Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN KRANIOTOMI

A.

KONSEP DASAR MEDIK

Definisi
Kraniotomi ialah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK,
mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
Anatomi dan Fisiologi
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai
tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang
berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal
dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fosa-fosa, yaitu:
-

Fosa anterior: berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer.

Bagian tengah fosa: berisi lobus parietal, temporal dan oksipital.

Bagian fosa posterior: berisi batang otak dan medula.

a.

Serebrum

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut
adalah:
1.

Lobus frontal: merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior.

Fungsinya: untuk mengontrol prilaku individu, membuat keputusan,


kepribadian dan menahan diri.
2.

Lobus parietal: lobus sensasi.

Fungsinya:
3.

Menginterpretasikan sensasi.

Mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.


Lobus temporal

Fungsinya: mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan


jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
4.

Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.

Fungsinya:

b.

bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.

Batang otak

Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia)
menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi

jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan
penglihatan.
c.

Serebelum

Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura
meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang
dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan
gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi
dan mengintegrasikan input sensorik.

Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:

Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)

Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura


(kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).
Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa
variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:
1.

Lokasi dan arah dari penyebab benturan.

2.

Kecepatan kekuatan yang datang.

3.

Permukaan dari kekuatan yang menimpa.

4.

Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan.

Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat
ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,
peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni
otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasideselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah,
dan jaringan otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan
isinya, rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak dari
objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan akselerasi,
kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan cerebelum
dapat terjadi.

Cedera deselerasi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak
dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak, otak berdeselrasi lebih
lambat.
Ada beberapa tipe patah tulang:
1.

Linear-retak sederhana pada tulang

2.

Pecah-retaknya satu atau lebih dari dua fragmen.

3.

Depresi-tulang terdorong sampai di bawah permukaan tulang normal.

4.

Hancur-bisa linear, banyak potongan atau tertekan.

Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi


tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular.
Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1.

Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.

2.

Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.

3.

Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.

Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal.


Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh
kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan
penyebab utama peningkatan TIC.
Klasifikasi cedera kepala:
1.

Conscussion/comosio/memar

Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,


perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing,
disorientasi.
2.

Contusio cerebri

Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.
3.

Lacertio cerebri

Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.
Tanda dan Gejala
-

Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.

Gangguan penglihatan dan berbicara.

Mual dan muntah.

Pusing.

Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.

Hemiparese.

Terjadi peningkatan intrakranial.

Test Diagnostik
-

CT Scan (tanpa/dengan kontras)

Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran


ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
-

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Angiopati Serebral

Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan


otak akibat edema, perdarahan, trauma.
-

EEG

Tujuan: untuk memperlihatkan atau berkembangnya gelombang patologis.


-

Sinar X

Tujuan: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran


struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
-

BAER (Brain Auditory Evoked Respons)

Tujuan: menentukan fungsi korteks dan batang otak.


-

PET (Positrion Emission Tomography)

Tujuan: menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.


Fungsi lumbal, CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
sub arachnoid.
GDA (Gas DaraH Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIC.
Kimia/elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam meningkatkan TIC (perubahan mental).
Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap kesadaran pasien.
Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
Therapi
-

Observasi dan tirah baring.

Evaluasi hematom secara bedah.

Debridement secara bedah, terutama pada cedera kepala terbuka.

Perlu antibiotik untuk cedera kepala terbuka.

Pemberian metode-metode untuk menenangkan TIC termasuk pemberian


diuretik dan obat anti inflamasi.
-

Kolaborasi untuk pemberian therapi O2 (oksigen).

Komplikasi
a.

Perdarahan epidural

Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan biasanya
karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
b.

Perdarahan subdural

Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut


perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar
(subdural kronik).
c.

Perdarahan intracranial

Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala
tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul
akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak
menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.

B.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Pre Operasi
Pengkajian
a.

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

Pemakaian alat pengaman atau pelindung diri pada saat mengendarai


kendaraan atau alat pada saat bekerja.
-

Riwayat trauma pada tempat kejadian.

Pingsan beberapa lama.

b.

Pola nutrisi metabolik

Keluhan mual, muntah, dan mengalami perubahan sklera.

Kesulitan mengunyah.

Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

c.
d.

Pola eliminasi
Adanya inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi.
Pola aktifitas dan latihan

Keluhan lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Perubahan kesadaran, letargi.

Hemiparese.

Cedera.

Kehilangan tonus otot, otot spastik.

e.

Pola tidur dan istirahat

Gelisah.

Sulit tidur karena nyeri kepala.

f.

Pola persepsi sensori dan kognitif

Pusing/nyeri kepala.

Pingsan.

Amnesia regagrade.

Gangguan penglihatan.

Kehilangan rasa bau dan selera.

Perubahan status mental (penglihatan, emosional, tingkah laku,


konsentrasi).
-

Wajah tidak simetris dan tidak ada reflek tendon.

Tidak mampu mengkoordinasi otot dan gerakan.

g.

Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan tingkah laku (halus dan dramatik).

Kecemasan, lekas marah, gelisah dan bingung.

Diagnosa Keperawatan
1.

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d gangguan persepsi/kognitif, trauma.

2.

Gangguan mobilisasi fisik b/d gangguan neuromuskuler.

3.

Hipertermi b.d penyakit/trauma.

4.

Nyeri b/d peningkatan tekanan intra cranial.

5.

Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intra cranial.

6.

Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskuler.

Rencana Tindakan
a.
Dp 1.
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d gangguan
persepsi/kognitif, trauma.
HYD:
-

Jalan udara bebas, bebas sianosis

Pola pernapasan pasien efektif.

Rencana Tindakan :

1)
Pantau frekuensi, trauma, kedalaman pernapasan, catat katidakakuratan
pernapasan.
R/
Perubahan dapat menandakan adanya komplikasi pulmonal atau
menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
2)
Catat refleksi gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri.
R/

- Kemampuan memobilisasi atau memberikan sekresi

penting untuk pemeliharaan jalan napas.


Kehilangan refleksi menelan atau batuk menandakan perlunya jalan
napas buatan/inkubasi.
3)

Berikan posisi fowler

R/
Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah
jatuh yang menghambat jalan napas.
4)

Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi oksigen.

R/

Membantu dalam mencegah hipoksia

b.

Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma.

Hasil Yang Diharapkan :


-

Suhu tubuh dalam bats normal 365-37 0C

Rencana Tindakan :
1)

Monitor suhu tubuh klien tiap 4 jam

R/
Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan
hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
2)

Berikan selimut hipertermi

R/

Menurunkan suhu pasien

Kanaikan suhu mempercepat kerusakan otak.

3)

Anjurkan pasien utnuk tirah baring

R/

Mobilisasi dapat meningkatkan suhu tubuh

4)

Berikan kompres es

R/
5)
R/
c.

Kompres dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh.


Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan
Pemberian cairan penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intracranial.

Hasil Yang Diharapkan :


-

Tekanan jaringan otak adekuat

Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIC

Edema otak berkurang

Tanda-tanda vital stabil

Rencana Tindakan :
1)

Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian terapi oksigen

R/

Memperbaiki oksigenisasi otak.

2)

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dioresika.

R/

Membantu mengurangi edema otak.

3)

Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan TIC, TTV.

R/

Menentukan pilihan intervensi.

4)

Pantau dan catat status neurologis dan bandingkan dengan nilai standar.

R/
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIC.
5)
R/
6)

Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana.


Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon.
Berikan posisi anti trandelenberg

R/
Meningkatkan aliran balik darah vena kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan edema.
d.

Gangguan mobilisasi fisik b.d gangguan neuromuskuler.

Hasil Yang Diharapkan :


-

Pasien bekerjasama dengan baik terhadap perencanaan pengobatan

Kebutuhan higiene, nutrisi, eliminasi klien dapat terpenuhi.

Rencana Tindakan :
1)
Kaji kemampuan dan keadaan secara fungsional terhadap kerusakan yang
terjadi.
R/

Mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.

2)

Ubah posisi pasien secara teratur.

R/

Meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.

3)
Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan.
R/
Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah sangat
penting untuk meningkatkan kerjasama pasien atau keberhasilan dari suatu
program tersebut.
4)

Berikan perawatan kulit dan linen tetap bersih tidak berkerut.

R/
Meningkatkan sirkulasi dan ekstremitas kulit dan menurunkan risiko
terjadinya ekstremitas kulit.
e.

Nyeri b.d peningkatan TIK

Hasil Yang Diharapkan :


-

Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang

Rencana Tindakan :
1)

Kaji keluhan nyeri, karakteristik, lokasi dan intensitas.

