Anda di halaman 1dari 2

Kebutuhan Manusia terhadap Dakwah

Manusia ketika di alam arwah telah melakukan syahadah (kesaksian) bahwa Allah
adalah Tuhan mereka. Syahadah ini disebut perjanjian ketuhanan (ahd Allah) dan fitrah
Allah. Nurcholis madjjid menyebutnya sebagai perjanjian primordial. Namun manusia lupa
akan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasad, dalam proses kejadian manusia dan
manusia lahir di alam dunia ini. Kemudian Allah memberikan din fitrah (agama yang cocok
dengan syahadah ketika di alam ruh). Dan din fitrah merupakan din al-Dakwah.
Dengan demikian, dakwah diperlukan untuk mengaktualkan syahadah ilahiah ke dalam
kenyataan hidup dan kehidupan manusia.
Sementara itu, sebagai makhluk immaterial, manusia juga membutuhkan hal-hal yang
bersifat immaterial pula. Manusia membutuhkan rasa aman, dihargai, diapresiasi, dicintai,
dan demikian seterusnya. Dan sebagai makhluk spiritual, sudah tentu manusia membutuhkan
hal-hal yang bersifat spiritual pula, seperti kebutuhan untuk selalu dekat dan intim dengan
Tuhan yang menciptakannya. Lebih jauh dari itu adalah bahwa manusia membutuhkan rasa
aman dari hal apapun yang akan membuat manusia menjadi tidak aman. Sekiranya dakwah
dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan manusia dari posisi tidak selamat (tidak
berislam) di hadapan Tuhan, maka kebutuhan manusia akan dakwah adalah sesuatu yang
alami, manusiawi, dan tidak mengada-ada.
Dalam rumusan Amien Rais, kebutuhan manusia terhadap dakwah adalah karena
manusia tidak pernah dapat mengandalkan nasibnya hanya kepada akal dan nafsunya saja.
Akal manusia bisa menyeleweng dari kebenaran dan bersifat serbanisbi, sedangkan nafsu
manusia cenderung destruktif. Manusia memerlukan wahyu Ilahi, membutuhkan bimbingan
Tuhan (divine guidance) dalam memecahkan masalah-masalah kehidupannya. Manusia
belum tentu konstan berlaku sebagai manusia, bisa juga ~~pada momentum tertentu, pada
situasi perhubungan sosial tertentu, pada peristiwa tertentu~~ berlaku sebagai monster,
kanibal, hewan, setan atau iblis.

Dakwah: Humanisasi, Liberasi, dan Transendensi


Dalam surat Ali Imran ayat 110, Allah berfirman:
Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
maruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...
Merujuk pada ayat tsb, setidaknya ada tiga gagasan kunci (key ideas) yang bisa dicermati
ketika kita berbicara tentang dakwah. Pertama, tamuruna bi al-maruf. Dalam terjemahan
Kuntowijoyo (UQ, Vol.V, 1994:99), tamuruna bi al-maruf itu sama dengan humanisasi
atau emansipasi. Melalui amar maruf, manusia dikenalkan pada nilai-nilai luhur dari
Tuhan yang akan mengajak manusia menuju pada keselamatan. Melalui amar maruf pula
manusia diajak dan dipertemukan pada nilai-nilai yang akan membuat manusia disebut
sebagai manusia. Itulah yang dinamakan humanisasi.
Gagasan kunci kedua yang harus dicermati dari ayat tadi adalah term tanhawna an almunkar. Oleh Kuntowijoyo (UQ, Vol.V, 1994:99), term ini diterjemahkan sebagai liberasi.
Artinya, proses pembebasan manusia dari hal-hal yang akan membuat manusia tidak
selamat di hadapan Tuhan. Bahasa lainnya, nahy munkar adalah proses menghindarkan
manusia dari anasir-anasir saitaniah dalam kehidupan mereka yang memungkinkan
menggelincirkan mereka ke api neraka.
Gagasan kunci terakhir, ketiga, yang harus dicermati dari ayat tadi adalah tuminuna
bi~Allah. Term ini sering diterjemahkan sebagai proses transendensi, yaitu proses
menaikan diri menyatu (transenden) ke keabadian Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai