Anda di halaman 1dari 22

I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Uterus adalah organ berongga yang tebal, berotot, panjang kurang lebih 7,5
cm dan lebar 5cm dengan berat 30 40 gram. Terletak dalam rongga panggul minor di
antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang
melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritoneum menutupi sebagian besar
permukaan luar uterus, posisi uterus pada wanita dewasa bervariasi tergantung dari
kondisi kandung kencing dan rectum. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan di
bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh
dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterine. Uterus
terbagi atas 3 bagian yaitu : fundus yang terletak di atas muara tuba uterine; korpus
uteri yang melebar dari fundus ke serviks; isthmus terletak antara korpus dan serviks,
bagian bawah uterus yang sempit disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan
rongga korpus uteri melalui ostium uteri interna dan bersambung dengan rongga vagina
melalui ostium uteri eksterna (Achadiat, 2012).
Sekitar 5 hari setelah pembuahan terjadi dalam tuba fallopi, blastosit mencapai
uterus. Blastosit terdiri atas inner cells dan outer cells, inner cells dari blastosit
kemudian akan berkembang menjadi fetus. Bagian luar blastosit (outer cells) dilapisi sel
yang disebut trofoblast. Plasenta berkembang dari blastosit trofoblas dan merupakan
organ pertama kehamilan yang berdiferensiasi. Trofoblast akan berkembang menjadi
bermacam sel yang ditemukan di placenta. Selain itu, trofoblast plasenta memediasi
terjadinya implantasi, merangsang produksi hormon kehamilan (-Human Chorionic
Gonadotrophyn), memberikan perlindungan sistem kekebalan tubuh bagi janin dan
meningkatkan aliran darah vaskuler dari ibu ke plasenta. Sel-sel trofoblast yang terletak
di kutub embrio blastosit mulai menembus mukosa rahim pada hari ke-6. Hari ke-9
perkembangannya,

blastosit

tertanam

lebih

dalam

ke

endometrium.Trofoblast

memperlihatkan kemajuan besar dalam perkembangannya, terutama di kutub embrio


dimana vakuola muncul dalam syncytium (hari 9). Awal bulan ke-2, trofoblas ditandai
oleh sejumlah besar vili sekunder dan tersier yang memberikan tampilan radial. Pada
kutub embrio, vili banyak dan terbentuk dengan baik sedangkan pada kutub
seberangnya vili yang terbentuk sedikit dan kurang berkembang. Awal bulan ke-4,
plasenta memiliki dua komponen yaitu di kutub janin terbentuk frondosum korion
(chorionic plate) dan di kutub ibu dibentuk oleh desidua basalis (basal plate) yang
dijembatani oleh korda umbilikalis. Ketika plasenta telah terbentuk sempurna akan
terjadi koneksi penting antara ibu dan janin yang sedang berkembang untuk
memungkinkan pertukaran gas penting dan nutrisi. Satu-satunya fungsi plasenta adalah
untuk kelangsungan hidup janin.Ketika dilahirkan, plasenta terdiri atas dua sisi yaitu sisi
maternal dan sisi fetus. Sisi maternal akan terlihat dengan permukaan yang tidak rata

yang terdiri atas kotiledon-kotiledon dan sisi fetus akan terlihat lebih halus dan
mengkilap. Disamping berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan gas dan nutrisi bagi
janin, plasenta menghasilkan hormon steroid yaitu estrogen dan progesteron. Human
chorionic gonadotrophyn (hCG) merupakan luteneizing hormone yang dihasilkan oleh
syncytiotrophoblasts dari plasenta di awal kehamilan, sebab itulah adanya hormon ini
dalam darah dan urin seorang wanita menjadi tanda awal adanya kehamilan. Saat
plasenta menghasilkan hormon-hormon steroid maka sekresi hCG segera mengalami
penurunan (Achadiat, 2012; Hanifa, 2012).

Gambar 1. Anatomi Wanita Bagian Dalam


II.

DEFINISI
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau
mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar,
2005)
Sedangkan menurut Prawirohardjo (2010), yang dimaksud dengan mola
hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal
demikian disebut mola hidatidosa atau complete mole, sedangkan bila disertai janin
atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial mole.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik.11 Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit
trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit
yang ditandai dengan proliferasi abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi
keganasan. Spektrum keganasan dari GTD adalah dalam bentuk koriokarsinoma.

Molahidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas. Pada molahidatidosa


kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang
menjadi patologik (Cuninngham, 2008).
III. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin dibandingkan
dengan negara-negara barat. Dinegara-negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000
kehamilan, dinegara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk
(2007) melaporkan 1:85 kehamilan, RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31
persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A Siregar (Medan) tahun 2002 : 11-16 per 1000
kehamilan; RS Soetomo (Surabaya) : 1:80 persalinan; Djamhoer Maradisoebrata
(Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya lebih sering dijumpai pada usia
reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas,
kemungkinan untuk menderita molahidatidosa lebih besar (Pradana, 2009).
Insidensi GTD (Gestational Trophoblast Disease ) (konstan sekitar 1 sampai 2 per
1.000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika
Selatan dan Turki. Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di Asia.
Berdasarkan populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini mencatat penurunan
insidensi dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000 kelahiran.Demikian pula, rumah sakit
berbasis studi di Jepang dan Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian
mendekati angka di Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih berisiko
mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli Amerika dan
kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara. Insidensi molahidatidosa
dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 1/100.000 kehamilan (Pradana, 2009).
IV. KLASIFIKASI
Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles (2009) dalam Prawirohardjo (2010),
yaitu :
1. Mola hidatidosa komplet
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat, atau
membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik
berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang menggantung bergerombol pada
pedikulus kecil, dan memberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel
bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter.
Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas. Massa mengisi
rongga uterus dan dapat cukup besar untuk menyerupai kehamilan.
Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk menambatkan
hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang berkembang dapat
berpenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium dapat terlibat, begitu pula dengan

vena walaupun jarang terjadi. Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan
salah satu akibat yang dapat terjadi.
Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal dari pihak
ayah (paternal). Sperma haploid memfertilasi telur yang kosong yang tidak
mengandung kromosom maternal. Kromosom paternal berduplikasi sendiri.
Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola jenis ini (Cuninngham, 2008).
Secara kasat mata jaringan mola hidatidosa komplit tampak seperti seonggok
buah anggur. Mola hidatidosa merupakan hasil pembuahan dari sel telur (Ovum)
yang kehilangan intinya atau intinya tidak aktif. Fertilisasi terjadi oleh satu sperma
yang mempunyai kromosom 23 X, yang kemudian setelah masing masing
kromosom membelah terbentuklah sel dengan kromosom 46 XX, dengan demikian
sebagian besar mola komplit sifatnya androgenik , homozigot dan berjenis kelamin
wanita. Walaupun lebih jarang dapat pula fertilisasi terjadi oleh 2 sperma, yang
menghasilkan sel anak 46 XX atau 46 XY. Pada kedua kejadian di atas konseptus
adalah keturunan pathenogenome paternal yang seluruhnya merupakan allograft.
Jaringan mola komplit secara histologis ditandai dengan:
Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion karena sudah mengalami kematian pada masa
dini akibat tidak terbentuknya sirkulasi plasenta (Cuninngham, 2008).

Gambar 2. Mola Hidatidosa Komplet


2. Mola hidatidosa partial
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion dapat
ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9. Hiperplasia
trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar
luas dibandingkan dengan mola komplet. Analisis kromosom biasanya akan
menunjukan adanya triploid dengan 69 kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu
maternal dan dua paternal. Secara histologi, membedakan antara mola parsial dan
keguguran laten merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikansi

klinis karena walaupun risiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola parsial
hanya sedikit, tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat
penting (Cuninngham, 2008).

Gambar 3. Mola Hidatidosa Parsial


Tabel 1. Perbedaan Mola Hidatidosa Parsial dan Komplet
Gambaran
Kariotipe
Patologi
Janin
Amnion, sel darah janin
Edema villus
Proliferasi trofoblas
Gambaran Klinis
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista teka lutein
Penyulit medis
Penyakit Pasca mola
(Cuninngham, 2008).

