampu
untuk menggali sumber dana altematif melalui pemanfaatan sumber daya

15

yang akan mendukung proses pembelajaran dalam menghasilkan lulusan


yang berkualitas. Penerapan otonomi daerah maupun manajemen
berbasis sekolah menuntut , sekolah untuk lebih mandiri, kreatif, inovatif
dalam menggali dan mengatokasikan berbagai sumber daya dan sumber
dana pendidikan. Sekolah diberi keleluasaan dalam mengoptimalkan
sumber daya yang dimilikinya untuk membiayai pendidikan yang memang
mahal. Bagi sekolah dengan budaya kemandirian dan profesionalisme
yang tinggi perubahan paradigma tersebut merupakan peluang untuk
Iebih meningkatkan kemampuannya dalam menggali sumber dana
pembiayaan pendidikan guna peningkatan mutu. Namun bagi sekolah
dengan kemandirian rendah dan terbiasa bergantung kepada pemerintah,
pernbahan paradigma pembiayaan ini merupakan masalah yang amat
berat dan tidak jarang kebutuhan pembiayaan yang teramat tinggi ini
semata-mata dibebankan kepada siswa tanpa usaba uotuk menggali
sumber dana lain. Berdasarkan analisis data tampak bahwa aspek-aspek
yang paling kuat dari potensi teaching factory terdapat dalam aspek:
Ketersediaan jumlah SDM pengeloia UP, Kemampuan bersaing (daya
saing), Keyakinan mewujudkan teaching factory, Dukungan orang tua
siswa terhadap UP sekolah, Ketersediaan lahan/ruangan untuk UP,
Kualitas produk hasil UP, Kualitas SDM penge10la UP, Dukungan
petaturan yang ada selama ini, Integrasi UP dalam pembelajaran secara
utuh, Metode kerja UP, Ketersediaan bahan baku UP sekolah. Yang paling
lemah dari potensi teaching factory adalah: Keterlibatan siswa, Jumlah
pelanggan, Dukungan Pemda, Peran masyarakat sekitar, Pemahaman
pengelola tentang teaching factory. Peran UP dalam penyaluran lulusan,
Sumbangan UP secara ekonomis bagi kemajuan sekolah, Peluang UP
memanfaatkan industri di sekitar, Produktivitas, dan Kontinyuitas order
dari luar. Aspek-aspek kelemahan pengembangan teaching factory
sebagain besar adalah masih rendahnya dukungan Pemda, Pemahaman
penge\ola terhadap konsep teaching factory, KOlltinyuitas order, Pelibatan
siswa, dan Produktivitas. Oleh karenanya langkah yang perlu dilakukan
adalah mendorong peran Pemda untuk mendukung pengembangan
teaching factory serta peningkatan kemampuan manajerial sekolah dalam
menge101a teaching factory. Pengalaman empiris eli lapangan
menunjukkan bahwa terdapat berbagai
ragam faktor keberhasilan implementasi teaching factory, an tara lain:
1. SMK yang sukses mengimplementasikan teaching factory dengan
faktor dominan dukungan yang tinggi dari Pemda (contoh: kota
Surakarta).

