Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kejang demam merupakan suatu kondisi kejang yang berkaitan dengan suhu tinggi atau
demam, usia, serta tidak didapatkan fokus infeksi intracranial maupun kelainan pada otak,
sehingga dapat dikatakan bahwa kejang demam ini merupakan bangkitan yang terjadi akibat
proses ekstrakranial. Dalam praktek keseharian, para orang tua khususnya ibu sering cemas bila
anaknya mengalami kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan
trauma otak. Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden kejang
demam, 2,2-5% pada anak di bawah usia lima tahun. Anak laki-laki lebih sering daripada anak
perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6:1. Saing B (1999), menemukan bahwa sekitar 62,2%
kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum
usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.
Penyebab demam pada pasien kejang demam biasanya adalah gastroenteritis (38%),
infeksi saluran nafas atas (20%), dan infeksi saluran kencing (16,2%) (Aliabad, et al.,2013).
Sementara menurut Chung dan Wong (2007), infeksi saluran nafas (79,5%), gastroenteritis
(5,5%), roseola (2,9%), dan bakteriemia (0,9%) merupakan penyebab demam pada pasien kejang
demam anak.
Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa kejang demam ini merupakan salah satu
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak (Lumbantobing, 2007).
Ketika anak mengalami kejang, kebanyakan orang tua merasa khawatir dan ada pula yang
mengira anak mereka akan mati, padahal sebagian besar dari kejang demam bersifat jinak, jarang
menimbulkan kerusakan otak dan kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan (Jones
dan Jacobsen, 2007). Dari sebuah penelitian di Iran dengan menggunakan kuesioner yang
melibatkan 126 ibu pasien kejang demam didapatkan bahwa sebanyak 49 ibu mengira anaknya
akan meninggal karena kejang demam. Hal yang menjadi perhatian ibu pada saat anak kejang
demam pertama adalah kesehatan anak di masa depan, berulangnya kejang demam, terjadinya
retardasi mental, paralisis, kecacatan fisik, dan gangguan belajar. Kekhawatiran orang tua
tersebut dapat berdampak buruk pada aktivitas sehari-hari ibu (Kolahi dan Shahrokh, 2009).
Meskipun etiologi spesisfik dari kejadian kejang demam belum diketahui, namun kondisi
demam yang disebabkan oleh penyakit tertentu diduga dapat memicu terjadinya kejang demam
pada anak. Di Puskesmas Tanah Merah sendiri ada beberapa penyakit yang diduga dapat memicu
1

terjadinya kejadian kejang demam anak ini, yakni infeksi saluran pernapasan (ISPA) sebanyak
200 kasus, gastroenteritis sebanyak 104 kasus, dan demam typhoid sebanyak 94 kasus
(berdasarkan pendataan tiga bulan awal tahun, yakni Januari, Februari, dan Maret tahun 2016).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka selaku dokter intership yang bertugas di Puskesmas
Tanah Merah, periode Februari Juni 2016 berusaha melakukan upaya guna meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kejang demam anak di kecamatan Tanah Merah yang
menitikberatkan pada pemberian informasi berupa penyuluhan maupun pembagian leaflet/brosur
pada para ibu dalam wilayah kerja Kecamatan Tanah Merah.

I.2. Tujuan Kegiatan


I.2.1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kejang demam anak di
wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah Periode April 2016
I.2.2. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gejala kejang demam anak.
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penanganan awal di rumah bila
terjadi kejang demam anak.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kemungkinan kecacatan atau
kelainan neurologis maupun kejadian berulang pada kejang demam anak.

I.3. Manfaat Kegiatan


1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gejala kejang demam anak.
2. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang penanganan awal di rumah bila terjadi
kejang demam anak.
3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kemungkinan kecacatan atau kelainan
neurologis maupun kejadian berulang pada kejang demam anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Kejang Demam
II.1.1. Definisi
2

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Umumnya terjadi
pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam lalu kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
yang disertai demam pada bayi berumur kurang dari satu bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsy yang kebetulan
terjadi bersama demam.
II.1.2. Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yakni :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlansung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
a. Kejang lama > 15 menit, yakni kejang yang berlangsung lebih dari lima belas
menit atau kejang berulang lebih dari dua kali dan di antara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum di dahului kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, yakni kejang dua kali atau lebih
dalam satu hari, di antara dua bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam
II.1.3. Pemeriksaan Penunjang
II.1.3.a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
II.1.3.b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah


3

0,6-6,7%. Pada bayi kecil sering sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
II.1.3.c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
II.1.3.d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-Scan atau MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
II.1.4. Prognosis
II.1.4.a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
II.1.4.b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
II.1.4.c. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
4

1.
2.
3.
4.

Riwayat kejang demam dalam keluarga


Usia kurang dari 12 bulan
Temperature yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam.

Bila seluruh factor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80% ,
sedangkan bila tidak terdapat factor tersetbut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.
II.1.4.d. Faktor resiko terjadinya epilepsy
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko
menjadi epilepsy adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%,
kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 1049%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengna pemberian obat rumat
pada kejang demam.
II.1.5. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau
dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah dua kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg//kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya dalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
II.1.5.a. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya
kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat
tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.
II.1.5.b. Pemberian obat rumat
1. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan cirri sebagai
berikut (salah satu):
a. Kejang lama > 15 menit,
6

b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
c. Kejang fokal
d. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
i.
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
ii.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
iii.
Kejang demam 4 kali per tahun.
2. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
3. Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahan selama 1-2 bulan.

II.1.6. Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1.
2.
3.
4.

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik


Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.

II.1.6.a. Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


7

1. Tetap tenang dan tidak panic


2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
4.
5.
6.
7.

jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.


Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
Tetap bersama pasien selama kejang.
Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

II.1.6.b. Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi
sedangkan setalah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setalah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasatamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.

BAB III
METODE KEGIATAN
III.1. Metode
a. Penyuluhan tentang kejang demam anak pada masyarakat di wilayah kerja Puskemas
Tanah Merah
b. Membuat media infomasi berupa leaflet guna dibagikan kepada para masyarakat di
wilayak kerja Puskesmas Tanah Merah
c. Pendemostrasian serta penyediaan alat ukur suhu (termometer) kepada masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah.
III.2. Waktu dan Tempat kegiatan
a. Hari, tanggal:
b. Tempat
:

Rabu, 27 April 2016


Wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah yakni Desa Batangan.

III.3. Sasaran Kegiatan


a. Para ibu-ibu posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah.
b. Para kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah.
c. Para bidan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah
III.4. Langkah Kegiatan
a. Pembagian media informasi berupa leaflet kepada para masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Tanah Merah.
b. Memberikan penyuluhan tentang kejang demam anak pada masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Tanah Merah
c. Demonstrasi cara penggunaan alat ukur suhu dalam hal ini menggunakan termometer
digital.
d. Pembagian alat ukur suhu (termometer digital) kepada masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Tanah Merah.

BAB IV
HASIL KEGIATAN
IV.1. Profil Komunitas Umum
Masyarakat Madura dapat dikategorikan sebagai komunitas yang mempunyai etos
kerja yang tinggi, ramah, giat bekerja dan ulet. Mereka suka merantau karena keadaan
wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya
berprofesi sebagai pedagang. Dalam hal karakteristik sosial budaya, masyarakat Madura
terkenal sangat menjunjung tingga harga dirinya, mereka memiliki peribahasa lebbi bagus
pote tolling, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati daripada malu. Sifat ini
melahirkan tradisi carok, meskipun lambat laun tradisi ini melemah seiring dengan
terdidiknya kaum muda di pelosok desa, dahulu mereka memakai kekuatan emosional
dan tenaga saja. Tetapi saat ini masyarakatnya menjadi lebih arif dalam menyikapi
persoalan yang beragam.
Masyarakat Madura terbagi dua, yakni Madura Timur meliputi Sumenep dan
Pamekasan. Madura Barat meliputi Sampang dan Bangkalan. Tanah Merah merupakan
salah satu wilayah kecamatan dari Kabupaten Bangkalan yang termasuk dalam wilayah
Madura Barat.
IV.2. Data Geografis
Puskesmas Tanah Merah terletak sekitar 18 km sebelah timur Ibu Kota Kabupaten
Bangkalan. Terletak di tepi jalan raya Bangkalan-Sumenep dengan wilayah kerja yang
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Geger


Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Galis
Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Burneh dan Tragah
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Kwanyar.

Bentuk wilayah Kecamatan Tanah Merah meliputi :


a. Wilayah daratan : 35%
b. Wilayah berbukit : 55%
c. Wilayah pegunungan : 10%
Luas wilayah Kecamatan Tanah Merah : 68,5 km 2 dan terletak 47 m di atas permukaan
laut.

10

IV.3. Data Demografis


Data kependudukan
Jumlah penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah adalah
58.137 jiwa. Meliputi laki laki sebanyak 27.408 jiwa, perempuan 30.729 jiwa, bayi 908
bayi, balita 3.885, dan usila 9.885 orang. Terdiri atas 23 desa dan 113 dusun, yakni :
1. Pacentan : 3.049 jiwa penduduk
2. Baipajung : 4.566 jiwa penduduk
3. Tanah Merah Laok : 4.745 jiwa penduduk
4. Kranggan Barat : 2.106 jiwa penduduk
5. Pangeleyan : 711 jiwa penduduk
6. Padurungan : 1.435 jiwa penduduk
7. Petrah : 2.735 jiwa penduduk
8. Tanah Merah Dajah : 3.164 jiwa penduduk
9. Dumajah : 3.714 jiwa penduduk
10. Patemon : 741 jiwa penduduk
11. Tlomar : 2.219 jiwa penduduk
12. Kendaban : 1.141 jiwa penduduk
13. Jangkar : 4.608 jiwa penduduk
14. Pettong : 2.641 jiwa penduduk
15. Landak : 1.450 jiwa penduduk
16. Rongdurin : 2.058 jiwa penduduk
17. Batangan : 3.380 jiwa penduduk
18. Dlambah dajah : 3.969 jiwa penduduk
19. Dlambah laok : 1.557 jiwa penduduk
20. Mrecah : 2.294 jiwa penduduk
21. Buddan : 2.964 jiwa penduduk
22. Poter : 2.156 jiwa penduduk
23. Basanah : 734 jiwa penduduk
IV.4. Sarana Pelayanan Kesehatan
Penyedia sarana kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu perhatian utama pembangunan di
bidang kesehatan serta bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati
pelayanan kesehatan antara lain :
a. Puskesmas
Puskesmas sebagai Unit Pelayanan Kesehatan terdepan bagi masyarakat, terus
ditingkatkan baik dari segi jumlah dan kualitas pelayanannya.
b. Puskesmas Pembantu
Jumlah Pustu di wilayah Puskesmas Tanah Merah sebanyak 5 buah. Terdapat 19
buah polindes, 5 buah ponkesdes, dan 75 posyandu (69 posyandu yang aktif).
IV.5. Sumber Daya Kesehatan
11

Untuk penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan pola dan manajemen upaya
kesehatan dibutuhkan sumber daya yang memadai. Upaya kesehatan dapat berdayaguna
dan berhasil guna bila kebutuhan sumber daya tenaga, biaya, dan sarana kesehatan
terpenuhi. Jumlah tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan Puskesmas Tanah
Merah sebanyak 114 orang, meliputi tenaga medis 2 orang (dokter umum), 1 orang
(dokter gigi), perawat 34 orang, perawat gigi 1 orang, dan bidan 39 orang, sanitasi 1
orang, tenaga imunisasi 1 orang, tenaga laboratorium 1 orang, apoteker 2 orang, dan
administrasi 32 orang. Jumlah tenaga kesehatan belum memadai dengan jumlah
penduduk yang harus ditangani.
IV.6. Pelaksanaan Kegiatan

No.

Kegiatan

1.

Pembagian

Waktu

Lokasi

08.30-09.30

Desa

WIB

Batangan

Penyuluhan kejang Rabu, 27 April 2016

09.30-11.00

Desa

demam anak

WIB

Batangan

11.00-11.30

Desa

WIB

Batangan

11.30-12.00

Desa

WIB

Batangan

kejang

Hari, Tanggal
leaflet Rabu, 27 April 2016
demam

anak
2.

3.

Demonstrasi

cara Rabu, 27 April 2016

penggunaan
termometer digital
4.

