Anda di halaman 1dari 16

Herpes Zoster

Tegar Gemilang Watari


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
102011114
tegargemilang@ymail.com

Pendahuluan
Varicella zoster virus (VZV) merupakan family human (alpha) herpes virus. Virus
terdiri atas genome DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung protein dan
dibungkus oleh glikoprotein.Virus ini dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella
(chickenpox) dan herpes zoster (shingles).
Pada tahun 1767, Heberden dapat ,membedakan dengan jelas antara chicken pox dan
smallpox, yang diyakini kata chickenpox berasal dari bahasa Inggris yaitu gican yang
maksudnya penyakit gatal ataupun berasal dari bahasa Perancis yaitu chiche-pois,yang
menggambarkan ukuran dari vesikel. Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan
antara varicella dan herpes zoster ,ia menemukan bahwa varicella dicurigai berkembang dari
anak-anak yang terpapar dengan seseorang yang menderita herpes zoster akut. Pada tahun
1943, Garland mengetahui terjadinya herpes zoster akibat reaktivasi virus yang laten. Pada
tahun 1952, Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara invitro, mereka menemukan
varicella dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama.
Dalam makalah ini, berikut adalah skenario yang akan dibahas :
Perempuan berusia 45 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama kulit
melenting kemerahan di daerah dada kiri yang terasa sakit dan panas. Pada status
dermatologikus ditemukan lesi unilateral berupa papula eritema dan vesikel.

Pembahasan
Anamnesis
Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain :
Identitas pasien
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi
adalah benar pasien yang dimaksud. 1
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang membawa pasien tersebut
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai
dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal tersebut.

Dalam skenario ini,

keluhan utama pasien adalah kulit melenting kemerahan di daerah dada kiri yang terasa sakit
dan panas.
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhatan utama sampai pasien datang berobat.

Dalam skenario ini, hal-hal yang perlu ditanyakan adalah :


Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Di mana letaknya? Apakah
terasa gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari ,dan
allergen potensial)?
Apakah gatalnya bertambah saat berkeringat? Apakah gatalnya terus-menerus atau
hilang timbul? Selain gatal apakah ada bercak merah, bercak putih, sisik atau
benjolan?
Di mana letak benjolan? Apakah terasa gatal? Adakah pendarahan? Apakah
bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan di tempat lain?

Adakah perubahan warna yang terjadi (misalnya hiper/hipopigmentasi, ikterus,


pucat)? Adalah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik
(misalnya penurunan berat badan,artralgia,dan lain-lain)?
Sudah minum obat atau belum? Apakah sudah ke dokter sebelumnya?
Pertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang
serius,seperti kehilangan cairan,infeksi sekunder,penyebaran metastatic ke kelenjar
getah bening atau organ lain.

Riwayat penyakit dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.

Dalam skenario ini, yang dapat

ditanyakan adalah :

Pernahkah pasien mengalami gangguan kulit,ruam,dan lain-lain sebelumnya?


Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma,rhinitis)?
Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil?
Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan? (Khususnya yang mungkin
memiliki manifestasi pada kulit, misalnya SLE)

Riwayat penyakit keluarga


Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga?
Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa?
Riwayat Pribadi
Meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Pada anak-anak perlu
juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis makanan, kuantitas dan
kualitasnya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum
alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba). Termasuk di dalamnya
adalah riwayat imunisasi pasien. 1
Riwayat sosial
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, alergen
potensial atau parasit kulit? Apakah pasien baru-baru ini berpergian ke luar negeri?
Bagaimana hygienes rumah, lingkungan tempat tinggal?
Adakah pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar air)?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Secara umum pemeriksaan yang dapat dilakukan:

Inspeksi

Pemeriksaan

dengan

cara

melihat

secara

keseluruhan

tubuh

pasien,bagaimana kelainan yang terdapat pada kulitnya, bagaimana bentuknya dan

penyebarannya dan keadaan umum lainnya.


Palpasi (nadi,RR,dll)
Perkusi (dapat menentukan adanya kelainan paru pada komplikasi varisela)
Auskultasi (TD)

Pemeriksaan Lokal.
Efloresensi (ruam)
Vesikel berukuran miliar sampai lentikular, disekitarnya terdapat daerah eritomatosa.
Dapat ditemukan beberapa stadium perkembangan vesikel mulai dari eritema, vesikel,
pustula, skuama, hingga sikatriks (polimorf).
A. Efloresensi Primer
Makula
Perubahan warna semata-mata yang berbatas tegas (sirkumskripta)
Papula
Benjolan berbatas tegas yang menonjol di permukaan kulit dengan ukuran milier
(seujung jarum pentul), lentikuler (sebesar biji jagung) atau kurang dari 1 cm. Bila
ukurannya lebih dari 1 cm (numuler) disebut Tuber. Bila ukurannya lebih dari 1 cm
dan permukaannya datar disebut plakat(Plaque).
Nodus
Benjolan padat berbatas tegas pada permukaan kulit yang letaknya lebih dalam dari
papul, sehingga tidak menonjol. Bila ukurannya lebih kecil disebut nodulus.
Urtika
Edema setempatyang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan
Vesikel
Gelembung berisi cairan serosa yang mempunyai atap dan dasar, dengan ukuran
kurang dari 1 cm. Bila berisi pus disebut pustula dan bila berisi darah disebut
vesikel hemoragik.
Bula
Gelembung berisi cairan serosa, yang mempunyai atap dan dasar, dengan ukuran
lebih dari 1 cm. Bila berisi pus disebut pus purulen, dan bila berisi darah disebut
bula hemoragik.
Kista
Rongga berkapsul berisi cairan atau massa lunak.
B. Efloresensi Sekunder
Skuama

Pengelupasan lapisan korneum. Bila pengelupasannya lebar seperti daun disebut


eksfoliasi. Skuama yang berbentuk lingkaran (circiner) disebut colorette.
Krusta
Cairan tubuh yang mengering di atas kulit. Bila berasal dari serum, maka warnanya
kuning muda; bila berasal dari darah, warnanya merah tua atau hitam; bila berasal
dari pus berwarna kuning tua atau coklat; dan bila berasal dari jaringan nekrotik
berwarna hijau.
Erosi
Hilangnya jaringan kulit yang tidak melampaui lapisan basal; pada permukaannya
biasanya akan tampak serum
Ekskoriasi
Kehilangan jaringan kulit yang telah melewati lapisan basal; pada permukaannya
tampak darah
Ulkus
Kehilangan jaringan kulit yang dalam sehingga tampak tepi, dinding, dasar, isi.
Fisura
Belahan kulit tanpa kehilangan jaringan kulitnya.
Sikatriks
Jaringan parut dengan relief tidak normal, permukaan licin mengkilat, adneksa kulit
tidak ada. Bila tampak cekung disebut sikatriks atrofik, sedangkan bila menonjol
disebut sikatriks hipertrofik.
Keloid
Sikatriks hipertropik yang petumbuhannya melalui batas luka.
Pemeriksaan Penunjang
Tzanck smear
a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun
Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells.
b. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
c. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks
virus.

Direct fluorescent assay (DFA)


a. Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
5

b.
c.
d.
e.

Hasil pemeriksaan cepat.


Membutuhkan mikroskop fluorescence.
Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus. 2

Polymerase chain reaction (PCR)


a. Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitive.
b. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat,dan
CSF.
c. Sensitifitasnya berkisar 97-100%.
d. Test ini dapat menemukan nucleid acid dari virus varicella zoster.
Biopsi kulit
Pada hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate. 3
Diagnosis Kerja
Herpes Zoster
Herpes zoster (Shingles, dampa, cacar ular) adalah radang kulit akut dan setempat,
terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten
setelah infeksi primer oleh virus. 4,5
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim
dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki
dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di
Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita
varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu
virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap
hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari
2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. 5

Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. 5
Patogenesis
Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak
pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan
infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan
kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes Zoster. 4,5
Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya
terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas
dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten
didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari
virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster. 4,5
Varisela : virus mukosa sal.nafas atas multiplikasi pemb. Darah dan limfe kulit lesi
primer saraf perifer ganglion dorsal root infeksi laten.
Herpes : virus teraktifasi saraf perifer kulit lesi.
Gambaran Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala
konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama
pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada
herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati
garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik. 4,5
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap
menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anakanak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita

lanjut

usia

dapat

menetap,

walaupun

krustanya

sudah

menghilang.

Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%),
kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%). Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi
menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri
kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka. 4,5
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. 3
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. 3
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
8

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. 3
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. 3
Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia
beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya
sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise.
Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan
vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel
mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. 4
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari
erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar
eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium, pemeriksaan
sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia
berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan
mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan
sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat
dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan
diagnosis. 5 Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang
antara lain:
o Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop
elektron
o Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
9

o Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik. 4


Diagnosis Banding
Herpes simpleks
Herpes simpleks (Herpes Simpleks Virus) ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang
bergerombol, di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului
oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit.
Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe
1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi
penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat,
terutama di sekitar alat genitalia eksterna. 4 Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat:
a. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan
hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan,
misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari
(herpetic Whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh
VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah
genital,juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Infeksi primer
berlangsung lebih lama dan lebih berat,kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik,
misalnya demam, malaise dan anoreksia,dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah
bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa
sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi
sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang
kekurangan antibody virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan
bahwa 80% infeksi HVS pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks. 4
b. Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis,tetapi VHS dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4
c. Infeksi rekurens

10

Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif,dengan
mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis.
Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan
seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi) dan dapat pula
timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kirakira 7 sampai 10 hari.Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa
rasa panas, gatal, dan nyeri.Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco)
atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non loco). 4
Tabel 1. Perbedaan Herpes Zoster dengan Herpes Simpleks 5