16

2. SMK yang sukses dalam mengimplementasikan teaching factory


dengan factor dorninanlingkungan industri (contoh : kota Tegal).
3. SMK yang sukses dalam mengimplementasikan teaching factory
dengan factor dominan internal management yang kuat (Contoh: SMK
Negeri 6 Bandung).
4. SMK yang telah mengimplementasikan teaching factory dengan faktor
dominan iklim wirausaha. Dengan berbagai karakteristik yang
mewarnainya. terdapat beberapa SMK yang telah terbukti sukses
mengimp1ementasikan teaching factory dengan berbagai keunggulannya.
Terhadap hal tersebut penting bagi DPSMK untuk melakukan pembinaan
sekaligus menjadikannya sebagai model diikuti dengan upaya sosialisasi,
rintisan implementasi secara luas dan diseminasi. Diharapkan SMK
dengan
berbagai
karakteristiknya
mampu
mengembangkan
teachingfactory yang akhimya berdampak bagi peningkatan kualitas SMK.
Production Based Education merupakan salah satu pola yang dapat
diterapkan sebagai langkah awal dalam mewujudkan teaching factory.
Dalam model ini, sekolah dituntut mampu mencari pasar dan
menghasilkan suatu produk atau jasa untuk dijual kepada masyarakat
luas. Order yang diterima merupakan bahan praktek untuk siswa dengan
memperhatikan kompetensi yang harns dicapai. Dengan demikian hasil
praktek dari siswa harus merupakan barang atau jasa yang layak jual.
Hasil penjualan inikemudian digunakan untuk membiayai praktek
selanjutnya selta pembiayaan proses pembelajaran pada umumnya.
Dengan pola ini sekolah dapat pula bekerja sarna dengan industri untuk
memenuhi kebutuhan industri bersangkutan. Selain penerapan model
pembelajaran, keberadaan Unit Produksi merupak~n potensi yang dapat
dikembangkan sebagai embrio leaching factory. Dalarn artian semakin
baik Unit Produksi yang dimiliki SMK akan semakin semakin mudah
dalarn
mewujudkan teachinK factory. Gambaran keberadaan Unit Produksi paling
tidak dapat kita cermati dari penelitian yang dilakukan Sukardi, dkk. (2004)
yang menyatakan bahwa hampir semua SMK Negeri dan Swasta telah
memiliki Unit Produksi, namun sumbangannya bagi pembiayaan dan
pembelajaran masih sangat keci!. Potensi tersebut merupakan asset yang
berharga dan layak untuk dikembangkan. Sudah saatnya unit produksi
dikelola secara profesional dengan memperhatikan aspek-aspek bisnis.
Optimalisasi Unit Produksi ini dapat dilakukan dengan memperbaiki pala
manajemen, perluasan pasar, serta peningkatan kualitas sumber daya
pengelola. Harapannya dengan optimalisasi Unit Produksi tersehut akan
semakin meningkatkan kemampuan pembiayaan penyelenggaraan

17

pendidikan sekaligus melapangkan j alan terwujudnya teaching factory. Di


samping upaya-upaya tersebut, upaya lain yang perlu dilakukan adalah
dengan meningkatkan kemampuan SMK dalam menjalin kerjasama
dengan masyarakat termasuk dunia usaha dan industri dalam aspek yang
beragam. Dengan kerjasama intensif tersebut harapannya akan
didapatkan hubungan timbal balik yang menguntungkan di antara kedua
belah pihak. Dalam hal ini SMK sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
masyarakat mampu berkontribusi secara maksimal terhadap masyarakat,
eli lain pihak masyarakat termasuk dunia usaha dan industri juga berperan
dalam memajukan pendidikan termasuk dalam hal pembiayaan dan
pembelaj aran.
IV.

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bedasarkan pembahasan yang telah disampaikan pada Bab
sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Hasil empiris berdasarkan analisis regresi memberikan pesan bahwa
semakin banyak human capital yang dipasokkan pada perekonomian
maka akan mendorong pertumbuhan di sektor manufaktur dengan
laju yang semakin cepat. Terkait dengan peran SMK terhadap
pertumbuhan sektor manufaktur, diketahui bahwa jika jumlah lulusan
SMK kelompok Teknologi bertambah sebesar 1 persen, secara ratarata PDRB riil sektor manufaktur akan naik sebesar 0.43 persen. Hal
ini selaras dengan temuan penelitian-penelitian sebelumnya. Bukti
empiris ini mengisyaratkan dan semakin menguatkan pentingnya
investasi di bidang pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan
kelompok Teknologi, sebagai alat untuk mendorong pertumbuhan
sektor manufaktur.
2. Selain itu diperoleh pula peta bahwa : (a) Daerah yang konsisten
dengan sumbangan sektor manufaktur terhadap PDRB tinggi dan
jumlah lulusan SMK kelompok Teknologi tinggi, meliputi provinsi
Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan J awa Timur; (b) Daerah
dengan sumbangan sektor manufaktur terhadap PDRB tinggi dan
jumlah lulusan SMK kelompok Teknologi rendah, yakni provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Selatan. Kep. Bangka Belitung,
Kalimantan Barat, DK!, dan Kalimantan Timur; (c) Daerah dengan
sumbangan sector manufaktur terhadap PDRB rendah dan jumlah
lulusan SMK kelompok Teknologl rendah ada sebanyak sekltar 20
provinsi; dan (d) Satu-satunya daerah yang terus menerus selama
kurun waktu 2002-2006 mempunyai sumbangan sektor manufaktur

18

terhadap PDRB rendah dan jumlah lulusan SMK kelompok Teknologi


tinggi, yaitu provinsi OJ Yogyakarta.
3. Masih terdapat kesenjangan kompetensi antara apa yang telah
diberikan oleh SMK dengan kebutuhan riil pihak industri.
Kesenjangan terbesar terdapat pada kompetensi lulusan S~Y1K bila
dil1'lat dari kebutuhan industri besar diikuti oieh industri kedl,
in<;lustri menengah, dan wirausaba.
4. Secara umum lulusan SMK lemah dalam hal soft skill. Oleh karena
itu industry menempatkan aspek soft skill sebagai sasaran utama
yang perlu dibekalkan dalam menyiapkan lulusan SMK untuk bekerja
pada peketjaan pertama di industri.
5. Potensi SMK dalam mewujudkim teaching factory termasuk kategori
cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa teaching factory potensial
dikembangkan di SMK atau SMK memiliki potensi yang tinggi untuk
dikembangkan menjadi teaching factory. Aspek-aspek yang paling
kuat dari potensi teaching factory terdapat pada: Ketersediaan
jumlah SOM pengelola UP, kemampuan bersaing (daya saing),
keyakinan mewujudkan teaching factory, dukungan orang tua siswa
terhadap UP sekolah, ketersediaan lahanJruangan untuk UP,
kualitas produk hasil UP, kualitas SOM pengelola UP, dukungan
peraturan yang ada selama ini, integrasi UP dalam pembelajaran
secara utuh, metode keIja UP, dan ketersediaan bahan baku UP
sekolah.
B. Rekomendasi
Berdasarkan pada kesimpulan di atas maka dapat diberikan
rekomendari sebagai berikut:
Bagi DPSMK :
1. Diketahui bahwa jika jumlah lulusan SMK kelompok Teknologi
bertambah sebesar 1 persen, secara rata-rata PDRB riii sektor
manufaktur akan naik sebesar 0.43 persen. Berbicara peningkatan
jumlah lulusan SMK harus dimulai dengan penambahan jumlah
SMK. Dengan demikian, reproporsionalisasi SMA : SMK menjadi 30
: 70 menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.
2. Pendidikan seharusnya bukan hanya dipandang sebagai kegiatan
konsumtif, namun diakui sebagai suaW investasi sumber daya
manusia.
Pendidikan
memberikan
sumbangan
terhadap
pembangunan sosial ekonomi melalui caracara meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan produktivitas.
Pendekatan perencanaan pendidikan khususnya pendidikan
kejuruan perlu mengakomodasi prinsip human investment sebagai
19

3.

4.

5.

6.

7.

salah satu pendekatan dalam rangka meningkatkan kualitas


penyelenggaraan pendidikan.
SMK tidak hanya memenuhi kebutuhan tenaga kerja secara
kuantitatif, yang juga penting diperhatikan adalah jenis-jenis
keahlian dan keterampilan yang perlu dikembangkan sesuai
dengan potensi daerah, kebutuhan industri, dan kebutuhan dunia
usaha yang ada di daerah.
lustifikasi keberadaan SMK akan semakin kuat manakala lulusan
yang dihasilkan mampu menunjukkan kineIja secara memuaskan di
dunia kerja dalam hal ini industri manllfaktur. Oleh karenanya kajian
peran SMK kelompok teknologi terhadap pertumbuhan industri
manufaktur perIu terus 'menerus dilaksanakan dan diperbarui untuk
menguatkan justifikasi dan relevansi.
lustifikasi dibukanya satu program. pendidikan SMK ditentukanoleh
adanya kebutuhan nyata yang dirasakan di lapangan berupa
tenaga yang perlu dididik di SMK. Hal ini hendaknya dijadikan
indikator bagi pembukaan maupun penutupan program keahlian
atau kejuruan selain aspek prasyarat lain seperti ketersediaan
sumberdaya, need assessment dan kelayakannya.
Diketahui bahwa masih terdapat kesenjangan kompetensi antara
apa yang telah diberikan oleh SMK dengan kebutuhan riil pihak
industri. Kesenjangan terbesar terdapat pada kompetensi lulusan
SMK bila dilihat dari kebutuhan industry besar (pada aspek hard
skill) diikuti oleh industri keeil, industri menengah, dan wirausaha.
Oleh karena itu DPSMK perIu merumuskan pola kolaborasi
SMKIndustri Besar yang berkeeenderungan high techology.
Kolaborasi dapat dilakukan dengan cara pihak pihak DPSMK
memfasilitasi SMK untuk menghadirkan guru tamu dari industri
diikuti dengan magang gurulsiswa SMK ke industri besar.
Lulusan SMK lebih fleksibel ketikamasuk industri kedl dan
wirausaha. Oleh karena itu sudah saatnya kewirausahaan tidak
hanya suplemen, tetapi didorong menjadi orientasi utama SMK.
DPSMK perIu mendorong SMK untuk merubahorientasi
pembelajarannya dari sekedar menyiapkan siswa memasuki
lapangan keIja menunju siap betWirausaha. Pihak DPSMKjuga
perlu membuat terobosan dengan slogan-slogan SMKE (Sekolah
Menengah Kejuruan dan Enterpreneurship). fasilitasi Inkubasi
Wirausaha Barn (INWUB), diversifikasi Prakerin ke Praktek
Kewirausahaan secara luas. Sebagai langkah awal dapat dilakukan
pemberian block grant bagi sekolah potensi menjadi SMKE.

