PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat
yang dengan hukum itulah terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan
bermasyarakat. Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga
tidak terlepas dengan adanya hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal
dengan istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang
mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, Perbuatan
pidana (tindak pidana/delik) dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Berbagai
bentuk tindak kejahatan terus berkembang baik seiring berkembangnya suatu
masyarakat demikian pula semakin padatnya penduduk maka berbagai macam
tindak kejahatan tidak dapat dihindari. Berbagai motif tindak pidana
dilatarbelakangi berbagai kepentingan baik individu maupun kelompok.
Suatu kejahatan yang termuat dalam buku II KUHP dengan macammacam bentuk, sifat, dan akibat hukumnya. Salah satunya yaitu, kejahatan
terhadap nyawa atau merampas nyawa orang lain atau Pembunuhan. Unsur
yang melandasi tindak pidana terhadap kejahatan tubuh dapat membedakan
hukuman apa yang dapat dijatuhkan padanya. Dalam hal ini kami membahas
mengenai pembunuhan.
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa
seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan
hukum. Tindak pidana (delik) pembunuhan di Indonesia diatur secara gamblang
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya pada Buku II
Bab XIX
tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, yang terdiri dari 13 pasal, yakni mulai dari
Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP.
Dalam makalah ini termasuk ke dalam pembunuhan berencana,
Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti pasal 338
KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. Direncanakan
lebih dahulu (voorbedachte rade) sama dengan antara timbul maksud untuk
membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk
dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan
itu akan dilakukan.
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Penetapan Tersangka
Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan
untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14.
Jadi, berdasarkan laporan polisi dan satu alat bukti yang sah maka seseorang
dapat ditetapkan sebagai tersangka serta dapat dilakukan penangkapan.
Dalam proses penyidikan hanya dimungkinkan untuk memperoleh alat bukti
yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat. Sementara, alat
bukti berupa petunjuk diperoleh dari penilaian hakim setelah melakukan
pemeriksaan di dalam persidangan, dan alat bukti berupa keterangan terdakwa
diperoleh ketika seorang terdakwa di dalam persidangan, sebagaimana hal
tersebut jelas diatur di dalam ketentuan Pasal 188 ayat (3) KUHAP dan
ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP.
Apabila di dalam suatu proses penyidikan terdapat laporan polisi dan satu
alat bukti yang sah maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka, dan alat
bukti yang sah yang dimaksud tersebut dapat berupa keterangan saksi,
keterangan ahli dan surat. Selain itu, perlu ditekankan jika keterangan saksi
yang dimaksud sebagai alat bukti yang sah tidak terlepas dari ketentuan Pasal
185 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP serta asas unus testis nullus testis.
Terhadap tersangka tidak dapat dengan serta merta dikenai upaya paksa berupa
penangkapan, karena ada syarat-syarat tertentu yang diatur Perkap No. 14
Tahun 2012. Pasal 36 ayat (1) menyatakan tindakan penangkapan terhadap
seorang tersangka hanya dapat dilakukan berdasarkan dua pertimbangan yang
bersifat kumulatif (bukan alternatif), yaitu:
a) Adanya bukti permulaan yang cukup yaitu laporan polisi didukung
dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan
Pasal 185 ayat (3), Pasal 188 ayat (3) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, dan
b) Tersangka telah dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan
yang patut dan wajar.
PENAHANAN
a) Penahanan terhadap tersangka / terdakwa dapat diperintahkan oleh
Penyidik, Penuntut Umum atau oleh Hakim berdasarkan ketentuan
undang-undang yang berlaku.
b) Dalam masalah penahanan, maka sisa masa penahanan yang menjadi
tanggung jawab penyidik tidak boleh dipakai oleh Penuntut Umum untuk
kepentingan penuntutan.
c) Perhitungan pengurangan masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan
harus dimulai dari sejak penangkapan / penahanan oleh Penyidik,
Penuntut Umum, dan Pengadilan.
d) Untuk menghindari kesalahpahaman di pihak Kepala Lembaga
Pemasyarakatan dalam menghitung kapan tersangka / terdakwa harus
dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakat maka tenggang-tenggang waktu
penahanan harus disebutkan dengan jelas dalam putusan.
e) Sejak perkara terdaftar di Register Pengadilan Negeri maka tanggung
jawab atas perkara tersebut beralih pada Pengadilan Negeri, dan sisa
masa penahanan Penuntut Umum tidak boleh diteruskan oleh Hakim.
f) Apabila tersangka tidak ditahan maka jika Hakim bermaksud
menggunakan perintah penahanan harus dilakukan dalam sidang (Pasal
20 ayat (3) KUHAP).
g) Apabila tersangka atau terdakwa sakit dan perlu dirawat di rumah sakit,
sedangkan ia dalam keadaan ditahan, maka penahanan tersebut dibantar
selama dilaksanakan perawatan di rumah sakit.
