PENDAHULUAN
Infeksi pada bayi atau anak oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagian
besarditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya pada saat proses kehamilan,
persalinan, dan melalui ASI. Transmisi secara horizontal melalui transmisi produk darah
atau penularan lain, seperti kekerasan seksual pada anak, jarang terjadi. 1
Infeksi HIV pada anak berkembang lebih pesat dibandingkan pada dewasa dan
sebagian anak yang tidak mendapat terapi mengalami kematian pada dua tahun pertama
kehidupan. Perkembangan yang cepat ini berhubungan dengan tingginya viral load dan
penurunan yang lebih cepat jumlah limfosit CD4 terinfeksi pada anak dan bayi
dibandingkan pada orang dewasa.1,2
Pada tahun 2004, sekitar 640.000 anak berusia kurang dari 15 tahun mengalami
infeksi baru HIV. Selain tu, karena sebagian besar ibu yang terinfeksi HIV meninggal
karena AIDS, 13 juta anak menjadi yatim piatu.1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS
Nama Mahasiswa : Rosalina Hutapea
Pembimbing
NIM
Tanda Tangan :
: 030.10.240
IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama
: An. H.
Umur
: 1 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
:-
: Tn. M
: 34 tahun
Jakarta Timur
Pekerjaan
Penghasilan
Pendidikan
Suku Bangsa
Agama
Ibu :
Nama
Umur
: Ny. K
: 33 tahun
: Jl. Mawar RT 08/RW 08, Halim
Jakarta Timur
: Satpam
: Rp1juta /bulan
: SMA
: Betawi
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Penghasilan : Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Jawa
Agama
: Islam
Tanggal masuk
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
penyulit tidak ada, cukup bulan dan sesuai dengan masa kehamilan.
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I
: Umur 11 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap
: Umur 7 bulan
Duduk
Berdiri
: belum bisa
Berjalan
: belum bisa
(Normal: 13 bulan)
Bicara
: belum bisa
ASI/PASI
Buah / Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
ASI
ASI diganti
46
PASi
PASI
68
PASI
8 10
PASI
10 -12
PASI
Jenis Makanan
Nasi / Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merk / takaran)
Lain lain
Kesulitan makanan :pasien memiliki kesulitan makan sejak usia 10 bulan dan selalu
memuntahkan makanannya.
Kesimpulan riwayat makanan :Sejak lahir pasien mendapatkan ASI sampai usia 2 bulan saja
dikarenakan pada saat usia 2 bulan os menderita TBC. Usia kurang dari 6 bulan ibu os
memberikan nasi tim. Saat usia 10 bulan nasi tim diberhentikan dan diberi bubur susu.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
BCG
DPT / PT
Dasar ( umur )
2 bulan 2 bulan -
Ulangan ( umur )
-
Polio
0 bulan
2 bulan
Campak
Hepatitis B
0 bulan
1 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi :Imunisasi dasar tidak lengkap dikarenakan saat usia 2 bulan
mendapatkan pengobatan OAT sehingga imunisasi ditunda sampai pengobatan OAT selesai dan
keadaan umum pasien sudah membaik.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No
1.
Tanggal lahir
Jenis
(umur)
kelamin
16 Maret 2014
Perempuan
Hidup
+
Lahir
mati
-
Abortus
-
Mati
Keterangan
(sebab)
kesehatan
( pasien)
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Ayah / Wali
Tn. M
1
31 tahun
Tamat SMA
Islam
Betawi
Meninggal karena penyakit
Ibu / Wali
Ny. K
1
30 tahun
Tamat SMP
Islam
Jawa
Sehat
HIV
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
Kesimpulan riwayat keluarga:
Tn. M dan Ny.K memiliki seorang anak, ayah an.H meninggal karena menderita HIV dan sampai
saat ini ibu pasien belum memeriksa keadaannya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada anggota keluarga pasien, ayah pasien dahulu memiliki
gejala seperti ini.
Kesimpulan Riwayat Keluarga :ayah pasien mengalami gejala yang serupa sebelum
meninggal.
G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Penyakit
Alergi
(-)
Difteria
(-)
Cacingan
(-)
Diare
(-)
Penyakit ginjal
(-)
DBD
(-)
Kejang
(-)
Radang paru
(-)
(+) pengobatan
Otitis
(-)
Morbili
(-)
TBC
tb paru sejak
jantung
Umur
(-)
usia 2 bulan
Parotitis
(-)
Operasi
(-)
Lain-lain: -
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya, pasien menderita TBC sejak usia 2 bulan dan pengobatan OAT
sudah memasuki bulan ke-8. Ibu os tidak pernah mengontrol, dan ternyata ibu os salah dalam
memberikan pengobatan tersebut ke anaknya.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ibunya serta kakek dan neneknya. Menurut pengakuan ibu pasien
Keadaan lingkungan rumah padat, ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air bersih berasal dari
sumur. Sumber air minum berasal dari air galon isi ulang, serta sampah dibuang setiap harinya.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan :Lingkungan rumah padat
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 21 Maret 2015jam 08.00 WIB)
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan Sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan Gizi
: Gizi kurang
Keadaan lain
: Pucat (-), ikterik (-), sesak (+), sianosis (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang
: 7 kg
Tinggi Badan
: 69 cm
Lingkar Kepala
: 10.5 cm
Lingkar Lengan Atas
: 45 cm
Status Gizi
BB / U = 7/9 x 100 % = 78% (gizi kurang)
TB / U = 69/74 x 100 % = 93% (tinggi normal)
BB / TB = 7/8.1x 100 % = 86% (gizi kurang)
Status gizi diatas berdasarkan kurva CDC 2000, pasien termasuk dalam kategori gizi kurang.
Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi kurang untuk parameter BB/U dan
BB/TB, sedangkan untuk parameter TB/U didapatkan tinggi normal.
Tanda Vital
Tekanan Darah: - mmHg
Nadi
: 124x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas
: 70 x / menit, tipe thoraco abdominal,
Suhu
: 38,7C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA
RAMBUT
WAJAH
dicabut
: Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA:
Visus
: tidak dilakukan
Ptosis
: -/7
Lagofthalmus : -/Hemangioma : -/Hardeolum : -/Alis cokelat, tipis, madarosis : -/Bulu mata cokelat, tipis trikiasis -/Konjungtiva anemis : -/Skelera Ikterik: -/Xeroftalmia : -/Bercak bitot : -/Pterigium
: -/TELINGA :
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Cairan
HIDUNG :
Bentuk
Keratitis
: -/Cekung
: -/Pupil : bulat, isokor, d= 2 mm
RCL/RCTL : +/+
Exophthalmus : -/Enoftalmus : -/Strabismus
: -/Nistagmus
: -/Kornea jernih : +/+
lensa jernih : +/+
: normotia
: -/: lapang +/+
: +/: -/-
: simetris
Napas cuping hidung : +/+
Sekret
: -/-
Tuli
Nyeri tekan tragus
Membran timpani
Refleks cahaya
Deviasi septum
Mukosa hiperemis
Hipertrofi conca
Saddle nose
BIBIR
: mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-), labioskisis (-), kelitis (-),
MULUT
perleche (-)
: trismus (-), oral hygiene tidak baik, halitosis (-), gigi berjumlah 1 buah, tidak
terdapat caries pada gigi-geligi, mukosa gusi berwarna merah muda, mukosa pipi
berwarna merah muda, arcus palatum simetris dengan mukosa palatum berwarna
merah muda, oral thrush (+) di lidah, bercak koplik (-), abses periapikal (-), epulis
LIDAH
TONSIL
tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus
: Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-),teraba pembesaran KGB
pada coli anterior, 1 buah, diameter 2 cm, kenyal, dan dapat digerakkan, tiroid
ABDOMEN :
Inspeksi : perut cembung, warna kulit sawo matang, shagging of the flank (-), smilling
umbilicus (-), venektasi (-), turgor kulit baik, ruam merah (-), kulit keriput (-), umbilicus
normal, gerak dinding perut saat pernapasan simetris, gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 4x / menit
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullness (-)
Palpasi : buncit,supel, hepar teraba membesar -1/3, lien teraba membesar di Schffner II,
ballotemant (-)
GENITALIA : jenis kelamin perempuan ,tidak ditemukan adanya kelainan, tanda radang (-),
ulkus (-), sekret (-), fissure ani (-)
KELENJAR GETAH BENING:
o
o
o
o
o
o
EKSTREMITAS :
Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap
badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis
(-), edema (-), capillary refill time < 2 detik.
Ekstremitas atas
Tonus otot
Trofi otot
Kekuatan otot
Ekstremitas bawah
Tonus otot
Trofi otot
Kekuatan otot
Kanan
Kiri
Normotonus
Eutrofi
5
Normotonus
Eutrofi
5
Normotonus
Eutrofi
5
Normotonus
Eutrofi
5
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Biseps
Triceps
Patella
Achiles
Kanan
+
+
+
+
Kiri
+
+
+
+
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Kerniq
Laseq
Brudzinski I
Brudzinski II
Kanan
-
Kiri
-
Kanan
-
Kiri
-
Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
Gerakan bola mata baik ke segala arah
- N. V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan sensibilitas wajah
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat tersenyum
dengan baik
Sensorik: tidak dilakukan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Dapat mendengar bunyi gesekan jari pada kedua telinga
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Tidak ada gangguan menelan
- N. XI (Aksesorius)
Dapat mengangkat kedua bahu dan memutar kepala dengan baik
- N. XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah tidak terganggu, tidak terdapat paralisis, kekuatan lidah baik
PUNGGUNG : tulang belakang bentuk normal, tidak terdapat deviasi, massa (-), ruam/
efloresensi (-), gibbus (-), nyeri tekan (-)
KULIT : warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
baik,lembab,terdapat kulit yang mengelupas dan kering pada kedua tungkai bawahnya.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Lab dari IGD tanggal 28 Februari 2015)
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hasil
16,6 ribu/ L
3,4 jt/ L()
9,5 g/ dL ()
28 % ()
82 ribu / L ()
83.0 fL
28.2 pg
34.0 g/dL
22.7 %
Nilai Normal
6 17.5
3.6 5.2
10.7 13,1
35 43
229 553
74 102
23 31
28 32
<14
IV. RESUME
Pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih bersama dengan ibunya dengan keluhan
demam sejak 3 hari SMRS
V. DIAGNOSIS BANDING
-
sitomegalovirus
mononucleosis infecsious
SIRS??