20

8. Jika dilihat dari kompetensi lulusan, kelemahan lulusan SMK Iebih


banyak pada aspek soft skill dibandingkan dengan hard skill. Oleh
karena itu aspek soft skill perIu secara tegas dimasukkan dalam
struktur kurikulum SMK dengan berbagai strategi implementasinya.
DPSMK bekeIjasama dengan DPMPTK perIu mengembangkan
model pembelajaran soft .fkill dalam pembelajaran diSMK. Model
yang bisa diterapkan adalah integrasi soft sTeili dalam
pembelajaran sehari-hari dan pembentukan iklim industri di sekolah
ser:ta optimalisasi bimbingan kejuruanlkarier.
9. DPSMK perlu menyusun rambu-rambu dan panduan integrasi
pengembangan hard skill dan soft skill yangdibutukan lulusan
SMKuntuk beketja di industri.
10. Pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan soft skill
perlu dikembangkan oleh guru. Masalah akan muneul karena
direktorat yang mengurusi guru bukan DPSMK.. Yang sering terjadi
adalah apa yang dikerjakan di DPSMK tidak diketahui oleh
DPM:PTK. Kalaupun tahu kadang kegiatan antara kedua direktorat
yang terkait dengan kualitas pembelejaran tidak sinkron. Oleh
karen a itu kedua direktorat perIu selalu berkomunikasi dalam hal
pengembangan kurikulum diikuti dengan program penyiapan guru
untuk melaksanakan kurikulum yang telah dikembangkan.
11. Potensi SMK untuk mewujudkan teaching factory termasuk kategori
cukup baik. Oleh karenanya langkah yang periu dilakukan adalah
mendorong peran Pemda untuk mendukung pengembangan
teaching factory serta peningkatan kemampuan manajerial sekolah
dalam mengelola teaching factory. DPSMK hendaknya menyusun
roadmap berisi tahapan-tahapan SMK menjadi teaching factory
yang handal.
12. DSMK periu melakukan pembicaraan secara intensif dengan
Pemerintah Dearab dalam Rangka pembentukan teaching factory.
Daerah-daerah yang merniliki kornitmen tinggi dalam mewujudkan
teaching factory, perlu difasilitasi dan diprioritaskan.
13. DPSMK perIu mendorong Unit Produksi untuk dikembangkan
menjadi teaching factory.
14. Realisasipengembangan UP menjadi teaching factory menjadi
lengkap dan sinkron dengan pengembangan budaya wirausaha di
SMK. Pemerintah lDirektorat perIu membuat pedoman peralihan
UP menjadi teaching factory, membuat mile stones perubahan UP
yang potential menjadi teaching factory dengan mengalokasikan
sumberdaya berlkut sumberdananya. Periu dikembangkan pilot
project pengembangan UP menjadi teaching factory dengan alokasi

21

dana yang . memadai kemudian hasilnya direplikasikan ke sekolahsekolah lain. Aturan-aturan legallhukum yang mendukung perlu
dibuat dan diterbitkan agar tidak menyimpang dati koridor hukum.
Pemda yang memiliki potensi pembiayaan tinggi bisa diajak
membiayai
pengembangan
pilot
project
ini
dengan
dukungankonsep ,dan pengembangan dati direktorat.
15. DPSMK perIu meyakinkanPemda untuk berpihak secara nyata bagi
pengembangan SMK di daerah.
Bagi SMK:
1. Berdasarkan respon pihak industri pemakai lulusan, SMK perlu
melakukan penguatanpembekalan aspek proses produksi bagi
siswanya. Dengan bekal yang cukup diharapkan lulusan SMK
menguasai pelaksanaan proses produksi secara matang sehingga
mampu menunjukkan kinerja maksimal. Di samping itu, sangat
penting bagi SMK untuk merencanakan secara komprehensif
upaya penanaman proses kerja di industri berikut instruksi
kerjanya. Upaya ini dapat dilakukan salah satunya melalui proses
integrasi dalam mata diklat Praktek Industri/PrakerinJPKL. Pola
pembekalan praktek industri dengan mendatangkan nara sumber
dan instruktur merupakan pola yang telah ditempuh beberapa
sekolah dan terbukti efektif. Oleh karenanya layak dikembangkan
menjadi suatu model.
2. Dalam menghadapi perubahan tuntutan dunia kerja yang cepat
maka diperlukan tenaga kerja yang tidak hanya mempunyai
kemampuan bekerja dalam bidangnya (hard competencies) namun
juga sangat penting untuk menguasai kemampuan menghadapi
perubahan serta memanfaatkan perubahan itu sendiri (soft
competence). Menjadi tantanganpendidikan kejuruan khususnya
SMK kelompok Teknologi untuk mengintegrasikan kedua
macamkomponen kompetensi tersebut secara terpadu dan tidak
berat sebelah agar mampu menyiapkan SDM utuh yang memiliki
kemampuan bekerja dan berkembang di masadepan.
3. Seiring dengan tuntutan perkembangan teknologi menuju
komputerisasi dan informasi teknologi serta tuntutan pihak DUD!,
penting bagi SMK unt~k meningkatkan kemampuan siswa dalam
hal logika berpikir dan analisis sederhana. Desain pembelajaran
harns diarahkan untuk tidak sekedar membuat siswa mengetahui,
namun sampai pada pemahaman siswa untuk menganalisis dan
berpikir kritis.

22

4. Dalam mengbadapi perubaban dan perkembangan dunia ketja


mendatang dipedukan adanya reorientasi pembelajar dati model
teaching ke learning dengan berpusat pada peserta didik (student
centered learning). Karakteristik model ini adalah: (1)
menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran yang harus aktif
mengembangkan dirinya; (2) pembelajaran bersifat aktif, partisipatif
dan kolaboratif serta secara menyeluruh memadukan aspek
kecakapan hidup spesifik maupun generik; (3) guru/pengajar
berfungsi sebagai fasilitator dan manajer pembelajaran; (4) sesuai
prinsip belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta
didik hams diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai
kemampuan dan kecepatan belajamya; (5) penilaian dilakukan
secara menyeluruh, menyangkut hasil dan proses pembelajaran.
Model pembe\ajaran berdasar konstruktivisme. pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning). pembelajaran
berbanruan media komputer dan holistic assessment j merupakan
model pembelajaran yang layak diterapkan dalam upaya
meningkatkan kualitas lulusan. Oleh karenanya periu pengkajian,
perumusan model, sosialisasi, implementasi dan evaluasi untuk
dapat diterapkan secara luas sebagai upaya meningkatkan
adaptabilitas lulusan.
5. Mental kerja siswa belum terbentuk untuk siap bekerja di industri.
Salah satu upaya yang perIu dilakukan adalah menyiapkan guru
untuk merniliki
6. pengetahuan nyata tentang dunia industri kemudian pengalaman
dari guru
7. tersebut dapat ditularkan kepada para siswa. Jika pilihannya hanya
satu, SMK hendaknya Iebih memprioritaskan gurunya mengikuti
dildat di industri dari pada studi lanjut S2.
8. Kelemahanlulusandalam aspek melakukan pekerjaan adalah
membuat gambar kerja berbasis komputer, mengoperasikan
program komputer, mengoperasikan mesin berbasis komputer, dan
melakukan perhitungan statistik. Perlu dilakukan upaya
peningkatan kinerja lulusan SMK terutama dalam aspek membuat
gambar kega berbasis komputer, mengoperasikan program
computer, mehgoperasikanmesin betbasis komputer, melakukan
perhitungan
statistic
sederhana,
melakukanperhitungan
tanjut/kompteks, mengkatibrasi alat ukur, dan mengadministrasikan
pemakaian mesinlalat.
9. SMK perlu memberikan perhatian yang lebih baik tagi dalam
membekali
23

10. lulusannya dalam aspek soft skill sepecti kedisiplinan, kejujuran,


kemampuan berkomunikasi, adaptasi dan sebagainya di samping
hard skill yang sudah dibekalkan selam.a ini. Hal ini didasarkan
atas respon industri yang menyatakan bahwa kelemahan utama
luiusanSMK Iebih terletak pada aspek soft skill.
11. Dalam upaya menanamkan dan mengembangkan secara integratif
antara soft skill dan hard skill perIu pengembangan, pengkajian,
dan perumusan model pembelajaran yang dapat ditindaklanjuti dan
diaplikasikan terkait dengan budaya sekolah, penciptaaniklim
akademis, keteladanan, penanaman etos kerja, dan integrasi dalam
proses pembelajaran. Keberhasilan penerapan salah satu pol a dari
suatuSMK dapat dikaji dan ditiadaklanjuti untuk dapat diterapkan
secara efektif di SMK lain dengan berbagai variasi yang
mengakomodasi keberagaman konteks.
12. SMK periu secara nyata mendesain dan memprogramkanintegrasi
soft skill dalampembelajaran.
13. Kinerja terendahluiusan SMK kelompok Teknologi terdapat dalam
aspek soft skill dan melaksanakan pekeIjaan. Dengan demikian
aspek yang 'perlu dikembangkan dari lulusan SMK adalah soft skill
dan kemampuan untuk melaksanakan (proses) pekerjaan.
14. Dalam aspek moti vasi kelemahan utama lulusan adalah pada
aspek kemauan belajar hal barn, kebutuhan harga diri dan
dorongan prestasi. Oleh karena itu sekolah perlu terus-menerus
memompa motivasi para siswanya melalui berbagai kegiatan
akademik di sekolah, seperti mendatangkan guru tamu sebagai
nara sumber.
15. SMK periu menciptakan iklim sekolah sesuai dengan iklim kerja di
industry serunggga akan tumbuh budaya industri di sekolah dalam
rangka menanarnkan soft skill secara efektif.
16. Kesenjangan terkecil kesesuaian kompetensi yang dibekalkan oleh
SMK dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja terdapat dalarn
pekerjaan wirausaha. Hal ini perlu menjadi perhatian dengan upaya
penanaman jiwa kewirausahaan di kalangan siswa. Berbagai
inovasi penanaman jiwa kewirausahaan perlu dilakukan baik
melalui mata diklat khusus, in tegrasi dengan mata diktat lain
ataupun pengkondisian dalam suasaua sekolah. Hal ini
dimaksudkan agar lulusan selain mempunyai kesempatan bekerja
di industri juga merniliki peluang yang besar dalam memanfaatkan
potensi dirinya sebagai wirausahawan.
17. Dalam upaya membekali lulusan agar lebih mudah mendapatkan
peketjaan,beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai faktor

24

chain conversion antara lain perlunya penambahan kompetensi


lulusan
dengan
kemampuan
merencanakan
pekerjaan
(sederhana), kemampuan dalam K3, kemampuan memaharni
bahan berbahaya, pemahaman mutu dan instruksi kerja.
Sedangkan aspek soft skill yang per1u ditekankan antara lain etos
kerja, disiplin, kerjasama tim, kemampuan bersaing dan mental
kerja.
18. SMK periu menetapkan sistem yang mampu mengembangkan
kemampuan soft skill siswa SMK agar siap bekerja dan bersaing di
dunia kerja. Sistem bias berupa aturan-aturan sekolah atau aturan
kelas yang mampu membiasakan siswa untuk bertingkah laku yang
mengarah pada akuisisi soft skill tertentu. Soft skill bisa dicapai
melalui kegiatan instruksional dan non instruksional.
19. Sudah saatnya SMK mampu untuk menggali sumber-sumber dana
altematif melalui pemanfaatan sumberdaya yang akan mendukung
proses
pembelajarandalam
menghasilkan
Lulusan
yang
berkualitas. Penerapan otonorni daerah maupun manajemen
berbasis seko1ah menuntut sekolah untuk lebih mandiri, kreatif,
inovatif dalam menggali dan mengalokasikan berbagai sumber
daya dan sumber dana pendidikan.
20. Production Based Education merupakan salah satu pola yang
dapat diterapkan sebagai langkah awal dalam mewujudkan
teaching factory. Dalam model ini sekolah dituntut mampu mencari
pasar dan menghasilkan suatu produk atau jasa untuk dijual
kepada masyarakat 1uas. Order yang diterimamerupakan bahan
praktek untuk siswa dengan memperhatikan kompetensi yang
harus dicapai.
21. Selain penerapan model pembelajaran, keberadaan Unit Produksi
merupakan potensi yang dapat dikembangkan bagi perwujudan
teaching factory. Dalam artian semakin baik Unit Produksi yang
dimiliki SMK akan semakin semakin mudah dalam mewujudkan
teaching factory. Oleh karenanya optimalisasi dan pemberdayaan
Unit Produksi perlu dilakukan sebagai jalan antara untuk
mewujudkan teaching factory.
22. Dalam upaya mengembangkan teaching factory perlu dilakukan
sosialisasi, pemetaan, fasilitasi, implementasi dan evaluasi.
Diperlukan konsep dan ramburambu yangjelas dan mudah
ditafsirkan bagi SMK untuk mewujudkannya.
23. Ke1emahan lulusan dalam aspek soft skill adalah kemampuan
memecahkan masalah kompleks, bekerja di bawah tekanan,
mengelola dan menggali informasi, dan kemampuan presentasi.

