Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan. Tujuan. Untuk memahami definisi, etiologi, dan cara mendiagnosis
gagal

ginjal

kronik

yang

disertai

gastroenteritis

serta

mengetahui

penatalaksanaannya. Penyelesaian kasus. Bpk M, laki-laki 53 th dengan


keluhan udem dikaki, kepala dan pinggang nyeri. Hasil pemeriksaan
menunjukkan nilai SrCr= 5,7 ; k=4,0 ; TD= 190/80mmHg. Diagnosis GGK
stadium V + HD .
Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan
tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak
berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi
dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga
meningkat walaupun laju filtrasi glomerulos berkurang. Kompensasi nefron
yang masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai
tiga perempat nefron yang rusak. Gagal ginjal kronik akan menyebabkan
penurunan fungsi ginjal semakin parah, jika penurunan fungsi ginjal semakin
parah maka akibat nya semakin banyak nya racun di dalam tubuh dari limbah
tubuh yang tidak terbuang oleh ginjal sehingga mengakibatkan penyakit gagal
ginjal

kronik.

1.2 Rumusan masalah


a. Apakah defenisi Gagal Ginjal Kronik ?
b. Apa saja patofisiologi dari Gagal Ginjal Kronik?
c. Apa saja etiologi dari Gagal Ginjal Kronik?
d. Bagaimana klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ?
e. Bagaimanakah diagnosis Gagal Ginjal Kronik ?
f. Bagaimana pencegahan dari Gagal Ginjal Kronik?

Gagal Ginjal Kronik

Page 1

g. Bagaimanakah penatalaksanaan terapiGagal Ginjal Kronik?


h. Bagaimana manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik?
i. Penyelesaian kasus !

1.3 Tujuan makalah


Agar teman-teman mahasiswa mengetahui dan mengerti dengan jelas apa itu
Gagal Ginjal Kronik dan mampu menjelaskan tentang Gagal Ginjal Kronik
serta mampu memberikan terapi yang rasional untuk kasus yang terjadi.

Gagal Ginjal Kronik

Page 2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal
kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
a. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih
normal
b. Stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan
c. Stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi
ginjal
d. Stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal
e. Stadium 5 adalah gagal ginjal.

Gagal Ginjal Kronik

Page 3

Penyebab Gagal Ginjal Kronik


Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga
ginjal kekurangan suplai darah kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut
jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang
karena dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar,
berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan aliran
darah pada arteri besar yang kearah ginjal, dsb.
2. Penyebab renal: berupa gangguan/kerusakan yang mengenai jaringan
ginjal sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic
nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem
kekebalan

tubuh

seperti

SLE

(Systemic

Lupus

Erythematosus),

peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran


darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dll

Gagal Ginjal Kronik

Page 4

3. Penyebab post renal: berupa gangguan/hambatan aliran keluar (output)


urin sehingga terjadi aliran balik urin kearah ginjal yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau
penyempitan pada saluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung
saluran kencing, contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra,
penyempitan akibat saluran tertekuk, penyempitan akibat pembesaran
kelenjar prostat, tumor, dsb.

2.2 Patofisiologi dari Gagal Ginjal Kronik


Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan
adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan
yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang
menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik
ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit
primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan
nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Terdapat dua pendekatan teroritis untuk
menjelaskan mekanisme kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga
menjadi gagal ginjal kronik yaitu :
1. Teori lama atau Tradisi
Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang
penyakit,namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian
spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-

Gagal Ginjal Kronik

Page 5

benar rusak atau terganggu strukturnya. Misalnya lesi organik pada medulla
ginjal akan merusak susunan anatomis dari ansa henle atau pompa klorida
pars ashcenden ansa henle.
2. Hipotensis Briker atau Nefron yang utuh.
Hipotensis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit
maka keseluruh unit dari nefron tersebut akan hancur. Akibatnya nefronnefron yang masih normal akan bekerja ekstra keras untuk mengkompensasi
nefron-nefron yang rusak agar ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra dari
ginjal ini yang mengakibatkan peningkatan jumlah nefron yang rusak dan
berkembang menjadi Gagal ginjal kronik.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renanal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah
30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium
dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