R/

menentukan dan memberikan tindakan yang tepat.

2)

Ajarkan teknik relaksasi : tarik napas dalam

R/

Ketegangan syaraf yang mengendur akan mengurangi nyeri.

3)

Beri posisi tidur yang nyaman untuk pasien dengan atau tanpa bantal.

R/

TIC akan turun dan mengurangi nyeri.

4)

Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik

R/

Mengurangi rasa nyeri.

Post Operasi
1.

Pengkajian

a)

Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan

Keluhan nyeri pada kepala

Keadaan luka dan balutan : tidak ada perdarahan

b)

Pola nutrisi metabolik

Keluhan mual, muntah

Kesulitan mengunyah/menelan

c)

Pola aktifitas

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan

Perubahan kesadaran, letargi

Hemiparese

Cedera (trauma)

Kehilangan tonus otot.

d)

Eliminasi

e)

Inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi


Pola persepsi sensori dan kognitif

Pusing

Gelisah

Adanya keluhan napas (sesak, ronchi, apnea)

2.

Diagnosa Keperawatan

1.
Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi, aspirasi dan
imobilisasi.
2.

Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema cerebral

3.
Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d kerusakan
hipotalamus, dehidrasi dan infeksi.
4.

Gangguan pemenuhan aktifitas dan latihan b.d kelemahan fisik.

5.

Nyeri b.d trauma.

3.

Perencanaan

a.

DP.I

HYD :
-

Mempunyai pertukaran gas yang normal yang ditandai dengan

Gas arteri normal

Bunyi napas bersih tanpa bunyi-bunyi tambahan

Melakukan napas dalam dan mengubah posisi secara langsung.

Rencana Tindakan :
1)

Kaji keluhan sesak napas, suara napas, kecepatan, irama.

R/

Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret.

2)

Catat karakteristik sputum (warna, jumlah, konsistensi)

R/

Sebagai penentu dalam kemajuan terapi.

3)

Anjurkan minum 250 cc/hari bila tidak ada kontra indikasi.

R/

Mengencerkan lendir agar dapat dibatukkan.

4)

Berikan posisi fowler

R/
b.

Meminimalkan expansi paru dan memudahkan dalam bernapas..


DP.II: Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral.

HYD:
Tercapainya hemokonsentrasi neurologis/meningkatnya perfusi jaringan cerebral
yang ditandai dengan :

Membuka mata sesuai perintah, menggunakan kata-kata yang dikenal,


bicara normal
-

Mematuhi perintah dengan respon motorik yang tepat.

Rencana Tindakan :
1)

Kaji TTV

R/

Mengkaji tingkat kesadaran dan responnya.

2)

Ubah posisi pasien tiap dua jam.

R/

Mencegah gangguan pada sistem pemantau TIC.

3)

Kaji tanda-tanda peningkatan TIC

R/

Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.

4)

Kaji tempat insisi

R/

Mengetahui adanya kemerahan, nyeri tekan, bau yang menyengat.

5)
Anjurkan pada pasien untuk menghindari batuk, hernia, atau meniup
hidung.
R/
Dapat menyebabkan (CS dengan menciptakan takanan pada tempat
operasi).
c.

DP.III

HYD :
-

Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam batas normal.

Rencana Tindakan :
1)

Monitor TTV

R/
Panas tubuh yang tidak turun-turun kemungkinan adanya kerusakan
hipotalamus.
2)

Anjurkan tirah baring

R/

Mempertahankan suhu tubuh pasien.

d.

Gangguan pemenuhan perawatan diri b.d kelemahan fisik

Hasil Yang Diharapkan :


-

Kebutuhan perorangan seperti higiene, toileting, nutrisi terpenuhi.

Pasien tidak mengeluh lemas.

Rencana Tindakan :
1)

Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi aktifitasnya.

R/

Menentukan tindakan yang harus diberikan pada pasien.

2)
R/

Bantu perawatan diri klien sesuai dengan kebutuhan klien.


Kebutuhan dapat terpenuhi sehingga memberikan rasa nyaman.

3)

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan akan perawatan diri klien.

R/

Kerjasama dapat meningkatkan pemenuhan perawatan diri klien.

Daftar Pustaka

A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.
Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3.
Jakarta : Media Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai