Anda di halaman 1dari 94

ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL

TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO)


DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA
PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI

Oleh
SELLY RACHMALIA
H 24066005

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
SELLY RACHMALIA. H24066005. Analisis Persepsi Karyawan Operasional
terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-faktor Produktivitas
Kerja pada PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, Cabang Purbaleunyi. Dibawah
bimbingan SITI RAHMAWATI
Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring dengan
peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan
yang ada. Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah satunya akibat
pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik sebesar 9% per tahun,
sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan hanya sebesar 0.01% per tahun,
kondisi ini menjadi pemicu terjadinya masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol
menjadi sebuah jawaban terhadap tingginya kebutuhan pengembangan jaringan
jalan meskipun dalam kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. PT Jasa Marga
(Persero) Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
berperan sebagai pengembang sekaligus operator jalan tol di Indonesia yang
memiliki sembilan Cabang, salah satunya adalah Cabang Purbaleunyi.
Karakteristik Cabang Purbaleunyi adalah masalah antrian pajang pada gerbang
tol. Untuk mengatasi masalah antrian tersebut maka dibuat Gardu Toll Otomatis
(GTO), yang merupakan ide kreatif dari Gugus Kendali Mutu Pasteur. GKM
Pasteur merupakan salah satu kelompok unit kerja yang ada di Cabang
Purbaleunyi pada Gerbang Tol Pasteur. Perusahaan menganggap GTO dapat
memberikan dampak positif bagi karyawan operasional.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan antara lain
(1) Mengetahui penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO)
yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, (2) Menganalisis persepsi karyawan
operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, (3) Menganalisis persepsi karyawan
operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif.
Hasil penelitian yang diperoleh antara lain penyusunan kebijakan
pelaksanaan GTO yang dilakukan oleh GKM Pasteur sudah dilaksanakan dengan
baik melalui pendekatan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan PDCA
dilakukan perusahaan dalam kegiatan manajemen dan operasional perusahaan
dalam rangka penerapan manajemen mutu. Menurut persepsi karyawan
operasional pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sudah berjalan dengan baik dan berpengaruh
signifikan. Hal ini, dibuktikan dengan produktivitas GTO yang mampu melayani
pengguna jalan tol dengan waktu transaksi menjadi 3 detik. Menurut persepsi
karyawan operasional, faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi sudah berjalan dengan baik.

ANALISIS PERSEPSI KARYAWAN OPERASIONAL


TERHADAP PELAKSANAAN GARDU TOL OTOMATIS (GTO)
DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS KERJA
PADA PT JASA MARGA (PERSERO) TBK CABANG PURBALEUNYI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Oleh
SELLY RACHMALIA
H 24066005

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii

Judul Skripsi

: Analisis Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan


Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-Faktor Produktivitas
Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

Nama

: Selly Rachmalia

NIM

: H 24066005

Menyetujui:
Dosen Pembimbing,

(Dra. Siti Rahmawati, M.Pd)


NIP 19591231 198601 2 003

Mengetahui:
Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc)


NIP 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus:

ii

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Mei 1984. Penulis merupakan


anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Syaiful Rachman SE dan
Ibu Hj. Melly Amalia.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Handayani
pada tahun 1990, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Mardi Yuana Cibinong. Pada
tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri 1 Cibinong dan melanjutkan di Sekolah Menengah Umum PGRI Cibinong
Bogor dan masuk pada program IPA pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis
diterima melalui jalur reguler di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi
Diploma III Inventarisasi dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian. Pada tahun 2006, penulis kemudian melanjutkan studi ke jenjang
Sarjana pada Program Alih Jenis Sarjana Manajemen, Departemen Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

iii

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada Penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Persepsi
Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan
Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,
disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat Sarjana Ekonomi
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna, begitu juga
dengan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Bogor, Januari 2011

Penulis

iv

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai
pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik
secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai selesainya
skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan
kepada Penulis.
2. Prof. Dr. Ir. WH Limbong, MS, dan ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku
dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk menguji Penulis dan
memberikan masukan-masukan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Segenap jajaran, Staf dan Karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi, yang telah mengijinkan Penulis untuk melaksanakan kegiatan
penelitian dan atas kesediannya dalam mengisi kuesioner penelitian.
4. Orang tua tercinta dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan doa
bagi Penulis.
5. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc sebagai Ketua Departemen Manajemen
beserta Dosen dan Staf Administrasi yang telah membantu kelancaran Penulis
dalam penyusunan skrisi ini.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

vi

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ..................................................................

iii

KATA PENGANTAR ..............................................................

iv

UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................

DAFTAR ISI .............................................................................

vi

DAFTAR TABEL ....................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................

PENDAHULUAN .............................................................

1.1. Latar Belakang .....................................................................


1.2. Perumusan Masalah ..............................................................
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................
1.5. Batasan Penelitian ................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................

2.1. Gardu Tol Otomatis ...................................................


2.2. Konsep Produktivitas Kerja .................................................
2.2.1 Faktor Produktivitas Kerja .........................................
2.2.2 Peningkatan Produktivitas Kerja .................................
2.2.3 Karakteristik Pegawai Produktif . ..............................
2.3. Konsep Gugus Kendali Mutu .....................................
2.3.1 Ciri Gugus Kendali Mutu ..........................................
2.3.2 Langkah Aktual Pembentukan GKM ........................
2.3.3 Mekanisme Kerja GKM ............................................
2.3.4 Penilaian Kinerja GKM .............................................
2.3.5 Manfaat Gugus Kendali Mutu ...................................
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu .....................................................

7
7
7
8
9
10
10
11
12
14
14
15

III. METODE PENELITIAN .........................................

17

3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................


3.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................
3.3. Metode Penentuan Sampel .................................................
3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................
3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ...............
3.5.2 Analisis Persepsi .................................................
3.5.3 Uji F .....
3.5.4 Uji t .

17
19
19
20
22
24
26
28
29

I.

vi

4
5
5
6

vii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................

30

4.1. Gambaran Umum PT Jasa Marga (Persero) Tbk ..........


4.2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ......
4.3. Gugus Kendali Mutu Pasteur ........................................
4.3.1 Proses Kegiatan Kerja GKM Pasteur .................
4.3.2 Pendekatan PDCA untuk Menghasilkan GTO
4.4. Karakteristik Karyawan Operasional ............................
4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi ...................
4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap
Pelaksanaan GTO ...
4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap
Faktor-faktor Produktivitas Kerja ..
4.6. Uji F dan uji t ....................................................
4.7. Implikasi manejerial .........................

30
31
37
38
40
48

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................

71

1. Kesimpulan ....................................................................
2. Saran ...............................................................................

71
71

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................

73

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................

79

vii

51
51
59
67
69

viii

DAFTAR TABEL

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Halaman
Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga
(Persero) Tbk ..
Ciri-ciri Umum Gugus Kendali Mutu

Skala Likert ................................................................


Hasil Uji Reliabilitas Pelaksanaan GTO dan Faktorfaktor Produktivitas Kerja ...
Posisi Keputusan Penilaian .
Data Karyawan PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi .

Aksesibilitas Standar Pelayanan Minimum ................


Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol ..................
Perbandingan Rata-rata Kendaraan Gardu Masuk dan
Keluar pada Shift 1 ..............................................
Koefisien Korelasi Penyebab Dominan ......................
Perbandingan Faktor Penyebab Kinerja Gardu ...........
Pengaruh Kesalahan Pelaporan dan Kerusakan Alat ..
Karakteristik Karyawan Operasional ..........................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan
GTO ....
Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME
Tersangkut CSD ........................................................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD
Rusak ..........................................................................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan
Jumlah Gardu..............................................................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada
Kebijakan Membangun Gardu Baru ...........................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktorfaktor Produktivitas Kerja ...
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan
Kerja ...........................................................................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan
Kerja.........
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Etika
Kerja ............................................................................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kesejahteraan
Kerja .............................................................................
Persepsi Karyawan Operasional terhadap Lingkungan
Kerja .............................................................................
Uji F ...
Uji t

viii

2
11
20
26
27
33
38
41
42
43
45
47
48
52
53
56
57
59
60
62
62
64
65
67
68
68

ix

DAFTAR GAMBAR
No

Halaman

1.
2.

Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................

19

Struktur Organisasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang


Purbaleunyi ................................................................

33

3.
4.

Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur .....


Peralatan pada Gardu transaksi, Gardu Tandem,
Gardu Tol Otomatis ...
Contacless Smart Dispenser, Kartu Tanda Masuk,
Automatic Line Banner ...

5.

ix

42
47
56

DAFTAR LAMPIRAN

No
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman
Kuesioner Penelitian ..
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ..
Diagram Sebab Akibat Kinerja Gardu Belum Optimal..
Rencana dan Pelaksanaan Perbaikan .
Alur Proses Transaksi Sebelum dan Sesudah Perbaikan
pada Gardu Masuk dan Keluar ..............

78
81
82
83
84

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan masyarakat akan jaringan jalan semakin terdesak seiring
dengan peningkatan produksi kendaraan yang tidak sebanding dengan
kapasitas jalan yang ada. 1Terjadinya ketidakseimbangan tersebut salah
satunya akibat pertumbuhan volume kendaraan roda empat yang naik
sebesar 9% per tahun, sedangkan penambahan panjang jalan dilakukan
hanya sebesar 0,01% per tahun, kondisi ini menjadi pemicu terjadinya
masalah kemacetan lalu lintas. Konsep tol menjadi sebuah jawaban terhadap
tingginya kebutuhan pengembangan jaringan jalan meskipun ditengah
kondisi anggaran pemerintah yang terbatas. Pembangunan infrastruktur
jalan tol telah memberikan kontribusi nyata dalam mendorong dan
menggerakkan perekonomian nasional, yang manfaatnya telah banyak
dirasakan bagi masyarakat luas.
Kondisi mobilitas masyarakat yang tinggi saat ini, keberadaan jalan
tol tentunya tidak dapat dipisahkan dari keseharian masyarakat. Masyarakat
memanfaatkan keberadaan jalan tol sebagai jalan alternatif untuk
mempersingkat jarak tempuh perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.
Jalan tol merupakan jalan umum yang menjadi bagian dari sistem jaringan
jalan nasional untuk kendaraan beroda empat atau lebih dan penggunanya
akan diwajibkan membayar tarif tol. Besarnya tarif tol yang dibayar oleh
pengguna jalan tol disesuaikan dengan jarak lintasan (asal gerbang tol
sampai keluar gerbang tol) dan golongan kendaraannya.
PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporatama) Tbk atau disingkat
PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang berperan sebagai pengembang sekaligus operator
jalan tol di Indonesia. Sejak awal berdiri pada tahun 1978, PT Jasa Marga
(Persero) Tbk tetap menjadi market leader operator jalan tol yang
menguasai 80% dari seluruh jalan tol yang ada di Indonesia.
1

Frans S Sunito, Dirut PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Berita Jalan Tol No.103 Hal: 6. April, 2010. Jakarta.

Delapan belas konsesi (hak pengusahaan) jalan tol sepanjang 648 km


telah dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk sampai dengan akhir periode
2009, tiga belas konsesi diantaranya telah beroperasi sepanjang 496 km
yang pengelolaannya dikelola oleh sembilan cabang dan satu anak
perusahaan yaitu, PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Tabel 1). Sementara
lima ruas tol lainnya menjadi bagian anak perusahaan yang merupakan
proyek kerja sama antara PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan Pemerintah
Provinsi daerah setempat dan juga pihak ketiga lainnya.
Tabel 1. Konsesi Operasional Jalan Tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk
No.

Ruas Jalan Tol

Awal
Panjang
Beroperasi Tol (Km)

Jagorawi

1978

46

2
3
4
5
6

Jakarta-Cikampek
Jakarta-Tanggerang
Ulujami-Pondok Aren
Dalam Kota Jakarta
Prof. Dr. Ir. Soedjatmo
Padaleunyi
(Padalarang-Cileunyi)
Cipularang (CikampekPurwakarta-Padalarang)
Surabaya-Gempol
Semarang

1988
1984
2001
1988
1984

72
28
5,5
25
14,3

1990

63,9

2003

58,5

1986
1983

39,5
35,2

7
8
9
10
11
12

Kantor Cabang
Jagorawi
(Jakarta-Bogor-Ciawi)
Jakarta-Cikampek
Jakarta-Tanggerang
Cawang-Tomang-Cengkareng
Purbaleunyi
(Purwakarta-Bandung-Cileunyi)

Surabaya-Gempol
Semarang
Belmera
Belmera
1986
34
(Belawan-Medan-Tanjung Morawa)
Palikanci
1997
28,8
Palikanci
Sumber: Laporan Tahunan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (2009)

Menyediakan jalan tol dan memberikan pelayanan terbaik bagi


masyarakat menjadi bentuk komitmen yang kuat bagi PT Jasa Marga
(Persero) Tbk sebagai pelopor industri jalan tol di Indonesia. Komitmen
tersebut sekaligus akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha dalam
jangka panjang yang selaras dengan visi dan misi perusahaan. Pelayanan
transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam pelayanan jalan tol,
akan tetapi karena kondisi arus lalu lintas yang meningkat menjadi
penghambat terciptanya kelancaran bertransaksi pada gerbang tol, sehingga
menyebabkan antrian panjang di gerbang tol yang sulit untuk dihindari.
Pelayanan transaksi jalan tol harus dilakukan sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditentukan PT Jasa Marga (Persero)
Tbk Cabang Purbaleunyi.

Masalah antrian panjang menjadi karakteristik pada PT Jasa Marga


(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, karena semenjak dioperasikannya jalan
tol Cipularang yang menghubungkan ruas tol antara Cabang JakartaCikampek dengan Cabang Purbaleunyi kepadatan arus lalu lintas kendaraan
terus terjadi. Waktu tempuh yang singkat dan kenyamanan Kota Bandung
menjadi alasan bagi masyarakat untuk datang berwisata, sehingga puncak
kepadatan arus lalu lintas selalu terjadi menjelang akhir pekan atau pada
saat hari libur nasional. Kepadatan arus lalu lintas tersebut menjadi faktor
penghambat proses transaksi jalan tol. Inovasi sistem transaksi dengan
menggunakan Gardu Tol Otomatis, diharapkan menjadi solusi untuk
mengatasi masalah antrian pada saat bertransaksi, khususnya pada gerbang
tol masuk. Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan gardu pelayanan
transaksi tol tanpa adanya petugas pengumpul tol yang melayani. Cara
penggunaannya cukup dengan menekan tombol pada GTO maka KTM
(Kartu Tanda Masuk) akan keluar. Keberadaan GTO dapat digunakan juga
untuk sistem pembayaran secara elektronik (Electronic Toll Collection)
yang bekerjasama dengan Bank Mandiri.
Menyadari segala keberhasilan yang telah diraih perusahaan selama
ini ditentukan oleh kualitas dan dedikasi karyawan, maka karyawan menjadi
sebuah asset berharga sekaligus mitra kerja bagi perusahaan. Pemberdayaan
karyawan melalui program pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang, sebagai upaya
kesiapan mereka menghadapi segala tantangan yang akan terjadi.
Pemberdayaan karyawan yang ada melalui pemanfaatan teknologi menjadi
prioritas perusahaan dibandingkan merekrut karyawan baru. Pemanfaatan
teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan
salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa pelayanan jalan tol.
Pemanfaatan teknologi terkadang menimbulkan persepsi yang berbeda
mengenai nilai kemanusiaan bagi karyawan, namun hal tersebut perlu
ditinjau kembali, karena melalui pemanfaatan dan pemberdayaan sumber
daya manusia secara optimal akan meningkatkan produktivitas kerja
karyawan sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

1.2. Perumusan Masalah


PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang jasa pelayanan jalan tol, dimana kualitas menjadi prioritas
utama, salah satunya melalui pelayanan transaksi jalan tol. Akan tetapi
kelancaran pelayanan transaksi sering menghadapi kendala seperti, volume
kendaraan yang padat dan minimnya gardu transaksi ataupun petugas
pengumpul tol yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu transaksi.
Masalah tersebut menjadi kendala yang harus dihadapi oleh PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi khususnya pada Gerbang Tol Pasteur,
sehingga muncul ide untuk membuat Gardu Tol Otomatis (GTO). Ide ini
merupakan ide kreatif dari GKM Pasteur yang ada pada unit kerja Gerbang
Tol Pasteur. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan kelompok kerja
karyawan, dimana seluruh karyawan secara sukarela dan berpartisipasi
dalam menyelesaikan kegiatan yang berhubungan erat dengan perusahaan.
Pelaksanakan GKM diharapkan akan membuat karyawan merasa dihargai
serta diakui keberadaannya, sehingga terciptanya lingkungan kerja yang
kondusif pada perusahaan.
Pelaksanaan konsep Gardu Tol Otomatis (GTO) pertama kali
dilaksanakan pada Gerbang Tol Pasteur yang dianggap telah efektif
keberadaannya, selanjutnya diaplikasikan pada seluruh gerbang tol yang ada
di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Bagi perusahaan
pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dinilai telah berbasis kemanusiaan,
karena GTO dapat meringankan pekerjaan karyawan operasional (petugas
pengumpul tol) untuk melayani pengguna jalan tol pada saat lalu lintas
kendaraan sedang padat, serta dapat memperbaiki mutu kesehatan dari para
petugas pengumpul tol. Efisiensi karyawan operasional dilakukan
perusahaan hanya pada petugas pengumpul tol outsourching saja, karena
selama ini jumlah petugas pengumpul yang ada sangat terbatas, namun
perusahaan tidak ada memberikan kebijakan untuk menambah karyawan
operasional baru. Sehingga diharapkan keberadaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dan meningkatkan
produktivitas kerja karyawan operasional.
4

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya


sebagai berikut:
1. Bagaimana penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi?
2. Bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu
Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi?
3. Bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor
produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Mengetahui penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) yang dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
2. Mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu
Tol Otomatis (GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi.
3. Mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor
produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk
melakukan penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan program
pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas
kerja karyawan operasional.
2. Bagi umum, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
5

1.5. Batasan Penelitian


Penelitian dilakukan pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi, yang berlokasi di Plaza Tol Pasteur Jalan Dr. Djundjunan
nomor 257 Bandung, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan selama tiga
bulan yaitu pada bulan September 2009 sampai dengan November 2009. PT
Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dipilih sebagai tempat
penelitian oleh penulis, dikarenakan Cabang Purbaleunyi merupakan cabang
perusahaan yang pertama kali melaksanakan sistem Gardu Tol Otomatis
(GTO) pada seluruh gerbang tol dan selanjutnya pelaksanaan Gardu Tol
Otomatis diterapkan juga pada cabang lainnya. Penelitian ini menganalisa
bagaimana persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol
Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional
itu sendiri.
Karyawan operasional merupakan karyawan yang secara langsung
mengetahui teknis di lapangan mengenai arus lalu lintas jalan tol, khususnya
pada proses transaksi pada gerbang tol. Indikator faktor-faktor produktivitas
kerja karyawan yang terdapat pada perusahaan yaitu, kemauan kerja,
kemampuan kerja, etika kerja, kesejahteraan karyawan dan lingkungan
kerja. Pada penelitian ini, penulis hanya mempelajari hasil kerja yang
dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam merumuskan
permasalahan masalah hingga menghasilkan ide kreatif konsep Gardu Tol
Otomatis (GTO).