HIV
TB milier on OAT bulan ke VIII
Sepsis
Gizi kurang
VIII. PENATALAKSANAAN
Non medika Mentosa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tirah baring
Komunikasi, informasi, dan edukasi orang tua pasien tentang penyakit pasien
Observasi tanda-tanda vital
Perbaiki nutrisi, diet Diet SGM BBLR 8x120 cc
Periksa darah rutin berkala
Kompres air hangat bila perlu
Medika Mentosa
KAEN 1B 5cc/kgbb/jam
Injeksi ceftriakson 2x350cc (iv)
INH 1x65 mg
Rif 1x90 mg
PZA 2x75 mg
Etb 2x70 mg
Cotrimoksasol 1x30 mg
Zidovudin 2x45 mg (p.o)
Lamivudin 2x37,5 mg
Nevirapin 1x35 mg
PCT 60 mg jika suhu >38C
Zinkid 1x1 tab Bcomplex 1x1/2 tab
Candistin 4x1cc
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam
: Ad Malam
Ad Functionam
: Ad Malam
Ad Sanationam
: Ad Malam
FOLLOW-UP
Tanggal
21/3/15
HP-22
BB = 6,5
kg
22/3/15
HP-23
Demam
sejak
semalam
Batuk mulai
berkurang
BAB lendir -
Tampak sakit
sedang, compos
mentis
TTV :
N: 124x/m
R: 70x/m
S: 38,7
Kepala:
normosefali
Mata : CA -/-, SI
-/Hidung: NCH (+)
Mulut : kering (+),
sianosis (-)
Leher : KGB
teraba membesar
di post
aurikuler,coli
anterior,
submandibula,
inguinal dextra
Thorax : Cor: BJ III reguler, m (-), g
(-)
Pulmo: SN
vesikuler melemah,
rh +/+, wh -/-,
retraksi otot
pernafasan
Abd : buncit +,
supel, BU (+)
4x/menit, Hepar
teraba membesar
- 1/3
membesar.
Lien teraba
membesar di
Schuffner II
Ext : akral hangat
++/++, oedem --/-CRT <3 detik
Demam (+)
Tampak sakit
Batuk dahak sedang, compos
sulit keluar mentis
semalam (+)
TTV :
N: 132x/m
HIV
TB milier on
OAT bulan ke
VIII
Sepsis
Gizi kurang
Delayed
Devolepment
speech and
motoric
Tirah baring
Diet SGM BBLR
8x120 cc + MCT 6
cc sdt
Venflon
INH 1x65 mg
Rif 1x90 mg
PZA 2x75 mg
Etb 2x70 mg
(H-5)
Cotrimoksasol 1x30
mg
PCT 60 mg jika
suhu >38C
Zinkid 1x1 tab
Bcomplex 1x1/2
tab
Candistin 4x1cc
Pantau TTV
Pantau UMU/24
jam
HIV
TB milier on
OAT bulan ke
VIII
Sepsis
Tirah baring
Diet SGM BBLR
8x120 cc + MCT 6
cc sdt
Venflon
R: 48x/m
S: 36,40C
Kepala:
normosefali
Mata : CA -/-, SI
-/Hidung: NCH (-)
Mulut : kering (+),
sianosis (-)
Leher : KGB
teraba membesar
di post
aurikuler,coli
anterior,
submandibula,
inguinal dextra
Thorax : Cor: BJ III reguler, m (-), g
(-)
Pulmo: SN
vesikuler melemah,
rh +/+, wh -/-,
retraksi otot
pernafasan (-)
Abd : buncit +,
supel, BU (+),
Hepar teraba
membesar - 1/3
membesar.
Lien teraba
membesar di
Schuffner II
Ext : akral hangat
++/++, oedem --/-CRT <3 detik
Lab terbaru:
Pemeriksaan feses
Makroskopik:
warna kuning
Konsistensi lunak
Lendir (-)
Darah (-)
Mikroskopik:
Leukosit (-)
Eritrosit (-)
Amoba coli (-)
Gizi kurang
Delayed
Devolepment
speech and
motoric
INH 1x65 mg
Rif 1x90 mg
PZA 2x75 mg
Etb 2x70 mg
(H-6)
Cotrimoksasol 1x30
mg
PCT 60 mg jika
suhu >38C
Zinkid 1x1 tab
Bcomplex 1x1/2
tab
Zidovudin 2x45
mg (p.o)
Lamivudin 2x37,5
mg
Nevirapin 1x35
mg
Candistin 4x1cc
Pantau TTV
Pantau UMU/24
jam
23/3/15
HP 23
BB=6,7
kg
HIV
TB milier on
OAT bulan ke
VIII
Sepsis
Gizi kurang
Delayed
Devolepment
speech and
motoric
Tirah baring
Diet SGM BBLR
8x120 cc + MCT 6
cc sdt
Venflon
INH 1x65 mg
Rif 1x90 mg
PZA 2x75 mg
Etb 2x70 mg
(H-7)
Cotrimoksasol 1x30
mg
Zidovudin 2x45 mg
(p.o)
Lamivudin 2x37,5
mg
Nevirapin 1x35 mg
PCT 60 mg jika
suhu >38C
Zinkid 1x1 tab
Bcomplex 1x1/2
tab
Candistin 4x1cc
Pantau TTV
Pantau UMU/24
jam
24/3/14
HP 24
BB 7 kg
25/3/15
HP25
BB 7 kg
demam (+)
batuk mulai
berkurang
pilek
makan masih
berkurang
Tampak sakit
sedang, compos
mentis
TTV :
N: 114x/m
R: 56x/m
S: 37,80C
Kepala:
normosefali
Mata : CA -/-, SI
-/Hidung: NCH (-)
Leher : KGB
teraba membesar
di post
aurikuler,coli
anterior,
submandibula,
inguinal dextra
Thorax : Cor: BJ III reguler, m (-), g
(-)
Pulmo: SN
vesikuler melemah,
rh +/+, wh -/-,
retraksi otot
pernafasan (-)
Abd : buncit +,
supel, BU (+),
Hepar teraba
membesar - 1/3
membesar.
Lien teraba
membesar di
Schuffner II
Ext : akral hangat
++/++, oedem --/-CRT <3 detik
demam (+)
Tampak sakit
batuk (+)
sedang, compos
minum masih mentis
kurang
TTV :
sesak (+)
N: 112x/m
R: 80x/m
S: 400C
Kepala:
HIV
TB milier on
OAT bulan ke
VIII
Sepsis
Gizi kurang
Delayed
Devolepment
Tirah baring
Terpasang NGT:
Diet SGM BBLR
8x120 cc + MCT 6
cc sdt
O2
2lpm/rebreathing
KAEN 1B
normosefali
speech and
Mata : CA -/-, SI
motoric
-/Hidung: NCH (+)
Leher : KGB
teraba membesar
di post
aurikuler,coli
anterior,
submandibula,
inguinal dextra
Thorax : Cor: BJ III reguler, m (-), g
(-)
Pulmo: SN
vesikuler melemah,
rh +/+, wh -/-,
retraksi otot
pernafasan (+)
Abd : buncit +,
supel, BU (+),
Hepar teraba
membesar - 1/3
membesar.
Lien teraba
membesar di
Schuffner II
Ext : akral hangat
++/++, oedem --/-CRT <3 detik
5cc/kgbb/jam
Injeksi ceftriakson
2x350cc (iv)
INH 1x65 mg
Rif 1x90 mg
PZA 2x75 mg
Etb 2x70 mg
(H-8)
Zidovudin 2x45
mg (p.o)
Lamivudin 2x37,5
mg
Nevirapin 1x35
mg
Cotrimoksasol 1x30
mg
PCT 60 mg jika
suhu >38C
Zinkid 1x1 tab
Bcomplex 1x1/2
tab
Candistin 4x1cc
Pantau TTV
Pantau UMU/24
jam
BAB III
ANALISA KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
A. Berdasarkan tinjauan pustaka :
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar antara 3-14 hari sebelum gejala
muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai ketujuh, sedangkan
masa inkubasi dalam tubuh nyamuk berkisar sekitar 8-10 hari. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.
Gejala klinis Pasien mengalami demam tinggi mendadak.Fase ini biasanya terjadi
antara 2-7 hari dan sering diikuti dengan kemerahan muka, kemerahan pada kulit, nyeri
pada seluruh tubuh, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, fotopobia, dan nyeri
kepala.Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri tenggorok, faring hiperemis, dan
injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.
Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang disebabkan
non-dengue.
Uji
torniquet
positif
meningkatkan
kemungkinan
infeksi
Demam pada DBD bersifat mendadak, kontinus, tidak semakin tinggi, dan
berkisar antara 3-7 hari. Pada demam tifoid demam dirasakan semakin
Lidah kotor.
Malaria
Bisa disingkirkan berdasarkan pola demam.Pada malaria terdapat fase
bebas demam beberapa hari sesuai penyebabnya.pasien tidak ada riwayat
Laboraturium
A. Hasil laboraturium untuk demam berdarah dengue
1. Leukopenia
2. Trombositopenia
3. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit 20%, setelah mendapat terapi cairan
Efusi pleura/ perikardial, asites, hipoprotenemia
Pemeriksaan serologis
IgM hanya berada dalam waktu relatif singkat dan akan disusul segera oleh
pembentukan IgG. Pada kira-kira hari kelima infeksi terbentuk antibodi yang bersifat
menetralisir virus (neutralizing antibody= NT).
Pada pasien didapatkan :
1. Leukopenia
2. Trombositopenia
Kesimpulan : pada pemeriksaan laboraturium lebih mengarah kearah demam
berdarah dengue .
Penatalaksanaan berdasarkan referensi
Menurut WHO 1997
Demam Berdarah Derajat I dan II
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari , disertai uji tourniquet positif (DBD dejarat I)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat
dikelola seperti yang tertera. Apabila pasien masih mau minum, berikan minum banyak 1-2
liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman adalah air putih, teh manis,
sirup, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik diberikan bila suhu > 38.5C.Pada anak
dengan riwayat kejang dapat diberikan obat antikonvulsif. Apabila pasien tidak dapat
minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infuse NaCl 0.9%: Dekstrose 5%
(1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping itu harus dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6-12 jam. Pada tindak lanjut, perhatikan tanda
syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui pembesaran oleh karena pembesaran hari yang
disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna.Diuresis diukur tiap 24
jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinik dan laboratorium, anak dapat
dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infuse
cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan.1
Pasien dengan DBD derajat II, diberikan cairan kristaloid ringer laktat/ NaCl 0.9%
atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/ NaCl 0.9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital
dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6 jam, selanjutnya evaluasi 12-24 jam.1
Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampat tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam
2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila
dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam.1
Apabila keadaan klinis tidak ada perbaikan , anak tampak gelisah, nafas cepat,
frekuensi nadi meningkat, dieresis kurang, tekanan nadi < 20mmHg memburuk, serta
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi
perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikan lagi menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
evaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan Ht naik
maka berikan cairan koloid 10-20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30ml/KgBB.
Namun apabila Ht menurun, berikan transfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.1
IVFD RL 3 cc/kgBB/jam
Paracetamol 500 mg (jika suhu >38 C)
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
A. Definisi
Demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai dengan demam
tinggi yang timbul mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung secara terus-menerus selama 27 hari, terdapat manifestasi perdarahan, dan adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler.1
B. Etiologi
Virus dengue termasuk group arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal
sebagai genus flavivirus, famili flaviviridae, yang mempunyai empat jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.1dikenal 3 macam lagi arboviruses yaitu cikungunya
dan Onyong-nyong dari genus Togavirus, dan West Nile Fever dari genus Flavivirus, yang
mengakibatkan gejala demam dan ruam yang mirip dengan dengue fever dan dengue
hemorrhagic fever. 2
Virus dengue dapat menyebabkan demam dengue, demam berdarah, dan sindrom syok
dengue yang endemik dan epidemik di daerah tropis Asia dan Afrika.
C. Vektor dan penularan
o Vektor penular
Sampai saat ini diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue, namun Aedes
aegypti diperkirakan sebagai vektor utama infeksi virus dengue ini. Di Indonesia, walaupun
vector DHF belum diselidiki secara pasti Ae. aegypti diperkirakan sebagai vector terpenting
di daerah perkotaan, sedangkan Ae. Albopictus didaerah pedesaan.3
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk.Oleh
karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases.4
Virus dengue berukuran 35-45 nm.Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam
tubuh manusia dan nyamuk.Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan
infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.
Angka Kematian (AK)/Case Fatality Rate (CFR) pada tahun-tahun awal kasus DBD
merebak di Indonesia sangat tinggi. Kemudian dari tahun ke tahun mulai menurun dari
41,4% pada tahun 1968 terus menurun sampai menjadi 0,89% pada tahun 2009. 7
E. Patofisiologi
a. Volume plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
antara dengue fever dengan dengue hemorrhagic fever adalah adanya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemorgik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD
dengan menggunakan 131 iodine labeled human albumin sebagai indikator membuktikan
bahwa perembesan plasma selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan demam dan
mencapai puncaknya pada masa syok. 1
Terjadinya perembesan plasma ini terjadi karena adanya peranan dari sitokin dan juga
system komplemen. Perembesan plasma yang keluar dari pembuluh darah akan
terakumulasi di ruang interstisial dan juga rongga serosa. Bukti yang mendukung adanya
dugaan perembesan plasma adalah adanya peningkatan berat badan, ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa (erikardium, peritoneum, dan pleura).
b. Trombositopenia
Trombositopenia pada DD dan DBD melibatkan dua mekanisme utama, yaitu penurunan
produksi dan peningkatan destruksi perifer atau peningkatan penggunaan.Penurunan
produksi dikarenakan supresi sumsum tulang. Pada DBD yang lebih penting adalah
mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan peningkatan penggunaan.8
Supresi sumsum tulang pada DBDmungkin mengenai tiga faktor utama, yaitu:
-
demam dengue, yaitutumor necroting factor (TNF-), interleukins(IL-2, IL-6, IL-8) dan
interferon (INF- danINF-). Parahnya kondisi klinis penderitaiinfeksi virus dengue dan
periode terjadinyasupresi sumsum tulang tergantung dari kadarsitokin tersebut.