Mola Hidatidosa Parsial


Umumnya 69, XXX atau
96, XXY

Mola Hidatidosa Komplet


46, XX atau 46, XY

Sering dijumpai
Sering dijumpai
Bervariasi, fokal
Bervariasi,
fokal-ringan
sedang

Tidak ada
Tidak ada
Difus
Bervariasi, ringan-berat

Missed abortion
Kecil untuk masa
kehamilan
Jarang
Jarang
Kurang dari 5-10%

Gestasi mola
50% besar untuk
masa kehamilan
25-30%
Sering
20%

Mola invasiv / koriokarsinoma villosum


Mola invasiv merupakan bentuk mola hidatidosa yang menginvasi miometrium. Sel-sel
trofoblas dengan vili korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak
jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan
intraabdominal. Dapat pula masuk ke dalam vena seperti vena uterina dan terus ke
vena iliaka interna. Mola ini berkembang pada 20% wanita yang menderita mola
hidatidosa komplet setelah dikuret. Resiko pada wanita ini meningkat bila :

waktu yang lama (> 4 bulan) dari periode berhenti dan perawatan

uterus menjadi sangat besar

usia > 40 tahun

mempunyai riwayat GTD sebelumnya


Apabila mola ini berkembang terus, dapat menyebabkan lubang di uterus dan berdarah
dengan mudah. Mola ini dapat komplet atau parsial, terkadang dapat menghilang

sendiri atau membutuhkan kemoterapi. Apabila disertai perdarahan abdomen sering


dilakukan histerektomi. Pada 15% kasus tumor menyebar/metastasis melalui pembuluh
darah ke organ lain, biasanya ke paru-paru (Cuninngham, 2008).
V.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab molahidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor-faktor
penyebabnya adalah :
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel
2.

sperma (Prawirohardjo, 2010).


Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun
ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrient.
Pembuluh darah primitive di dalam vilus

tidak terbentuk dengan baik sehingga

embrio kelaparan, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan
3.

pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu (Betel, 2006).


Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan
mola. Prekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir
usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun

4.

dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola (Prawirohardjo, 2010).


Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan
keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan

5.

dan perkembangan janinnya (Cuninngham, 2008).


Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung

beresiko

terjadi

kehamilan

molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara


genetik yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti
klomifen atau menotropiris (pergonal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada
6.

primipara pun dapat terjadi kehamilan molahidatidosa (Prawirohardjo, 2010).


Defisiensi protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan
dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan
zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam
makanan mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak sempurna (Cuninngham,

7.

2008).
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit. Hal ini

sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang termasuk
8.

virulensinya seta daya tahan tubuh (Cuninngham, 2008).


Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu
kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000 Kelahiran,
frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang molahidatidosa berulang
tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa mungkin terdapat masalah
oosit primer (Prawirohardjo, 2010).

VI. PATOFISIOLOGI
Terlampir
VII. MANIFESTASI KLINIS
1. Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi
mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester
pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90%
pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3
bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat
dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. Kadangkadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus.
Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula
kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan besarnya kehamilan
normal walaupun jaringan belum dikeluarkan (Cuninngham, 2008).
2. Hiperemesis gravidarum
Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi
trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang
menyebabkan peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 %
pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan
biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga
membutuhkan perawatan di rumah sakit (Hanifa, 2012).
3. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume
vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium
yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada
sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan (Hanifa, 2012).
4. Aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak
ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif
tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin (Betel, 2006).
5. Pre-eklamsia

Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester


kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola
hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah >
140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi.
Pasien dengan konvulsi jarang (Achadiat, 2012).
6. Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat
(10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola
hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin
besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus
besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi
segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola
(Achadiat, 2012).
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik
dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek
dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin
yang meningkat sebagai akibat thyrotropin like effect dari Chorionic Gonadotropin
Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya
kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola
hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin (Prawirohardjo, 2010).
7. Kista teka lutein
Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium.
Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan
USG pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan
ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon
BHCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan (regresi)
setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon
korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi (Betel, 2006).
Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua
ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah
jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan
pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih
besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah
jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah
beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar HCG. Tindakan

bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium
tadi mengalami infeksi (Betel, 2006).
8. Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena
pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel
trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun.
Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak
sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian.
Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut
bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi (Betel, 2006).
VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam
memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar
-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi
pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai
adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG
penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus
penyakit trofoblastik. Jumlah -hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin
berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada (Betel, 2006).
Kadar HCG yang jauh lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pada kehamilan
biasa kadar HCG darah paling tinggi 100.000 IU/L, sedangkan pada molahidatidosa
bisa mencapai 5.000.000 IU/L. Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola
hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai
2.

mola. (Betel, 2006).