Pembagian

Rabu, 27 April 2016

termometer digital
kepada masyarakat,
kader, dan bidan

12

BAB V
DISKUSI KEGIATAN
V.1. Pendapat dan Masukan
Tujuan khusus pertama kegiatan ini yakni meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang gejala kejang demam anak telah tercapai dengan baik. Hal ini dapat ditandai
dengan kemampuan para peserta yang memperoleh penyuluhan untuk mengulangi
informasi, menjawab pertanyaan dari penyuluh, dan memberikan informasi berupa
pengalaman pribadi dan keluarga yang mengalami gejala kejang demam.
Tujuan khusus kedua adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
penanganan awal di rumah bila terjadi kejang demam pada anak telah tercapai dengan
baik. Hal ini terlihat dari antusiasme para ibu-ibu posyandu Desa Batangan dalam
menanyakan tata cara mengompres anak saat demam sebagai salah satu penanganan awal
demam pada kejang demam anak.
Tujuan khusus ketiga adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kemungkinan kecacatan atau kelainan neurologis maupun kejadian berulang pada kejang
demam anak sudah tercapai. Hal ini dapat dinilai dengan respon positif masyarakat dalam
menanggapi informasi perihal kejadian kejang berulang yang bisa saja terjadi pada usia
anak 6 bulan sampai 5 tahun.
Secara keseluruhan masyarakat memberikan respon yang cukup baik dalam
pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pembagian leaflet kejang demam, pendemonstrasian,
dan

pembagian

termometer

digital. Antusiasme

masyarakat

dalam mengikuti

pendemonstrasian dan pembagian termometer digital (sebagai salah satu alat ukur suhu
untuk deteksi awal kejadian kejang demam anak) sangat tinggi. Hal ini tergambar dengan
keikutsertaan masyarakat dalam memperagakan penggunaan termometer digital.
13

Kendala yang ditemukan selama kegiatan adalah lokasi penyuluhan yakni Desa
Batangan yang medannya cukup berat bagi ambulans sebagai sarana transportasi ke
lokasi penyuluhan, serta terbatasnya jumlah termometer yang dapat dibagikan oleh
penyuluh. Jumlah peserta yang semakin meningkat ketika mengetahui adanya pembagian
alat bantu ini (termometer digital) menambah ketertarikan mereka mengikuti kegiatan
tidak dapat diimbangi dengan ketersediaan termometernya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pelaksanaan penyuluhan tentang kejang demam anak ini sangat perlu dilakukan,
guna memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat tentang gejala, penanganan,
dan kemungkinan berulangnya. Tidak hanya itu, di lapangan dalam pelaksanaannya
didapatkan banyak mitos-mitos tentang penanganan kejang demam yang awam di
masyarakat, yakni berupa peletakan anak yang kejang di tanah, menyiram dengan air
dingin, menggigit sendok, atau menaburkan kopi. Hal ini menjadi salah satu materi yang
dicantumkan dalam leaflet guna menepis kekeliruan pemahaman perihal penanganan
secara awam tersebut. Di samping itu, guna membantu penanganan awal bila terjadi
demam di rumah maka kegiatan ini disertakan dengan demonstrasi dan pembagian
termometer digital. Mengingat akan jauh lebih mudah bagi masyarakat desa
menggunakan termometer digital daripada termometer air raksa.
Untuk itu, setelah kegiatan ini diharapkan dapat lebih banyak masyarakat dalam
wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah yang bisa memperoleh pengetahuan, informasi,
dan sarana untuk penanganan kejang demam anak di rumah masing-masing.

14

Lampiran Foto Kegiatan

Pembagian leaflet kejang demam anak

Penyuluhan tentang kejang demam anak.

15

Demonstrasi cara penggunaan termometer digital

Pembagian alat pengukur suhu (termometer) kepada masyarakat, kader posyandu, dan bidan

DAFTAR PUSTAKA
1. Cassano, PA, 1990. Risk Of Febrile Seizures In Childhood In Relation To Prenatal Maternal
Cigarette Smoking And Alcohol Intake. Epidemiol, Vol. 132, No. 3 : 462-473
16

2. Departemen Kesehatan RI, 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta : WHO Indonesia.
3. Departemen Kesehatan RI, 2013. Buku Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Pelayanan
Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia
4. Ellatif, FA, 2002. Risk Factor Of Febrile Seizures Among Preschool Children In Alexandria,
Mesir. Egypt Public Health Assoc, 77 (1-2): 159-172.
5. Huang, C, Wong, 1994. Risk Factor For First Febrile Convulsion In Children : A Population
Study In Southern Taiwan. Epilepsia, 40 (6): 719-725.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI

17

Anda mungkin juga menyukai