PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam dengue dan demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
rejatan/syok.
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. DBD di wilayah Indonesia antara 6 sampai 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan angka mortalitasnya menurun
mencapai 2 % pada 1999.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI1
DHF atau Dengue Hemorraghic Fever adalah penyakit trombositopenia
infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, disebabkan oleh infeksi virus dengue.
Pada DHF terjadi hemokonsentrasi atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas
hemostasis, dan pada kondisi yang parah dapat timbul kehilangan protein yang masif
(dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik
(Buku ajar infeksi & pediatri tropis IDAI, 2010).
Penyakit demam dengue atau demam berdarah dengue atau dengue hemoragic
fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus, kedua jenis nyamuk ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia (Yogi sanjaya, laporan kasus, 2010).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering
mematikan, yang disebabkan oleh virus, ditandai oleh peningkatan permeabilitas
kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus berat dapat terjadi sindrom syok dan
sekarang diduga mempunyai dasar imunopatologis (Buku Ilmu kesehatan anak
Nelson, edisi 15, vol 2: EGC, 2000).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik (buku ilmu kesehatan anak FK UI, jilid 2, 1985).
2.2.
KLASIFIKASI1
DBD
Derajat
Gejala
Demam disertai 2 atau lebih tanda :
o sakit kepala,
o nyeri retro-orbital,
o mialgia,
o artralgia
gejala di atas ditambah uji bendung
positif
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
2.3
Laboratorium
o leukopenia,
o trombositopenia,
o tidak ada bukti kebocoran
plasma
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
o Trombositopenia
<100.000,
o Ht meningkat 20%
o Uji serologi dengue (+)
ETIOLOGI1,2
DHF disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang tergolong dalam genus
Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (daerah
urban dan rural) dan Aedes albopticus (daerah rural). Karena proses penularannya
diperantai oleh gigitan nyamuk, DHF termasuk juga dalam arthropod borne disease.
Peningkatan penularan infeksi berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan dan
ketersediaan tempat berkembangbiaknya nyamuk betina, seperti bejana berisi air, bak
mandi dan tempat penampungan air lainnya. Ada tiga faktor yang memiliki peranan
penting dalam proses penularan infeksi, yaitu penjamu (seperti terdapatnya penderita,
usia dan jenis kelamin, serta mobilisasi), vektor (seperti perkembangbiakan,
kebiasaan menggigit, dan kepadatan vektor) dan lingkungan (seperti curah hujan,
suhu, sanitasi, kepadatan penduduk dan ketinggian < 1000 dpl).
2.4
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindroma syok dengue (dengue shock syndrome).
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang
biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang berbeda terlihat ketika seseorang
mengalami infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini,
Halstead mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous infection atau
sequential infection hypothesis.
proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3
menurun.
Faktor-faktor tersebut berinteraksi dengan sel-sel endotel menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. System
pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi dan faktor XII berkurang. Perdarahan
yang timbul pada DHF berkaitan erat dengan kerusakan hati dan trombositopenia.
Disfungsi endotel dapat memicu terjadinya koagulopati melalui jalur ekstrinsik.
Aktivasi faktor XIa juga terjadi namun melalui kalikrein C1-inhibitor complex.
Trombositopenia terjadi akibat supresi sumsum tulang serta destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Akibatnya, terjadi peningkatan kadar
trombopoeitin sebagai mekanisme kompensasi terhadap trombositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan
fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan senyawa adenin-difosfat (ADP), peningkatan kadar -tromboglobulin dan faktor prokoagulator IV, yang
merupakan penanda degranulasi trombosit.
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein dengan berat
molekul kecil, dan sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Hal ini,
bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat
pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia
jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia.
2.5
MANIFESTASI KLINIS1,2
1. Demam Dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan
dipengaruhi usia pasien. Pada bayi dan anak-anak, dikarakteristikkan sebagai
demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk ringan. Pada
remaja dan dewasa, mengalami demam secara mendadak, dengan suhu
meningkat cepat hingga 39,4-41,1oC, biasanya disertai nyeri frontal atau retroorbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung hebat
mendahului demam. Ruam transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama
demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia
dan artalgia segera terjadi setelah demam.
Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan muntah terjadi dan
limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan
pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian,
ruam makulopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan,
kemudian menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu
tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke normal, sedikit meningkat dan
mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.
2. Demam Berdarah Dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue pada awal perjalanan
penyakit sulit dibedakan. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa
demam, malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut
selama 2-5 hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase
kedua, pasien umumnya pilek, ekstremitas basah oleh berkeringat, badan
hangat, wajah kemerah-merahan, diaforesis, kelelahan, iritabilitas, dan nyeri
epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis
spontan, dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi
pungsi vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat
dan melelahkan. Denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati
dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan timbul syok (sindrom
syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau
DIAGNOSIS1,2,3
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus
dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam
dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
1. Demam Dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala,
nyeriretro-orbital,
mialgia/artralgia,
ruam
kulit,
manifestasi
perdarahan,
asites
atau
Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
2.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG4
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan
hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
a. Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru
(>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
Tipe Sel
Leukosit
Neutrofil
Monosit
Eosinofil
Basofil
Limfosit
Persentase
45-75
5-10
0-5
0-1
10-45
b. Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/l) pada
hari ke 3 8.
c. Hematokrit
Kebocoran plasma
dibuktikan
dengan
ditemukannya
peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
Usia/Jenis Kelamin
Saat lahir
Anak-anak
Remaja
Pria Dewasa
Wanita dewasa (menstruasi)
Wanita dewasa (postmenopause)
Selama Kehamilan
d. Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Test
Hitung trombosit
Bleeding time (BT)
Prothrombin time (PT)
Partial thromboplastin time (aPTT)
Fibrinogen
o Orang sehat
o Orang sakit
Nilai Normal
150.000-350.000/l
3-7 menit
10-14 detik
25-38 detik
200-400 mg/dl
400-800 mg/dl
e. Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l.
g. Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal
serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
i. NS1
NS1 merupakan glikoprotein (55 kDa) yang disekresi oleh sel yang
terinfeksi DENV baik in vivo maupun in vitro. Peran NS1 dalam replikasi
virus belum jelas tetapi NS1 penting sebagai bahan senyawa kompleks
replikasi terhadap membran endoplasmic reticulum. Gen NS1 ada pada
semua flavivirus dan diperlukan untuk replikasi maupun viabilitas dari
virus. Saat replikasi NS1 di organella sel dan protein tersebut disekresi
oleh sel yg terinfeksi. Antigen NS1 muncul sehari setelah demam dan
tidak terdeteksi setelah hari ke 56. Selain itu NS1 merupakan
complement-fixing antigen dan merangsang respon humoral yg kuat.
Kadar NS1 mempunyai hubungan dengan tingkat keparahan penyakit
tetapi tidak membedakan primer atau sekunder.
j. Imunoserologi
10
2. Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.
Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
2.8
11
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penangana kasus DBD. Asupan cairan pasien
harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk dehidrasi
dan hemokonsentrasi secara bermakna.
1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum
masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan
memberikan obat panas paracetamol 10 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang
jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C. Obat panas salisilat tidak
dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan
penyulit lainnya.
Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan
konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.
2. Kasus DBD derajat I & II
Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini
mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,
penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan
7, 5, 3.
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit
yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih
dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan
ssebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun
waktu 12-24 jam.
12
Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin,
nyeri perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap.
Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus
dirawat di rumah sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti.
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti
yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan
cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan
kembali dalam waktu 203 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali
dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit
ecara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat
untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang
cuykup dan cegah pemberian transfusi berulang. Perhitungan secara kasar sebagai
berikut :
(ml/jam) = ( tetesan / menit ) x 3
Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang
cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran
(24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan
faal pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan
paru yang berakhir dengan edema.
Jenis Cairan
(1) Kristaloid
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali), dan
5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
(2) Koloidal
13
Kebutuhan Cairan
Tabel 1. Kebutuhan cairan untuk dehidrasi sedang
Berat waktu masuk (kg)
<7
7 11
12 18
> 18
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan
berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan
rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.
Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg)
10
10 20
> 20
14
Biasanya dijumpai kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal
ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam
darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
hebat dan renjatan yang sukar diatasi.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam isotonik
(Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5% Dekstrose
dalam larutan Ringer Asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20
ml/kg/1 jam atau pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus
10 ml/kg (1 atau 2x).
Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal
(dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau
plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur
sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga
hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam.
Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk
penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan
koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali
yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.
Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal
garam faali (5% dekstrose NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan
penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh
diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal.
Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital stabil
dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup
baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang
cukup merupakan tanda penyembuhan.
15
Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi
membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah
membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan
dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini
hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai
perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg)
dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.
Koreksi Elektrolit dan Kelainan Metabolik
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai,
oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara
teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam
serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh
plasma dan darah yang cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia.
Terapi Oksigen
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen
Transfusi Darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan
melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat
berguna untuk mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.
Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum
mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai
kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi apabila
diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi
16
dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan
untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring
adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien
stabil
Hematokrit stabil
17
PROGNOSIS5,6,7
2.9
Keterlambatan diagnosis
Keterlambatan diagnosis shock
Keterlambatan penanganan shock
Shock yang tidak teratasi
Kelebihan cairan
Kebocoran yang hebat
18
Perdarahan masif
Kegagalan banyak organ
Enselopati
Sepsis
Kegawatan karena tindakan
BAB III
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien :
1. No. Rekam medik
2. Nama anak
3. Umur
4. Berat badan
5. Jenis kelamin
6. Alamat
7. Tanggal masuk
: 076923
: an. Ns
: 13 tahun
: 41 kg
: Perempuan
: Kuok
: 28 November 2015
B. Anamnesis
Keluhan utama
19
Batuk (-), nyeri menelan (-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan menurun
(+), mual (+), muntah (-), nyeri kepala (+) BAB hitam (+), mimisan
(+), BAK normal.
C. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi badan
BMI- for age: berada pada persentil 10 yang bermakna status gizi anak baik).
Vital sign
:
o Tekanan darah : 110/ 80 mmHg
o Nadi
: 84 x/menit
o Suhu
: 37,5o C
20
o Pernapasan
D. Pemeriksaan khusus
Kepala dan leher
Kulit dan wajah
: 20 x/menit
:
: wajah tampak sayu, terdapat ptekie pada kulit lengan
Thoraks
:
Paru
Inspeksi :pengembangan dinding dada simetris kiri = kanan, gerak nafas
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak eraba
Perkusi : batas jantung tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen
:
- Inspeksi : perut datar, distensi abdomen (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium, hipokondrium kiri dan umbilikus ,
hepar teraba dengan ukuran 1/4- 1/4 dengan konsistensi kenyal, permukaan
-
Ekstremitas
:
- Akral dingin : tidak ada
- Edema tungkai : tidak ada
21
G. Follow Up
Tanggal
Keluhan
Pemeriksaan
Follow up
Hasil laboratorium
fisik
22
Diagnosis
Terapi
28/11/15
demam (+),
menggigil (-),
Tekanan
darah : 110/ 80
(+) mual(+),
muntah (+),
x/menit
Suhu : 37,5o C
Pernapasan :
20 x/menit
Nyeri tekan
103/mm3
trombosit: 31
IVFD RL 70 tpm
grade II Inj. PCT 3 x 250 mg
Domperidon syr n3x
DHF
2cth
Psidii 3xCI
Imunos 3x CI
103/mm3
NS1 antigen dengue (+)
Rumple leed (+)
regio
29/11/15
kehitaman (+),
hipokondrium
nafsu makan
menurun (+)
umbilikus
mmHg
menelan (-), nyeri N : 90 x/
menit
kepala (+)
RR : 32 x/
mual(+), muntah
menit
(-), mimisan (-),
T : 38o C
gusi berdarah (-), Mukosa mulut
Hb : 13,2 gr %
Ht : 33,0 %
Leukosit : 5,6 103/mm3
Trombosit : 44 103/mm3
IgG (-) IgM (+)
BAB kehitaman
kering
Nyeri
tekan
(+), nafsu makan
menurun (+)
epigastrium
dan
hipokondrium
kiri
23
IVFD RL 40 tpm
grade II Inj. PCT 3 x 250 mg
(jika demam)
Domperidon syr 3x
DHF
2cth
Psidii 3xCI
Imunos 3x CI
30/11/15
x/menit
kepala (-)
RR : 24
mual(+), muntah
x/menit
(-), mimisan (-),
T : 36,3o C
gusi berdarah (-),
IVFD RL 30 tpm
grade II Inj. PCT 3 x 250 mg
Domperidon syr 3x
Hb : 13,2 gr %
Ht : 32,9 %
Leukosit : 6,1 103/mm3
Trombosit : 68 103/mm3
DHF
Hb : 12,9 gr %
Ht : 31,8 %
Leukosit : 8,5 103/mm3
Trombosit : 85 103/mm3
DHF
Hb : 13,3 gr %
Ht : 40,0 %
Leukosit : 7 103/mm3
Trombosit : 137
DHF
2cth
Psidii 3xCI
Imunos 3x CI
BAB kehitaman
(+), nafsu makan
menurun (-)
1/12/15
mmHg
menelan (-), nyeri N : 80
x/menit
kepala (-), nyeri
RR : 20
sendi (-), mual(-),
x/menit
muntah (-),
T : 36,8o C
mimisan (-), gusi
IVFD RL 30 tpm
grade II Psidii 3xCI
Imunos 3x CI
menurun (-)
demam (-), nyeri TD : 110/70
x/menit
kepala (-), nyeri
RR : 20
sendi (-), mual(-),
x/menit
muntah (-),
T : 36,5o C
mimisan (-), gusi
103/mm3
grade II
IVFD RL 30 tpm
Psidii 3xCI
Imunos 3x CI
Pasien sudah
diperbolehkan
pulang.
24
nafsu makan
menurun (-)
BAB IV
ANALISA KASUS
DBD adalah, demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan berupa uji tourniquet positf dapat dicurigai sebagai demam berdarah
dengue dengan gejala prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, perasaan lelah,
nyeri otot serta sendi, anoreksia, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri kolik, muka
merah, bibir merah. Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, pasien tampak gelisah dan juga
sering disertai lekopenia, trombositopenia yang bervariasi. Pada pasien ini ditemukan
demam tinggi muncul mendadak, demam tidak disertai menggigil, mual (+), muntah
(-), nyeri ulu hati (-), nyeri pada persendian (-), gusi berdarah (-), keluar darah dari
hidung (+), nyeri kepala (+), nafsu makan menurun, ptekie (+), mimisan (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,5o C saat pertama masuk, terdapat
nyeri tekan pada epigastrium, dan hepatomegali. Dari pemeriksaan laboratorium
darah rutin didapatakan leukopenia, trombositopenia, NS1 (+), anti dengue IgG (+)
dan anti dengue IgM (+). Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis demam berdarah
25
dengue
literatur yang menyatakan bahwa hasil laboratotium pada demam berdarah dengue
didapatkan leukopenia, trombositopenia, IgG (-), IgM (+), dan NS1 (+).
Tatalaksana demam berdarah dengue adalah tatalaksana yang bersifat suportif.
Kebocoran plasma akibat respon imunologi akan berhenti sendiri. Umumnya
tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah pengganti cairan tubuh, istirahat yang
cukup, dan nutrisi.
BAB V
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi virus yang diperantarai oleh
nyamuk. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi
klinis
yang
bervariasi
antara
penyakit
paling
ringan
(mild
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Arvin, BK., 2000, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, vol. 2, Buku
Kedokteran: EGC
2. Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton,
Bonita F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 1412-1414.
3. World Health Organization. 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/
Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. Available from :
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
4. World Health Organization. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis,
Treatment,
Prevention
and
Control.
Available
from
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf
5. Sudarmono, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi kedua.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI
6. Hasan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran UI, 2005:
607-621
27
28
29
30
31
32