Foto Rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan (Prawirohardjo,

3.

2010).
USG
Akan terlihat bayangan badai salju dan tidak terlihat janin, dan seperti sarang
tawon. Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG
ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola
hidatiosa. Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai
salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester
awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat
menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal

dengan mola hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di
4.

daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein (Sellmyer, 2013).
Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans
abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola
hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml
Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior.
Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang
mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana
USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi.
Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran

5.

seperti sarang tawon (Prawirohardjo, 2010).


Uji sonde
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
cavum uteri, bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap

6.

tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola (Sellmyer, 2013).


Foto thorax
Untuk melihat metastase. Biasanya pada mola ada gambaran emboli udara

7.

(Sellmyer, 2013).
T3 dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis (Betel, 2006).

IX. PENATALAKSANAAN MEDIS


A. Penanganan Mola Hidatidosa
Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai
penyulit yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan.
Terapi molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1. Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a. Koreksi dehidrasi.
b. Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk
memperbaiki syok.
c. Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai
protocol penanganannya.
d. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam
2.

(Cuninngham, 2008).
Pengeluaran jaringan mala dengan cara kuretase dan histerektomi
a. Kuretase (suction curetase)
1) Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
2) Faktor Resiko
Usia ibu yang lanjut
Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
Riwayat infertilitas
Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
Berbagai macam infeksi

3)

Paparan dengan berbagai macam zat kimia


Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
Kelainan kromosom (Cuninngham, 2008).
Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun
dengan dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual,
dilanjutkan dengan kuretase.
Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900
untuk melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan
tersebut.
Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar
yang bisa masuk.
Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari

4)

5)

6)

maupun kuret.
Risiko yang Mungkin Terjadi
Perdarahan
Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau
lubang di dinding rahim.
Gangguan haid
Infeksi (Hanifa, 2012).
Persiapan Sebelum Oprasi
Informed consent
Puasa
Cek darah, darah harus

tersedia

dan

sudah

dilakukan

crossmatching.
Kuretase pada Pasien Molahidatidosa
Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila jaringan
mola sudah keluar spontan
Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam kemudian
Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang
infus dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose
5%.
Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu
Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA

7)

(Hanifa, 2012).
Teknik Suction Curetase
Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di
masukkan.
Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam
kanalis servikalis.
Serviks dipegang dengan tenakulum

Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun


secara drip sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin
kecilnya uterus
Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk
mengikuti turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak
teerjadi perforasi karena kanula.
Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar
sehingga dapat dijamin kebersihannya (Hanifa, 2012).
3.

Histerektomi
a. Syarat melakukan histerektomi adalah:
1) Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia
2)
3)
4)
5)
6)

b.

anak cukup.
Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa
penderita
Resisten teerhadap obat kemoterapi.
Dugaan perforasi pada mola destruen
Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
Segera setelah suction curetase berakhir
Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus (Prawirohardjo,

2010).
Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai
pustaka. Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
1) Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat
2)

mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.


Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah
yang besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak

3)

menimbulkan perdarahan.
Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel
trofoblas dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat

4)

mengalami kemungkinan hidup untuk mestastase


Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup
dan mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi

5)

berlangsung.
Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi
drip (belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi

c.

hasilnya (Cuninngham, 2008).


Filosofi Operasi Pada Histerektomi
1) Trauma yang terjadi haruslah minimal
2) Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh
darah dan Vesika urinaria .

3)

Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ


pelvis atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera

4)
5)

melakukan rekontruksi
Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia,
tindakan operasi dengan hilangnya darah minimal sangat penting
karena darah adalah RED (Rare, Expensive, Dangerous).
Dianjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis
kemoterapi sehingga dapat memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas
ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh darah atau tercecer
pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang (Cuninngham, 2008).