Penurunan produksi di sumsumtulang atau perusakan di sistem monosit- makrofag yang
berlebihan akan berakhirdengan jumlah trombosit yang rendah.Konsekuensinya adalah
terjadi pesmbesaranhati dan limpa.
c. System koagulasi dan fibrinolisis
Kelainan system koagluasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa perdarahan
memanjang,masapembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi
memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan
fibrinogen.1
d. System komplemen
Ikatan virus dengue dengan antibody heterolog akan mengaktifasi komplemen jalur
klasik yang berakhir dengan dilepaskannya faktor C3a, C4a dan C5a yang disebut
menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya.Virus bersirkulasi dalam darah
perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Manifestasi klinis
infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala ( asimtomatik ) demam ringan yang
tidak spesifik (undiferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan
Sindrom Syok Dengue.
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar antara 3-14 hari sebelum gejala
muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai ketujuh, sedangkan masa
inkubasi dalam tubuh nyamuk berkisar sekitar 8-10 hari. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia,
virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan
viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun
selular, antar lain anti netralisasi, anti-hemaglutiin, dan anti komplemen. Antibodi yang muncul
pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan
pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada menjadi meningkat.9
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari kelima, meningkat pada minggu pertama sampai ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari.Pada
infeksi primer antibodi IgG meningkat saat demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya
dapat dtegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
seknder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang
cepat.10
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi, dengan
akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3A dan C5A akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak dapat ditanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga
trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif,
ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem
kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok.11
F. Patogenesis
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial, yang pada saat ini
mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu:
kerentanan yang dapat diwariskan.
Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan
kerentanan genetik ( genetic susceptibility ) antar individu terhadap infeksi yang engakibatkan
perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya.
b.Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.
Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.Duateori
yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent
enhancement(ADE).
Teoriinfeksisekunder
Teoriinimenyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu
jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk
jangka waktu yang lama (Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan
mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)).
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang
lain, maka terjadi infeksiyangberat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut: Pada infeksi
selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat
dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau
virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul
antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan
reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)
infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi
tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga
akan teraktivasi dan akan memproduksi IL- 1, IL-6 dan TNF alpha dan juga Platelet Activating
Faktor (PAF).
Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas
bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk gambar
berikut: TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen
antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah,
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan
syok.
Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen, yang
farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.
Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus
DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi
Non Neutralizing Antibodies akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru
pertama kali sudah terjadi proses Enhancing yang akan memacu makrofag sehingga mudah
terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana
bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan
system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Hypothesisantibodydependentenhancement(ADE)
Padateorikedua(ADE),menyebutkan tiga hal yaitu antibodiesenhanceinfection, Tcells
enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DBD dan SSD.
maupun
yang
melekat(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus
dengue pada permukaan sel fagosit monoklear. Mekanisme pertama ini disebut sebagai
mekanisme aferen.
c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah
terinfeksi.
d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati,
limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter
perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjaran ialah jumlah sel yang terkena
infeksi.
e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan
sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi
pemeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.
Aktivasi Limfosit T
Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit
dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ).Pada infeksi sekunder oleh virus dengue
(serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan
IFN-.IFN- selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan
monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue
monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran
plasma dan perdarahan.1
G. Manifestasi Klinis
Infeksi
virus
dengue
menyebabkan
infeksi
simptomatik
atau
serokonversi
pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menunjukkan tanda bahaya yang
kebanyakan merupakan akibat dari kebocoran plasma.
Awal dari fase kritis adalah turunnya suhu tubuh menjadi 37,5 38.0 0C atau lebih
rendah, biasanya terjadi 3-8 hari setelah hari pertama demam. Leukopenia progresif
diikuti dengan penurunan drastis trombosit menyebabkan kebocoran plasma.Peningkatan
hematokrit diatas normal merupakan tanda awal adanya kebocoran plasma.Periode klinis
kebocoran plasma biasanya terjadi selama 24-48 jam. 13-14Derajat kebocoran plasma
sangat bervariasi.Peningkatan hematokrit menyebabkan perubahan tekanan darah dan
volume nadi.
Derajat hemokonsenterasi diatas hematokrit dasar menggambarkan beratnya
kebocoran plasma.Pemeriksaan hematokrit sangat penting untuk menentukan kebutuhan
dari terapi airan intravena.Efusi pleura dan asites biasanya terdeteksi setelah terapi cairan
intravena, kecuali kebocoran plasma sangat signifikan. Radiografi foto dada lateral
decubitu, usg dada dan abdomen, atau kantung empedu merupakan cara deteksi awal.
Selain tanda dari kebocoran plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar dan
perdarahan saat dilakukan vena punksi sering terjadi.
Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, hal ini
ditandai dengan munculnya tanda bahaya.Suhu tubuh menjadi rendah saat syok
terjadi.Pada syok berat dan atau berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi yang
menyebabkan asidosis metabolik, kerusakan organ progresif, dan koagulasi intravaskular
diseminata.Hal ini menyebabkan perdarahan berat yang menyebaban penurunan
hematokrit pada syok yang berat.Selain leukopenia yang sering terlihat pada fase ini,
peningkatan leukosit juga dapat terjadi akibat respon stres pada pasien dengan
perdarahan masif.Selain itu, gangguan organ dapat muncul seperti hepatitis berat,
ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan masif tanpa lebocoran plasma hebat atau
syok.13
Tanda Bahaya Dengue
Tanda bahaya dengue biasanya muncul pada hari ke 3-7 dari demam hari
pertama.Muntah persisten dan nyeri perut hebat merupakan indikasi awal kebocoran
plasma dan semakin memburuk pada keadaan syok. Akumulsi cairan pada rongga
abdomen ataupun pleura, perdarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2cm, serta
peningkatan hematokrit disertai dengan penurunan drastis trombosit.13
3. Fase Pemulihan
Pasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis, reabsorpsi
secara bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya. Manifestasi klinis
mulai membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal.Pada beberapa pasien
muncul confluent erythematous atau petechial rash. Hematokrit mulai menurun menjadi
normal disertai dengan peningkatan leukosit, namun peningkatan trombosit biasanya
terjadi setelahnya
4. Dengue Berat
Kasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi dengue yang
memiliki tanda salah satu dari:
1. Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau terakumulasinya
cairan dengan gangguan pernapasan
2. Perdarahan hebat
3. Kerusakan organ berat
H. Klasifikasi
Derajat penyakit demam berdarah dengue menurut WHO 1997 adalah: 15
Derajat I
Derajat II
Derajat III
perdarahan lain
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
Derajat IV
Klasifikasi kasus dengue menurut derajat penyakitnya WHO tahun 2009 terbagi atas 3,
yaitu dengue tanpa tanda bahaya, dengue dengan tanda bahaya, dan dengue berat.13
I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium dengue ditegakkan dengan mendeteksi virus dan atau
kompenen dari virus tersebut dengan memeriksa respon serologis setelah infeksi.Di
Indonesia pemeriksaan yang digunakan secara umum adalah pemeriksaan darah lengkap,
IgM dan IgG, dan NS1. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukopenia,
hemokonsenterasi, trombositopenia, dan pada hitung jenis akan terlihat peningkatan dari
limfosit atau monosit.13
Klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 27 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun,
tekanan darah menurun disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung hidung,
jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
4. Trombositopenia
5. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
-
Diagnosis Infeksi Dengue menurut WHO 2009, kasus dengue diklasifikasikan berdasarkan
derajat beratnya13
Dengue
Dengue
dengan
Bahaya
Tinggal di daerah endemis.
- Nyeri perut
- Muntah persisten
Demam dan 2 dari:
- Perdarahan mukosa
- Mual, muntah
- Letargi, gelisah
- Ptekiae
- Pembesaran
hepar
- Nyeri
>2cm
- Tes Torniquet (+)
- Peningkatan HT diikuti
- Leukopenia
- Hasil laboratorium
dengan
penurunan
menunjukkan
napas
Perdarahan hebat
Gangguan organ berat
- Hepar:
trombosit
infeksi dengue
gangguan
SGOT/PT>=1000
Gangguan kesadaran
Jantung
K. Diagnosis Banding
Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau
infeksi parasit seperti; demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
mendadak, kontinus, tidak semakin tinggi, dan berkisar antara 3-7 hari.Pada demam tifoid
demam dirasakan semakin hari semakin tinggi dan berlangsung lebih dari 7 hari. Demam
pada campak berlangsung 2-4 hari dan setelah itu timbul ruam pada muka lalu diikuti bagian
leher,ekstremitas.
DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC).Pada DC biasanya seluruh
anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip influenza.Bila dibandingkan
dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek,
suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih
sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir
sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus.Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit
berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi.Disamping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung
jenis).Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan
infeksi bakteri dengan virus.Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
L. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DBD dirawat di ruangan biasa, tetapi pada DBD dengan komplikasi diperlukan
perawatan intensif.1
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini fase
kritis, yaitu saat suhu turun ( the time od defervescence) yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Fase kritis pda umumnya terjadi pada hari
sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/ul atau <1-2 trombosit /LPB
( rata-rata hitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelim terjadi
penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% mencerminkan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian cairan.Pemberian cairan awal sebagai pengganti
volume plasma dapat diberikan larutan garam isotonic atau ringer laktat, yang kemudian
dapat disesuaikan dengan berat ringan penyakit.Pada DBD derajat I dan II, cairan intravena
dapat diberikan selama 12-24 jam. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <50.000/ul.Pemberian
oksigen dengan 2 liter per menit pada semua pasien syok.1
Menurut WHO 1997
Demam Berdarah Derajat I dan II
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari , disertai uji tourniquet positif (DBD dejarat I)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat
dikelola seperti yang tertera. Apabila pasien masih mau minum, berikan minum banyak 1-2
liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman adalah air putih, teh manis,
sirup, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik diberikan bila suhu > 38.5C.Pada anak
dengan riwayat kejang dapat diberikan obat antikonvulsif. Apabila pasien tidak dapat
minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infuse NaCl 0.9%: Dekstrose 5%
(1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping itu harus dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6-12 jam. Pada tindak lanjut, perhatikan tanda
syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui pembesaran oleh karena pembesaran hari yang
disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna.Diuresis diukur tiap 24
jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinik dan laboratorium, anak dapat
dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infuse
cairan ditukar dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan.1
Pasien dengan DBD derajat II, diberikan cairan kristaloid ringer laktat/ NaCl 0.9%
atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/ NaCl 0.9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital
dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6 jam, selanjutnya evaluasi 12-24 jam.1
Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampat tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam
2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila
dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam.1
Apabila keadaan klinis tidak ada perbaikan , anak tampak gelisah, nafas cepat,
frekuensi nadi meningkat, dieresis kurang, tekanan nadi < 20mmHg memburuk, serta
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi
perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikan lagi menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
evaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan Ht naik
maka berikan cairan koloid 10-20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30ml/KgBB.
Namun apabila Ht menurun, berikan transfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.1
yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan
darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam.Koreksi asidosis,
elektrolit dan gula darah.Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/
hematokrit, tekanan nado > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10
ul/KgBB/jam. Volume 10 ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai
klinik stabil dan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7
ml/KgBB sampai keadaan klinik dan hematokrit stabil, kemudian secara bertahap cairan
diturunkan 5 ml dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Observasi klinis tekanan darah, nadi,
jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1ml/KgBB/jam, BD urin <1.020), dan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.Apabila
syok belum teratasi, sedangkan kada hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol%, berikan
darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB.1
Severe Dengue
Pencegahan Primer
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya
untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat
menjadi sakit.
M. Komplikasi
Pada fase febris komplikasi yang bisa terjadi
adalah dehidrasi, gangguan neurologis, dan kejang
demam pada anak-anak.Pada fase kritis syok dapat
terjadi akibat dari kebocoran plasma, selain itu dapat
pula terjadi perdarahan dan disfungsi organ.Pada
fase pemulihan koplikasi yang dapat terjadi adalah hipervolemia dan edema paru akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo SSP, Garna H,
Hadinegoro SR, Satari HI, editor. Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis. Edisi kedua.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.p 55-180
2. Widagdo. Infeksi sistemik. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam.
Jakarta: Sagung Seto: 2012. p.121-6
3. Infeksi. Latif A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. In: Hasan R, Alatas H.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta:
2007.p607-21
4. WHOs staff Dengue control. Available at: http://www.who.int/denguecontrol/mosquito/en/.
Accessed: June 11, 2014
5. Centers for Disease Control and Preventions staff. Mosquito Life-Cycle. Available at:
http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html. Accessed: June 11, 2014
6. Demam berdarah di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Agustus 2010.
7. Chuansumrit A, Tangnararatchakit C. Pathophysiology and management of dengue
hemorrhagic fever. Journal Compilation. 26 January 2005
8. Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical Genetics.Edited by Emery
AEH, Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone. Edinburgh.: 88-106.
9. Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue
Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2002; Vol 134:46-9
10. .Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Ed 18.
Philadelphia: Saunders, 2003.
11. Konkle BA. Tropic Infection. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL. Harrisons principles of internal medicine. Ed 17. New York:
McGraw-Hill, 2008.
12. Cao XT et al., Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test in the
diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International Health, 2002,
7:125132.
13. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ DHF in Small Hospital. 1997. World Health
Organization.
15.Howarth MC, Miyajima A, Coffman R, (1994). Cytokines Paul Fundamental Imunology.
Third Edition: 763-790.
DAFTAR PUSTAKA
1. Munoz FM and Starke JR. Tuberculosis. In: Behrman RE, Kliegman RM, and Jenson
HB, editors. Nelson textbook of pediatric. 17th ed. India: Elsevier. 2004. p. 958-72.
2. Konsensus TB. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB. Available
http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf. Accessed on July 4th, 2014.
at:
3. Depkes-IDAI. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Depkes RI. 2008.
p. 1-35.
4. Rahajoe NN, Supriyatno B, and Setyato DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1 st ed. Jakarta:
IDAI. 2013. p. 162-232.
5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri. 2009;11(2):124-8.
6. Ajmal B, Ijaz K, and Mahmood KT. Management of Tuberculous Pleural Effusion. J
Biomed Sci and Res. 2011; 3(1): 302-7.
7. Assefa
D.
Pediatric
Pleural
Effusion.
Avalaible
at:
http://emedicine.medscape.com/article/1003121-overview#aw2aab6b2b5. Accessed on
July 6th, 2014.