Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KELOMPOK PBL

NURSING CARE OF ENDOCRINE SYSTEM

DIABETES MELITUS

KELOMPOK 2 PSIK K3LN 2011

115070200131006
115070201131009
115070201131011
115070207131016
115070207131014
115070207131018
115070201131016
115070205131001

LISMA DIANA
ANISSA MAYDINAH
HESTHI
RAHMADHANI
NOVITA PUSPASARI
SITI MUTMAINNAH
SELI ELFIANAH
ILA RESALITA
NURUL
AMBOROWATI

NURSING PROGRAM MEDICAL FACULTY


UNIVERSITY OF BRAWIJAYA
2013

Trigger
Anak kurnia 17 tahun dirawat dirumah sakit tgl 11 november
2013 karena panas sudah 8 hari suhu tertinggi mencapai 40 oC.
Dua hari kemuadian anak kurnia mengalami polidipsi dan
poliuria dengan suhu yang normal dan glukosa plasma 50,6
mmol/L. Dari pemeriksaan fisik ditemukan nadi 130x/menit dan
terlihat tremor, klien mengeluh lemas dan pusing. Data
laboraturium menunjukkan keton positif dalam urine dandarah
dan HbA1C adalah 5,7%. Klien menerima intervensi pemberian
cairan intravena normal saline daninsulin, dan ditambah
dengan injeksi insulin 4 kali dalam 24 jam. Klien dan orang tua
sudah di jelaskan tentang apa penyakit namun masih bingung
penatalaksanaan selanjutnya seperti apa dan bagaimana
kehidupan selnjutnya
SLO
1. Definisi + Klasifikasi DM
2. Epidemiologi DM
3. Etiologi DAN Faktor Resiko DM
4. Patofisiologi DM
5. Manifestasi Klinis DM
6. Pemeriksaan Diagnostik DM
7. Penatalaksanaan Medis DM
8. Komplikasi DM
9. Pencegahan KPD
10.Asuhan keperawatan KPD

I.DEFINISI

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (Smeltzer and Bare, 2002)
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan
efektifitas insulin. Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari
karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan metabolisme
tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada
banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular, khususnya sel

endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2004).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi klinisi berupa hilangnya

toleransi glukosa (Price, 2005)


Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia (peningkatan gula darah
puasa dan gula darah post pandrial) yang disebabkan karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf. Dikatakan diabetes
mellitus jika kadar gula darah puasa >126 mg/dl, tes sewaktu >200 mg/dl
Klasifikasi DM
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi

Diabetes Melitus adalah sbb:


1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset atau
Insulin dependent atau Ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi
kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah juvenile
onset sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4
tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi
pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi
sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta
pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan
sekresi insulin. DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit
autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi
leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi
sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta
pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan

penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau


myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen
(HLA) DR3 atau HLA DR4. Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya
dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan
kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang
menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi
insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel
beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,
dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses
yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe
1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya
pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabetes Melitus tipe 2
Penyebab utamanya adalah pada Diabetes Mellitus Tipe II terjadi

pada

volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam


kondisi ini produktivitas hormone insulin bekerja dengan baik, namun tidak
terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah,
keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Dibawah ini terdapat beberapa
fakor-faktor yang memiliki peranan penting terjadinya hal tersebut :
a. Obesitas.
b. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat.
c. Kurang gerak badan (olahraga).
d. Faktor keturunan.
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan
dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien
mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan
insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2

ini

bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi


insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak
dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas.
Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor
glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

3. Diabetes Melitus tipe lain


Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada
fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif
muda (<25 tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY).
Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal.
Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom,
yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p
yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian
genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi
insulin.
Defek genetik kerja insulin
Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia,
hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat
mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan
pembesaran ovarium.
Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.
- Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja
mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti
pada

sindroma

Cushing,

glukagonoma,

feokromositoma

dapat

menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya


mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila
-

kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.


Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun
tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan

glukokortikoid mengganggu kerja insulin.


Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella,

coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.


Imunologi
Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan
antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian

kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas


Sindroma genetik lain
Downs syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.
4. Diabetes Kehamilan/gestasional
-

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan


onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada
sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal
pada trimester ketiga.
Hiperglikemi terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon
plasenta. Selain itu, menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat mencapai
3x dari normal. Jika tidak mampu meingktakan produksi insulin maka akan
terjadi hipoinsulin dan mengalami hiperglikemia

Perbedaan DM tipe 1 dan 2 dapat digambarkan didalam tabel 2.2 di bawah ini
: Sumber arisman 2011

Tabel 2.2 Perbedaan antara DM 1


Onset
Anak/dewasa muda
(<25 tahun)
Proporsi
<10% dari semua
penyandang DM
Riwayat Keluarga
Tidak lazim
Gejala
Akut/sub-akut
Ketoasidosis
Sering sekali
Antibodi ICA, GAD
Obesitas saat onset
Kaitan dengan HLA
tipe tertentu
Kaitan dengan
penyakit autoimun
C-peptida darah/urin
Kegunaan insulin

Sangat sering positif


Tidak obes
Ada

DM tipe 2
Biasanya setelah usia
pertengahan
>90% dari semua
penyandang DM
Sangat lazim
Lambat
Jarang, kecuali jika
sakit/stress
Biasanya negative
Obes sebelum onset
Tidak ada

Kadang-kadang ada

Tidak ada

Sangat rendah
Penyelamat nyawa

Penyebab

Pankreas tidak
mampu membuat
insulin
Mengawasi gula
darah (makan/jajan
harus diatur seputar
pemberian insulin
agar tidak terjadi
hipoglisemia)
Merangsang sirkulasi
dan membantu tubuh
dalam penggunaan
insulin

Rendah/normal/tinggi
Kadang-kadang
diperlukan sebagai
pengawasan gula
darah
Produksi insulin masih
ada, tetapi sel target
tidak peka
Menurunkan BB
(jadwal tidak harus
ketat, kecuali kalau
insulin juga diberikan)

Kegunaan diet

Kegunaan latihan fisik

Membuat tubuh
menjadi lebih peka
terhadap insulinnya
sendiri, di samping
menggunakan energi
untuk mengurangi

II.

EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO (2007) Indonesia masuk ke dalam sepuluh Negara dengan
jumlah kasus DM terbanyak di dunia. Indonesia berada pada peringkat
keempat pada tahun 2000 dengan jumlah kasus sebesar 8,4 juta orang dan
diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang. (dalam
Riskesdas, 2007). International Diabetes Federation 2012 mencatat bahwa
terjadi lonjakan jumlah penderita DM dalam satu tahun terakhir. Pada periode
2011-2012, terdapat kenaikan jumlah penyandang DM sebanyak 5 juta orang.
Peningkatan angka kejadian DM ini terjadi di hamper semua Negara, termasuk
Indonesia. Peringkat Indonesia bahkan naik dari peringkat 9 menjadi peringkat
7 negara dengan penderita DM terbanyak di dunia. 50% penderita DM ternyata
tidak mengetahui bahwa mereka mengidap DM. Di Indonesia, ketidaktahuan
tersebut ada pada 74% pasien DM. Maka dari itu edukasi mempunyai peranan
sangat penting dalam manajemen penyakit metabolik ini.
Menurut data organisasi persatuan rumah sakit indonesia (2008)tahun
2008 indonesia kini mnempati urutan ke 4 terbesar dalam jumlah penderita
diabetes melitus di dunia pada tahun 2006 jumlah penyandang diabetes di
inonesia mencapai 14 juta orang dari jumlah itu baru 50% penderita yang sadar
mengidap dan sekitar 30% diantaranya melakukan pengobatan secara teratur.

III.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Etiologi Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama
dan faktor herediter memegang peranan penting.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut
Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia
(meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002). Faktor genetik dan
lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih
tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B

dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai


peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002). Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,
dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter,
juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne,

2002)
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar.
Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya
NIDDM

sekitar

80%

klien

NIDDM

adalah

kegemukan.

Overweight

membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia


disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh
atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor
resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM
adalah

resiko

yang

besar.

Pencegahan

utama

NIDDM

adalah

mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program


penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu
dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda
atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang
berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari
berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila
ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002)
Etiologi Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun

lainnya.
Individu yang memiliki kecenderungan genetik tipe antigen HLA (human
leucocyte antigen) yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 95% berkulit putih

(caucasian dg DM tipe 1 mempelihatkan HLA yang spesifik (DR3 atau DR4).