Penyakit
Herpes zoster

Lokasi yang lazim


Gambaran klinis
Pipi, lidah, gingival Erupsi vesikuler

Perjalanan
Penyembuhan

atau palatum

unilateral dan

bergradasi tanpa

ulserasi dengan pola

jaringan parut;

linear yang

neuralgia

mengikuti distribusi

pascaherpes sering

sensorik nervus

terjadi

trigeminus atau salah


Herpes simpleks

Palatum dan gingiva

satu cabangnya
Vesikel kecil-kecil

Sembuh spontan

yang pecah dan

dalam waktu sekitar

menyatu; terasa nyeri

seminggu

Varisela
a. Stadium Prodromal
Pada permulaannya, penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah,
lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa
didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbulah
kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan
perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah. Kemerahan pada kulit ini
lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin
terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan
maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan
meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan
11

akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Lain
halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam
sehingga akan mengering lebih lama. kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada
bekas luka garukan tadi. setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilangkan bekas
yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar air
akan lebih sulit menghilang. 4
Stadium prodormal
- anak
: demam ringan dan malaise (badan menjadi lemas)
- anak besar dan dewasa : demam, menggigil (lebih berat), sakit kepala, nyeri punggung,
batuk, sakit tenggorokan.
b. Stadium Erupsi
Dimulai dengan terjadinya papula eritema kecil yang berubah menjadi vesikel, tidak
memperlihatkan cekungan di tengah (unumbilicated). Isi vesikel berubah menjadi keruh
dalam waktu 24 Jam. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Dalam
3-4 hari erupsi tersebar. Pada suatu saat akan terdapat bermacam-macam stadium erupsi, ini
merupakan tanda khas varicela. 4
Komplikasi
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan
nekrotik.
Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftalmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
12

yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,


nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan. 3
Pencegahan
Penularan VVZ sukar untuk dicegah karena infeksi menular selama 24-48 jam
sebelum ruam muncul. Praktek-praktek pengendalian infeksi, termasuk perawatan penderita
terinfeksi dalam kamar isolasi dengan sistem udara tersaring sangat penting di rumah sakit
yang mengobati anak terganggu imun. Pekerja kesehatan yang rentan yang telah mengalami
pemajanan yang dekat dengan varisela harus tidak merawat penderita risiko tinggi selama
masa inkubasi.
Profilaksis globulin imun varisela zoster (GIVZ) dianjurkan untuk anak terganggu
imun, wanita hamil, dan bayi baru lahir yang terpajan terhadap varisela ibu. Karena
profilaksis GIVZ tidak melenyapkan kemungkinan penyakit progresif, penderita harus
dipantau dan diobati dengan asiklovir jika diperlukan. Penderita terganggu imun intravena
dosis tinggi (100-400 mg/kg) untuk indikasi-indikasi lain dalam 2-3 minggu sebelum
pemajanan dapat diharapkan mempunyai antibodi serum terhadap VVZ. Kontak dekat antara
penderita risiko tinggi rentan dan penderita dengan herpes zoster juga merupakan indikasi
untuk profilaksis GIVZ. Profilaksis antibodi pasif tidak mengurangi risiko herpes zoster bila
diberikan sesudah mulai gejala.
Asiklovir tidak boleh diberikan sebagai profilaksis terhadap varisela. Profilaksis
asiklovir untuk herpes zoster tidak penting karena pemberian asiklovir yang tepat untuk
pengobatan infeksi VVZ berulang amat efektif dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas
pada penderita terganggu imun.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
1. Mengatasi infeksi virus akut
2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

13

Non medika mentosa


Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar.
Untuk

mencegah

infeksi

sekunder

jaga

kebersihan

badan.

Medika Mentosa
I.

Pengobatan Sistemik
a) Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase
pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya
pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan
pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat
lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam
plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja
sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7
hari.
b) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam
mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.
c) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa
diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan

II.

tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus. 6


Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel

diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat
diberikan salap antibiotik. 6

14

Prognosis
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua
risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan
makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang
teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan parut yang timbul akan menjadi
sedikit. 4
Kesimpulan
Dari skenario di atas, berdasarkan gejala klinis dan ditemukannya lesi unilateral
berupa papula eritema dan vesikel mengarah ke diagnosis herpes zoster. Manifestasi klinis
herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang
eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak
syaraf yang terinfeksi virus. Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada umumnya
penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa
kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya
komplikasi.

Daftar Pustaka
1. Setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisik buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006. h. 20-5
2. Bickley, LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta:
EGC.2008.hal 97-105
15

3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 110-2.
4. Sudyono AW, Setyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h2445-95
5. Jwetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Ed 23. Jakarta: EGC; 2008.
H443; 448-51
6. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elisabeth. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: Badan
penerbit FKUI; 2012. h638-43

16

Anda mungkin juga menyukai