h) Masa penahanan karena tersangka atau terdakwa diobservasi karena
diduga menderita gangguan jiwa sejak tersangka atau terdakwa
diobservasi ditangguhkan.
i) Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan
perpanjangan
penahanan
yang
diajukan
oleh
Penuntut
Umum
terpenuhi,
Hakim
dalam
amar
putusannya
berbunyi
r) Untuk
menghindari
keterlambatan
dikeluarkannya
penetapan
STATUS TAHANAN
a) Tanggung jawab yuridis penahanan untuk pemeriksaan acara biasa berada
pada pengadilan sejak perkara tersebut di limpahkan sedangkan untuk
acara pemeriksaan acara singkat sejak saat penyidangan perkara tersebut.
b) Sejak putusan berkekuatan hukum tetap status terdakwa beralih menjadi
narapidana.
c) Terhadap putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum dimana
Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi terdakwa harus dikeluarkan
dari tahanan demi hukum.
d) Apabila masa penahanan telah sama dengan pidana penjara yang
diputuskan oleh Pengadilan maka terdakwa dikeluarkan dari tahanan
demi hukum.
e) Apabila lamanya terdakwa ditahan telah sesuai dengan pidana penjara
yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi, maka Ketua Pengadilan Negeri
dapat memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Surat perintah tersebut tembusannya dikirim ke Mahkamah Agung dan
Jaksa kalau perkaranya kasasi.
f) Apabila dalam tingkat banding, maka lamanya penahanan telah sama
dengan pidana yang dijatuhkan Pengadilan Negeri, maka Ketua
Pengadilan Negeri dapat mengeluarkan dari tahanan atas izin Ketua
Pengadilan Tinggi.
g) Paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan berakhir
Pengadilan Negeri wajib menanyakan tentang status penahanan terdakwa
kepada Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung sesuai dengan tingkat
pemeriksaan.
Pukul 17.30
Suami Mirna tiba dan membawanya ke RS Abdi Waluyo. Mirna meninggal di
rumah sakit tersebut.
autopsi,
ditemukan
ada
pendarahan
di
lambung
Mirna.
Direskrimum Polda Metro Kombes Krishna Murti mengatakan satu dari enam
kopi di Olivier mengandung sianida.
12
Polisi memastikan bahwa kopi yang diminum Wayan Mirna Salihin (27)
sebelum tewas mengandung zat sianida.
13
dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 3 atau 4 April 2016.
Nantinya, penyidik harus mengembalikan berkas itu dalam kurun waktu 14 hari.
Karena belum lengkapnya berkas perkara Jessica Kumala Wongso
membuat polisi kembali memperpanjang masa penahanan alumnus Billy Blue
College of Design, Sydney, Australia, itu. Pengacara Jessica, Yudi Wibowo
Sukinto sendiri sudah menandatangi surat perpanjangan masa kliennya itu.
Diperpanjang 30 hari. Polisi mohon kepada pengadilan sesuai dengan Pasal 29
KUHAP, perpanjangan 30 hari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
LEGAL OPINION
Kronologi kasus
Pada tanggal 6 Januari 2016 tepatnya :
Pukul 16.00
18
memesan tiga minuman yaitu dua cocktail beralkohol dan satu es kopi Vietnam ,
termasuk es kopi Vietnam untuk Mirna.
a)
akhirnya pilihannya jatuh dikursi depan samping kanan caf yang kebetulan
tiidak terjangkau oleh CCTV. Setelah itu Jessica mulai mencari posisi tempat
duduk yang aman. Selang beberapa menit minumanpun dating
Pukul 17.30
Suami Mirna tiba dan membawanya ke RS Abdi Waluyo. Mirna
19
20
Instrument Hukum
Yurisprudensi hakim Sarpin dalam memutus penetapan tersangka budi
Gunawan.
Pasal 77 KUHAP Tentang Praperadilan.
Rekomendasi
Berdasarkan kronologi diatas menurut kami telah terjadi suatu
kejanggalan hukum yang dimana kepolisian terlalu terburu-buru dalam
menetapkan tersangka dan karena tidak lain dan tidak bukan kasus ini telah
menyita perhatian publik. Padahal bukti buktinya belum kuat dan sampaisampai pihak kejaksaanpun menolak sampai 2 kali karena bukti-bukti yang
diberikan kepolisian belumlah lengkap maka dari itu seharusnya sebelum polisi
mempunyai bukti-bukti yang cukup kuat maka seharusnya polisi membaskan
tersangka (Jessica Kumala Wongso). Dan kami mengusulkan agar dalam waktu
120 Hari terhitung tanggal 29 hari apabila bukti belum juga kuat maka status
tersangka Jessica dapat dicabut
21