Risiko meningkat 3-5X. Risiko meningkat 10-20x lipat pada individu yg

memiliki HLA DR3 maupun DR4. (Bruner& Sudarth, 2002)


DM tipe 2: Menurut penelitian Individu yang tidak mempunyai gen leptin akan
gagal berespon terhadap kenyang dan itulah mengapa bisa genmuk dan

menyebabkan insensivitas insulin (Corwin, 2001)


b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995).
Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes

yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Etiologi Lainnya
a. Hipotesis Sinar Matahari
Pengurangan paparan sinar matahari pada anak, akan mengakibatkan
berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D
memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin.
b. Hipotesis Higiene Hipotesis Kebersihan
Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi pathogen,
dimana kita menjaga anak anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan
hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi
insulin di dalam tubuh oleh leukosit.
c. Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu
formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan
pada

system

kekebalan

tubuh

dan

meningkatkan

resiko

untuk

mengembangkan diabetes mellitus type 1 di kemudian hari.


d. Hipotesis POP
Bahwa eksposur terhadap (polutan organik yang persisten) meningkatkan
resiko kedua jenis diabetes.
e. Hipotesis Akselerator
Peningkatan berat dan tinggi anak anak pada abad terakhir ini telah
dipercepat, sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1
dengan menyebabkan sel beta di pancreas dibawah tekanan untuk
memproduksi insulin

Faktor Resiko
a. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, tidak ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Diabetes
tipe 2 lebih terkait dengan faktor riwayat keluarga bila dibandingkan tipe 1.
Anak dengan ayah penderita DM tipe 1 memiliki kemungkinan terkena
diabetes 1:17. Namun bila kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka
kemungkinan menderita DM adalah 1:4-10. Pada DM tipe 2, seorang anak
memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tuanya

menderita DM pada usia kurang dari lima puluh tahun dan 1:13 bila salah
satu orang tuanya menderita DM pada usia lebih dari lima puluh tahun.
Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 2, maka kemungkinan
menderita DM adalah 1:2.19
b. Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama di atas 40 tahun,
karena risiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia. DM
tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun,
sedangkan DM tipe 2 biasa terjadi pada usia 40 tahun. Di negara-negara
barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1
dari 4 penderita berusia di atas 85 tahun. Menurut hasil penelitian Renova di
RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasiem DM
berusia 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia <40 tahun.
c. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, non-Hispanik
kulit hitam dan orang Amerika Latin, mempunyai resiko lebih besar terkena
DM tipe 2. Suku-suku ini mempunyai resiko terkena DM 2-4 kali lebih tinggi
dari pada non- Hispanik kulit putih. Kebanyakan dari ras-ras tersebut dulunya
adalah pemburu dan petani. Saat ini jumlah makanan banyak dan gerak
badan semakin berkurang yang menyebabkan banyak penduduk mengalami
obesitas sampai DM dan tekanan darah tinggi.
d. Kegemukan (Obesitas)
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan,
sebab meningkatnyanya angka kejadian DM tipe 2 berkaitan dengan
obesitas. Delapan dari sepuluh penderita DM tipe 2 adalah orang-orang yang
memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan
tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak
ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.4,23 Seseorang dengan
BMI (Body Mass Index) 30 kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena diabetes
daripada seseorang dengan BMI normal (22 Kg/m2). Bila BMI 35 Kg/m2 ,
kemungkinan mengidap diabetes menjadi 90 kali lipat. Pada suatu penelitian
di Jakarta pada tahun 1982 dalam Utujo Sukaton (1996) ditemukan bahwa
kegemukan merupakan salah satu resiko penting bagi timbulnya DM.
Prevalensi DM untuk kelompok obesitas adalah 6,7%, kelompok overweight
3,7%, kelompok normal 0,9%, dan kelompok underweight 0,4%.20. Kurang

Gerak Badan Olah raga atau aktifitas fisik membantu kita untuk mengontrol
berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi dan sel-sel tubuh menjadi
lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan resiko
terjadinya DM tipe 2 akan turun sampai 50%. Keuntungan lain yang diperoleh
dari olah raga adalah bertambahnya massa otot. Biasanya 70-90 % glukosa
darah diserap otot. The Journal of the America Medical Association (1992)
melaporkan hasil studi lebih dari 21.000 orang dokter, bahwa berolah raga
lima kali seminggu akan menghasilkan penurunan 42% pada kasus-kasus
yang diperkirakan akan menderita DM tipe 2.
e. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
menyebabkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga virus ini menyerang
melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel
beta. Pada kasus DM tipe 1 yang terjadi pada anak, seringkali didahului
dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan
oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa
dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM.
f. Bahan Toksin atau Beracun
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung,
yakni allixan, pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis
jamur) (Maulana, 2008).
g. Kehamilan
Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus
Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi
insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen,
progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut
memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan
jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa
menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki
riwayat

keluarga

klien

diabetes

melitus,

maka

ia

akan

mengalami

kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional


(Waspadji, 1997)
IV.
V.

PATOFISIOLOGI (terlampir)
MANIFESTASI KLONIS

Gejala diabetes tipe 1 :


1.

Rasa lapar dan haus berlebihan

2.

Penurunan BB tanpa sebab

3.

Kelelahan

4.

Sering BAK

5.

Penglihatan kabur

6.

Muncul pada anak dan remaja

7.

Reseptor insulin tidak terganggu

8.

Tidak berespon terhadap OHO

9.

Sering terjadi ketoasidosis


Kadar gula darah yang tinggi tapi sel tidak dapat menggunakan gula tanpa
insulin maka sel mengambil energy dalam sumber lain. sel lemak dipecah
sehingga

menghasilkan

keton

yang

menyebabkan

asam.untuk

memperbaiki keasaman, maka pernafasan cepat dan dalam, bau nafas


seperti aseton (Sacher, 2004)
Gejala DM tipe 2:
1.

Trias DM

2.

Biasanya bertubuh gemuk saat didiagnosis

3.

Tidak ada antibody pada pulau langerhans


Trias DM :
1. Poliuria
Akibat kekurangan insulin untuk mengangkit glukosa melalui membrane sel
menyebabkan

hiperglikemia.

Sehingga

serum

plasma

meningkat,

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel difusi ke sirkulasi. Aliran darah


ke ginjal meningkat terjadi dieresis osmotic (Bare, 2002)
2. Polidipsi
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel

kedalam

vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi


sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia)
( Bare, 2002).
3. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi

rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak

makan (poliphagia) ( Bare, 2002).


DM 2: tanpa keluhan, mudah infeksi, sukar sembuh dari luka, penglihatan
buruk (Bruner& Sudarth, 2002)
Gejala kronik
1. Kesemutan
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk jarum
3. Rasa tebal di kulit
4. Kram
5. Capek
6. Mudah mengantuk
7. Gatal di kemaluan terutama wanita
8. Gigi mudah lepas , penurunan seks, impotensi

VI.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatiksebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah

DM

Belum Pasti DM

Plasma vena

>200

100-200

Darah kapiler

>200

80-100

Sewaktu

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah

DM

Belum Pasti DM

Plasma vena

>120

110-120

Darah kapiler

>110

90-110

Puasa

b.

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl).

c. Pemeriksaan konsentrasi HbA1c


- HbA1c merupakan ikatan antara gula dan hemoglobin

Pemeriksaaan HbA1c ini mampu menggambarkan kadar glukosa rata-rata dalam


jangka waktu 1-3 bulan sebelumnya sesuai dengan umur sel darah merah
Hasil pemeriksaan HbA1c:
HbA1c 4-6
: Baik
HbA1c 6-8
: Sedang
HbA1c >8
: Buruk

d. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksikomplikasi.
1. TES SARING
Tes-tes saring pada DM adalah:
GDS
GDS
Tes Glukosa Urin:
- Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
- Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
2. TES DIAGNOSTIK
Tes-tes diagnostik pada DM adalah:1.GDP2.GDS3.GD2PP (Glukosa Darah 2
Jam Post Prandial)4.Glukosa jam ke-2 TTGO
3. ES MONITORING TERAPI
Tes-tes monitoring terapi DM adalah
GDP : plasma vena, darah kapiler
GD2 PP : plasma vena
A1c : darah vena, darah kapiler
4. TES UNTUK MENDETEKSI KOMPLIKASI
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
a) Mikroalbuminuria : urin
b) Ureum, Kreatinin, Asam Urat
c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f) Trigliserida : plasma vena (puasa)

5. Pemeriksaan C peptide
DM tipe 1 normal, DM tipe 2 hasilnya tinggi
6. Rothrea Test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai,
Rothera agents, dan amonium hidroxida pekat. Test ini untuk berguna untuk
mendeteksi

adanya

aceton

dan

asam

asetat

dalam

urin,

yang

mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik


yang tidak ditangani. Zat zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid

secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai
sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme
glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam
asetat

tersebut

adalah Trigliseric Acid/TGA,

yang

merupakan

hasil

pemecahan dari lemak.