25

01eh karenanya perlu dialkukan berbagai upaya meningkatkan


aspek-aspek tersebut.
24. Perbandingan kinerj a lulusan SMK dan non SMK menunjukkan
kesamaan dalam aspek-aspek soft skill, motivasi dan
kepemimpinan dominan menunjukkan kinerja yang sarna. Oleh
karenanya diperlukan upaya keras untuk memningfkatkan
kemampuan lulusan SMK dalam aspek-aspek soft skill,motivasi
dan kepemimpinan.
25. Pembekalall aspek kewirausahaan yang dibekalkan S:MK tennasuk
kategori baik.
26. Aspek kejujuran, etos kerja, tanggung jawab, disiplin dan
penerapan prinsip K3 merupakan aspek-aspek utama yang sangat
diperlukan dalam pekeIjaan di industri.
27. Aspek adaptabilitas, kejujuran, etos keIja, inisiatif dan kreativitas,
keIjasama, adaptabilitas, kejujuran, etos kerja, inisiatif dan
kreativitas, kerjasama, percaya diri,dan toleransi merupakan aspekaspek utama yang sangat diperlukan dalam pekerjaan di industri.
28. SMK perlu melakukan reorientasi kewirausahaan yang selama ini
dilakukan. SMK dapat membentuk inkubator bisnis di lingkungan
sekolah serta kelas wirausaha
Bagi Pemda:
1. Dalam konteks pengembangan pendidikan kejuruan, daerah
memiliki kewenangan menentukan kebijakan pengembangan
program pendidikan SMK yang sesuai dengan konteks daerah.
Program pendidikan SMK hendaknya dapat diarahkan untuk
menghasilkan tenaga kerja atau sumber daya manusia. Untuk
menuju teaching factory perlu ada perubahan mendasar (atau
perubahan paradigma) bekerja dan PNS menjadi iklim kerja
sebagai swasta, dan target memenuhi jam keIja menjadi target
perolehan keuntungan dan income perusahaanlUP yang tinggi dan
berkembangnya UP menjadi bentuk usaha yang mandiri. UP harus
dikelola dengan manajemen yang baik oleh orang yang profesional,
dan bukan pekerjaan sampingan.
2. Sumber daya manusia yang lebih produktif dan mampu
mendayagunakan potensi perekonomian daerah, mampu
memperbesar perputaran perekonomian, sebingga dalam jangka
panjang akan meningkatkan kemandirian daerah. Perlunya
pengaturan peran dan fasilitasi bagi daerah untuk mengembangkan
SMK merupakan langkah antisipatif yang perIu dilakukan.

26

3. Sebagai tindak lanjut kebijakan reproporsionalisasi SMK-SMA,


setiap daerah harns siap menindaklanjuti dengan berbagai strategi.
Selain aspek jumlah (proporsi), sarn aspek penting yang tidak
boleh dilupakan adalah relevansi bidang atau program kejuruan
yang akan dibuka dengan tuntutan dunia keIja dan potensi daerah
masing-masing. Perlu panduan, rambu-rambu, dan fasilitasi bagi
daerah dalam mengembangkan SMK mulai dati rintisan, pendirian
penyelenggaraan hingga evaluasi.
4. Penelitian-penelitian tentang analisis kebutuhan program kejuruan
yang diperlukan daerah dalam era otonomi, penting dilakukan guna
mendapatkan gambaran obyektif dan data akurat sebagai bahan
pertimbangan. Dengan kesesuaian program kejuruan dan
karakteristik
serta
potensi
daerah
diharapkan
mampu
meningkatkan difersifikasi lapangan usaha bagi lulusan SMK yang
dapat berdampak pada kemajuan daerah tersebut .
5. Sebagian besar daerah di Indonesia termasuk kategori .
sumbangan sector manufaktur terhadap PDRB rendah dan jumlah
lulusan SMK kelompok Teknologi juga rendah. Hal ini kiranya
menjadi bahan masukan untuk melibatkan berbagai pibak secara
sinergis guna membenahi kedua sektor, yaitu di satu sisi
meningkatkan pertumbuban industri manufaktur sedangkan di sisi
lain meningkatkan ketersediaan lulusan SMKkhususnya kelompok
Teknologi.
6. Daerah yang masuk kategori memiliki sumbangan sektor
manufaktur terhadap PDRB tinggi dan jumlab lulusan SMK
kelompok Teknologi juga tinggi, upaya menjaga keselarasan
pertumbuhan industri manufaktur dan ketersediaan jumtah lulusan
SMK kelompok Teknologi periu diimbangi dengan meningkatkan
relevansi bidang kejuruan dalam lingkup SMK kelompok Teknologi.
7. Daerah dengan kategori sumbangan sektor manufakturterhadap
PDRB tinggi namun jumlah Iulusan SMK Kelompok Teknologi
rendah, peningkatan jumlah SMK kelompok Teknologi merupakan
salah satu upaya yang periu dilakukan.
8. Daerah dengan kategori sumbangan sektor manufaktur terhadap
PDRB rendah namun jurolah lulusan SMK Kelompok Teknologi
termasuk tinggi, upaya perluasan pangsa pasar lulusan Iintas
daerah, provinsi bahkan lintas Negara perlu dilakukan untuk
mengupayakan terserapnya lulusan SMK khususnya Kelompok
Teknologi.

27

9. Pemda hendaknya mampu memfasilitasi SMK untuk melakukan


kolaborasi dengan dunia usahalindustri dan berbagai pihak
(KADIN, Depnaker) dalam meWujudka."l teaching factory.
10. Pemda dapat memanfaatkan keberadaan SMK guna mendorong
pertumbuhan ekonomi dann industri manufaktur di daerah tennasuk
dalam hal ini pemambahan SMK barn hendaknya memperhatikan
pertumbuhan dan potensi daerahnya.
11. Pemda periu secara sinergis menjalin komunikasi dengan berbagai
pihak dalam perwujudan teaching factory.
12. Pemda diharapkan secara serius dan dengan perencanaan yang
matang dalam mengembangkan pendidikan SMK baik untuk
memenuhi kebutuhan tenaga keIja lokai, nasional, maupun
intemasional. Kebutuhan tenaga keIja lokal perlu dipenuhi agar
dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi daerah KabupatenJKota.
13. Dinas Pendidikan di tingkat KabupatenIKota perlu mengembangkan
programprogram untuk melatih guru-guru SMK dalam membuat
RPP yang mengintegrasikan aspek soft skill, melatih metode dan
strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan
soft skill, melengkapi alat untuk membekali hard skill siswa yang
memadai.
14. Antar daerah perlu menjalin kerja sama untuk saling memanfaatkan
potensi. Misalnya, daerah-daerah Iuar pulau Jawa dapat
mengirimkan lulusan SMK-nya untuk melanjutkan studi di
Yogyakarta yang memiliki SMK program empat tahun (eks STM
Pembangunan). Dengan demikian lulusan akan memiliki
kompetensi lebih bila dibanding lulus program tiga tahun. Setelah
lulus SMK empat tahun para lulusan diharap kembali ke daerah
untuk membangun daerahnya.
Selamat mereview buku-buku pak Slamet semoga teman-teman semua dapat
mencerna dan sukses selalu. Komitmen dan kerjasama lebih penting dari
sekedar pintarok..ok, selamat bekerja.

28

Anda mungkin juga menyukai