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gardu Tol Otomatis (GTO)


Gardu Tol Otomatis (GTO) adalah gardu tanpa petugas dimana
pemakai jalan melaksanakan transaksi dan mengambil KTME (Kartu Tanda
Masuk Elektronik) dan mengidentifikasi Badge atau kartu dinas sendiri.
KTME merupakan alat tanda bukti masuk jalan tol pada sistem tertutup,
yang menunjukan identitas jenis kendaraan dan asal gerbang tol yang
merupakan informasi dalam penentuan tarif di gardu keluar (Gugus Kendali
Mutu Pasteur, 2007).
2.2. Konsep Produktivitas Kerja
Secara umum produktivitas kerja diartikan sebagai hubungan hasil
nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang
sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif dengan
perbandingan antara hasil masukan (tenaga kerja) dan keluaran yang diukur
dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Sinungan, 2008).
Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007), produktivitas kerja
adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam periode tertentu.
Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya produksi, peralatan dan
waktu. Output meliputi produksi, produk, penjualan, pendapatan, pangsa
pasar, dan kerusakan produk.
Umar

(2005)

menyatakan

bahwa

produktivitas

kerja

adalah

perbandingan hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang


digunakan (input). Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas
yang mengarah pada pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas,
kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi lain adalah efisiensi yang berkaitan
dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya.
2.2.1 Faktor Produktivitas Kerja
Menurut

Simanjuntak

(2001)

faktor

yang

mempengaruhi

produktivitas kerja karyawan dikelompokan menjadi tiga yaitu:


7

1. Kualitas dan kemampuan karyawan dapat dipengaruhi oleh tingkat


pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan
kemampuan fisik pekerja yang bersangkutan.
2. Sarana pendukung, dikelompokan menjadi dua yaitu:
a. Lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana
dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan
kesehatan kerja serta lingkungan kerja.
b. Kesejahteraan pekerja yang tercermin dalam sistem pengupahan
dan jaminan sosial, jaminan kelangsungan kerja.
3. Supra sarana, dapat mendukung peningkatan produktivitas kerja
karyawan antara lain kebijakan pemerintah, hubungan pengusaha
dan pekerja, kemampuan manajemen dan perusahaan.
Produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dapat
dilihat dari kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai
dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang
dapat memenuhi kebutuhan minimum, jaminan sosial yang memadai
dan hubungan kerja yang harmonis (Sinungan, 2008).
2.2.2 Peningkatan Produktivitas Kerja
Langkah untuk meningkatkan produktivitas kerja menurut
Sinungan (2008), adalah sebagai berikut:
1. Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia
terletak pada kemampuan individu, sikap individu dalam bekerja,
serta manajemen maupun organisasi kerja. Persyaratan individu
untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi, yaitu:
a. Tingkat pendidikan dan keahlian, teknologi dan hasil produksi,
kondisi kerja, kesehatan, kemampuan fisik dan mental.
b. Sikap (terhadap tugas) serta teman dalam satu organisasi.
2. Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk memperoleh
jumlah produksi yang besar.
3. Penggunaan jumlah sumber daya

yang lebih besar untuk

memperoleh jumlah produksi yang jauh lebih besar lagi.

Terdapat enam elemen untuk meningkatkan produktivitas kerja


menurut Soemarsono (2004) yaitu:
1. Dukungan dari manajemen puncak yang dilakukan dengan berbagai
cara yang menggambarkan dukungan terhadap program.
2. Dukungan struktur sangat diperlukan. Standar organisasi dibuat
untuk mendukung peningkatan produktivitas.
3. Menciptakan corporate yang climate yang kondusif. Iklim yang
kondusif sangat penting terhadap peningkatan produktivitas.
Upaya yang dilakukan untuk menciptakan iklim kondusif yaitu dengan
menciptakan perhatian terhadap para karyawan bahwa manajemen
sedang mendorong peningkatan produktivitas, manajemen harus
melakukan komunikasi untuk menyakinkan karyawan agar dapat
memahami tujuan perusahaan, perusahaan meminta para karyawan
untuk meningkatkan keterlibatan mereka terhadap perusahaan
sekaligus. Kontribusi karyawan tersebut akan mendapatkan reward
system yang sesuai dari perusahaan.
4. Perusahaan harus membuat metode pengukuran produktivitas kerja
dan menetapakan tujuan-tujuan yang realistis.
5. Mencari teknik-teknik baru untuk meningkatkan produktivitas.
6. Implementasi program produktivitas harus dijadwalkan, karena hal
ini penting menyangkut penggunaan resources.
2.2.3 Karakteristik Pegawai Produktif
Menurut Nasution (2005) upaya peningkatan produktivitas
perusahaan harus dimulai dari tingkat individu itu sendiri, dimana setiap
individu yang produktif memiliki karakteristik, yaitu:
1. Selalu mencari gagasan dan cara penyelesaiannya.
2. Selalu memberi saran untuk perbaikan secara sukarela.
3. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien.
4. Selalu melakukan perencanaan beserta jadwal waktu penyelesaian.
5. Bersikap positif terhadap pekerjaannya.
6. Berperilaku sebagai anggota kelompok yang baik.
7. Memotivasi diri sendiri melalui dorongan dari dalam.
9

10

8. Memahami pekerjaan orang lain yang lebih baik.


9. Mendengarkan ide orang lain yang lebih baik.
10. Terbinanya hubungan yang baik antar pribadi.
11. Menyadari dan memperhatikan masalah pemborosan dan biaya.
12. Mempunyai tingkat kehadiran yang baik.
13. Mampu melampaui standar yang telah ditetapkan.
14. Mempelajari sesuatu yang baru dengan cepat.
15. Tidak mengeluh dalam bekerja.
2.3. Konsep Gugus Kendali Mutu (GKM)
Gugus Kendali Mutu menurut Sinungan (2008) adalah sekelompok
orang (biasanya terdiri dari tiga sampai dengan delapan orang) yang
memiliki pekerjaan sejenis untuk membahas dan menyelesaikan persoalan
kerja yang dihadapi dan mengadakan perbaikan secara terus menerus
dengan mempergunakan teknik kendali mutu. Ketua kelompok biasanya
dijabat secara bergantian di antara anggota kelompok. Kegiatan Gugus
Kendali Mutu merupakan bagian dari kegiatan Pengendalian Mutu Terpadu.
Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu
atau produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga
diandaikan bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai,
kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam
pemecahan persoalan pekerjaan (Crocker et al., 2004).
Hasibuan (2002) menyatakan Gugus Kendali Mutu merupakan
kelompok kecil dari lingkup kerja yang secara sukarela melakukan kegiatan
pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan cara
menggunakan teknik-teknik quality control.
2.3.1 Ciri Gugus Kendali Mutu
Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan mekanisme formal dan
dilembagakan yang bertujuan untuk mencari solusi dengan memberikan
tekanan pada partisipasi dan kreativitas antar karyawan. Hal ini berarti,
Gugus memberikan kebaikan organisasi sehingga GKM harus terus
bekerja dan tidak tergantung pada proses produksi (Crocker et al.,
2004). Ciri-ciri umum GKM dapat dilihat pada Tabel 2.
10

11

Tabel 2. Ciri-ciri Umum Gugus Kendali Mutu


Tujuan

Organisasi
Pemilihan
anggota Gugus
Ruang lingkup
persoalan yang
dianalisis oleh
Gugus

Latihan

1. Meningkatkan komunikasi.
2. Mencari dan memecahkan masalah.
1. Terdiri dari seorang kepala dengan 8 sampai 10 karyawan
yang berasal dari satu bidang pekerjaan.
2. Memiliki seorang koordinator dan satu atau lebih fasilitator
yang bekerja erat dengan Gugus.
1. Partisipasi anggota dalam gugus bersifat sukarela.
2. Partisipasi ketua Gugus bersifat bebas.
1. Gugus memilih sendiri persoalan yang akan dibahasnya.
2. Gugus didorong untuk memilih persoalan yang berasal dari
bidang pekerjaannya sendiri.
3. Persoalan tidak terbatas pada mutu, tetapi mencakup
produktivitas, biaya, keselamatan kerja, moral, lingkungan,
dan lainnya.
Latihan formal teknik pemecahan masalah menjadi bagian dari
pertemuan Gugus.

Pertemuan

Dilakukan selama satu jam per minggu


1. Tidak ada penghargaan dalam bentuk uang.
Penghargaan bagi
2. Penghargaan yang paling efektif adalah kepuasan anggota
kegiatan Gugus
Gugus karena solusi yang mereka sumbangkan.
Sumber: Crocker et al. (2004)

2.3.2 Langkah Aktual Pembentukan GKM


Crocker et al. (2004) memaparkan secara ringkas langkah aktual
dalam proses pelaksanaan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang meliputi:
1. Meminta bantuan konsultan dari luar. Hal ini merupakan keputusan
berdasarkan

pertimbangan

dari

departemen

pengembangan

organisasi untuk menggunakan konsultan dari luar dalam membantu


pelaksanaan GKM.
2. Memperoleh komitmen, sebelum memperoleh komitmen dari pihak
utama yang terkait, maka perlu dilakukan langkah-langkah yaitu:
a. Mengadakan seminar konsep Gugus Kendali Mutu untuk
memperkenalkan kepada anggota manajemen senior.
b. Manajer senior membuat keputusan mengenai konsep GKM.
c. Mengadakan seminar untuk manajemen menengah dan anggota
aktif serikat buruh.
d. Para manajer menengah dan pimpinan serikat buruh membuat
analisis masalah, menentukan manfaat dan kerugiannya, berperan
aktif mendukung proses pelaksanaan.
11

12

3. Membentuk struktur Gugus


a. Manajer senior memberitahukan kepada karyawan untuk terus
melanjutkan program GKM.
b. Pembentukan panitia pengarah, yang anggota panitia pengarah
dipilih dari berbagai departemen dan tingkatan.
c. Pemilihan fasilitator oleh panitia pengarah.
4. Menempatkan program dalam tempat yang tepat
a. Panitia pengarah dan konsultan membuat pedoman program.
b. Fasilitator mengadakan pertemuan untuk menginformasikan
tentang GKM dan proses kendali mutu untuk anggota Gugus.
c. Fasilitator mengadakan pertemuan informal dengan karyawan
untuk memberikan penjelasan mengenai konsep GKM.
d. Fasilitator, panitia pengarah, dan konsultan dari luar membuat
perencanaan awal untuk mengidentifikasi masalah.
e. Fasilitator dan panitia pengawas memilih pemimpin tim untuk
membuat program latihan bagi para pemimpin dan anggota tim.
f. Fasilitator membuat program latihan dan membantu ketua tim
dalam membuat materi Gugus untuk pertemuan selanjutnya.
2.3.3

Mekanisme Kerja Gugus Kendali Mutu


Gugus Kendali Mutu menangani berbagai macam masalah
melalui beberapa tahapan. Masalah tersebut satu demi satu ditangani
melalui tahapan yang berkelanjutan (Chandra et al., 1991), yaitu:
1. Pengumpulan masalah
Dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka
prioritas diberikan pada setiap masalah sesuai dengan kriteria yang
telah disusun secara berkesinambungan.
2. Pemilihan masalah
Anggota Gugus dapat memilih satu masalah sesuai dengan prioritas.
Setiap orang boleh mengajukan masalah pada Gugus, namun
prioritas diputuskan oleh Gugus. Pemilihan masalah biasanya
digunakan pendekatan Trisula yang meliputi:

12

13

a. Menghindari semua masalah yang tidak berhubungan dengan


tujuan unit.
b. Menghindari masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria
operasi yang telah ditentukan oleh Gugus.
c. Menggunakan

Teknik

Delphi

yang

telah

direvisi

untuk

menentukan persoalan yang paling unik. Teknik Delphi adalah


suatu prosedur yang dipengaruhi dalam penelitian dua atau lebih
alternatif.
3. Analisis masalah
Setiap masalah memiliki pengaruh, sehingga perlu diidentifikasi
penyebab utama. Pada tahap ini, Gugus bertukar pikiran untuk
menemukan hubungan sebab-akibat. Ada dua metode utama untuk
membuat analisis sebab-akibat, yaitu: (1) diagram sebab-akibat
(diagram Ishikawa atau Fishbone) dan (2) analisis proses atau
diagram arus. Pada diagram Ishikawa terdapat empat bidang
kelemahan yang meliputi: material (bahan), equipment (peralatan),
methods (metode), dan people (manusia). Analisis masalah
didasarkan pada fakta, bukan perasaan dan penilaian subjektif.
Gugus menggunakan sejumlah alat pengumpul data, yaitu dengan
menggunakan checklist atau checksheet, grafik garis, batang, atau
lingkaran maupun histogram dan diagram pencar, membuat analisis
pareto, melakukan sampling dan analisis statistik.
4. Pemecahan masalah
Kondisi lingkungan yang nyaman akan menghasilkan solusi pilihan
pemecahan masalah yang optimum. Secara umum, pemecahan
masalah yang paling tepat adalah orang yang terlibat langsung dalam
tempat kerja itu sendiri dan menjadi solusi paling layak untuk
diberikan.
5. Presentasi manajemen
Anggota Gugus mempresentasikan pemecahan masalah didepan
manajer sekitar 20 menit dengan menyoroti pengamatan yang telah
dilakukan serta menjelaskan manfaat dari rekomendasinya tersebut.

13

14

Presentasi merupakan puncak kegiatan dari usaha Gugus yang


menggambarkan kebanggaan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan
yang menghadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat
kuat. Selain membentuk anggota GKM untuk menjual ide-idenya
pada manajemen, presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi
anggota Gugus yang potensial. Hal ini berarti, filosofi pengendalian
mutu tersebar di seluruh organisasi
6. Implementasi, Peninjauan ulang dan Tindak lanjut
Anggota

Gugus

membuat

jadwal

pelaksanaan

makalah

setelah

mendapatkan persetujuan dari pihak manajemen. Meninjau ulang


kembali hasil yang diperoleh untuk mengambil langkah selanjutnya
apabila dibutuhkan. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab
Gugus yang berkelanjutan.
2.3.4

Penilaian Kinerja Gugus Kendali Mutu


Penilaian Gugus menurut Crocker et al. (2004) memerlukan tiga
jenis pengukuran, yaitu ukuran produktivitas obyektif, ukuran sikap
subyektif mengenai pengaruh Gugus terhadap organisasi dan analisa
proses intern yang berlangsung dalam Gugus. Pengukuran produktivitas
mencakup mutu, scrap, kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana,
peralatan, keamanan kerja dan kecelakaan, perawatan dan waktu
kosong. Sikap dan pergaulan meliputi kepercayaan timbal-balik,
komunikasi, hubungan atasan dan bawahan, bolos kerja, keluhan kerja,
penggunaan keterampilan, keanggotaan Gugus, kepuasan pribadi, jenis
dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses Gugus mencakup
struktur, pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan.

2.3.5 Manfaat Gugus Kendali Mutu


Pelaksanaan kegiatan Gugus Kendali Mutu pada perusahaan dapat
memberikan manfaat bagi karyawan (Chandra et al., 1991), yaitu:
1. Pembuatan tujuan kelompok dilakukan untuk menciptakan semangat
untuk bekerja sama.
2. Anggota kelompok memiliki peranan dan mengkoordinasikan
peranan mereka masing-masing dengan lebih baik.
14

15

3. Komunikasi antara manjemen dan buruh meningkat, begitu juga


komunikasi diantara para pekerja sendiri.
4. Para pekerja dapat memperoleh keterampilan, pengetahuan baru
serta mengembangkan semangat kerja sama lebih tinggi.
5. Kelompok mengambil inisiatif sendiri dan melakukan tugas
pemecahan persoalan yang seharusnya dilakukan oleh manajeman.
6. Adanya hubungan yang semakin dekat antar para pekerja dan
manajemen di perusahaan.
7. Menciptakan kerja sama antar para pekerja.
8. Adanya kepuasan bagi setiap pekerja.
9. Meningkatkan motivasi kerja.
10. Menumbuhkan keyakinan atau kepercayaan diri.
11. Adanya pengembangan kepemimpinan antara para pekerja.
12. Adanya dorongan kreativitas antar pekerja.
13. Terjadinya peningkatan sistem dan prosedur pekerjaan.
Menurut Hasibuan (2002), manfaat Gugus Kendali Mutu (GKM)
bagi manajemen perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Dapat menangkap persoalan yang sebenarnya dengan lebih cepat.
2. Lebih banyak tekanan yang diberikan pada tahap perencanaan.
3. Cara berfikir yang berorientasi pada proses akan mendapatkan
dorongan kuat untuk bekerja.
4. Orang memusatkan perhatian pada permodalan yang lebih penting.
5. Setiap orang ikut ambil bagian dalam membina sistem baru.
2.4. Tinjauan Studi Terdahulu
Jauhary (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh
Disiplin Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Karyawan (Studi Kasus:
PT. Behaestex, Gresik). Berdasarkan hasil penelitiannya, karyawan lakilaki, usia 31-40 tahun, berpendidikan SMA atau sederajat serta telah bekerja
selama 11-15 tahun mampu menaati waktu dengan baik sehingga menjadi
faktor utama terciptanya produktivitas kerja. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan analisis korelasi dan regresi berganda.

15

16

Maharani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh


Penerapan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinas
Pendidikan

Kabupaten

Ciamis.

Berdasarkan

hasil

penelitiannya,

disimpulkan bahwa disiplin kerja pegawai sangat tinggi yang ditandai


dengan tingkat kehadiran yang rendah. Sedangkan prestasi kerja pegawai
terkategori baik. Peneliti menganalisis penelitiannya menggunakan analisis
regresi berganda.
Riestiany (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pengaruh Efektifitas Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus pada
Plant 11 PT Indocement Tunggal Perkasa, Tbk). Berdasarkan hasil
penelitiannya, tingkat produktivitas kerja karyawan P-11 selalu berada
diatas standar yang telah ditetapkan dan tingkat produktivitasnya cenderung
meningkat. Peneliti menganalisis besarnya pengaruh menggunakan metode
analisis regresi berganda.