Cara kerja :
a. Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi
b. Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut
c. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium
hidroxida secara perlahan lahan melalui dinding tabung
d. Taruh tabung dalam keadaan tegak
e. Baca hasil dalam setelah 3 menit
f. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan
menandakan adanya zat zat keton

7. Antibodi untuk petanda (marker)


adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic
antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic
acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di
sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan
adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi
berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang
dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA).
Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3
petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.2

VII.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan


menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk
meningkatan

pelayanan

kesehatan.

dilakukan berbagai usaha, antaranya:

Untuk

mencapai

tujuan

tersebut

a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu :
1. Karbohidrat sebanyak 60 70 % 2) Protein sebanyak 10 15 % 3) Lemak
sebanyak 20 25 % Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan
klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat
Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori
terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu
: 1) Makanan pagi sebanyak 20% 2) Makanan siang sebanyak 30% 3)
Makanan sore sebanyak 25% 4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 %
diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta (Iwan S, 2010). Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan
kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit
dan olah raga berat jogging (Iwan S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin.
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal


dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena
resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid.
Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
(Iwan S, 2010)
2. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3. Insulin

Beberapa cara pemberian insulin


a. Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa factor antara lain:

lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar
tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

Pengaruh latihan pada absorpsi insulin


Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam
waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot
yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin

Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.

Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.

Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke
u 10 maka efek insulin dipercepat.

b. Suntikan intramuskular dan intravena


Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare &
Suzanne, 2002).
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002)
c)

DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif


maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002).

d) Penyuluhan

untuk

merancanakan

pengelolaan

sangat

penting

untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu


pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare
& Suzanne, 2002).

Untuk Pemantauan yang sudah terkena DM


5 pilar manajemen
1. Insulin

Jenis insulin : kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang
maupun insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah)

Dosis : dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5 1 unit/kgBB
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis selanjutnya diatur sesuai dengan
factor-faktor yang ada baik pada penyakitnya maupun pada penderitanya

Regimen

ada

macam

yaitu

konvensional

dan

intensif.

Konvensional/mix split regimen yakni pemberian 2-3 kali suntik per hari.
Intensif adalah pemberian basal basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal
maupun dosis bolus.

Cara menyuntik: tempat penyuntikan dengan absorpsinya baik ada di


daerah abdomen, lengan atas, lateral paha.

Penyesuaian dosis : kebutuhan insulin berubah dari beberapa hal seperti


hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas (terkadang
kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kgBB/hari), kondisi stress maupun
saat sakit.

2. Diet

Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia
pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
1000 + (usia dalam tahun x 100) = . Kalori/hari

Pasien disarankan mengkonsumsisediaan sukrosa dan meningkatkan


konsumsi sayur dan buah.

Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas 50-55%


karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya
usia), dan 30-35% lemak.

Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3x makanan utama dan 3x snack.


20% makanan pagi, 10% snack, 25% makan siang, 10% snack, 25%
makan malam, 10% snack.

3. Olahraga

Olahraga dapat meningkatkan resiko hipoglikemia atau hiperglikemia bahkan


ketoasidosis. Penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang
aman dapat melakukan intervensi ini.
4. Edukasi

Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang


boleh dan tidak boleh pada penyandang DM, insulin (regimen, dosis, cara
menyuntik, tempat menyuntik, serta efek samping), monitor gula darah
dan target gula darah ataupun HbA1C yang diinginkan.

Pasien dan keluarga diedukasi (manajemen diet) tentang waktu,


besarnya, banyaknya, serta komposisi makanan yang dimakan untuk
menghindari terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia setelah makan.
Pasien yang mendapat terapi insulin diberi edukasi yang komprehensif
termasuk kebutuhan kalori sehari-hari, kebutuhan karbohidrat-proteinlemak, dan pembagian kalori antara makan dan snack.

Pasien diedukasi tentang efek samping olahraga terhadap kadar gula


darah.

5. Monitoring control glikemik


Monitoring ini menjad evaluasi apakah tatalaksan yang sudah diberikan baik
atau belum. Control glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup
pasien termasuk mencegah komplikasi yang baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala
setiap harinya. Dan juga setiap 3 bulan periksa kadar HbA1C. disamping itu,
efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan
dan perkembangan perlu dipantau
VIII.

KOMPLIKASI

Komplikasi akut pada diabetes mellitus antara lain (Boedisantoso R, 2007):


a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan


penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala
adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala
neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia oral
golongan

sulfonilurea,

khususnya

klorpropamida

dan

glibenklamida.

Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan
lain-lain.
b.

Ketoasidosis Diabetik
ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia,
asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian pada
pasien DM.

c. Hiperglikemia Non Ketotik

Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia,


hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis
dengan atau tanpa adanya ketosis.
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus
menerus yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya
pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar
itu terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun
pada sel masingeal ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada
pertumbuhan dan kematian sel yang akhirnya akan menjadi komplikasi
vaskular DM. Struktur pembuluh darah, saraf dan struktur lainnya akan
menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh
darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran.
Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama menuju
kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan beberapa
komplikasi antara lain (Waspadji, 2006) :
1.

Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi
penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan
mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan meningkatnya
ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan
terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma.
Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.

2.

Nefropati

Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular dan
disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan
terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya
area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah
terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan
mikroalbuminuria dna kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis
selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir
dengan gagal ginjal.
3. Neuropati

Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya
sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih
terasa sakit dimalam hari.
4. Penyakit Jantung Koroner

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar
zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat

aterosklerosis akan

menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner


5. Penyakit pembuluh darah kapiler

Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki


diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit
pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki
IX.

PENCEGAHAN

a. Perubahan Gaya Hidup


Gaya hidup instan yang cendrung mengonsumsi makanan instant dimana
mengandung bahan pengawet, pewarna buatan,pemanis buatan bahkan
penyedap yang tidak baik bagi tubuh. Jika terus menerus mengkonsumsi
makanan tersebut akan dapat memicu kerusakan seldan jaringan
b. Pengaturan pola makan
Usahakan untuk makan teratur agar kebutuhan nutrisi tetap dapat terpenuhi
dengan baik.Hal ini karena malnutrisi akan dapat menganggu fungsi ginjal
tubuh
c. Olahraga Teratur

Selain membantu membakar lemak berlebih, yang terpenting adalah olahraga


teratur dpat menstabilkan gula darah anda
d. Menjaga berat badan
Penimbunan lemak di dalam tubuh terutaa pada daerah sekitar perut dan
pinggang dapat menghambat kerja pankreas dan memicu resistensi sel
terhadap insulin
e. Memperbanyak mengkonsumsi sayur dan buah
Hal ini mengingat serat daapat mengurangi penimbunan lemak di dalam
tubuh

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

A. IDENTITAS KLIEN

Nama

: An.Kurnia

Usia

: 17 tahun

Tanggal masuk

: 11 November 2013

B. Status Kesehatan Saat Ini

Keluhan utama

: panas mencapai 40oC, MENGELUH LEMAH DAN

PUSING

Lama Keluhan

Faktor pencetus

: tidak terkaji

Faktor Pemberat

: Tidak terkaji

Upaya yang dilakukan : tidak terkaji

: 8 hari

C. Riwayat kesehatan saat ini


An.Kurnia di rawat di rs karena panas sudah 8 hari, 2 hari kemudian mengalami
polidipsi dan poliuria dengan normal
Diagnosa medis : DM tipe1
D. Pemeriksaan fisik
TTV : - SUHU 40O
-

nadi 130x/menit

keadaan uum : terlihat sadar

E. Hasil pemeriksaan pennjang


Lab : keton (+) dalam urin dan darah
HbA1C 5,7 %
Glucosa plasma 50,5 mm0l/L
F. Terapi
Cairan intravena normalsaline dari insulin
Injeksi insulin 4x dalam 24 jam
G. Presepsi kllien terhadap penyakitnya
Klien dan orangtua sudah di jelaskan tentang apa penyakitnya, namun asih
bingung penatalaksanaan selanjutnya seperti apa dan bagaimana kehidupan
selanjutnya

Analisa Data
Data
DS : Kien mengeluh

etiologi
Etiologi destruksi sel

lemah dan pusing

beta insulin terganggu

DO: nadi 130x/menit

(biocemical

dan terlihat tremor

disfungtion)DM type 1

Glukosa 50,6 mmol/l

uptake glukosa oleh

Problem
Resiko cedera

jaringan meningkat
lipolisis
glukoneogenesiasam
lemak meningkat
memicu proses
sterosklerosisresiko
cedera
Faktor resiko +etiologi

Do: glukosa plasma=


50,6 mmol/L, Hb

A1C=5,7 % dan terdapat

Resiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah

Kelainan metabolik

keton positif di darah

dan urin

Glukosa darah
meningkat

Resiko ketidakstabilan

Ds:

kadar glukosa darah


Gangguan
dalam Keletihan

Pasien mengeluh lemas

regulasi insulin -> insulin

Do:

kurang

5,7% tinggi

HbA1c

(normal > 6,5%)


-

Gula
plasma
mmol

->
->

glucagon
penggunaan

glukosa oleh sel sedikit

darah -> produksi metabolisme


energy
menurun
->
50,5
lemah
(normal

11,1 mmol untuk


gula

darah

sewaktu)
-

Pasien
terdiagnosis

DM

tipe 1
DS:Klien dan orang tua

Diabets mellitus

sudah dijelaskan
tentang apa penyakitnya
namun masih bingung

Kuluarga khawatir
dengan penyakit dan

Defisit pengetahuan

penatalaksanaan

penatalaksanaan

selanjutnya seperti apa

selanjutnya

dan bagaimana
kehidupan selanjutnya.

Deficit pengetahuan

Diagnosa
1. resiko cedera b.d disfungsi biokimiA
2. Resiko ketidakstabilan glukosa darah b.d kurang manejemen diabetes
3. Keletihan berhubungan dengan DM tipe 1 ditandai dengan pasien
mengeluh lemas
4. Defisiensi pengetahuan b.d kurang pajanan

RENPRA

1. Diagnosa : resiko cedera b.d disfungsi biokimia


Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 resiko cedera
berkurang KH:
NOC :

fall prevention behavior


No.
1.

Indicator
Places barrier to prevent falls

2.

Provides adequate lighting

3.

Uses safe transfer procedur

Intervensi (nic) :
1. Indentify charasteristic of enviroment that may increase potential for fall
2. Teach patienth how to fall to minimize injury
3. Educate family member about risk factor that contribute to fall and how they
decrease these risk
4. Provide adequate lighting for increased visibility
5. Monitor gait balance and fatigue level with ambulation

2. Diagnosa : Resiko ketidakstabilan glukosa darah b.d kurang manejemen


diabetes

Tujuan: setelah dilaksanakan askep selama 3x24 jam diharapkan Resiko


ketidakstabilan glukosa darah dapat berkurang dengan KH
NOC:
Blood glucose level
No
.
1.

Indicaror

Blood glucose

2.

Glycolisis hemoglobin

3.

Urin keton

Intervensi (NIC):
Hypoglicemia management
1. Monitor for signs and symptoms of hypoglycemia (tremor, sweating,
headache, palpitation)
2. Collaborate with patient and health care system to make change in insuin
program
3. Memberitahukan ke pasien bahwa setelah pemberian insulin harus makan
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

agar tidak terjadi hipoglikemia


Monitor blood glucose
Hyperglikemia management
Monitor urin keton
Monitor tanda gejala hiperglikemi
Monitor iV access
Review blood glucose record with patient and family
Facility to adherense to diet & exercise regimen
Batasi exrcise jika glukosa darah >250mg/dl
Instruksikan pasien untuk manejemn penyakit termasuk penggunaan oral

agent dan insulin, monitor cairan, karbohidrat.


3. Diagnosa : Keletihan berhubungan dengan DM tipe 1 ditandai dengan pasien
mengeluh lemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam keletihan
klien terkontrol KH :
NOC :
Fatigue Level
No. Indicaror

1.

Balance of activity and rest

2.

lassitude

3.

headache

metabolism

Intervensi (NIC)

1.
2.
3.
4.

Energy Management
Use valid instrument to measure fatigue as indicated
Assist patient to understand energy conservation principle
Monitor patient to understand energy conservation principle
Selec intervention for fatigue reduction using combination

of

pharmachologic and non


4. Diagnosa : Defisiensi pengetahuan b.d kurang pajanan
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam tingkat pengetahuan
klien dan orang tua tentang konsep penyakitnya meningkat
NOC:
Knowledge: Disease Process
.

NO

INDICATOR

.
1
2
3
4

Specific disease process


Effects of disease
Sign & symtoms of disease
Strategies
to
minimize

disease progression
Precaution
to
prevent

complication of disease
Benefits
of
disease

management
Knowledge : diabetes management

No

INDICATOR

.
1
2

Role of diet in blood glucose


Role of exercise in blood

glucose
Correct use

medication
hyperglicemia

and

related

symptoms
hypoglycemia

and

related

of

prescribed

symptoms
Intervensi (NIC)
1. Teaching disease process
a. Provide information to the patient about condition, as appropriate
b. Discuss therapy treatment
c. Describe common sign and symtoms of the disease, as appropriate
d. Describe possible chronic complication, as appropriate
2. Teaching: Prescribe Medication
a. Explain how health care provide choose the most appropriate
medication
b. Provide information on medication reimbursement as appropriate
3. Teaching: Procedure/treatment
a. Explain the purpose of procedure/ treatment
b. Explain the procedure/ treatment
c. Discuss alternative treatment, as appropriate
DAFTAR PUSTAKA
1. Alberti K.G.M.N., Zimmet P., DeFronzo R.A., International Textbook of
Diabetes Mellitus, Second Edition, John Wiley & Sons Ltd., England,
1997:1027-1074
2. American Diabetes Asociatioation. Diagnosis and clasification of DM.
3.
4.
5.
6.

Diabetes Care. 2004


Bruner & Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Direktorat Bina Famasi Komunitas dan Kimia. Depkes RI. 2005
Hendromartono, Consensus on The Management of Diabetes Mellitus
(Perkeni 1998), In Surabaya Diabetes Update VI, Eds Tjokroprawiro A,

Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra H., Pranoto A., Surabaya, 1999:1-14


7. Gendler, S.M., Albumin, In Methods in Clinical Chemistry, Eds Amadeo J,
Kaplan L.A., 1987:1066-1073
8. Homenta, Heriyannis. 2012. Diabetes Mellitus Tipe I . Malang : Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
9. Kaplan, L.A., Laboratory Approaches, In Methods in Clinical Chemistry, Eds
Amadeo J, Kaplan L.A., 1987:94-96
10. King, M.E., Glycosylated Hemoglobin, In Methods in Clinical Chemistry, Eds
Amadeo J, Kaplan L.A., 1987:113-116
11. Larson, T.S., Santanello N., Shahinfar S., OBrien P.C., et al, Trend in
Persistent Proteinuria in Adult-Onset Diebetes, Diabetes Care, 23:1, 2000:5156

12. Landt M., Glyceraldehide Preserves Glucose Concentrations in Whole Blood


Specimens, Clinical Chemistry, 46:8, 2000:1144-1149
13. Majalah Kesehatan. 2011. 10 Tips Mencegah Diabetes Melitus diambil dari
(Online) http://majalahkesehatan.com tanggal 10 November jam 06.00
14. Mogensen C.E., Viberti G.C., Peheim E., Kutter D., et al, Multicenter
Evaluation of Micral-Test II Test Strip, an Immunologic Rapid Test for the
Detection of Microalbuminuria, Diabetes Care, 20:11, 1997:1642-1646
15. Price, Sylvia. (2005) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
16. Peterson, K.P., Pavlovich J.G., Goldstein D., et al., What is Hemoglobin A1c?
An Analysis of Glycated Hemoglobins by Electrospray Ioni-zation Mass
Spectrometry, Clinical Chemistry, 44:9, 1998:1951-1958
17. RPK FM . 2013 . Selamat Hari Diabetes Sedunia 2013 : Yuk Kita Edukasi Diri
Kita & Sesama diambil dari (Online) http://radiopelitakasih.com diakses pada
tanggal 15 November 2013 jam 16.00
18. Sacher, Ronald. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta : EGC
19. Smeltzer, S., Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC
20. Soebardi. (2006). Terapi Farmakologis Diabetes Mellitus. dalam : Aru W, dkk,
editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4., Jakarta: FK UI.
21. Soegondo, S, dkk, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: FKUI.
22. Tjokroprawiro, A. 2001. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes, Jakarta:
PT Gramedia
23. Tabaei B.P., Al-Kassab A.S., Ilag L.L., et al, Does Microalbuminuria Predict
Diabetic Nephropathy?, Diabetes Care, 24:9, 2001:1560-1566

Anda mungkin juga menyukai