Anda di halaman 1dari 9

Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan


bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala Klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila
organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat). Gejala respiratori terdiri dari batuk 2 minggu, batuk darah, sesak
napas, dan nyeri dada. Sedangkan gejala sistemik terdiri dari demam, malaise, keringat
malam, anoreksia dan berat badan menurun. Pada TB ekstraparu gejala tergantung dari organ
yang terlibat, misalnya limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri
dari kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Sedangkan
pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.1,2
Pemeriksaan Fisis
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.1,2
Pemeriksaan Bakteriologi
Bahan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah dahak, cairan pleura,
liquor

cerebrospinal,

bilasan

bronkus,

bilasan

lambung,

kurasan

bronkoalveolar

(bronchoalveolar lavage/BAL), urine, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH). Untuk pemeriksaan dahak dilakukan pengambila dahak 2 kali dengan minimal
satu kali dahak pagi hari. Pemeriksaan mikroskopis biasa menggunakan pewarnaan ZiehlNielsen dan mikroskopis fluoresens menggunakan pewarnaan auramin-rhodamin.1,2
Berdasarkan rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
International Union Against Tuberculosis dan Lung Disease (IUATLD), antara lain:

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +1

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +2

Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +3

Pemeriksaan identifikasi M.tuberculosis dapat dilakukan dengan cara biakan (pada egg base
media, yaitu Lowenstein-Jensen, Ogawa, dan Kudoh; pada agar base media yaitu Middle
Brook, Mycobacterium growth indicator tube test, BACTEC), melalui uji molekular seperti
PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping. Uji kepekaaan yang dapat digunakan antara lain
hain test (uji kepekaan terhadap R dan H), molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R),
dan gene x-pert (uji kepekaan untuk R).1,2
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar yang dapat digunakan adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:

Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)1,2

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif:

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan paru.1,2

Luluh paru (destroyed lung):

Terdapatnya gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang


berat, biasanya secara klinis disebut dengan luluh paru. Gambaran radiologi luluh
paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi
tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses


penyakit.1,2

Luas proses yang tampak pada foto toraks dapat dinyatakan sebagai berikut ini:

Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostenal junction dari iga
kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis
V (sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas.

Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.1,2

Pemeriksaan Penunjang Lain

Analisa cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien
efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis TB adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.1,2

Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.


Pemeriksan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau autopsi.1,2

Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator spesifik untuk TB. Laju endap
darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik.1,2

Terapi Tuberkulosis
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya
lama pengobatan adalah 6-8 bulan. Obat lini pertama adalah Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (S). Sedangkan obat lini kedua adalah
kanamisin, kapreomisin, amikasin, kuinolon, sikloserin, etionamid, para-amino salisilat
(PAS). Obat lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB mulidrug
resistant (MDR). Beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS belum
tersedia di pasaran Indonesia tetpi sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.1,2

Pengobatan TB standar dibagi menjadi:

Kategori -1 (2HRZE/4H3R3)

Kategori 1 ini dapat diberikan pada pasien TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif foto
toraks positif dan TB ekstra paru.

Kategori- 2 (2HRZES/HRZE/5HRE)

Kategori-2 ini diberikan pada pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya yaitu pada
pasien kambuh, gagal maupun pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan
hasil uji kepekaan secara individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan diberikan panduan
pengobatan 2HRZES/HRZE/5HRE. HRZE merupakan obat sisipan tahap intensif yang
diberikan selama satu bulan.

Pasien multi-drug resistant (MDR)

Regimen standar TB MDR di Indonesia adalah:


6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/ 18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs
Z: Pirazinamid, E: etambutol, Kn: kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto: Etionamid, Cs:
Sikloserin.1,2

Efek Samping Obat


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.1,2
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat serta
evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinis

Pasien dievaluasi secara periodik

Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit

Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis

Evaluasi bakteriologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)


Tujuannya adalah untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi
pemeriksaan mikroskopis yaitu pada:

Sebelum pengobatan dimulai

Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

Pada akhir pengobatan

Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksan biakan dan uji kepekaan

Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

Sebelum pengobatan

Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

Pada akhir pengobatan

Evaluasi pada pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang
dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada gejala).

Referensi
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
h.2-30.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.
Jakarta: Bakti Husada; 2011. h.11-37.

Anda mungkin juga menyukai