Gagal Ginjal Kronik

Page 6

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :


Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % 75 %). Tahap inilah
yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini
belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal
masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama
atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi
ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal
mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila
langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % 50 %). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi
ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal
mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan

Gagal Ginjal Kronik

Page 7

pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila
langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas
batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari
kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang
terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang
lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan
faal ginjal diantara 5 % 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul
gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita
mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah
jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas
sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual,
munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih
berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula

Gagal Ginjal Kronik

Page 8

menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks


perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.

2.3 Etiologi dari Gagal Ginjal Kronik


Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber
terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik
(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran
klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis
(Sukandar, 2006).
2.4 Klasifikasi Gagal Ginjal Konik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar

Gagal Ginjal Kronik

Page 9

derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut : 1
LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin plasma
(mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85 dan laki-laki dikalikan 1.
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 1
Derajat
1

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

LFG(ml/mnt/1,73m)
> 90

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15- 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2


Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi

sistemik, obat, neoplasia)

Gagal Ginjal Kronik

Page 10

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)


Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi

Rejeksi kronik

Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

2.5 Diagnosis Gagal Ginjal Kronik


Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran
berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible
factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus

2.6 Pencegahan Gagal Ginjal Kronik


Pencegahan Primordial

Gagal Ginjal Kronik

Page 11

Upaya ini dilakukan dengan cara menciptakan kondisi pada masyarakat yang
memungkinkan penyakit GGK tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya
hidup dan faktor risiko lainnya. Pada prinsipnya upaya pencegahan primordial
yang dapat dilakukan adalah melakukan penyesuaian terhadap risiko yang ada
dalam masyarakat dengan cara membentuk pola fikir masyarakat agar
mengatur pola makan yang sehat dan minum air yang banyak (Jumlah yang
dianjurkan adalah 2 liter per hari) agar terjaga kesehatan ginjal.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan pada orang yang
mempunyai risiko agar tidak terjadi gagal ginjal kronik. Orang yang berisiko
tinggi untuk mengalami kerusakan ginjal adalah penderita diabetes, hipertensi,
pasien dengan proteinuria dan lainnya.
Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah :
1. Mengatur pola konsumsi protein.
2. Sedikit mengkonsumsi garam. Pola konsumsi garam yang tinggi
akan

meningkatkan ekskresi kalsium dalam air kemih yang

dapat menumpuk dan


membentuk kristal.
3. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah
orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan
menghindarkan komplikasi. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan
cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan secara cepat dan tepat.
2.7 Penatalaksanaan terapi Gagal Ginjal Kronik
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet

Gagal Ginjal Kronik

Page 12

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah


atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau
serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan

Gagal Ginjal Kronik

Page 13

keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal


yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.
Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.

3. Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,
yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk
dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati

Gagal Ginjal Kronik

Page 14

azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif


dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).

b. Dialisis peritoneal (DP)


Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem

kardiovaskular,

pasien-pasien

yang

cenderung

akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan


pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi
untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

Gagal Ginjal Kronik

Page 15

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih


seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi

(biasanya

dapat

diantisipasi)

terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah


reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.8 Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik


Manifestasi klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom
azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:
kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin
kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian
pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual
dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata

Gagal Ginjal Kronik

Page 16

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian


kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah
beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,
misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,
miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.
Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum
jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan
gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya
kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit
muka dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering
dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan
selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan
dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi,
insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala
psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau
berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

Gagal Ginjal Kronik

Page 17

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.

2.9 Penyelesaian kasus !


Pasien bpk M usia 53 th datang kerumah sakit dengan keluhan udem dikaki,
kepala dan pinggang nyeri. Hasil pemeriksaan menunjukkan nilai SrCr= 5,7 ;
k=4,0 ; TD= 190/80mmHg. Diagnosis GGK

stadium V + HD

pasien

diberikan :
Furosemind inj 10 mg 1x1
Ketorolac 40 mg 2x1
Ranitidin inj 50mg 2x1
As. Folat 5mg 3x1
Vit. B12 1000ug 3x1

Analisis/pembahasan
Subjective
Bapak M usia 53 tahun.
udem di kaki, kepala dan pingang nyeri
Objective

SrCr
K
TD

: 5,7
: 4,0
: 190/80 mmHg

Assesment
Dari data subjective dan objective tersebut pasien didiagnosa Gagal
Ginjal Krinik stadium V dan HD dengan LGF = 11,4 %
LGF
= 186 ( serum creatinin ) -1,154 X ( usia ) -0,203
= 186 ( 5,7 ) -1,154 X ( 53 ) -0,203
= 11,4 %
Plan

Gagal Ginjal Kronik

Page 18

Furosemid inj 10 mg 1x1


Ketorolac 40 mg 2x1
Ranitidine inj 50 mg 2x1
Asam folat 5 mg 3x1
Vit. B12 1000 g 3x1

Pemilihan obat terpilih


Terapi farmakologi
-

Furosemid inj 20 mg 1 x 1

Ranitidin inj 50 mg 2 x 1

Asam folat 5 mg 3 x 1

Vit B12 1000g 3 x 1

1. Furosemid inj
Supportive measure pada saluran edema otak untuk pengobatan
hipertensi ringan dan sedang. Furosemide dapat berfungsi sebagai obat
golongan diuretik yang meningkatkan ekskresi cairan dari tubuh. Pada
orang yang menderita kerusakan ginjal, tingginya cairan tubuh dapat
menyebabkan edema atau penumpukan cairan pada tubuh. Efek samping
paling berbahaya adalah meningkatkan toksisitas obat digitalis pada pasien
dalam keadaan hipokalemia.
Alasan pemilihan obat ini adalah karena adanya udem yang
meretensi Na dan air yang harus di keluarkan sehingga udem yang dialami
pasien juga berkurang. Furosemide juga dapat menyebaban kelainan
metabolik berupa alkalosis metabolik, alkalosis metabolik ini disebabkan
keadaan hipokloremia dan hipokalemi yang dihubunkan dengan
penggunaan obat ini. Furosemid mempunyai daya menghambat enzim
karbonik anhidrase karena keduanya merupakan derivat sufonamid, seperti
juga tiazid dan asetozolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk
menyebabkan diuresis di tubuli proksimal. Asam etakrinat tidak
menghambat enzim karbonik anhidrase.

Gagal Ginjal Kronik

Page 19

Obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar


asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid.
Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian
ekskresi Na.Berbeda dengan tiazid,Golongan ini tidak meningkatkan
reabsorpsi ca++ di tubuh distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria golongan
diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simtomatik hiperkalsemia.
Dosis furosemid yang digunakan diganti dari dosis 10 mg menjadi dosis
20 mg, karena dosis 20 mg yang akan memberikan efek.
2. Ranitidin inj
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung. Pada pemberian i.m./i.v. Kadar dalam
serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi
asam lambung adalah 3694 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 68
jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma dicapai 23 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi
tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2
3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin.
Diindikasikan untuk ulkus duodenum, ulkus lambung, kondisi hipersekresi
gastrointestinal (GI) patologikal.
3. Asam Folat
Pemberian asam folat harus disertai perhatian pada pasien dengan
anemia yang tidak didiagnosa karena asam folat dapat menyebabkan
diagnosa yang tidak jelas dari anemia pernikius dengan cara meningkatkan
manifestasi respon hematologi terhadap penyakit ini, yang menyebabkan
komplikasi neurologis meningkat. Defisnisi asam folat dan anemia
makrositik dapat terjadi pada pasien dengan asupan protein yang rendah
sejak diet dari pasien .

Gagal Ginjal Kronik

Page 20

Asam folat hilang masuk ke dialisat dari darah. Oleh karena itu,
defisiensi asam folat dan anemia makrositik dapat terjadi pada pasien
dengan asupan protein yang rendah sejak diet dari pasien dialisis reguler
yaitu bebas dan biasanya mengandung asam folat yang cukup, defisiensi
asam folat dan kebutuhan untuk suplementasi asam folat oral tidak
diperlukan. Akhirnya, dokter harus lebih hati-hati dalam terapi darah
ekstrakorporeal yang membawa resiko potensial yang didominasi oleh
darah yang terkontaminasi dan kompartemen dialisat seperti logam dan
kimia, yang dapat menyebabkan kerusakkan sel darah merah dan
hemolisis.
4. Vit B12
Sama seperti asam folat,vitamin B12 juga diberikan sebagai suplement
kana pada kasus gangguan ginjal kronik selalu disertai anemia.
Terapi non Farmakologi

Dianjurkan melakukan diaisis. Dialisis (cuci darah) dilakukan dengan


frekuensi minimal 2-3 kali seminggu, lamanya cuci darah minimal 4-5
jam untuk setiap kali tindakan. Dialisis dilakukan pada gagal ginjal
kronis pada stadium akhir dimana GFR nya < 15 ml/menit.

Cukup asupan cairan (cukup minum) menurut keadaan ginjal dan


jumlah produksi air seni. Biasanya cairan yang diperlukan tubuh
berkisar antara 1500-2000 ml per hari. Jika jumlah air seni berkurang,
pemberian cairan dilakukan berdasarkan jumlah urine ditambah
kehilangan air yang tidak terlihat seperti melalui tinja, keringat dan
paru-paru.

Diet rendah protein untuk pasien yang menjalani cuci darah secara
kontinue. Menghitung asupan protein bisa dilakukan dengan berat
badan yang sebenarnya atau BB tanpa edema dikalikan dengan 1,2 g
protein/hari (untuk pasien cuci darah).

Gagal Ginjal Kronik

Page 21

Monitoring dan Follow up


Yang harus di monitoring dan follow up pada pasien gagal ginjal

kronik adalah :

Asupan protein pada pasien gagal ginjal kronik. Asupan protein


cukup 1-1,2 gr/kg BB/hari, untuk menjaga keseimbangan nitrogen

dan kehilangan protein selama didialisis.


Pemeriksaan tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi dapat

memperburuk keadaan ginjal.


Pemeriksaan kadar ureum.

Kadar

ureum

dalam

serum

mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi.


Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen hasil
penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood
Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN

adalah 8-25 mg/dl.


Pemeriksaan kreatinin. Jumlah kreatinin yang disusun sebanding
dengan

massa

otot

rangka;

kegiatan

otot

tidak

banyak

mempengaruhi. Nilai rujukan untuk pria adalah 0,6 1,3 mg/dl dan

untuk wanita 0,5 1 mg/dl serum.

KIE
Pasien bapak M menderita gagal ginjal kronik diberikan obat sebagai
berikut :
Furosemid inj 20 mg 1 x 1
Famotidin inj 20 mg 2 x 1
As. Folat
5mg 3 x 1
Vit B12
100 mg 3 x 1
Libatkan keluarga dalam pengobatan bapak M karena usianya
sudah tua.
Penjelasana mengenai aturan pakai, tempat penyimpanan, dan
efek samping obat.

Gagal Ginjal Kronik

Page 22

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih
tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.
3.2 Saran
Penyusun menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun
ucapkan terimakasih.

Gagal Ginjal Kronik

Page 23

DAFTAR PUSTAKA
Abuelo JG. Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med.
2007;357:797-805.

Dipiro, J. T., Hamilton, et all, 2005, Pharmacotherapy Handbook, McGraw Hill,


New York.
Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnoc DG, et al. Acute
kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in
acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31.
Sukandar, E ,dkk ,2009,isofarmakoterapi,PT.ISFIPenerbitan, Jakarta.

Gagal Ginjal Kronik

Page 24

Anda mungkin juga menyukai