16

17

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran


Keberhasilan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai pelopor dan
sekaligus market leader dalam bisnis jalan tol di Indonesia menjadi tujuan
perusahaan. Keberhasilan atas prestasi tersebut menjadikan perusahaan terus
berupaya meningkatkan kualitasnya. Hal ini dibuktikan perusahaan dengan
melakukan perubahan identitas menuju sebuah perbaikan yang telah dimulai
pada tahun 2007 lalu. Perubahan identitas tersebut tentunya bukan hanya
sebagai sebuah slogan semata, akan tetapi harus disertai dengan tindakan
yang nyata. Sejalan dengan identitas baru tersebut, maka dibutuhkan suatu
langkah strategis berupa sebuah visi dan misi perusahaan. Visi dan misi
menjadi aturan dalam organisasi untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Pelayanan transaksi di gerbang tol merupakan jasa utama dalam
pelayanan jalan tol. Sehingga peningkatan pelayanan lalu lintas melalui
kelancaran bertransaksi di gardu tol sesuai sasaran mutu perlu dilakukan
perusahaan untuk memenuhi keinginan pengguna jalan tol. Pelaksanaan
kegiatan pengendalian operasional melalui pelayanan transaksi pada setiap
gerbang tol menjadi tanggung jawab bagian Pengumpul Tol. Untuk
meningkatkan pelayanan transaksi di gardu tol pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, maka dibuat Gardu Tol Otomatis
(GTO). Gardu Tol Otomatis (GTO) merupakan gardu pelayanan transaksi
jalan tol tanpa ada petugas pengumpul tol yang melayani. Gardu Tol
Otomatis (GTO merupakan ide murni dari kelompok Gugus Kendali Mutu
(GKM) Pasteur.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penyusunan
kebijakan yang dilakukan oleh GKM Pasteur dalam pelaksanaan GTO,
menganalisis persepsi karyawan operasional yaitu petugas pengumpul tol
terhadap pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan
operasional. Faktor penyebab dominan terbentuknya Gardu Tol Otomatis
(GTO) berdasarkan analisis yang telah dilakukan GKM Pasteur adalah (1)
Contacless Smartcard Dispenser (CSD) rusak, yaitu alat untuk menulis
17

18

golongan, gerbang asal kendaraan di gardu masuk, (2) Kartu Tanda Masuk
Elektronik (KTME) tersangkut pada CSD, yaitu alat tanda bukti masuk jalan
tol pada sistem tertutup yang menunjukan identitas jenis kendaraan dan asal
gerbang tol yang menjadi informasi dalam penentuan tarif pada gardu
keluar, (3) Keterbatasan jumlah gardu, (4) Tidak ada kebijakan menambah
gardu yang rusak. Sedangkan faktor-faktor produktivitas kerja karyawan
operasional dipengaruhi oleh (1) Kemauan kerja, (2) Kemampuan kerja, (3)
Etika kerja, (4) Kesejahteraan karyawan dan (5) Lingkungan kerja.
Sehingga hasil analisis deskriptif dari persepsi karyawan operasional
terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis dan faktor-faktor produktivitas
kerja, dapat memberikan masukan positif bagi perusahaan dalam upaya
peningkatan mutu dan layanan bertransaksi bagi pengguna jalan tol sesuai
dengan sasaran mutu perusahaan yaitu lancar, aman, dan nyaman.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
Peningkatan pelayanan lalu lintas melalui
kelancaran bertransaksi pada gardu tol
sesuai dengan sasaran mutu
Pembentukan GKM Pasteur
Ide Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

Persepsi Karyawan Operasional

Gardu Tol Otomatis (GTO):


1. Contacless Smartcard Dispenser
Rusak
2. KTME tersangkut pada CSD
3. Keterbatasan jumlah gardu
4. Tidak ada kebijakan menambah
gardu yang rusak

Faktor-faktor Produktivitas Kerja:


1. Kemauan kerja
2. Kemampuan kerja
3. Etika kerja
4. Kesejahteraan kerja
5. Lingkungan kerja

Analisis deskriptif persepsi karyawan


operasional terhadap GTO dan
faktor-faktor produktivitas kerja

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


18

19

3.2. Jenis Data dan Sumber Data


Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi data primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun
kuantitatif. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama
baik dari individu ataupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil
kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data
primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul data primer maupun pihak lain seperti dalam bentuk tabel
ataupun diagram. Sumber data primer berupa data langsung yang diterima
pengumpul data, sedangkan sumber data sekunder berupa dokumen
perusahaan, buku, dan media elektronik yang terkait dengan penelitian.
3.3. Metode Penentuan Sampel
Penentuan jumlah sampel atau responden merupakan hal yang penting
dalam suatu penelitian, karena dibutuhkan sampel yang mewakili
karakteristik dari populasi penelitian yang diwakilinya. Menurut Umar
(2005), populasi merupakan sekumpulan satuan analisis yang terdapat
didalamnya terkandung informasi yang ingin diketahui. Sampel adalah
bagian dari populasi yang dipilih untuk dilibatkan dalam penelitian, melalui
sampel diharapkan peneliti mengetahui informasi mengenai populasi.
Metode pengambilan

sampel

yang

diterapkan

adalah

secara

convenience sampling, dimana metode ini paling murah dan cepat dilakukan
karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang akan
mereka temui. Ada beberapa macam yang dapat digunakan untuk
menentukan jumlah sampel dari suatu populasi, salah satunya adalah dengan
rumus slovin sebagai berikut:
 =
 =


(1)
1 +  

160
= 60 karyawan operasional
1 + 160 (0,1)

Keterangan:
19

20

n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persentase ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya nilai persentase
ketidaktelitian sebesar 10%.
Populasi yang diambil dalam penelitian ini yaitu karyawan operasional
pengumpul tol pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi yang
berjumlah 160 karyawan, dengan rumus slovin didapatkan sampel sebesar
60 karyawan operasional.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan prosedur sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian. Secara umum metode
pengumpulan data yang digunakan antara lain:
1. Metode pengamatan atau observasi, merupakan pengambilan data dengan
cara pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek
yang diteliti. Pengamatan harus dilakukan secara sistematis dan berkaitan
dengan tujuan penelitian. Pengamatan langsung terbagi menjadi dua,
yaitu pengamatan tidak berstruktur dan pengamatan berstruktur.
Pengamatan tidak terstruktur dilakukan peneliti tanpa mengetahui aspekaspek dari kegiatan yang ingin diamati relevan dengan tujuan
penelitiannya, sedangkan pada pengamatan berstruktur berbanding
terbalik dengan pengamatan tidak terstruktur. Pengamatan berstruktur
memiliki keunggulan yaitu isi pengamatan lebih sempit dan sistematis
sehingga peneliti dapat melakukan kontrol yang sesuai dengan keperluan
untuk menguji hipotesis dan memecahkan masalah penelitian.
2. Metode penggunaan pertanyaan, yaitu proses untuk memperoleh
keterangan melalui tanya jawab secara langsung maupun tidak langsung
untuk tujuan penelitian. Metode penggunaan pertanyaan secara langsung
(wawancara) merupakan proses interaksi antara pewawancara dan
responden dengan bertatap muka secara langsung. Pewawancara harus
mampu memperoleh keterangan yang lengkap dari responden untuk

20

21

mendukung tujuan penelitian. Hal ini dinilai efektif apabila pernyataan


yang diberikan terarah dengan baik. Wawancara dilakukan dengan
karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi, khususnya pada Bagian Pengumpul Tol dan Bagian Sumber
Daya Manusia. Sedangkan metode penggunaan pertanyaan secara tidak
langsung yaitu pengisian kuesioner. Kuesioner merupakan cara untuk
mengumpulkan data yang terdiri dari pernyataan logis berhubungan
dengan masalah penelitian. Pada setiap pernyataan yang terdapat dalam
kuesioner merupakan jawaban-jawaban yang memiliki makna dalam
menguji hipotesis untuk diuji. Penyebaran kuesioner pada penelitian ini
dilakukan kepada 60 orang responden yang merupakan karyawan
operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.
Kuesioner pada penelitian ini, dapat dilihat pada Lampiran 1. Kuesioner
dalam penelitian ini terdiri menjadi dua bagian yaitu:
a. Bagian data responden dari karyawan operasional yang meliputi
karakteristik demografi dan keadaan umum responden secara umum,
yang meliputi jenis kelamin karyawan, usia karyawan, tingkat
pendidikan terakhir karyawan, status kepegawaian karyawan dan masa
kerja karyawan.
b. Bagian pernyataan sikap yang dirasakan oleh responden terhadap
beberapa pertanyaan yang diajukan terkait dengan pelaksanaan Gardu
Tol Otomatis (GTO) berjumlah 15 pernyataan dan sebanyak 20
pernyataan yang diajukan berkaitan dengan faktor-faktor produktivitas
kerja karyawan operasional.
Langkah untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan Gardu Tol
Otomatis (GTO), peneliti melakukan pengamatan langsung keberadaaan
Gardu Tol Otomatis dan mencari informasi yang lengkap dari Gugus
Kendali Mutu (GKM) Pasteur. Sedangkan untuk mendapatkan informasi
mengenai faktor-faktor produktivitas kerja karyawan yang ada di PT Jasa
Marga

(Persero)

Tbk

Cabang

Purbaleunyi,

peneliti

melakukan

identifikasi awal terhadap sejumlah faktor-faktor produktivitas kerja


berdasarkan teori dan kemudian didiskusikan dengan pihak perusahaan.

21

22

Pernyataan yang diberikan kepada 60 responden, merupakan bentuk


pernyataan tertutup, dimana alternatif jawaban telah disediakan dalam
kuesioner.
3. Metode kepustakaan, merupakan tahapan persiapan untuk mencari serta
melengkapi untuk mendukung tujuan penelitian seperti data tinjauan
pustaka dan profil perusahaan. Tahapan selanjutnya adalah tahapan
pelaksanaan sebagai pelengkap sumber data karyawan pada perusahaan.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS 15.0 dari data
hasil kuesioner yang diperoleh selama penelitian. Pengolahan data kuesioner
dilakukan untuk mengetahui persepsi karyawan operasional terhadap
pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan faktor-faktor produktivitas
kerja. Adapun tahapan kerja untuk pengolahan data dari kuesioner untuk
menganalisis persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dan
faktor-faktor produktivitas kerja adalah:
1. Memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan
bobot tertentu pada setiap jawaban dengan menggunakan Skala Likert.
Skala likert menurut Umar (2005) yaitu skala yang berhubungan dengan
pertanyaan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Nilai skor yang
terdapat pada Skala likert merupakan nilai numerial yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5,
dimana setiap skor memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai skor dari
Skala likert pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Skala Likert
Tingkatan

Skor Jawaban

Sangat Setuju/Sangat Sering/Sangat Bersedia/Sangat Puas

5 (A)

Setuju/Sering/Bersedia/Puas
Cukup Setuju/Cukup Sering/Cukup Bersedia/Cukup Puas

4 (B)
3 (C)

Kurang Setuju/Kadang-kadang/Kurang Bersedia/Kurang Puas

2 (D)

Tidak Setuju/Jarang/Tidak Bersedia/Tidak Puas


Sumber: Umar, 2005

1 (E)

22

23

Langkah untuk membuat Skala likert, yaitu sebagai berikut:


a. Mengumpulkan sejumlah pernyataan sesuai dengan sikap yang akan
diukur dan dapat diidentifikasikan dengan jelas.
b. Memberikan pernyataan-pernyataan tersebut kepada responden
untuk diisi dengan benar.
c. Respon dari responden terhadap setiap pertanyataan yang diajukan,
kemudian dijumlahkan dengan angka-angka dari setiap pernyataan.
d. Mencari pernyataan yang tidak dapat dipakai dalam penelitian
dengan acuan sebagai berikut:
1) Pernyataan yang tidak diisi dengan lengkap oleh responden.
2) Pernyataan yang secara totalnya respoden tidak menunjukkan
korelasi yang substansial dengan nilai totalnya.
e. Pernyataan-pernyataan hasil saringan akhir akan membentuk Skala
likert yang dapat dipakai untuk mengukur skala sikap serta menjadi
kuesioner baru untuk pengumpulan data berikutnya. Jawaban setiap
instrumen yang menggunakan Skala likert mempunyai gradasi dari
sangat positif sampai sangat negatif.
2. Memindahkan data dari lembar kuesioner ke lembar tabulasi dan
kemudidian menghitung nilai total dari masing-masing variabel dengan
menggunakan program SPSS 15.0.
3. Jawaban responden yang telah diberi bobot, kemudian dijumlahkan
untuk dijadikan skor penilaian terhadap variabel-variabel yang diteliti.
Adapun skor diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dengan
persentase jawaban.
Metode analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan
kuantitatif. Data kuesioner yang diperoleh, kemudian ditabulasikan dan diolah
secara sistematis untuk merumuskan suatu metode yang optimal dalam
penilaian karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) dan faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Persero)
Tbk Cabang Purbaleunyi.

23

24

3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


Menurut Sugiyono (2005), Uji validitas dan Uji reliabilitas
dilakukan agar dalam memberikan kesimpulan penelitian, nantinya
tidak akan menimbulkan kekeliruan, serta tidak memberikan gambaran
yang jauh berbeda dengan keadaaan yang sebenarnya. Hasil penelitian
yang valid adalah jika terdapat kesesuaian antar data yang dikumpulkan
dengan data sebenarnya.
Uji validitas menunjukkan sampai dimana ketepatan dan
kecermatan alat ukur tersebut dalam melakukan fungsi ukurnya.
Langkah-langkah dalam melakukan Uji validitas kuesioner, yaitu:
1) Mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur,
yaitu dengan cara:
a. Mencari definisi, konsep dan literatur. Jika sekiranya sudah ada
rumusan yang cukup rasional, maka rumusan tersebut dapat
langsung

dipakai,

tetapi

bila

rumusan

tersebut

belum

operasional, maka peneliti harus merumuskannya kembali.


b. Jika dalam literatur tidak diperoleh definisi atau rumusan konsep
yang akan diukur, peneliti harus mendiskusikan dengan para ahli
lain. Pendapat para ahli ini kemudian disarikan ke dalam bentuk
rumusan yang operasional.
c. Menanyakan langsung kepada calon responden mengenai aspekaspek yang menyusun pertanyaan yang operasional.
2) Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden.
Jumlah responden minimal 30 orang, karena distribusi nilai akan
lebih mendekati normal dengan asumsi kurva normal.
3)

Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

4) Menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan


total skor setiap pertanyaan dengan rumus Pearson Product
Moment Corelation, yaitu:
r =

  ! 
" # ! ($)# $ " # ! ($ )# $

24

(&)

25

Keterangan:
rxy = Korelasi antar X dan Y
n

= Jumlah responden

X = Skor masing-masing pernyataan


Y = Jumlah skor
5) Membandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka
kritik tabel korelasi nilai r. Bila nilai rhitung lebih besar dari nilai
rtabel, maka pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid.
Hasil data kuesioner yang dilakukan pada penelitian ini, diolah
dengan bantuan program Microsoft Excell 2007 dan program SPSS
15.0. Hasil uji validitas terhadap 60 responden, menghasilkan semua
nilai rhitung lebih besar nilai rtabel yaitu lebih besar dari 0,349. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil uji validitas terhadap 60 responden dapat
dinyatakan valid atau sah untuk dijadikan data dalam proses penelitian
berikutnya. Taraf kesalahan yang digunakan yaitu sebesar 5% (0,361).
Hasil uji validitas data kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 2.
Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi
suatu alat ukur di dalam mengukur gejala yang sama. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu
instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur
suatu objek atau responden. Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya
reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Untuk mengukur reliabilitas alat
ukur digunakan teknik Alpha cronbach sebagai berikut:
r'' = (


k
* +1
. (/)
k1
-#

Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
k

= Banyaknya butir pertanyaan

2 = Jumlah ragam butir


I2 = Jumlah ragam total

25

26

Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki


nilai Cronbachs Alpha lebih besar dari 0,05 atau tingkat kepercayaan
sebesar 95%, nilai rtabel yang diperoleh yaitu sebesar 0,349. Hasil
perhitungan 60 responden terhadap pelaksanaan GTO dihasilkan nilai
alpha sebesar 0,751 dan nilai alpha yang dihasilkan terhadap faktorfaktor produktivitas kerja sebesar 0,695. Berdasarkan hasil kuesioner
penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa
kuesioner yang telah disebarkan sudah reliable, sehingga kuesioner
dapat diandalkan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Hasil
perhitungan uji reliabilitas penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Pelaksanaan GTO dan Faktor-faktor
Produktivitas Kerja
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
,695

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
,751

N of Items
20

N of Items
15

Uji reliabilitas
Faktor-faktor produktivitas kerja

Uji reliabilitas GTO

3.5.2 Analisis Persepsi


Analisis persepsi dilakukan dengan mengelompokkan jawaban
responden masing-masing dengan kriteria skala 1 sampai 5. Cara
perhitungan skor rataan adalah sebagai berikut:
0 =

12 . 42
(5)
12

Keterangan:
X = Bobot skor rataanoti
fi = Frekuensi pada kategori ke-i
wi = Bobot untuk kategori ke-i (1 sampai dengan 5)
Hasil nilai skor rataan kemudian ditentukan skala tiap
komponen dengan menggunakan rumus rentang skala (1-5). Nilai skor
rataan yang didapat adalah sebesar 0,8. Hal ini didapatkan dari hasil
perhitungan rumus sebagai berikut:

26

27

67 =
R7 =

(81)
(9)
8
(51)
= 0,8
5

Keterangan:

Rs = Rentang skala
m = Jumlah alternatif jawaban tiap item
Nilai skor rataan yang dihasilkan dari perkalian antara bobot nilai
jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden,
kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor
rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang
skala yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Posisi Keputusan Penilaian
Skor Ratan
1,00 1,80

Keterangan
Sangat Tidak Setuju, Sangat Tidak Sering, Sangat Tidak
Sanggup, Sangat Tidak Mampu, Sangat Tidak Sesuai

1,80 2,60

Tidak Setuju, Tidak Sering, Tidak Sanggup, Tidak Mampu,


Tidak Sesuai

2,60 3,40

Cukup Setuju, Cukup Sering, Cukup Sanggup, Cukup Mampu,


Cukup Sesuai

3,40 4,20

Setuju, Sering, Sanggup, Mampu, Sesuai

Sangat Setuju, Sangat Sering, Sangat Sanggup, Sangat


Mampu, Sangat Sesuai
Sumber: Umar, 2005
4,20 5,00

Interpretasi untuk setiap posisi tersebut adalah apabila nilai skor


rataan yang dihasilkan berada pada rentang 1,0 sampai 1,8 maka
pelaksanaan

Gardu

Tol

Otomatis

(GTO)

dan

faktor-faktor

produktivitas kerja dikatakan sangat tidak baik. Nilai skor rataan yang
dihasilkan berada pada rentang 1,8 sampai 2,6 maka pelaksanaan
GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan tidak baik. Nilai
skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 2,6 sampai 3,4 maka
pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja dikatakan
cukup baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada rentang 3,4
sampai 4,2 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas
kerja dikatakan baik. Nilai skor rataan yang dihasilkan berada pada
27

28

rentang 4,2 sampai 5,0 maka pelaksanaan GTO dan faktor-faktor


produktivitas kerja dikatakan sangat baik.
3.5.3 Uji F
Uji F digunakan untuk menguji secara serentak apakah setiap
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Menurut Sugiyono (2005) rumus yang digunakan Uji F adalah:
R k
F =
$  )
$ (n k 1)
(1 R

(?)

Keterangan:
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota contoh
Taraf nyata () yang digunakan 5 %
Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor
produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan
operasional.
H1 : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor
produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan
operasional.
Pengambilan keputusan dengan Uji F dilakukan apabila suatu
faktor X akan mempengaruhi Y secara bersama-sama yang dapat
dilihat dari nilai Fhitung. Jika nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel,
maka minimal ada satu X yang mempengaruhi Y. Sedangkan jika nilai
Fhitung lebih kecil dari Ftabel, maka dipastikan tidak ada satu pun X yang
mempengaruhi Y. Keputusan diambil dengan ketentuan sebagai
berikut:
Tolak Ho : Jika nilai F hitung > nilai F tabel
Terima H1 : Jika nilai F hitung < nilai F tabel

28

29

3.5.4

Uji t
Uji t digunakan untuk menguji konstanta dari setiap variabel
independen. Hal ini berarti bahwa Uji t dapat mengetahui apakah
peubah bebas secara individu mempunyai pengaruh yang berarti
terhadap peubah respon (Sugiyono, 2005). Rumus yang digunakan
untuk mencari nilai thitung adalah:
t A-BCD

b (H)
Sb-

Keterangan:
bt = Koefisien regresi masing-masing variabel
Sbi = Simpangan baku dari bi
SIE

JK
#
L MK N ( O)
P

(Q)

Hipotesis yang digunakan adalah:


Ho : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor
produktivitas kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan
operasional.
H1 : Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan Faktor-faktor
produktivitas kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan
operasional.
Pengambilan keputusan dengan Uji t, dilakukan apabila suatu
faktor X akan mempengaruhi Y, jika nilai thitung lebih besar dari nilai
ttabel atau nilai probabilitas hitung lebih kecil dari ( = 5%). Pengaruh
disini berarti bahwa terjadi penolakan terhadap H0. Sedangkan
sebaliknya apabila nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel atau nilai
probabilitas hitung lebih besar dari ( = 5%), yang menunjukkan
faktor X tidak memiliki pengaruh terhadap faktor Y. Keputusan
hipotesis diambil dengan ketentuan sebagai berikut:
Tolak Ho : Jika nilai t hitung > nilai t tabel atau nilai P value <
Terima H1 : Jika nilai t hitung < nilai t tabel atau nilai P value >

29

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum PT Jasa Marga (Persero) Tbk


Jasa Marga berdiri dengan nama PT Jasa Marga (Indonesia Highway
Corporation) berdasarkan Akta No. 1 pada tanggal 1 Maret 1978, kemudian
berubah menjadi PT Jasa Marga (Persero) berdasarkan Akta Nomor 187
pada tanggal 19 Mei 1981 di hadapan notaris Kartini Muljadi, SH. Pendirian
Jasa Marga telah sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1969, tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang,
Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jasa Marga
(Persero) dan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1978 tentang Penyertaan
Modal Negara Republik Indonesia dalam Pendirian Perusahaan Jasa Marga
(Persero) di bidang Pengelolaan, Pemeliharaan dan Pengadaan Jaringan
Jalan Tol serta Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 90/KMK 06/1978 tanggal 27 Februari 1978 tentang Penetapan
Modal Perusahaan Perseroan PT Jasa Marga (Persero) di bidang jalan tol.
Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan berdasarkan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 27 (12 September 2007) yang dibuat di
hadapan Notaris Poerbaningsih Adi Warsito, SH oleh karena Perseroan akan
mengembangkan skala usaha melalui Penawaran Umum Perdana Saham
kepada masyarakat, sehingga nama Perseroan diubah menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Jasa Marga (Indonesia Highway Corporatama) Tbk
atau disingkat PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Pada tanggal 12 November
2007, perusahaan telah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia
untuk menjadi perusahaan terbuka, dimana pemerintah melepaskan 30%
sahamnya kepada masyarakat.
Perubahan PT Jasa Marga sebagai perusahaan terbuka diharapkan
dapat terus menjadikan perusahaan sebagai leader dalam industri jalan tol di
Indonesia. Sepanjang berdirinya hingga saat ini PT Jasa Marga (Persero)
Tbk telah memiliki sembilan cabang dan satu anak perusahaan yang telah
mengoperasikan ruas tolnya di seluruh Indonesia.
30

31

Visi PT Jasa Marga (Persero) Tbk yaitu, Menjadi perusahaan modern


dalam bidang pengembangan dan pengoperasian jalan tol, menjadi
pemimpin dalam industri jalan tol dengan mengoperasikan mayoritas jalan
tol di Indonesia, serta memiliki daya saing yang tinggi di tingkat nasional
dan regional. Sedangkan Misi perusahaan yaitu, Menambah panjang jalan
tol secara berkelanjutan, sehingga perusahaan menguasai paling sedikit 50%
panjang tol di Indonesia dan usaha terkait yang lainnya, dengan
memaksimalkan

pemanfaatan

potensi

keuangan

perusahaan

dan

meningkatkan mutu serta efisiensi jasa pelayanan jalan tol melalui


penggunaan teknologi

yang optimal dan penerapan kaidah-kaidah

manajemen perusahaan modern dengan tata kelola yang baik.


4.2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
Cabang Purbaleunyi merupakan salah satu cabang dari sembilan
cabang yang dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk, yang menghubungkan
ruas tol antara Purwakarta, Bandung dan Cileunyi. Perkembangan Cabang
Purbaleunyi diawali dengan pembangunan jalan tol Padaleunyi (PadalarangCileunyi) pada tahun 1990 yang menghubungkan Padalarang menuju
Cileunyi sepanjang 63,9 km dan dilanjutkan pembangunan tol Cipularang
(2003) yang melintasi Cikampek menuju Padalarang sepanjang 58,5 km.
Keberadaan Tol Cipularang membuat waktu tempuh perjalanan dari Jakarta
menuju Bandung ataupun sebaliknya menjadi lebih cepat, yaitu sekitar dua
jam dari waktu tempuh semula empat jam melalui Puncak atau Purwakarta.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi memiliki sembilan
Gerbang tol yaitu, (1) Sadang Jatiluhur, (2) Padalarang, (3) Pasteur,
(4) Pasir Koja, (5) Kopo, (6) M. Toha, (7) Buah Batu, (8) Cileunyi dan
(9) Baros. Kesembilan gerbang tol tersebut dioperasikan dengan sistem
transaksi tertutup, yaitu sistem transaksi pengumpul tol dimana pengguna
jalan tol diwajibkan membayar tarif tol pada gerbang tol keluar sesuai
dengan asal gerbang tol masuk dan jenis golongan kendaraan. Fasilitas
operasional yang dimiliki PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
terdiri atas tujuh simpang susun, 20 jembatan perlintasan kendaraan dan 25
jembatan penyeberangan orang.
31

32

Struktur

organisasi

merupakan

suatu

kerangka

dasar

dalam

manajemen perusahaan yang menunjukan adanya hubungan antara berbagai


perusahaan, tanggung jawab, wewenang serta tugas kepada unit-unit
organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dan
merupakan alat manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
perusahaan. Struktur organisasi pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi, merupakan cabang dengan tipe A sesuai dengan Surat
Keputusan Direksi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Nomor: 92/KPTS/2006
Tanggal 29 Juni 2006 (Gambar 2). Rincian mengenai jumlah karyawan yang
terdapat pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dapat
dilihat pada Tabel 6.
Kepala Cabang

Ka. Bag. SDM


& Umum

Ka. Bag.
Keuangan

Ka. Bag.
Pengumpul Tol

Ka. Sub.
Bag. SDM

Ka. Sub. Bag.


Anggaran

Ka. Sub. Bag.


Pengawas.
Pengendalian
& Evaluasi PT

Ka. Sub.
Bag.
Umum

Ka. Sub. Bag.


Akutansi &
Perpajakan

Ka. Sub. Bag.


Manaj. Lalin

Ka. Sub.
Bag. Kamtib

Ka. Sub.
Bag. Logistik

Ka. Bag.
Pemeliharaa

Ka. Sub. Bag.


Program
Pemeliharaan

Ka. Sub. Bag.


Pengawas,
Pengendalian
& Pemeliharaan

Ka. Sub. Bag.


Pelayanan &
Keselamatan
Lalin

Ka. Sub.
Bag. PU

Kabang Tol Kabang Kabang


Tol
Sadang &
Tol
Jatiluhur Padalarang Pasteur

Ka. Bag.
Pelayanan
Lalin &Kamtib

Kabang Kabang
Kabang
Kabang Kabang Kabang
Tol
Tol
Tol
Tol
Tol
Tol
Pasir Koja Kopo Moh. Toha Bh. Batu Cileunyi Baros

Gambar 2. Struktur Organisasi PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi

32

33

Tabel 6. Jumlah Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk


Cabang Purbaleunyi.
Karyawan Cabang Purbaleunyi

Jumlah karyawan

Kepala Cabang
1
Bagian SDM
12
Bagian Umum
9
Bagian Keuangan
13
Bagian Logistik
9
Bagian Pengumpul Tol
286
Bagian Lalin & Kamtib
127
Bagian Pemeliharaan
117
Bagian PU dan PKBL
5
Karyawan Outsourching
14
Jumlah
593
Sumber: PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi (2010)

Tugas dan wewenang jabatan fungsional dari struktur organisasi pada


PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi adalah sebagai berikut:
1. Kepala Cabang
Fungsi pokok dari Kepala Cabang yaitu melakukan kegiatan operasional
Cabang yang meliputi pengelolaan sumber daya manusia beserta sarana
pendukungnya, operasional pengumpul tol, perencanaan, pembangunan,
pelayanan serta pemeliharaan jalan tol. Kepala Cabang membawahi
beberapa bagian yaitu, Kepala Bagian SDM dan Umum, Kepala Bagian
Keuangan, Kepala Bagian Pengumpulan Tol, Kepala Bagian Pelayanan
Lalu

Lintas

dan

Keamanan

Ketertiban,

serta

Kepala

Bagian

Pemeliharaan.
2. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia dan Umum
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengelolaan SDM,
ketatausahaan, pengadaan barang atau jasa, pengembangan usaha serta
pembinaan usaha kecil dan koperasi di lingkungan Cabang. Kepala
Bagian SDM membawahi:
a. Sub Bagian Sumber Daya Manusia
Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan fungsi administrasi
kepegawaian dan pengembangan SDM serta hubungan masyarakat di
Cabang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

33

34

b. Sub Bagian Umum


Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan ketatausahaan dan
kerumahtanggaan Cabang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
c. Sub Bagian Logistik
Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan berupa pengadaan
barang atau jasa dan administrasi barang, tanah dan bangunan Cabang.
d. Sub Bagian Pengembangan Usaha
Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengembangan
usaha yang berkaitan dengan penyelenggaraan usaha jalan tol serta
pembinaan usaha kecil dan koperasi yang berlokasi disekitar Cabang.
3. Kepala Bagian Keuangan
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan dalam bidang
keuangan dan akuntansi untuk mendukung kelancaran operasional sesuai
dengan pelaksanaan, peraturan dengan tingkat kewenangan yang telah
ditetapkan. Kepala Bagian Keuangan membawahi:
a. Sub Bagian Akuntansi dan Perpajakan
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pembukuan
transaksi keuangan beserta perhitungan pajak sesuai dengan pedoman
akuntansi yang telah ditetapkan serta menyusun laporan keuangan.
b. Sub Bagian Anggaran
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan penyusunan dan
pengendalian rencana kerja dan anggaran tahunan Cabang serta
pengelolaan dana operasi atau kerja Cabang sesuai dengan pedoman
atau tata laksana dan tingkat kewenangan yang telah ditetapkan.
4. Kepala Bagian Pengumpul Tol
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengendalian
operasional pengumpulan tol sesuai prosedur operasional yang telah
ditetapkan. Kepala Bagian Pengumpul Tol membawahi:
a. Kepala Gerbang Tol
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan pengaturan dan
pengendalian operasional pengumpulan tol di gerbang sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.

34

35

Kepala Gerbang Tol membawahi Kepala Shift

Pengumpulan Tol

(KSPT). KSPT merupakan petugas shift operasi gerbang tol yang


mengatur pelayanan dan pengendalian di gerbang tol sesuai shift kerja
petugas pengumpul tol. Petugas pengumpul tol merupakan petugas
shift operasional gerbang tol yang secara langsung menangani
transaksi tol dengan pemakai jalan. Petugas pengumpul tol yang ada
pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terdiri dari
karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Minimnya petugas
pengumpul

tol,

menyebabkan

pihak

manajemen

melakukan

penambahan karyawan dengan outsourcing.


b. Sub Bagian Pengawas Pengendalian dan Evaluasi Pengumpulan Tol
Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengumpulan tol,
pemantauan dan evaluasi data hasil operasional pengumpulan tol di
gerbang-gerbang tol serta penyediaan dan pemeliharaan sarana
pengumpul tol sesuai dengan prosedur operasional yang telah
ditetapkan.
5. Kepala Bagian Pelayanan Lalu Lintas dan Keamanan Ketertiban
Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan,
pengaturan, keamanan dan ketertiban serta pengendalian lalu lintas di
seluruh wilayah operasional jalan tol, penyusunan usulan Standard
Operation Prosedur (SOP), menajemen dan rekayasa teknis lalu lintas
dalam rangka penanganan gangguan perjalanan, pengaturan lalu lintas,
pengelolaan informasi dan komunikasi dengan menggunakan sumber
daya yang ada, serta memperhatikan Standar Pelayanan Minimum (SPM)
jalan tol yang telah ditentukan. Kepala Bagian Pelayanan Lalu Lintas dan
Keamanan Ketertiban membawahi:
a. Sub Bagian Manajemen Lalu Lintas
Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan penyusunan
SOP program pengaturan lalu lintas yang meliputi keamanan lalu
lintas, sistem perambuan, sistem pelayanan lalu lintas, sistem
keamanan dan ketertiban, sistem informasi dan komunikasi, serta
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan lalu lintas dengan

35

36

melakukan analisa dan evaluasi volume lalu lintas, data kecelakaan


lalu lintas, standar kebutuhan sarana operasional pelayanan lalu lintas,
serta standar pelayanan minimal jalan tol.
b. Sub Bagian Keamanan dan Ketertiban
Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pengamanan asset
perusahaan di Cabang meliputi tanah, jalan, bangunan, dan sarana
pelengkap peralatan dan asset lainnya.
c. Sub Bagian Pelayanan dan Keselamatan Lalu Lintas
Memiliki fungsi pokok yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan,
pengaturan dan keselamatan berlalu lintas di jalan tol. Keselamatan
berlalu lintas di jalan tol meliputi penanganan gangguan, hambatan
perjalanan, kecelakaan, penderekan, serta informasi dan komunikasi
termasuk prosedur pengoperasian kendaraan patroli, kendaraan dan
peralatan rescue, kendaraan ambulans dan peralatan medis, kendaraan
derek, pengelolaan dan pengoperasian sentral komunikasi, serta sarana
peralatan pendukung lainnya.
6. Kepala Bagian Pemeliharaan
Memiliki fungsi pokok yaitu melakukan kegiatan pemeliharaan jalan tol,
bangunan dan sarana pelengkap lainnya serta elektronik dan kelistrikan
untuk mendukung operasional di Cabang.
a. Sub Bagian Program Pemeliharaan
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan inspeksi,
perencanaan, persiapan pemeliharaan prasarana operasi jalan tol dan
jalan penghubung, bagian-bagian jalan tol, perlengkapan jalan tol,
bangunan pelengkap jalan tol dan sarana penunjang pengoperasian
jalan tol.
b. Sub Bagian Pengawas Pengendalian dan Pemeliharaan
Memiliki fungsi pokok yaitu melaksanakan kegiatan evaluasi dan
menyusun Standard Operation Prosedur (SOP) pemeliharaan,
membuat laporan triwulan, semesteran, dan tahunan seluruh aktivitas
pemeliharaan serta pengendalian pelaksanaan pemeliharaan prasarana
operasional jalan tol.

36

37

4.3. Gugus Kendali Mutu Pasteur


Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur merupakan kelompok kerja yang
berada pada sub unit operasional pengumpul tol di Gerbang tol Pasteur pada
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Pembentukan GKM
Pasteur dilakukan pada tanggal 10 Juni 2005 yang terdiri dari enam anggota
kelompok yaitu fasilitator (Kepala Gerbang Tol Pasteur), ketua (Kepala
Shift Pengumpul Tol 1), sekretaris (Kepala Shift Pengumpul Tol 2) dan tiga
orang anggota GKM yang merupakan Petugas Pengumpul Tol. Keberadaan
kelompok Gugus Kendali Mutu pada Cabang Purbaleunyi terdapat di setiap
unit Gerbang Tol. Hal ini dilakukan, dalam rangka menerapkan sistem mutu
yang sesuai dengan standar ISO 9001:2000 dalam setiap proses kegiatan
manajemen maupun kegiatan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk
Cabang Purbaleunyi. Upaya untuk mendukung komitmen tersebut, maka PT
Jasa Marga (Persero) Tbk menetapkan kebijakan mutu sebagai berikut:
1. Mengusahakan jasa pelayanan yang bermutu tinggi untuk memenuhi
kelancaran, keamanan dan kenyamanan pelanggan.
2. Mendorong seluruh karyawan untuk selalu meningkatkan keterampilan
dan keahlian, selalu bertanggung jawab dan tertib dalam menjalankan
tugas melayani pelanggan.
3. Menyempurnakan sistem dan lingkungan kerja yang kondusif secara
terus menerus ke arah yang telah efektif dan efisien untuk mendukung
tercapainya mutu pelayanan.
Pembentukan

GKM

Pasteur dilakukan

sebagai

upaya

untuk

meningkatkan pelayanan gerbang tol sesuai dengan Sasaran mutu yang telah
ditetapkan sekaligus menjadi tolok ukur untuk menciptakan kondisi lancar,
aman dan nyaman. Pelayanan transaksi di gerbang tol menjadi jasa utama
jalan tol yang perlu diperhatikan untuk memenuhi keinginan pengguna jalan
tol akan pelayanan yang prima, selain pelayanan konstruksi dan pelayanan
informasi. Pelayanan konstruksi meliputi konstruksi jalan dan kelengkapan
jalan yang di awasi oleh bagian Pemeliharaan dan Pelayanan Lalu Lintas,
sedangkan pelayanan informasi meliputi sentral komunikasi dan pelayanan
informasi terhadap para pengguna jalan baik berupa keluhan maupun
37

38

informasi. Aksesibilitas pengaturan pelaksanaan transaksi jalan tol harus


dicapai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dilakukan PT
Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Aksesibilitas Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Aksesibilitas
Strategi

Tolak Ukur

Penanggung Jawab

Waktu Transaksi
a. Gardu Masuk (100 %)
b. Gardu Keluar (100 %)

7 detik/kendaraan
11 detik/kendaraan

Kapasitas Pelayanan
a. Gardu Masuk (100 %)
b. Gardu Keluar (100 %)

500 kendaraan/jam
300 kendaraan/jam

KBT/KSPT

100 meter/30 detik


100 meter/60 detik

KBT/KSPT

Antrian Per jam


a. Gardu Masuk (100 %)
b. Gardu Keluar (100 %)
Sumber: GKM Pasteur (2008)

KepalaGerbang Tol /
Kepala Shift Pengumpul Tol

Proses pekerjaan pengumpul tol di gardu, yaitu:


2. Gardu masuk: pengumpul tol mengoperasikan gardu, pengumpul tol
melakukan transaksi menyerahkan KTM, pelanggan mengambil KTM
dan pelanggan meninggalkan area transaksi dengan puas.
3. Gardu keluar: pengumpul tol mengoperasikan gardu, pelanggan
menyerahkan Kartu Tanda Masuk (KTM) dan uang pembayaran,
pengumpul tol melakukan transaksi dengan menerima KTM dan uang
pembayaran, tanda terima transaksi yang diserahkan ke pelanggan dan
pelanggan meninggalkan area transaksi dengan puas.
4.3.1 Proses Kegiatan Kerja GKM Pasteur
Proses kegiatan GKM Pasteur dalam merespon keluhan pengguna
jalan tol mengenai antrian panjang kendaraan pada saat menuju Gerbang
Tol Pasteur untuk bertransaksi, mulai dilakukan pada bulan September
2007 sampai dengan April 2008. Gerbang Tol Pasteur merupakan
gerbang tol yang paling padat dilalui oleh kendaraan, khususnya pada
saat menjelang hari libur. Para anggota GKM Pasteur berkumpul untuk
membahas dan mengidentifikasi masalah keluhan pengguna jalan dan
selanjutnya mencari solusi terbaik.

38

39

Lama pertemuan yang dilakukan oleh Gugus yaitu tiga hingga


lima jam dalam seminggu dan total pertemuan sebanyak 26 pertemuan
atau persentase tingkat kehadiran Gugus sebesar 96%. Berdasarkan data
Corective and Preventive Action Request (CPAR) yang didapatkan dari
Manajemen Representatif (MR) diperoleh tiga kali keluhan masalah
antrian dari pengguna jalan tol. Data CPAR merupakan data permohonan
tindakan dan pencegahan yang dilakukan pada unit kerja dari Manajemen
Representatif. Manajemen Representatif kemudian menginstruksikan
kepada unit penanggung jawab yaitu Gugus Kendali Mutu Pasteur untuk
menganalisa masalah dan menindak lanjuti masalah dengan batas waktu
penyelesaian tertentu.
Langkah selanjutnya GKM Pasteur melakukan observasi dan rekap
data (rekaman data transaksi dan data lalu lintas per jam) mengenai
masalah antrian yang dikeluhkan oleh pelanggan di Gerbang Tol Pasteur.
Tahapan penyelesaian masalah yang dilakukan Gugus Kendali Mutu
Pasteur melalui pendekatan PDCA, yaitu:
1. P (Plan) yaitu langkah awal pelaksanaan pengendalian mutu dengan
membuat perencanaan atau alur proses, merumuskan prosedur dan
membuat ketentuan yang akan dibutuhkan. Langkah Gugus Kendali
Mutu Pasteur pada pendekatan ini, yaitu dengan cara menentukan
tema dan judul, menganalisa penyebab, menguji serta menentukan
penyebab dominan.
2. D (Do) yaitu langkah kedua untuk melakukan kegiatan pemeriksaan
terhadap rincian prosedur agar dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Langkah GKM Pasteur pada pendekatan ini,
yaitu dengan membuat perencanaan dan melakukan perbaikan.
3. C (Check) yaitu langkah untuk memeriksa hasil kegiatan Gugus
secara berkesinambungan terhadap penerapan dan prosedur yang
sudah dilaksanakan. Langkah Gugus Kendali Mutu Pasteur pada
pendekatan ini dengan cara meneliti hasil, apakah hasil tersebut perlu
diperbaiki atau dapat dilanjutkan.

39

40

4. A (Action) yaitu langkah perbaikan terhadap hasil kegiatan Gugus


untuk segera dapat diimplementasikan. Langkah Gugus Kendali Mutu
Pasteur pada pendekatan ini dengan membuat standar baru dan
mengumpulkan data baru serta menentukan rencana selanjutnya.
4.3.2 Pendekatan PDCA untuk Menghasilkan Gardu Tol Otomatis
Upaya yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur untuk
mencari solusi peningkatan pelayanan gerbang tol yang sesuai dengan
Sasaran mutu dilakukan melalui pendekatan konsep PDCA (Plan, Do,
Check, Action). Pendekatan PDCA dipilih serta dijadikan konsep dasar
bagi Gugus Kendali Mutu Pasteur untuk melakukan perbaikan masalah
yang terjadi dan mencari solusi yang terbaik untuk peningkatan mutu.
Berikut langkah-langkah yang dilakukan Gugus Kendali Mutu (GKM)
Pasteur dalam menghasilkan Gardu Tol Otomatis (GTO), dengan
pendekatan konsep PDCA yaitu:
1. Menentukan tema dan judul
Penentuan tema merupakan langkah awal Gugus Kendali Mutu
(GKM) Pasteur untuk menentukan pokok masalah. Sebelum
menentukan pokok masalah, dibutuhkan data survey keluhan pemakai
jalan serta data frekuensi antrian pada gardu tol. Untuk mendapatkan
data survey mengenai keluhan pemakai jalan, Gugus melakukan
survey kepada pengguna jalan tol di rest area Gerbang tol Pasteur.
Data hasil survey yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur (Tabel
8), terlihat sebanyak 46 persen dari 65 responden merasa tidak puas
terhadap antrian panjang di Gerbang tol Pasteur. Sedangkan data
frekuensi antrian pada gardu masuk diperoleh Gugus Kendali Mutu
Pasteur dengan observasi langsung terhadap antrian kendaraan yang
dihitung dari batas patok melebihi batas antrian 100 meter selama 30
menit.

Selanjutnya

Gugus

Kendali

Mutu

(GKM)

Pasteur

menyimpulkan dan memilih tema yaitu Mengurangi keluhan


pelanggan tentang antrian yang panjang di Gerbang tol Pasteur
terutama pada saat hari libur atau akhir pekan, yang dimulai pada
pukul 13.00-19.00 WIB (Gambar 3).

40

41

Gambar 3. Runchart Antrian Lalu Lintas Hasil GKM Pasteur

Tabel 8. Hasil Survey Keluhan Pemakai Jalan Tol


No.

Permasalahan
(Hasil Survey GKM PASTEUR)

Jumlah Responden

Presentase

1
2
3
4

Antrian panjang di gerbang tol


Pelayanan gerbang tol kurang baik
Sikap petugas kurang simpatik
Lain-lain

30
16
15
4

46 %
25 %
23 %
6%

65

100 %

Jumlah
Sumber: GKM Pasteur (2007)

Judul yang ditentukan oleh Gugus Kendali Mutu Pasteur yaitu


Optimalisasi kinerja gardu operasional Gerbang tol Pasteur minimum
175% selama 21 minggu, artinya Gugus mengharapkan waktu
transaksi gardu masuk tidak melebihi 4 detik dari waktu SPM (Standar

Pelayanan Minimum), sehingga kinerja gardu masuk diharapkan


175% (7/4 gardu masuk dikalikan 100%). Penentuan judul tersebut
merupakan upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur dalam
meningkatkan produktivitas gardu masuk tanpa mengurangi kinerja
gardu keluar, tanpa
tanpa menambah mesin (peralatan), tanpa mengubah
material transaksi (kartu transaksi) dan juga tanpa penambahan jumlah
petugas tol (pultol).

41

42

Karakteristik gardu pada Gerbang tol Pasteur yaitu jumlah gardu


keluar lebih banyak dari gardu masuk pada setiap harinya, yaitu 6
gardu keluar dan 3 gardu masuk. Hal tersebut merupakan instruksi
Kepala Gerbang Tol Pasteur, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 9. Jadwal petugas pengumpul tol terbagi menjadi tiga shift yaitu
Shift 1 (jam kerja operasional yaitu 06.00-14.00), Shift 2 (14.0022.00) dan Shift 3 (22.00-06.00).
Tabel 9. Perbandingan Rata-rata Kendaraan Gardu Masuk dan
Keluar pada Shift 1
September
2007

Gardu
Masuk
(kendaraan)

17
3.011
18
3.525
19
3.308
20
2.113
21
3.354
22
3.509
23
3.568
Sumber: GKM Pasteur (2007)

Gardu
Keluar

September
2007

Gardu
Masuk
(kendaraan)

Gardu
Keluar

1.525
1.797
1.832
1873
1.891
1.874
1.940

24
25
26
27
28
29
30

1.652
3.032
2.903
2.867
3.053
2.811
2.697

853
1.664
1.531
1.475
1.587
1.546
1.990

2. Analisa penyebab
Analisa penyebab dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur
dengan cara mengeluarkan ide pikiran mereka (brainstorming) untuk
mencari penyebab dari kinerja gardu operasional yang belum optimal.
Hasil brainstorming tersebut berhasil diinventarisasi oleh GKM
Pasteur sebanyak 19 penyebab dan dipilih empat penyebab paling
dominan dari belum optimalnya gardu operasional dengan cara
membuat diagram sebab-akibat (Relation Diagram). Gambaran
mengenai diagram sebab akibat yang dilakukan oleh GKM Pasteur
dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut empat penyebab dominan
gardu operasional belum optimal yaitu;
a. Kartu Tanda Masuk Elektronik tersangkut pada Contacless
Smartcard Dispenser. KTME merupakan alat tanda bukti masuk
jalan tol pada sistem tertutup yang menunjukkan identitas jenis
kendaraan dan asal gerbang tol yang merupakan informasi dalam
penentuan tarif pada saat di gardu keluar.

42

43

b. Contacless Smartcard Dispenser rusak. CSD merupakan alat untuk


menulis golongan, gerbang asal kendaraan di gardu masuk.
c. Keterbatasan jumlah gardu.
d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru.
3. Uji hipotesa dan Menetapkan penyebab dominan
Uji hipotesa dilakukan GKM Pasteur terhadap keempat faktor
penyebab dominan dari kinerja gardu operasional yang belum optimal,
sehingga mengakibatkan antrian panjang (Tabel 10). Berdasarkan
hasil uji hipotesa yang dilakukan Gugus, terlihat bahwa keempat
penyebab dominan tersebut memiliki koefisien korelasi yang
dominan, sehingga Gugus menetapkan untuk melakukan perbaikan.
Hasil uji hipotesa disimpulkan bahwa:
a. Semakin banyak jumlah KTME yang tidak keluar, maka semakin
lama waktu bertransaksi yang dibutuhkan dengan korelasi positif
sebesar r = 0,87.
b. Semakin lama pengumpul tol memperbaiki card reader akibat CSD
rusak, maka akan semakin lama waktu transaksi yang dibutuhkan
untuk menunggu perbaikan, dengan korelasi positif (r = 0,88).
c. Semakin sedikit jumlah gardu yang dioperasikan akibat jumlah
gardu yang terbatas, maka akan semakin sedikit jumlah kendaraan
yang dilayani dengan korelasi positif sebesar r = 0,86
d. Semakin sedikit jumlah gardu operasional akibat tidak adanya
kebijakan membangun gardu baru, maka semakin besar terjadinya
frekuensi antrian dengan korelasi negatif sebesar r = 0,82.
Tabel 10. Koefisien Korelasi Penyebab Dominan
No.
1
2
3
4

Koefisien
korelasi
r.1

Penyebab Dominan
CSD rusak
KTME tersangkut pada
CSD
Keterbatasan jumlah
gardu
Tidak ada kebijakan
membangun gardu baru
Jumlah

Sumber: GKM Pasteur (2007)

43

Nilai r

Persentase Derajat

0,880

26%

92

r.2

0,870

25%

91

r.3

0,860

25%

90

r.4

0,820

24%

86

3,43

100%

360

44

4. Membuat rencana dan Melaksanakan perbaikan


Rencana perbaikan yang dilakukan oleh GKM Pasteur yaitu
dengan analisis penyebab dominan dari kinerja gardu operasional
yang belum optimal melalui pendekatan 5W+H questions yaitu why,
what, where, when, who dan how (Lampiran 4). Langkah selanjutnya
setelah membuat rencana, Gugus melaksanakan rencana perbaikan
tersebut dan melakukan monitoring hasil uji coba.
5. Meneliti hasil
Pada langkah ini GKM Pasteur meneliti hasil perbaikan yang
telah dilakukan dengan cara membandingan keempat penyebab
dominan tersebut dan menganalisa peningkatan produktivitas hasil
transaksi yang dibandingkan terhadap tema yang sudah ditentukan,
yaitu Mengurangi keluhan pelanggan tentang antrian di Gerbang tol
Pasteur terutama pada saat hari libur atau akhir pekan. Berdasarkan
hasil analisa yang dilakukan Gugus Kendali Mutu Pasteur dengan
membandingkan sebelum dan sesudah perbaikan keempat faktor
penyebab dominan (Tabel 11), maka disimpulkan sebagai berikut:
a. Sesudah perbaikan, Kartu Tanda Masuk Elektronik yang tersangkut
pada Contacless Smartcard Dispenser (CSD) akibat tidak adanya
penyortiran khusus dapat berkurang hingga 92,3%.
b. Sesudah perbaikan, CSD yang sering rusak akibat sinar matahari,
sudah tidak terjadi lagi dengan keberhasilan 100%.
c. Sesudah perbaikan, penyebab tidak ada kebijakan membangun
gardu baru menjadikan Gugus berhasil menambah jumlah gardu
tanpa penambahan petugas yang semula 3 gardu menjadi 5 gardu
operasional (2 gardu berpetugas dan 3 gardu tanpa petugas). Hal ini
berarti, pencapaian hingga 166,7% telah dilakukan Gugus untuk
penambahan jumlah gardu.
d. Sesudah perbaikan, keterbatasan jumlah gardu keluar dapat
bertambah menjadi 8 gardu yang beroperasi dengan pencapaian
Gugus sebesar 133,3% .

44

45

Tabel 11. Perbandingan Faktor Penyebab Kinerja Gardu


No.

Perbandingan Penyebab

Frekuensi Perbaikan

Pencapaian

Sebelum

Sesudah

KTME tersangkut pada CSD

39

92,3 %

CSD rusak

52

100 %

Keterbatasan Jumlah gardu

133,3 %

166,7 %

Tidak ada kebijakan


membangun gardu baru
Sumber: GKM Pasteur (2007)
4

Hasil analisa Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur terhadap


gardu yang sudah dimodifikasi pada Gerbang tol Pasteur, terlihat
produktifitas hasil transaksi gardu sesudah perbaikan menunjukkan
bahwa tingkat produktifitas gardu GTO mampu mempercepat
transaksi dari waktu Standar Pelayanan Minimum (SPM) selama 7
detik, menjadi rata-rata 3 atau tingkat keberhasilan mencapai 230%.
Perbandingan antrian sebelum dan sesudah perbaikan yang
dijadikan tema Gugus untuk mengurangi keluhan pelanggan tentang
antrian yang panjang di Gerbang tol Pasteur terutama pada saat hari
libur atau akhir pekan, dapat berhasil berkurang dengan tingkat
pencapaian 85%. Dampak positif dari keberadaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh GKM Pasteur
adalah:
1. Nilai tambah yang diperoleh akibat optimalisasi gardu yaitu
efisiensi biaya untuk sumber daya manusia atau tidak ada
penambahan petugas.
2. Mengurangi biaya untuk petugas karyawan kontrak waktu terbatas.
3. Meringankan pekerjaan, meskipun saat lalu lintas padat.
4. Memperbaiki mutu kesehatan kerja petugas.
5. Mampu memberikan pelayanan yang optimal selama 24 jam.
6. Petugas dapat beristirahat dalam kondisi gardu tetap terbuka.
6. Membuat standar baru
Pengujian melalui standar prosedur operasional, standar hasil
serta melakukan penggantian nama GTO merupakan langkah yang
dilakukan GKM Pasteur untuk membuat standar baru.

45

46

Pengujian dengan standar prosedur operasional meliputi standar


prosedur distribusi dan penyortiran Kartu Tanda Masuk Elektronik
(KTME), standar prosedur transaksi di gardu keluar dengan sistem
gardu tandem dan standar prosedur pelayanan transaksi kendaraan di
Gardu Tol Otomatis (GTO) yang diperuntukan untuk kendaraan
umum ataupun karyawan yang memiliki Bagde atau kartu Dinas untuk
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Gardu tandem
merupakan gardu yang berdiri sejajar atau berurutan kebelakang
dengan jumlah gardu satu atau lebih yang digunakan untuk melakukan
transaksi tol (Gambar 4). Setelah Gugus membuat standar prosedur
operasional maka langkah selanjutnya adalah membuat standar hasil
baru yang meliputi:
a. Tidak ada KTME dalam kondisi repair atau reject pada magazine.
Magazine atau stecker merupakan tempat penyimpanan KTME
pada gardu masuk maupun gardu keluar.
b. Transaksi di gardu GTO adalah 3 detik pada kondisi lancar.
c. Kondisi gardu operasional pada kondisi normal yaitu gardu masuk
terdiri dari 2 Gardu Berpetugas Transaksi (GPT) dan 3 gardu GTO,
sedangkan gardu keluar yang beroperasi sebanyak 6 gardu.
d. Kondisi operasional pada kondisi lalu lintas padat yaitu gardu
masuk terdiri dari 2 Gardu Berpetugas Transaksi (GPT) dan 3
gardu operasi GTO, sedangkan gardu keluar terdiri dari 7 gardu
utama dan 2 gardu tandem

Gambar 4. Peralatan pada Gardu Transaksi, Gardu Tandem,


Gardu Tol Otomatis
46

47

Hasil pengujian yang telah dilakukan Gugus maka sesuai


dengan fungsi dan cara kerja gardu yang bekerja secara otomatis.
Untuk lebih jelasnya perbandingan gardu masuk sebelum dan sesudah
perbaikan dapat di lihat pada Lampiran 5. Gugus Kendali Mutu
Pasteur menarik kesimpulan bahwa kepanjangan dari GTO yang
sebelumnya adalah Gardu Tanpa Orang, kemudian berubah menjadi
Gardu Tol Otomatis (GTO). Perubahan nama tersebut kemudian
disetujui oleh Kepala Cabang PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi, dan menginstruksikan untuk menerapkan Gardu Tol
Otomatis pada gerbang tol lainnya yaitu Gerbang Tol Baros, Cileunyi,
Pasir Koja dan Padalarang Timur.
7. Mengumpulkan data baru dan Menentukan rencana selanjutnya
Pada langkah ini Gugus mengukur frekuensi persoalan dari
kesalahan pelaporan dan kerusakan alat transaksi, mengukur biaya
terhadap persoalan, mengukur waktu yang digunakan terhadap
persoalan, mengukur kerugian pelanggan terhadap persoalan. Hasil
penelitian GKM Pasteur tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.
Kesalahan pelaporan memiliki frekuensi lebih besar dibandingkan
kerusakan

alat

yaitu

sebanyak

72

kali

kejadian,

sehingga

menyebabkan kerugian biaya bagi perusahaan sebesar Rp 864.000.


Sedangkan kerusakan alat transaksi menimbulkan kerugian waktu
transaksi sebesar 720 menit dan mengakibatkan kerugian terhadap
pelanggan karena adanya waktu tunggu transaksi. Rencana GKM
Pasteur selanjutnya adalah mengurangi kerusakan alat transaksi.
Tabel 12. Pengaruh Kesalahan Pelaporan dan Kerusakan Alat
No.

Kerugian

Frekuensi persoalan

Biaya yang timbul (Rupiah)

Waktu bagi Gerbang Tol


Pasteur (menit)

Waktu bagi pelanggan (menit)

Sumber: GKM Pasteur (2008)

47

Kesalahan
Pelaporan

Kerusakan
Alat

Jumlah

72

60

132

864.000

420.000

1.284.000

504

720

1.224

720

720

48

4.4. Karakteristik Karyawan Operasional


Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 60 orang
responden yang merupakan karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero)
Tbk Cabang Purbaleunyi. Karakteristik karyawan dilihat berdasarkan jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status kepegawaian dan masa
kerja karyawan. Karakteristik karyawan operasional secara rinci dijabarkan
pada Tabel 13.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi pada dasarnya tidak
membatasi gender dalam mempekerjakan karyawan, namun untuk pekerjaan
operasional khususnya pelaksana lapangan, perusahaan lebih banyak
mempekerjakan karyawan berjenis kelamin laki-laki. Hal ini karena,
karyawan yang berjenis kelamin laki-laki dinilai lebih mampu bekerja pada
bagian operasional yang bersifat teknis di lapangan, sedangkan penempatan
karyawan yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak pada bagian
administrasi. Komposisi karyawan operasional menurut jenis kelamin
didominasi oleh karyawan laki-laki sebanyak 50 karyawan (83%) dan
karyawan perempuan sebanyak 10 karyawan (17%).
Tabel 13. Karakteristik Karyawan Operasional
Karakteristik Karyawan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Laki-laki

50

83

Perempuan

10

17

30 Tahun

10

17

31-45 Tahun

37

61

46 Tahun

13

22

SLTA

32

53

Pendidikan

D3

20

33

Terakhir

S1

12

S2

2 Tahun

3-5 Tahun

12

6-10 Tahun

12

20

11 Tahun

40

66

Jenis Kelamin

Usia

Masa Kerja

48

49

Produktivitas karyawan dapat ditentukan berdasarkan tingkat usia,


karena usia mempengaruhi kemampuan karyawan dalam menyerap
pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Secara
umum, rentang usia 25-55 tahun merupakan masa produktif bekerja untuk
berkerja dan berkarya. Usia yang ditetapkan pada karyawan operasional
Cabang Purbaleunyi berkisar antara 18-56 tahun. Kelompok usia karyawan
operasional dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
sebanyak 10 karyawan (17%) berusia 30 tahun, 37 karyawan (61%)
berusia 31-45 tahun dan 13 karyawan (22%) berusia 46 tahun. Jumlah
karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi didominasi pada kelompok usia 31-45 tahun, karena karyawan
operasional telah merasakan kenyamanan dalam bekerja sehingga mereka
lebih memilih situasi yang tidak beresiko seperti mencari pekerjaan atau
memilih usaha baru lainnya.
Pendidikan terakhir karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero)
Tbk Cabang Purbaleunyi terbagi menjadi empat kelompok yaitu sebesar
53% atau 32 karyawan berpendidikan SLTA, 33% (20 karyawan) tingkat
pendidikan jenjang Diploma (D3), 12% (7 karyawan) tingkat pendidikan
sarjana (S1) dan 2% (1 karyawan) dengan tingkat pendidikan pasca sarjana
(S2). Berdasarkan Tabel 13, tingkat pendidikan terakhir karyawan
operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi didominasi
oleh karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA. Hal ini disebabkan pada
tahun 80-an merupakan awal berdirinya PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang
mensyaratkan penerimaan karyawan baru di bagian operasional minimal
setingkat SLTA, namun bukan berarti mereka yang berpendidikan SLTA
tidak mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Sebagai asset yang
berharga, perusahaan memberdayakan karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka diberbagai bidang
sebagai upaya mempersiapkan berbagai tantangan yang ada di industri jalan
tol. Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan jenis program (organisasi dan perusahaan,
keterampilan teknis dan pendukung, kepemimpinan dan manajemen,

49

50

pengembangan pribadi). Pada dasarnya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk lebih


menitikberatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
karyawan yang sudah ada daripada harus merekrut karyawan baru, dengan
memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kinerja mereka. Awal tahun
2000, penerimaan karyawan baru untuk posisi operasional minimal D3 atau
S1, kondisi ini diharapkan perusahaan dapat menghasilkan tenaga kerja
yang lebih produktif dan kreatif untuk membangun perusahaan.
Masa kerja karyawan menggambarkan bagaimana tolak ukur
karyawan dalam memahami keberadaan perusahaan tempat mereka bekerja.
Karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
sebagian besar mereka telah bekerja diatas 11 tahun. Hal ini berarti sebagian
karyawan telah memiliki pengalaman kerja yang lama dan terbiasa
melakukan pekerjaannya, sehingga jumlah kesalahan yang dilakukan relatif
kecil. Faktor kenyamanan yaitu kesejahteraan karyawan dan lingkungan
kerja yang kondusif menjadi alasan utama karyawan operasional mampu
bertahan untuk bekerja selama 11 tahun. Bagi seluruh karyawan tetap,
program kesejahteraan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sudah memenuhi
standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Program kesejahteraan tersebut
meliputi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), fasilitas kesehatan,
program pensiun, tunjangan pajak, Tunjangan Hari Raya (THR)
Keagamaan, tunjangan cuti, jaminan asuransi kecelakaan tinggi (khusus
Petugas Operasional), santunan kematian, seragam dinas, fasilitas pinjaman,
pendidikan, perumahan atau kendaraan, mobil dinas, pelatihan dan
pengembangan, pencegahan polusi kerja (khusus petugas pengumpul tol),
jasa produksi sesuai kinerja pegawai serta fasilitas olah raga, kesenian,
keagamaan dan rekreasi. Pengadaan program pensiun bagi karyawan tetap
yang dikelola oleh Dana Pensiun Jasa Marga diatur dalam keputusan
Direksi No. 76 KPTS/2004 tentang Regulasi dan Pensiun Perseroan. Syarat
usia pensiun karyawan adalah 56 tahun, dengan pengecualian usia 45 tahun
untuk program pensiun yang dipercepat. Jumlah manfaat pensiun yang
diterima dihitung berdasarkan penghasilan dasar pensiun dan masa bakti
karyawan selama bekerja.

50

51

4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional pada PT Jasa Marga


(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi
Pemanfaatan teknologi yang optimal melalui Gardu Tol Otomatis
(GTO) merupakan salah satu wujud peningkatan kualitas dan efisiensi jasa
pelayanan yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi. Pemanfaatan teknologi yang optimal dengan dukungan
pemberdayaan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas kerja karyawan yang pada akhirnya memberikan value added
bagi perusahaan serta menghapus persepsi yang mengatakan bahwa
pemanfaatan teknologi dapat mengabaikan nilai kemanusiaan bagi
karyawan. Analisis persepsi dilakukan untuk mengetahui penaksiran atau
penentuan nilai, kualitas, atau status karyawan operasional yang operasional
yang berhubungan dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan
faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi. Para karyawan operasional sebelumnya
diberikan kuesioner yang berisi beberapa pernyataan mengenai GTO dan
faktor-faktor produktivitas kerja karyawan.
4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Pelaksanaan GTO
Persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk
Cabang Purbaleunyi terhadap pengaruh pelaksanaan Gardu Tol
Otomatis (GTO), dilakukan untuk mengetahui bagaimana penilaian
karyawan terhadap pelaksanaan kinerja gardu operasional sebelum
pelaksanaan GTO yang berkaitan dengan kelancaran arus lalu lintas
kendaraan pada saat bertransaksi di gerbang tol. Hasil persepsi
karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dapat dilihat pada
Tabel 14.
a. KTME tersangkut pada CSD
Persepsi karyawan operasional terhadap Kartu Tanda Masuk
Elektronik yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser
dapat dilihat pada Tabel 15. Menurut karyawan operasional,
penutupan gardu pernah dilakukan sebelum pelaksanaan GTO,
akibat KTME yang tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,52).
51

52

Tabel 14. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk


Cabang Purbaleunyi terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
Pernyataan

STS = 1

a. KTME tersangkut CSD

n %

b. Kerusakan CSD

Penutupan gardu pernah


dilakukan karena GTO
mengalami gangguan

SS = 5

30

50,0

28

46,67

333

Skor
Rataan Keterangan

3,52

Setuju

3,18

Cukup
Setuju

6,66

41

68,34

15

25,0

Automatic Line Banner (ALB)


akan selalu terbuka secara
otomatis bersamaan dengan
KTME yang diambil oleh
pemakai jalan tol

1,67

11

18,34

46

76,66

3,33

3,08

Setuju

16,67 32

53,33

17

28,33

1,67

3,14

Cukup
Setuju

15

25,0

36

60,0

15,0

3,90

Setuju

10

Pelaksanaan GTO dapat dengan


mudah digunakan pemakai
jalan tol
Contacless Smart Dispenser
(CSD) sering mengalami
gangguan

1,67

42

70,0

17

28,33

3,26

Cukup
Setuju

Badge Dinas selalu terbaca


dengan baik oleh Contact
Smartcard Terminal (CST)

1,67

21

35,0

38

63,33

3,61

Setuju

27

45,0

30

50,0

3,60

Setuju

46,67 24

40,0

13,33

2,66

Cukup
Setuju

19

31,67

33

55,0

13,33

3,81

Setuju

Keberadaan GTO mengurangi


antrian lalu lintas pada gardu
masuk
c. Keterbatasan jumlah gardu

S=4

Kartu Tanda Masuk Elektronik


(KTME) masih sering
tersangkut pada CSD

GTO telah berfungsi dengan


baik, tanpa perlu diawasi

d. Tidak ada kebijakan


membangun gardu

Skor Nilai
CS = 3

TS = 2

Keberadaan GTO mengurangi


antrian lalu lintas pada gardu
keluar

28

Keberadaan GTO membantu


mengurangi keluhan pemakai
jalan tol mengenai pelayanan
bertransaksi
Keberadaan GTO menjadi
solusi keterbatasan jumlah
gardu
Keberadaan GTO menjadi
solusi keterbatasan petugas
pengumpul tol
Pelaksanaan GTO perlu
diterapkan juga pada gardu
keluar

5,0

15,0

21

35,0

26

43,34

6,66

3,41

Setuju

1,67

16

26,66

37

61,67

10,0

3,79

Setuju

3,33

31

51,67

25

41,67

3,33

3,43

Sangat
Setuju

11,67

46

76,66

11,67

3,99

Setuju

8,33

31

51,67

24

40,0

4,31

Sangat
Setuju

31

51,67

25

41,67

3,33

3,43

Sangat
Setuju

3,65

Setuju

Pembangunan GTO baru selain


untuk golongan kendaraan I
GTO masih dapat dimodifikasi
kembali agar lebih modern
Pelaksanaan GTO perlu
diterapkan juga pada gardu
keluar

3,33

Jumlah Skor Rataan

52

53

Tabel 15. Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME


Tersangkut CSD

a. KTME tersangkut
pada CSD

Faktor

Skor Rataan Keterangan

Penutupan gardu pernah dilakukan karena


GTO mengalami gangguan
Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME)
masih sering tersangkut pada CSD
Automatic Line Banner (ALB) akan selalu
terbuka secara otomatis bersamaan dengan
KTME yang diambil oleh pemakai jalan
tol
Jumlah

3,52

Setuju

3,18

Cukup
Sering

3,80

Setuju

3,50

Setuju

CSD merupakan alat untuk menulis golongan dan gerbang asal


kendaraan pada gardu masuk. Artinya, sebelum pelaksanaan GTO,
penutupan gardu pernah dilakukan pada saat volume kendaraan
sedang padat yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu.
Menurut karyawan operasional, KTME masih cukup sering
tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,18). Artinya sebelum
pelaksanaan GTO, KTME cukup sering tersangkut pada CSD, akibat
kondisi KTME yang sudah rusak namun masih tetap digunakan. Hal
ini terjadi karena tidak adanya prosedur pemeriksaan secara khusus.
Upaya yang dilakukan Gugus untuk mengatasi masalah
tersebut, maka dilakukan sistem penyortiran dan distribusi Kartu
Tanda Masuk Elektronik (KTME) serta melakukan perawatan dan
pemeriksaan KTME secara rutin oleh petugas pengumpul tol. Sistem
penyortiran KTME terdiri kedalam tiga kategori yaitu ready, repair
dan reject. Ciri kategori KTME Ready yaitu kartu dalam kondisi
fisik tidak terkelupas, tidak sobek, kartu tidak patah, permukaannya
rata, tidak ada kotoran yang menempel dan nomer serial lengkap.
Ciri kategori KTME Repair yaitu kartu dalam kondisi kotor,
terkelupas, nomer seri tidak lengkap dan gambar cover kartu yang
tidak jelas dan perlu diperbaiki. Ciri kategori Reject yaitu kartu tidak
dapat terbaca oleh Contactless Smartcard Dispenser (CSD),
permukaan kartu tidak rata dan kartu patah. Untuk lebih jelasnya,
gambaran KTME, CSD dan ALB dapat dilihat pada Gambar 5.

53

54

Gambar 5. Contactless Smartcard Dispenser, Kartu Tanda Masuk


Elektronik, Automatic Line Banner
Persepsi karyawan operasional dengan skor rataan sebesar
3,80 menyatakan bahwa Automatic Line Banner (ALB) akan selalu
terbuka secara otomatis bersamaan dengan Kartu Tanda Masuk
Elektronik yang diambil oleh pemakai jalan tol. Artinya, apabila
KTME mengalami gangguan secara otomatis ALB tidak dapat
membuka sendiri, sehingga hal ini yang mengakibatkan antrian
panjang kendaraan pada gardu. ALB merupakan alat yang berfungsi
untuk membuka lajur ketika transaksi pada gardu masuk dimulai dan
menutup lajur saat kendaraan melewatinya. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa, keberadaan Gardu Tol Otomatis menurut
karyawan operasional telah membantu mengatasi masalah antrian
kendaraan di gardu, akibat Kartu Tanda Masuk Elektronik sering
yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser (CSD)
dengan jumlah skor rataan sebesar 3,50.
b. CSD rusak
Persepsi karyawan operasional terhadap kerusakan pada CSD
dapat dilihat pada Tabel 16. Menurut karyawan operasional, Gardu
Tol Otomatis (GTO) sudah cukup berfungsi dengan baik tanpa perlu
diawasi (skor rataan sebesar 3,24). Artinya, karyawan operasional
menilai pengawasan terhadap GTO masih perlu dilakukan, meskipun
sesuai dengan fungsi GTO yang bekerja secara otomatis tanpa perlu
diawasi oleh petugas pengumpul tol. Pengawasan dilakukan, untuk
menghindari apabila terjadi kerusakan pada GTO yang dapat
54

55

menyebabkan terganggunya transaksi tol dan antrian kendaraan.


Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO dapat dengan
mudah digunakan pemakai jalan tol (skor rataan sebesar 3,90).
Artinya, karyawan operasional berpendapat bahwa pengguna jalan
tol saat ini sudah paham akan kinerja Gardu Tol Otomatis yang
dinilai lebih cepat dan praktis.
Sebelum pelaksanaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan
operasional CSD cukup sering mengalami gangguan akibat terlalu
sering terkena sinar matahari (skor rataan sebesar 3,26). Artinya,
keberadaan GTO cukup membantu mengatasi CSD yang rusak.
Kerusakan pada Contactless Smartcard Dispenser terjadi akibat
CSD sering tertimpa sinar matahari, sehingga card reader yang tidak
dapat berfungsi dengan baik untuk membaca dan mengeluarkan
Kartu Tanda Masuk Elektronik. Akibat kejadian tersebut, berdampak
pada antrian yang panjang pada gerbang tol. Solusi yang dilakukan
Gugus untuk CSD rusak akibat terkena sinar matahari, maka dibuat
penutup CSD dan menyiapkan Contactless Smartcard Terminal
(CST) untuk mengatasi apabila CSD rusak karena penyebab lain.
CST merupakan alat pembaca kartu identitas dinas (Bagde) bagi
karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,
khususnya Kepala shift dan Pengumpul tol.
Kartu Dinas atau Badge Dinas, menurut karyawan operasional
selalu terbaca dengan baik oleh CST (skor rataan sebesar 3.61).
Setelah pelaksanaan GTO, Contactless Smartcard Terminal dapat
membaca Badge Dinas dengan baik, sehingga CST dapat mengatasi
apabila CSD mengalami kerusakan. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa, karyawan operasional setuju dengan keberadaan Gardu Tol
Otomatis yang dapat mengatasi masalah kerusakan CSD, dengan
jumlah skor rataan sebesar 3,47. Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) dinilai penting, karena

kerusakan pada Contactless

Smartcard Dispenser (CSD) membutuhkan waktu yang lama untuk


melakukan perbaikan, sehingga mengakibatkan antrian di gardu.

55

56

Tabel 16. Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD Rusak

b. CSD rusak

Faktor

Skor Rataan Keterangan

GTO sudah berfungsi dengan baik,


tanpa perlu diawasi
Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah
digunakan pemakai jalan tol
Contacless Smart Dispenser (CSD)
sering mengalami gangguan
Badge Dinas selalu terbaca dengan baik
oleh Contact Smartcard Terminal (CST)
Jumlah

3,14

Cukup
Setuju

3,90

Setuju

3,26

Cukup
Sering

3,61

Setuju

3,47

Setuju

d. Keterbatasan jumlah gardu


Permasalahan jumlah gardu yang terbatas berkaitan erat
dengan tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, sehingga
perlu mengoptimalisasi pemanfaatan gardu operasional yang ada.
Persepsi karyawan operasional terhadap keterbatasan jumlah gardu
dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut karyawan operasional,
keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) mengurangi antrian lalu
lintas pada gardu masuk (skor rataan 3,60). Artinya, karyawan
menilai setuju bahwa pelaksanaan GTO mampu mempercepat
transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum yang
ditetapkan yaitu selama tujuh detik, menjadi rata-rata tiga detik.
Keberadaan

Gardu

Tol

Otomatis,

menurut

karyawan

operasional dapat mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar


(skor rataan sebesar 2,66). Artinya pelaksanaan GTO mampu
mempercepat transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum
yang ditetapkan yaitu selama 11 detik, menjadi rata-rata 7 detik.
Menurut karyawan operasional, keberadaan Gardu Tol Otomatis
membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai
pelayanan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,81). Artinya, keluhan
pelanggan terhadap antrian panjang pada gardu tol telah diatasi
dengan keberadaan GTO yang dapat mempercepat proses transaksi.
Keberadaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional
menjadi solusi terhadap keterbatasan jumlah gardu yaitu dengan skor
rataan 3,41.

56

57

Tabel 17. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan


Jumlah Gardu

c.

Keterbatasan junlah gardu

Faktor

Skor Rataan Keterangan

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu


lintas pada gardu masuk

3,60

Setuju

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu


lintas pada gardu keluar

2,66

Cukup
setuju

3,81

Setuju

3,41

Setuju

3,79

Setuju

3,45

Setuju

Keberadaan GTO membantu mengurangi


keluhan pemakai jalan tol mengenai
pelayanan bertransaksi
Keberadaan GTO menjadi solusi
keterbatasan jumlah gardu
Keberadaan GTO menjadi solusi
keterbatasan petugas pengumpul tol
Jumlah

Keberadaan GTO menurut karyawan operasional menjadi


solusi keterbatasan petugas pengumpul tol (skor rataan sebesar 3,79),
karena selama ini kebutuhan akan petugas pengumpul tol di PT Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih kurang, sehingga
perusahaan lebih memilih untuk melakukan outsourching petugas
pengumpul tol. Hal ini dilakukan perusahaan, karena tidak adanya
kebijakan menambah petugas pengumpul tol, serta keterbatasan
biaya untuk merekrut karyawan baru. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa, menurut karyawan operasional keberadaan
Gardu Tol Otomatis (GTO) menjadi solusi terbatasnya jumlah gardu
(jumlah skor rataan sebesar 3,45). Selain Gardu Tol Otomatis
(GTO), solusi lain untuk mengoptimalisasi gardu operasional yaitu
dengan membangun GTO gardu tandem. Gardu tandem merupakan
gardu transaksi tol yang dibangun berdiri sejajar berurutan
kebelakang satu atau lebih. Gardu tandem tersebut dibuat agar
pelayanan transaksi menjadi lebih cepat sehingga mengurangi
penumpukan kendaraan di depan gardu. Upaya Gugus Kendali Mutu
(GKM) Pasteur menghadapi keterbatasan jumlah gardu melalui
pengoperasian Gardu Tol Otomatis dan GTO gardu tandem, yang
tentunya memiliki pengaruh terhadap kelancaran pelayanan transaksi
jalan tol.
57

58

d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru


Kebijakan menambah gardu tol baru merupakan suatu
kebijakan yang berbiaya besar, karena penambahan gardu tol berarti
menambah lahan baru untuk gardu tol tersebut, menambah bangunan
gardu tol, peralatan baru, sumber daya manusia, dan cukup banyak
biaya yang terkait lainnya. Kedala utama yang dihadapi PT Jasa
Marga (Persero) Tbk dalam memperluas jaringan jalan tol adalah
permasalahan lahan. Kondisi lahan yang sangat terbatas terutama
pada daerah perkotaan, selain itu masih sulitnya masalah
pembebasan lahan karena harga lahan yang mahal, menjadi
penambahan gardu tol baru sulit untuk terealisasikan.
Persepsi karyawan operasional mengenai tidak adanya
kebijakan membangun gardu baru dapat dilihat pada Tabel 18.
Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO perlu diterapkan
juga pada gardu keluar dengan optimalisasi gardu operasional keluar
yang ada, seperti penggunaan e-toll payment (skor rataan sebesar
3,43). Penggunaan e-toll payments dapat mempermudah dan
mempercepat transaksi bagi pengguna jalan dan juga pengumpul tol
karena keterbatasan uang kembali untuk pengguna jalan tol.
Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), menurut karyawan
operasional dapat dilakukan selain untuk golongan kendaraan I (skor
rataan sebesar 3,99). Golongan kendaraan I yang dimaksud adalah
kendaraan pribadi jenis sedan atau minibus, sedangkan Golongan
kendaraan II, III, IV dan V yaitu truk dan container atau kendaraan
sejenis lainnya. Kendaraan diluar Golongan I yang menggunakan
jalan tol Cabang Purbaleunyi cukup banyak, hal ini berdampak
antrian panjang khususnya pada saat weekend. Keberadaan GTO,
menurut karyawan operasional dapat dimodifikasi kembali agar lebih
modern (skor rataan sebesar 4,31). Modifikasi gardu operasional
dengan konsep GTO menjadi solusi yang optimal ditengah kondisi
tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, namun GTO yang
ada di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih semi

58

59

otomatis yaitu pengguna jalan tol harus menekan tombol yang ada di
Gardu Tol Otomatis (GTO) untuk mendapatkan Kartu Tanda Masuk
(KTM). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan mekanisme GTO
agar pengguna tidak perlu menekan tombol saat akan mengambil
Kartu Tanda Masuk (KTM) dengan memodifikasi mesin TCT agar
dapat dioperasikan secara otomatis. Toll Collector Terminal (TCT)
merupakan peralatan yang berfungsi untuk membantu petugas
pengumpul tol dalam melakukan transaksi tol. Secara umum dapat
disimpulkan, bahwa karyawan operasional sudah setuju

untuk

mencari solusi lain dari tidak adanya kebijakan membangun gardu


baru (jumlah skor rataan 3,91).
Tabel 18. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada
Kebijakan Membangun Gardu Baru

c. Tidak ada kebijakan


membangun gardu baru

Faktor

Skor Rataan Keterangan

Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga


pada gardu keluar

3,43

Setuju

Pembangunan GTO baru selain untuk


golongan kendaraan I

3,99

Setuju

GTO masih dapat dimodifikasi kembali


agar lebih modern

4,31

Setuju

3,91

Setuju

Jumlah

4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktor-faktor Produktivitas


Kerja
Persepsi

karyawan

operasional

terhadap

faktor-faktor

produktivitas kerja menunjukkan bagaimana penilaian karyawan


terhadap produktivitas kerja diri mereka sendiri dalam menjalankan
pekerjaan mereka sehari-hari di perusahaan. Faktor-faktor produktivitas
kerja dapat dilihat berdasarkan faktor kemauan kerja, kemampuan kerja,
etika kerja, kesejahteraan kerja dan lingkungan kerja karyawan. Hasil
persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi terhadap faktor-faktor produktivitas kerja mereka dapat
dilihat pada Tabel 19.

59

60

Tabel 19. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk


Cabang Purbaleunyi terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja

c. Etika kerja

b. Kemampuan kerja

a. Kemauan kerja

Pernyataan
Bersungguh-sungguh atas
pekerjaan yang dilakukan
Memiliki rasa tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang
dilakukan
Mematuhi segala peraturan
kerja yang ada
Selalu bertanggung jawab
untuk ikut menjaga dan
memelihara peralatan
bertransaksi
Tugas yang dikerjakan dapat
diselesaikan tepat waktu
Pekerjaan yang dilakukan
dapat berjalan dengan baik
Hasil kerja yang terbaik bagi
perusahaan selalu diberikan
Sering meminta bantuan
kepada rekan kerja dalam
menyelesaikan pekerjaan
pokok
Selalu bekerja dengan
berpakaian rapih dan sopan
Mampu bekerjasama dengan
orang lain
Memiliki hubungan yang baik
dengan rekan kerja
Selalu menjaga sikap dan
perilaku

e. Lingkungan kerja

d. Kesejahteraan

Gaji yang didapat sesuai


dengan pekerjaan

STS = 1 TS = 2
n % n
%

1,67

3,33

1,67

Karyawan berhak
mendapatkan bonus atas
prestasi
Aspek kesehatan, keamanan
dan keselamatan kerja menjadi
perhatian perusahaan
Asuransi kecelakaan dan
asuransi jiwa disediakan
perusahaan
Kondisi lingkungan kerja yang
nyaman dan kondusif
membantu saya untuk terus
bekerja lebih semangat
Perusahaan memberikan
kesempatan kepada karyawan
berprestasi untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi
Keberadaan GTO membantu
meringankan pekerjaan

Skor Nilai
CS = 3
S=4
n
%
n
%

SS = 5
n
%

5,0

Skor
Keterangan
Rataan

46

76,66

11

18,34

4,13

Bersedia

11,67 44

73,33

15,0

4,03

Bersedia

11

18,34 33

55,0

16

26,66

4,08

Bersedia

16

26,66 31

51,67

12

20,0

3,90

Sanggup

20

33,33 30

50,0

10

16,67

3,83

Sanggup

18

30,0

33

55,0

15,0

3,85

Setuju

13,33 31

51,67

21

35,0

4,22

Sangat
Setuju

18

30,0

38

63,34

3,33

3,33

Cukup
Setuju

3,33

34

56,67

24

40,0

4,37

3,33

40

66,67

18

30,0

4,27

5,0

33

35,0

24

40,0

4,35

1,67

44

73,33

15

25,0

4,23

44

73,33 15

25,0

10

16,67 22

36,66

28

15

25,0

39

65,0

15

25,0

36

3,33

17 28,33

Sangat
Sanggup
Sangat
Mampu
Sangat
Mampu
Sangat
Mampu

3,23

Cukup
Setuju

46,67

4,30

Sangat
Setuju

10,0

3,85

Setuju

60,0

15,0

3,90

Setuju

24

40,0

34

56,67

4,53

Sangat
Setuju

29

48,34 14

23,33

3,95

Setuju

11,67 21

35,0

17

28,33 15

25,0

3,67

Setuju

24

40,0

31

51,67

8,33

3,68

Setuju

3,98

Setuju

Tantangan untuk bekerja lebih


baik timbul seiring dengan
pelaksanaan GTO
Jumlah Skor Rataan

60

61

a. Kemauan kerja
Keberhasilan suatu perusahaan tidak akan pernah lepas dari
unsur karyawan, karena karyawan merupakan asset terpenting bagi
perusahaan dalam menjalankan usahnaya. Penting bagi perusahaan
untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan para
karyawannya demi tercapainya tujuan perusahaan, karena pada
dasarnya manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kemauan
kerja adalah keadaan emosi yang mendorong seseorang untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya.
Persepsi karyawan operasional terhadap faktor kemauan kerja
dapat dilihat pada Tabel 20. Menurut karyawan operasional, mereka
bersedia untuk bekerja dengan bersungguh-sungguh atas pekerjaan
yang dilakukan (skor rataan sebesar 4,13). Artinya, setiap pekerjaan
dan segala bentuk tugas yang diterima karyawan, akan dikerjakan
dengan baik oleh karyawan. operasional Karyawan operasional
bersedia untuk bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya
(skor rataan sebesar 4,03). Artinya, segala tugas dan pekerjaan yang
diterima oleh karyawan operasional akan dilaksanakan dengan penuh
rasa tanggung jawab.
Karyawan operasional bersedia mematuhi segala peraturan
kerja yang ada (skor rataan sebesar 4,08). Artinya, segala peraturan
kerja yang sudah ditetapkan di perusahaan, maka karyawan
operasional siap untuk melaksanakannya, serta menerima segala
bentuk konsekuensinya apabila melanggar peraturan. Karyawan
operasional selalu sanggup bertanggung jawab untuk ikut menjaga
dan memelihara peralatan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,89).
Artinya, mereka merasa memiliki tanggung jawab sebagai petugas
pengumpul tol, dimana seluruh peralatan transaksi di gardu selalu
dijaga dan pelihara untuk mendukung peningkatan pelayanan
transaksi. Secara umum karyawan operasional sudah memiliki
kemauan kerja yang dinilai baik (jumlah skor rataan sebesar 4,03).

61

62

Tabel 20. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan


Kerja

a. Kemauan kerja

Faktor

Skor Rataan Keterangan

Bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang


dilakukan
Memiliki rasa tanggung jawab atas
pekerjaan yang dilakukan
Mematuhi segala peraturan kerja yang ada
Selalu bertanggung jawab untuk ikut
menjaga dan memelihara peralatan
bertransaksi
Jumlah

4,13

Bersedia

4,03

Bersedia

4.,8

Bersedia

3,89

Sanggup

4,03

Baik

b. Kemampuan kerja
Kemampuan kerja adalah kapabilitas atau kebisaan, kebolehan,
dan keahlian karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan
tertentu yang menjadi wewenang serta tanggung jawabnya.
Kemampuan kerja yang menjadi sebuah penilaian terkini bagi
karyawan atas hasil kerja mereka untuk tercapainya tujuan
perusahaan. Aspek kemampuan kerja karyawan dapat dilihat
berdasarkan tingkat pengetahuan, keterampilan serta pengalaman
kerja karyawan yang dimiliki. Persepsi karyawan operasional
terhadap faktor kemampuan kerja dapat dilihat pada Tabel 21.
Karyawan operasional merasa sanggup menyelesaikan tugasnya
dengan tepat waktu (skor rataan sebesar 3,83). Artinya, mereka
mampu mengerjakan tugas dengan baik dan menyelesaikan tugas
tersebut sesuai dengan target waktu yang ditentukan.
Tabel 21. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan
Kerja

b. Kemampuan kerja

Faktor

Skor Rataan

Tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan


tepat waktu
Pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan
dengan baik
Hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan
selalu diberikan
Sering meminta bantuan kepada rekan
kerja dalam menyelesaikan pekerjaan
pokok
Jumlah

62

Keterangan

3,83

Sanggup

3,85

Setuju

4,21

Sangat
Setuju

3,64

Sering

3,88

Baik

63

Karyawan operasional merasa pekerjaan yang dilakukan telah


berjalan dengan baik (skor rataan sebesar 3,85). Artinya, pekerjaan
yang diterima karyawan operasional dapat dikerjakan dengan baik
meskipun terdapat beberapa kendala, namun karyawan mampu
mengatasinya. Menurut karyawan operasional, mereka sangat
bersedia memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan (skor
rataan sebesar 4,21). Artinya, dalam bekerja karyawan akan
berorientasi pada hasil yang terbaik bagi perusahaan, sehingga untuk
hasil kerja tersebut karyawan akan mendapatkan penghargaan atau
kompensasi yang layak dari perusahaan.
Karyawan operasional merasa sering meminta bantuan kepada
rekan kerja dalam menyelesaikan tugas pokoknya (skor rataan 3,64).
Dalam hal ini, bantuan yang diterima karyawan dari rekan kerja
mereka yaitu dalam bentuk bertukar pikiran bukan berarti karyawan
operasional tidak bertanggung jawab atas pekerjaan dan tugas yang
diberikan, karena setiap pekerjaan yang diterima karyawan harus
dilakukan dengan hasil yang terbaik. Sehingga dapat disimpulkan
secara umum, bahwa karyawan operasional memiliki kemampuan
kerja yang dinilai baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,88.
c. Etika kerja
Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem
nilai dan prisip moral yang merupakan pedoman bagi seluruh
karyawan baik sebagai atasan maupun bawahan dalam melaksanakan
tugas pekerjaannya pada perusahaan. Karyawan harus memiliki
prinsip-prinsip melaksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi serta
tujuan perusahaan.
Persepsi karyawan operasional terhadap faktor etika kerja dapat
dilihat pada Tabel 22. Karyawan operasional, mereka sangat
sanggup untuk bekerja dengan berpakaian rapih dan sopan (skor
rataan sebesar 4,36).

Artinya, karyawan operasional menyadari

bahwa PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang


bergerak dalam bidang jasa pelayanan, sehingga mereka dituntut

63

64

untuk berpakaian rapih dan sopan, sebagai usaha untuk mendukung


mutu pelayanan dalam segala aspeknya. Karyawan operasional
merasa sangat mampu bekerjasama dengan orang lain (skor rataan
sebesar 4,76). Artinya, hubungan kerja antar karyawan operasional
dapat terjalin dengan baik, sehingga karyawan mampu bekerjasama
dengan karyawan lainnya. Karyawan operasional, mereka sangat
memiliki hubungan yang baik dengan kerja (skor rataan sebesar
4,35). Artinya, karyawan operasional merasa hubungan yang sangat
baik dengan rekan kerja membuat mereka nyaman dalam bekerja.
Karyawan operasional, merasa sangat mampu menjaga sikap dan
perilaku mereka dalam bekerja (skor rataan sebesar 4,23). Artinya,
karyawan operasional sangat menyadari apabila pola sikap dan
perilaku mereka dapat dijaga dengan baik, maka akan tercipta
hubungan kerja yang harmonis antar karyawan. Secara umum dapat
disimpulkan, bahwa etika kerja yang dimiliki karyawan operasional
sudah berjalan sangat baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 4,24
Tabel 22. Persepsi Karyawan Operasiomal terhadap Etika Kerja

c. Etika Kerja

Faktor

Skor Rataan

Selalu bekerja dengan berpakaian rapi dan


sopan

4,36

Mampu bekerjasama dengan orang lain

4,76

Memiliki hubungan yang baik dengan


rekan kerja

4,35

Selalu menjaga sikap dan perilaku

4,23

Jumlah

4,42

Keterangan
Sangat
Setuju
Sangat
Mampu
Sangat
Setuju
Sangat
Setuju
Sangat baik

d. Kesejahteraan kerja
Kesejahteraan

karyawan

merupakan

bentuk

usaha

yang

dilakukan perusahaan untuk mempertahankan dan memperbaiki


kondisi fisik dan mental karyawan dalam bekerja agar produktivitas
mereka dapat meningkat. Program kesejahteraan karyawan yang harus
disusun berdasarkan peraturan legal, berasaskan keadilan dan
kelayakan

serta berpedoman

kepada kemampuan

perusahaan.

Kesejahteraan yang diberikan akan sangat berarti dan bermanfaat


untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta
64

65

keluarganya.

Persepsi

karyawan

operasional

terhadap

faktor

kesejahteraan karyawan dapat dilihat pada Tabel 23. Menurut


karyawan opersional, gaji yang diterima oleh mereka dinilai cukup
sesuai dengan pekerjaan (skor rataan sebesar 3,25). Artinya, karyawan
opersional merasa gaji yang diterima saat ini sebagai petugas
pengumpul tol dirasa cukup, namun tidak menutupi keinginan
karyawan untuk mendapatkan kenaikan gaji sesuai dengan hasil kerja
mereka. Karyawan opersional merasa sangat puas karena berhak
mendapatkan bonus atas prestasi kerja dengan skor rataan sebesar
4,29. Artinya, karyawan opersional sudah merasa sangat puas dengan
bonus atas prestasi kerja mereka selama ini. Prestasi kerja yang
diperoleh karyawan opersional tentunya bukan hal yang mudah, tanpa
ada kemauan dan kerja keras mereka.
Tabel 23. Persepsi Karyawan Opersional terhadap Kesejahteraan
Kerja
Faktor

Skor Rataan

d. Kesejahteraan kerja

Gaji yang didapat sesuai dengan pekerjaan


Karyawan berhak mendapatkan bonus atas
prestasi kerja
Aspek kesehatan, keamanan dan
keselamatan kerja menjadi perhatian
perusahaan
Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa
disediakan perusahaan
Jumlah

3,25
4,29

Keterangan
Cukup
Sesuai
Sangat
Setuju

3,85

Baik

3,90

Sesuai

3,82

Baik

Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan kerja menurut


karyawan operasional menjadi perhatian perusahaan (skor rataan
sebesar 3,85). Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan
perusahaan dinilai sudah sesuai (skor rataan sebesar 3,85). Artinya,
selama ini perusahaan sudah memberikan perhatian terhadap aspek
kesehatan, kemanan dan keselamatan kerja dengan memberikan
asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa. Hal ini dilakukan perusahaan,
mengingat pekerjaan petugas pengumpul tol sangat berat dan penuh
resiko.

65

66

Asuransi keluarga bagi karyawan juga mendapat perhatian


perusahaan. Sehingga berbagai bentuk asuransi perlindungan yang
diterima karyawan dari perusahaan, diharapkan menjadikan karyawan
operasional akan merasa selalu dihargai, merasa aman dan lebih
semangat untuk terus bekerja dalam melayani pelanggan jalan tol.
Secara umum, kesejahteraan kerja bagi karyawan operasional yang
diberikan perusahaan saat ini sudah berjalan dengan baik, dengan
jumlah skor rataan sebesar 3,82.
e. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah suatu kondisi yang sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan karyawan untuk mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang diterima. Lingkungan kerja
dalam suatu perusahaan menjadi sangat penting untuk diperhatikan
manajemen. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai
apabila karyawan dapat melaksanakan segala kegiatan secara optimal,
sehat, aman dan nyaman.
Persepsi karyawan operasional terhadap faktor lingkungan kerja
dapat dilihat pada Tabel 24. Kondisi lingkungan yang nyaman dan
kondusif membantu karyawan operasional untuk terus bekerja lebih
semangat (skor rataan sebesar 4,53). Artinya, perusahaan sudah
membuat kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi
karyawan operasional, sehingga karyawan lebih semangat dalam
bekerja dan membantu mereka untuk berfikir kreatif dalam
mengembangkan

perusahaan.

Menurut

karyawan

operasional,

perusahaan dinilai cukup memberikan kesempatan kepada karyawan


yang berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi (skor
rataan sebesar 3,11). Artinya pada kondisi yang ada saat ini,
perusahaan belum cukup memberikan kesempatan tersebut kepada
karyawan operasional pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi yang berprestasi, hal ini dikarenakan seluruh keputusan
manajemen ada pada kantor pusat yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

66

67

Keberadaan Gardu Tol Otomatis pada cabang Purbaleunyi,


dinilai karyawan operasional dapat membantu meringankan pekerjaan
mereka (skor rataan sebesar 3,66). Tantangan untuk bekerja lebih baik
lagi timbul seiring dengan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (skor
rataan sebesar 3,68). Artinya karyawan merasa sejak pelaksanaan
Gardu Tol Otomatis, pekerjaan mereka dapat lebih ringan sehingga
memotivasi mereka untuk bersedia menerima tantangan bekerja lebih
baik lagi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, faktor lingkungan
kerja telah membuat karyawan operasional merasa dapat bekerja
dengan lebih baik (jumlah skor rataan sebesar 3,75).
Tabel 24. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Lingkungan
Kerja

e. Lingkungan

Faktor

Skor Rataan Keterangan

Kondisi lingkungan yang nyaman dan


kondusif membantu saya untuk terus bekerja
lebih semangat
Perusahaan memberikan kesempatan kepada
karyawan yang berprestasi untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi
Keberadaan GTO membantu meringankan
pekerjaan
Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul
seiring dengan pelaksanaan GTO
Jumlah

4,53

Sangat
Setuju

3,11

Cukup
Setuju

3,66

Setuju

3,68

Bersedia

3,75

Baik

4.6. Uji F dan Uji t


Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
serentak atau bersamaan akan berpengaruh terhadap variabel dependen pada
model regresi sederhana yang dibangun. Variabel dependen yang dimaksud
adalah karyawan operasional, sedangkan variabel independen atau variabel
bebasnya adalah pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas kerja.
Berdasarkan hasil Uji F yang telah dilakukan (Tabel 25), maka diperoleh
nilai Fhitung sebesar 11,776 dengan nilai probabilitas 0,001 lebih kecil dari
0,05 atau taraf nyata sebesar 5%, artinya terdapat pengaruh signifikan yang
kuat antara persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dan
faktor-faktor produktivitas kerja pada PT Jasa Marga (Perseo) Tbk Cabang
Purbaleunyi.
67

68

Tabel 25. Uji F


ANOVAb
Model
1

Regression
Residual
Total

Sum of
Squares
,544
2,677
3,220

df
1
58
59

Mean Square
,544
,046

F
11,776

Sig.
,001a

a. Predictors: (Constant), GTO


b. Dependent Variable: PROD

Uji t berguna untuk menguji signifikasi regresi , apakah variabel


independen memiliki pengaruh yang nyata atau tidak. Kriteria pengujian
yang digunakan untuk menerima atau menolak Hipotesis harus dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
Ho: Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas
kerja, tidak berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional.
H1: Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas
kerja, berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional.
Hasil uji hipotesis pada taraf nyata yaitu 0,05 atau signifikasi t < 0,05
maka dapat dijelaskan bahwa, pelaksanaan GTO dan faktor-faktor
produktivitas kerja berpengaruh nyata terhadap karyawan operasional.
Pelaksanaan GTO dan faktor-faktor produktivitas memiliki derajat bebas
(db) sebesar 58, dengan thitung yang diperoleh sebesar 3,432 dan beta ()
sebesar 0,474, signifikasi sebesar 0,001 (Tabel 26). Tingkat signifikasi pada
penelitian ini adalah () 5% atau 0,05, ternyata nilai p (0,000) lebih besar
dari (0,05), dengan demikian hipotesis (H1) dapat diterima sedangkan
hipotesis (H0) dapat ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini telah dapat diterima kebenarannya.
Tabel 26. Uji t
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
GTO

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
2,202
,521
,474
,138

a. Dependent Variable: PROD

68

Standardized
Coefficients
Beta
,411

t
4,230
3,432

Sig.
,000
,001

69

4.7. Implikasi Manajerial


Antrian yang panjang saat memasuki jalan tol merupakan salah satu
kondisi yang membuat tidak nyaman dan mengganggu kelancaran aktifitas
perjalanan bagi pemakai jalan tol. Hal ini terjadi akibat penanganan
transaksi pada gardu tol masih dilakukan secara konvensional yang
memakan waktu cukup lama dalam setiap transaksinya, selain itu
keterbatasan jumlah gardu yang mengakibatkan daya tampung untuk antrian
kendaraan yang kurang memadai. Gardu Tol Otomatis menjadi solusi
optimal dilakukan perusahaan untuk perbaikan waktu pelayanan gerbang
dengan mempertimbangkan biaya pembangunan gardu dan penghematan
yang terjadi akibat berkurangnya waktu antrian. Keberadaan GTO tanpa
adanya petugas pengumpul tol, dinilai telah berbasis kemanusiaan,
mengingat karyawan operasional merupakan bagian terpenting sebagai salah
satu asset perusahaan untuk mendukung mutu pelayanan transaksi jalan tol
sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditetapkan, maka
faktor-faktor produktivitas menjadi hal penting untuk terus diperhatikan
oleh perusahaan. Faktor-faktor produktivitas kerja karyawan operasional
yang perlu menjadi perhatian perusahaan yaitu kemauan kerja, kemampuan
kerja, etika kerja, kesejahteraan karyawan dan lingkungan kerja perusahaan.
Berikut penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan PT Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, antara lain sebagai berikut:
1. Sosialisasi kepada pengguna jalan tol tentang pelaksanaan Gardu Tol
Otomatis (GTO) masih perlu ditingkatkan, karena moderenisasi gardu
transaksi ini dinilai mampu mempercepat pelayanan transaksi jalan tol
dan mengurangi penggunaan uang kembalian. Untuk mendukung
pelayanan transaksi tol dengan GTO maka digunakan e-toll card
(electronic toll card). Penggunaan e-toll card payment pada PT Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih sangat kurang,
mengingat pelaksanaan Gardu Tol Otomatis pertama kali dilaksanakan
pada Cabang Purbaleunyi. Oleh karenanya, sosialisasi pada media cetak
maupun elektronik, reklame di sepanjang jalan tol Cabang Purbaleunyi
mengenai pelaksanaan GTO dan e-toll card payment perlu dilakukan.
69

70

2. Dibutuhkan satu atau dua petugas pengumpul tol yang terus menjaga
Gardu Tol Otomatis, meskipun GTO dapat bekerja tanpa perlu diawasi.
Hal ini penting, karena kemungkinan terjadi kerusakan pada GTO secara
mendadak disaat arus lalu lintas kendaraan menuju gerbang tol sedang
padat dapat mengakibatkan penumpukkan dan antrian yang panjang.
3. Pelatihan dan keterampilan tambahan bagi petugas pengumpul tol,
khususnya dalam bidang arus lalu lintas dan transaksi, serta pelatihan di
berbagai bidang lainnya seperti kepemimpinan dan motivasi, kursus
bahasa maupun komputer perlu dilakukan untuk menambah softskill
mereka. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja
mereka dan upaya perusahaan untuk menghadapi persaingan bisnis jalan
tol di masa yang akan datang.
4. Kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) di setiap unit kerja yang
membahas berbagai permasalahan terkait dengan mutu pelayanan jalan
tol perlu terus ditingkatkan. Keberadaan Gugus Kendali Mutu pada PT
Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih sedikit, mengingat
berbagai macam permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan jalan
tol masih sering terjadi untuk solusi perbaikan..

70

71

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan, sebagai
berikut:
a. Penyusunan kebijakan pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) yang
dilakukan oleh Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur pada PT Jasa Marga
(Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, telah dinilai baik dan berjalan sesuai
dengan pendekatan konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action). Pendekatan
konsep PDCA dilakukan dalam rangka penerapan sistem manajemen mutu
dalam setiap proses kegiatan kerja manajemen maupun kegiatan
operasional perusahaan.
b. Persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan Gardu Tol Otomatis
(GTO) pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi,
dinyatakan sudah berjalan dengan baik dan memiliki pengaruh signifikan
sebesar 11,776. Hal ini telah dibuktikan dengan semakin singkatnya waktu
pelayanan transaksi pada gardu tol yang awal prosesnya berlangsung
selama 7 detik, saat ini menjadi 3 detik per kendaraannya.
c. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja
dinyatakan telah berpengaruh signifikan sebesar 11,776 dengan hipotesis
yaitu faktor-faktor produktivitas kerja berpengaruh nyata terhadap
karyawan operasional yaitu sebesar 3,432.
2.

Saran
Saran yang dapat diberikan dalam rangka membangun perusahaan
menjadi lebih berkembang antara lain sebagai berikut:
a. Pembangunan Gardu Tol Otomatis dengan sistem gardu tandem perlu
dilakukan mengingat keterbatasan jumlah gardu akibat tidak adanya
kebijakan untuk membangun gardu baru. Hal ini bisa dijadikan solusi
untuk mengurangi kepadatan antrian pada gardu transaksi, mengingat
volume kendaraan yang tidak sesuai dengan kapasitas gardu.

71

72

b. Kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) disetiap unit kerja harus dilakukan
untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi di
perusahaan,

sehingga

memberikan

kesempatan

untuk

karyawan

berkreatifitas dalam mengeluarkan buah pikiran mereka dalam mendukung


value added bagi perusahaan serta meningkatkan produktivitas kerja
karyawan.

72

73

DAFTAR PUSTAKA

Chandra., et al. 1991. Gugus Kendali Mutu. PT Pustaka Binama Pressindo,


Jakarta.
Crocker., et al. ,2004. GKM Pedoman, Partisipasi dan Produktivitas. PT Bumi
Aksara, Jakarta.
Gugus Kendali Mutu Pasteur. 2008. Optimalisasi Gardu Tol Otomatis. PT Jasa
Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, Bandung.
Hasibuan, M.S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Iswanto, Y. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Terbuka,
Jakarta.
Jauhary, F. 2008. Analisis Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan Terhadap
Produktivitas Karyawan (Studi Kasus: PT Behaestex, Gresik). Skripsi
pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maharani, I.R. 2008. Pengaruh Penerapan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja
Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis. Skripsi pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mangkuprawira, S dan Hubeis, V.A. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya
Manusia. Ghalia Indonesia, Bogor.
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor.
Pasteur, GKM. 2007. Optimalisasi Kinerja Gardu Operasional Gerbang Tol
Minimum 175% Selama 21 Minggu. Bandung.
Ravianto. 1990. Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang: Apa yang harus
dilakukan Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta.
Riestiany, R. 2008. Analisis Pengaruh Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
Karyawan (Studi Kasus Pada Plant 11 PT Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk).
Sedarmayati, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Mandar Maju,
Bandung.
Simanjuntak, P.J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga
Penerbit FE UI. Jakarta.
Sinungan, M. 2008. Produktivitas: Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara, Jakarta.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.

73

74

Sulaiman, W. 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS. Andi. Yogyakarta.


Sumarsono, S. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha ilmu.
Yogyakarta.
Timpe, A, D. 1999. The Art and Science of Business Management Productivity,
Kend Publishing, New York.
Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Uyanto, S. 2004. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Jasa Marga. 2008. Laporan Akhir Tahun 2009: http://www.jasamarga.com
(23 Agustus 2010).

74

75

75

76

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian


KUESIONER PENELITIAN

Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr/Sdri


Kuesioner ini digunakan dalam rangka pengumpulan data sebagai bahan
penelitian tugas akhir Selly Rachmalia (H24066005) pada Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis Analisis Persepsi Karyawan Operasional
terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dan Faktor-faktor
Produktivitas Kerja pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang
Purbaleunyi. Hasil dari penelitian ini nantinya akan memberikan masukan bagi
pihak manajemen dalam mengelola sumber daya manusia.
Mengingat arti penting kuesioner ini, maka saya mengharapkan kesedian
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk menjawab secara jujur sesuai dengan kondisi
yang dirasakan. Kuesioner ini tidak berpengaruh apapun dan dijamin
kerahasiaannya. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat melakukan pengisian kuesioner
dengan bantuan petunjuk pengisian yang telah tertera dibawah ini.
Atas segala bantuan dan masukannya terimakasih.
BAGIAN I. IDENTITAS RESPONDEN
PETUNJUK:
Isilah pernyataan di bawah ini dengan memberikan tanda checklist () pada salah
satu pilihan jawaban yang telah disediakan.
1. Jenis kelamin
: ( ) Laki-laki
( ) Perempuan
2. Usia
: ....... Tahun
3. Pendidikan
: ( ) SD
( ) SLTP
Terakhir
( ) SMU/ Sederajat
( ) Perguruan Tinggi
4. Status Pernikahan
: ( ) Belum menikah ( ) Menikah
5. Masa kerja
: ........... Tahun
6. Unit Kerja/Bagian
: ...................................................
BAGIAN II
PETUNJUK:
1. Isilah pernyataan dengan cara memberikan tanda checklist () pada pilihan
yang dianggap paling sesuai dengan kondisi atau keadaan yang
Bapak/Ibu/Sdr/Sdri rasakan selama pelaksanaan sistem GTO (Gardu Tol
Otomatis) dan faktor-faktor produktivitas kerja.
2. Diharapkan semua pernyataan dapat diisi sesuai keadaan sebenarnya.
Keterangan jawaban pernyataan:
SS
S
CS
TS
STS

=
=
=
=
=

Sangat Setuju
Setuju
Cukup Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
76

77

Bagian I. Pelaksanaan GTO (Gardu Tol Otomatis)


Jawaban
No.

Pernyataan
SS

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Penutupan gardu pernah dilakukan karena


GTO mengalami gangguan.
KTME masih sering tersangkut pada CSD.
Automatic Line Banner (ALB) akan selalu
terbuka otomatis bersamaan dengan KTME
yang diambil oleh pengguna jalan tol.
GTO telah berfungsi dengan baik, tanpa
perlu diawasi.
Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah
digunakan pemakai jalan tol.
CSD (Contactless Smart Dispenser) sering
mengalami gangguan.
Bagde Dinas selalu terbaca dengan baik oleh
Contact Smartcard Terminal (CST).
Pelaksanaan GTO perlu diterapkan pada
gardu keluar.
Pembangunan GTO baru selain untuk
golongan kendaraan I.
GTO masih dapat dimodifikasi kembali agar
lebih modern.
Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu
lintas pada gardu masuk.
Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga
pada gardu keluar.
Keberadaan GTO membantu mengurangi
keluhan masyarakat mengenai pelayanan
transaksi.
Keberadaan GTO menjadi solusi jumlah
gardu yang terbatas.
Keberadaan GTO menjadi solusi
keterbatasan jumlah petugas pengumpul tol.

77

CS

TS

STS

78

Bagian II. Faktor-faktor Produktivitas Kerja Karyawan Operasional


No.

Jawaban

Pernyataan
SS

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19
20

Saya selalu bersungguh-sungguh atas


pekerjaan yang saya lakukan.
Saya memiliki rasa tanggung jawab atas
pekerjaan yang saya lakukan.
Saya selalu mematuhi segala peraturan kerja
yang ada.
Saya selalu bertanggung jawab untuk ikut
menjaga dan memelihara peralatan transaksi.
Tugas yang dikerjakan saya dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.
Pekerjaan yang dilaksanakan saya dapat
berjalan dengan baik.
Hasil yang terbaik bagi perusahaan selalu
saya usahakan.
Saya sering meminta bantuan kepada rekan
kerja dalam mengerjakan pekerjaan pokok
saya.
Saya selalu bekerja dengan rapi dan sopan.
Saya mampu bekerjasama dengan orang lain.
Saya memiliki hubungan yang baik dengan
rekan kerja.
Saya selalu berusaha menjaga sikap dan
prilaku saya.
Gaji yang saya dapat sesuai dengan pekerjaan
saya.
Karyawan berhak mendapatkan bonus atas
prestasi yang dikerjakan.
Aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan
kerja menjadi perhatian perusahaan.
Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa
disediakan oleh perusahaan.
Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan
kondusif, membantu saya untuk dapat terus
bekerja lebih semangat.
Perusahaan memberikan kesempatan kepada
karyawan yang berprestasi untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi.
Keberadaan GTO membantu meringankan
pekerjaan saya.
Tantangan untuk bekerja lebih baik timbul
seiring dengan pelaksanaan GTO.

78

CS

TS

STS

79

Lampiran 2. Uji Validitas Kuesioner


Uji Validitas Variabel Gardu Tol Otomatis (ttabel = 0,349)
Pernyataan
GTO 1
GTO 2
GTO 3
GTO 4
GTO 5
GTO 6
GTO 7
GTO 8
GTO 9
GTO 10
GTO 11
GTO 12
GTO 13
GTO 14
GTO 15

Validitas
0,672
0,572
0,511
0,643
0,599
0,671
0,726
0,659
0,533
0,676
0,722
0,608
0,735
0,624
0,530

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Uji Validitas Faktor-faktor Produktivitas Kerja (ttabel = 0,349)


Pernyataan
Prod 1
Prod 2
Prod 3
Prod 4
Prod 5
Prod 6
Prod 7
Prod 8
Prod 9
Prod 10
Prod 11
Prod 12
Prod 13
Prod 14
Prod 15
Prod 16
Prod 17
Prod 18
Prod 19
Prod 20

Validitas
0,767
0,734
0,791
0,504
0,552
0,604
0,532
0,761
0,679
0,669
0,608
0,771
0,404
0,350
0,445
0,687
0,630
0,448
0,531
0,541

79

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

80

Lampiran 3. Diagram Sebab Akibat Kinerja dari Gardu belum Optimal

80

81

Lampiran 4. Perencanaan dan Pelaksanaan Perbaikan


No.

Penyebab
Dominan

Why

What

Where

When

CSD rusak

- Agar card reader terus


berfungsi membaca
KTME
- Agar tidak terjadi antrian
- Agar pelayanan transaksi
lebih cepat

Mencegah CSD
rusak akibat
terkena sinar
matahari

Lajur masuk
dan lajur
keluar
Gerbang Tol
Pasteur

1s.d 16
Januari
2007

KTME
tersangkut di
CSD

8 s.d 22
Januari
2007

Jumlah
gardu yang
terbatas

- Mencegah
KTME rusak
masih
digunakan
- Mengupayakan
prosedur
pemeriksaan
Mengoptimalkan
operasional gardu
yang terbatas

Lajur masuk
dan lajur
keluar
Gerbang Tol
Pasteur

Lajur masuk
dan lajur
keluar
Gerbang Tol
Pasteur

15 s.d 28
Januari
2007

Tidak ada
kebijakan
membangun
gardu baru

- Agar dispenser dapat


mengeluarkan KTME
- Agar transaksi tidak sering
terhenti
- Agar tidak terjadi
penumpukan kendaraan
didepan gardu
- Agar tidak terjadi
penumpukan kendaraan di
depan gardu
- Agar pelayanan transaksi
lebih cepat
- Agar jumlah petugas yang
ada mampu menangani
volume lalu lintas
Supaya dengan jumlah gardu
yang ada dapat dioperasikan
dengan lebih optimal

Membuat sistem
operasional gardu
yang baru

Lajur masuk
dan lajur
keluar
Gerbang Tol
Pasteur

1 Januari
s.d 10
Februari
2007

No.

Who

How

Tri K

Afriza

Sri S

- Membuat penutup CSD supaya tidak tembus sinar matahari


- Menyiapkan CST untuk mengantisipasi bila terjadi CSD
rusak karena penyebab lalu lintas
- Membuat penyortiran dan distribusi KTME
- Membuat sistem perawatan dan pemeriksaan rutin KTME
- Memasang gardu tandem
- Mengoperasikan gardu tandem di belakang gardu 02
sebanyak 1 s.d 2 gardu
- Melaksanakan 2 s.d 3 transaksi secara serentak
- Memodifikasi mesin TCT agar dapat dioperasikan secara
semi otomatis (dengan petugas minimal) dengan cara
merubah sistem transaksi yang semula petugas memberikan
KTME menjadi pemakaian jalan mengambil sendiri
- Mensosialisasikan sistem sistem baru kepada pengguna
jalan, berupa: pemasangan spanduk, rambu-rambu, petunjuk
pengoperasian

Jumyati

81

How Much
100%
100%

100%

100%

82

Lampiran 5. Alur Proses Transaksi Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada


Gardu Masuk
Alur Proses Transaksi Kendaraan Umum di Gardu Masuk (Entrance)
Sebelum Perbaikan
Kendaraan
Masuk

Transaksi di
Gardu

6. ALB Terbuka,Kendaraan
lewat, setelah melewati LC,
ALB menutup kembali

1. Identifikasi Jenis
Kendaraan
Tombol di
Tekan oleh
Petugas
Pul-Tol

Kendaraan
Keluar

2. Tekan Golongan
Kendaraan

5. Berikan KTM-E
ke Pemakai Jalan

3. Tekan Tombol CASH


untuk Pengesahan

4. KTM-E keluar dari CSD

Alur Proses Transaksi Kendaraan di Gardu Masuk (Entrance)


Setelah Perbaikan

Kendaraan
Masuk

Transaksi di
Gardu

1. a. Tekan Tombol
(kendaraan umum)
Tombol di
Tekan oleh
Pemakai
Jalan

b. Sentuhan Badge
Dinas

2. KTM-E keluar
dari CSD

82

Kendaraan
Keluar

4. ALB Terbuka,
Kendaraan lewat,
setelah melewati
LC, ALB menutup
kembali

3. Ambil KTM-E
dari drive CSD

Anda mungkin juga menyukai