B. Pemeriksaan tindak lanjut


Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa
meliputi:
1. Lama pengawasan 1-2 tahun. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut,
2.

sekurang-kurangnya satu tahun.


Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi kondom,
pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien

3.

datang untuk kontrol.


Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan

4.

kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.


Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan kadarnya

5.

yang normal 6 kali berturut-turut.


Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto
toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti

6.

menggunakan kontraasepsi dan dapat hamil kembali.


Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan pada
pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka
pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi (Hanifa, 2012).

X. KOMPLIKASI
1. Komplikasi non maligna
a. Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus ,
kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk
b.

mengetahui tempat terjadinya perforasi (Hanifa, 2012).


Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum

memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini


c.

(Prawirohardjo, 2010).
DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua

d.

pasien di-skreening untuk melihat adanya koagulopati (Prawirohardjo, 2010).


Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar
terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16

e.

minggu. Keadaan ini bisa fatal (Hanifa, 2012).


Infeksi pada sevikal atau vaginal.
Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat
menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola
benigna dan mola maligna (Hanifa, 2012).

2.

Komplikasi maligna
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan
identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi
uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus
koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga
yang

menjadi

penyakit

tropoblastik

non

metastase

yang

menetap

yang

membutuhkan kemoterapi (Cuninngham, 2008).


Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai
berikut:
a. Anemia
b. Syok
c. Preeklampsi atau Eklampsia
d. Tirotoksikosis
e. Infeksi sekunder.
f. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
g. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma (Prawirohardjo, 2010).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data Subyektif
a. Biodata
- Nama
Untuk lebih mengenal pasien agar tercipta keakraban yang dapat membantu
dalam mengembangkan hubungan interpersonal.
- Umur
Untuk mendeteksi hubungan umur dengan penyulit saat ini.
- Agama
Untuk mengetahui keyakinan serta cara pandang agama yang di anutnya.
- Suku/ bangsa
Untuk mengetahui sosial budaya dan adat istiadat untuk memperoleh gambaran
tentang budaya yang di anut pasien apakah bertentangan atau mendukung polapola kesehatan.

- Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual, karena pendidikan mempengaruhi sikap
perilaku kesehatan seseorang, serta mempermudah kita untuk berkomunikasi
dengan klien.
- Pekerjaan
Untuk memperoleh gambaran tentang sosial ekonomi.
- Alamat
Untuk mengetahui daerah lingkungan tempat tinggal ibu, karena lingkungan
sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu.
- Identitas penanggung jawab
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap pasien termasuk
biaya perawatan.
b. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian
seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih
2)

besar dari usia kehamilan.


Riwayat kesehatan masa lalu :
- Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan,
kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung,
hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-

3)

penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga.
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat

4)

dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah,
bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala

5)

serta keluahan yang menyertainya.


Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,

6)

bagaimana keadaan kesehatan anaknya.


Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta

7)

keluhan yang menyertainya.


Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat

lainnya.
d. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi

Perlu dikaji untuk mengetahui pola makan ibu supaya kita mendapatkan
gambaran bagaimana pasien dalam mencukupi asupan gizinya secara kualitas
2)

dan kuantitas.
Eliminasi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola eliminasi klien berdasarkan buang air besar
melalui frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil

3)

meliputi frekuensi, warna, dan jumlah.


Istirahat
Perlu dikaji pola istirahat dan tidur klien, berapa jam klien tidur, dan klien

4)

dianjurkan cukup istirahat.


Personal hygiene
Perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal ini akan mempengaruhi kesehatan

ibu, terutama kebersihan genetalianya.


5) Aktivitas
Dikaji untuk mengetahui aktifitas klien.
e. Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal
yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
f. Status sosio-ekonom
Kaji masalah finansial klien
g. Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang
biasa dilakukan.
2. Data Objektif
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum.
b. Kesadaran
Untuk mengetahui seberapa tingkat kesadaran pasien saat dilakukan pemeriksaan
ataupun tindakan.
c. Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu.
d. Pemeriksaan fisik
Dikaji dari ujung kepala hingga kaki (head to toe), untuk mengetahui adanya kelainan
yang diderita pasien.
Pemeriksaan fokus
Inspeksi
- Muka dan kadang kadang badan kelihatan pucat kekuning kuningan yang
disebut muka mola (mola face) atau muka terlihat pucat.
- Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
Palpasi
- Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
- Tidak teraba bagian bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.
- Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus
uteri turun lalu naik karena terkumpulnya darah baru.
- Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan
tiroktoksikosis.
Auskultasi
- Tidak terdengar DJJ

adanya

komplikasi

- Terdengar bising dan bunyi khas


Periksa Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, seerta evaluasi
keadaan servik.
2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL


1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder.
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
intrauteri.
4) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.

3.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam, tidak terjadi devisit
volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas,
dengan
Kriteria Hasil :
- TTV stabil
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
Intervensi :
a. Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki
karekteristik bervariasi
b. Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
c. Catat haluaran dan pemasukan
Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah
merah.
d. Observasi Nadi dan Tensi
Rasional: Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
e. Berikan diet halus
Rasional: Memudahkan penyerapan diet
f. Nilai hasil lab. HB/HT
Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah.
g. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
Rasional Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan transfusi.
h. Evaluasi status hemodinamika
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam. Tidak terjadi infeksi
selama perawatan perdarahan
Kriteria hasil :
- TTV dbn
- Ekspresi tenang
- Hasil lab dbn

Intervensi
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar.
Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda
infeksi
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
d. Lakukan perawatan vulva
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat
menyebabkan infeksi.
e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi;
demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa
perdarahan
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu;
senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system

3.

reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.


g. Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik.
Rasional: Mencegah cross infeksi.
h. Observasi suhu tubuh.
Rasional: Mengetahui infeksi lanjut.
i. Berikan obat sesuai terapi
Rasional: Antibiotika profilaktik atau pengobatan
Gangguan
rasa
nyaman
(nyeri)
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan intrauteri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam, diharapkan Klien dapat
beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang
- Tampak rileks
- Mampu istirahat dengan tepat
Intervensi
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun
diskripsi.
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
c. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
Rasional : meningkatkan relaksasi untuk mengurangi dan mengontrol nyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian

analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik


4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam, di harapkan Tidak
terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Kriteria Hasil :

- Klien tenang
- Klien dapat informasi tentang penyakitnya
Intervensi
a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas.
b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien.
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian
objektif klien tentang penyakit.
c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan.
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan
support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien.
d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan
kecemasan.
e. Terangkan hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh klien dan
keluarga.
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan
pengetahuan dan membangnn support system keluarga

LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R.S
DENGAN MOLA HYDATIDOSA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Maternitas


Ruang 9 RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
TRIANA NOVITASARI
NIM. 115070201111027

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN NY. R.S DENGAN MOLA HYDATIDOSA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Maternitas


Ruang 9 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Triana Novitasari
115070201111027

Telah diperiksa kelengkapannya pada :


Hari

Tanggal

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Perseptor Akademik,

(
(
NIP.

Perseptor Klinik,

)
)
NIP.

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Cahya. 2012. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: ECG.
Betel C, Atri M, Arenson AM, Khalifa M, MD, Osborne R, MD, Tomlinson G. 2006.
Sonographic Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and Comparison
With Retained Products of Conception. J Ultrasound Med 25:98593
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/109233420 diunduh 17 November 2015
Pukul 20.20 WIB.
Cuninngham. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri. Edisi
21. Jakarta: ECG.
Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Cetakan ke 8. Jakarta: Tridarsa Printer.
Pradana, Puguh. Skripsi. 2009. Prevalensi Mola Hidatidosa Yang Berkembang Menjadi
Penyakit Trofoblastik Ganas dan Hubungannya Dengan Kista Lutein di RSUD
Dr. Soetomo/FK UNAIR Surabaya Tahun 2009. Surabaya: Fakultas
Kedokteran UNAIR. (Online) http://onlinelibrary.unair.com/doi/10.1111/j.1467789X.2004.00133.x/pdf diakses 17 November 2015 Pukul 20.00 WIB.
Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey B, Kamaya A. 2013. Physiologic,
Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception.
RadioGraphics
Journal
33:78196
(Online)
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10993420 diunduh 17 November 2015
Pukul 20.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai