Anda di halaman 1dari 7

1Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik dan Komplikasinya


Andrey Setiawan1, Suzanna Ndraha2
1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2
Divisi Gastroenterohepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Umum Daerah
Koja, Jakarta, Indonesia
Abstrak
Introduksi:
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah
proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Artikel ini akan melaporkan kasus
penyakit ginjal kronik dengan berbagai komplikasi keluhan yang muncul pada pasien laki-laki
berusia 42 tahun.
Kasus:
Pasien laki-laki 42 tahun datang dengan keluhan lemas sejak 1 hari sebelumnya. Pasien
juga mengeluh adanya dispnea yang semakin berat. Keluhan lain yang menyertai adalah gejala
dispepsia disertai pendarahan dan edema ekstremitas. Pasien telah mengetahui menderita penyakit
ginjal yang mengharuskan pasien cuci darah sejak 2 bulan yang lalu. Dia juga telah memiliki riwayat
hipertensi yang sudah lama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, kardiomegali,
dan nyeri tekan epigastrium. Hasil laboratorium didapati pasien asidosis metabolik terkompensasi,
anemia, hiperkalemia, ureum dan kreatinin tinggi. Hasil rontgen didapati kardiomegali. Di akhir
perawatan, pasien sudah membaik dan semua gejala membaik, namun masih terdapat sedikit anemia
dan kadar ureum-kreatinin yang masih tinggi.
Diskusi:
Pada kasus ini, penyakit PGK dan komplikasi keluhannya diterapi sesuai standar, namun
untuk anemia dan dispepsia diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan diagnosis. Terapi
yang diberikan juga sudah sesuai dengan teori yang ada. Adapun terapi yang belum sesuai adalah
terapi untuk anemia dan hiperkalemia.
Kesimpulan:
Dengan terapi yang sesuai untuk setiap masalah yang timbul, keluhan yang terjadi pada
pasien PGK dapat teratasi, meskipun penyakit dasarnya tidak dapat disembuhkan.
Kata Kunci: Penyakit Ginjal Kronik, Gagal Ginjal Kronik, Tatalaksana, Edema, Dispnea, Anemia.

Halaman 1

2Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

Chronic Kidney Disease and Its Complications Therapy


Andrey Setiawan1, Suzanna Ndraha2
1
Faculty of Medicine Krida Wacana Christian University
2
Gastroenterohepatology Division, Internal Medicine Department, Koja General Hospital, Jakarta,
Indonesia
Abstract
Introduction:
Chronic kidney disease (CKD) is a pathophysiological processes of various etiology, inflicting a
progressive decline of renal function to kidney failure. Chronic renal failure (CRF) is a clinical
condition characterized by the irreversible declining kidney function, to a phase requires renal
replacement therapy, in the form of dialysis or kidney transplantation. This article will report a
chronic kidney disease case with complications in 42 years old male patients.
Case:
42 years old male patients came with weakness since one day earlier as a chief complaint. Patients
also complain gradually worsening dyspnea. Another complaints are dyspeptic symptoms with
gastrointestinal bleeding and edema at all extremities. He has been diagnosed with kidney disease
and underwent dialysis since two months ago. He also has had a long history of hypertension. On
physical examination conjunctival pallor, cardiomegaly, and epigastric tenderness are discovered.
Laboratory results stated compensated metabolic acidosis, anemia, hyperkalemia, high blood urea
and creatinine levels. Cardiomegaly in radiology result. At the end of treatment, all symptoms had
improved, but there are still a slight anemia, high levels of blood urea and creatinine.
Discussion:
In this case, CKD and its complications were treated according to textbook standard, but for anemia
and dyspepsia are needd more thorough investigations to confirm diagnosis. Given therapies were
also in accordance with the existing theory. Therapy on anemia and hyperkalemia do not fulfill the
standard.
Conclusions:
With appropriate therapy, any complaints that occur in patients with CKD can be resolved, even
though the disease is basically incurable.
Keywords: Chronic Kidney Disease, Chronic Renal Failure, Therapy, Edema, Dyspnea, Anemia.

Halaman 2

3Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis (PGK) atau Chronic
Kidney Disease (CKD) mencakup spektrum
yang sangat luas dalam proses patofisiologis
yang berhubungan dengan fungsi ginjal yang
abnormal dan penurunan progresif dalam laju
filtrasi glomerulus (GFR). Penyakit ginjal
stadium akhir atau End Stage Renal Disease
(ESRD) merupakan tahap CKD di mana
akumulasi racun, cairan, dan elektrolit yang
biasanya
diekskresikan
oleh
ginjal
menghasilkan suatu kumpulan gejala yaitu
disebut sindroma ureum. Sindrom ini dapat
menyebabkan kematian kalau racunnya tidak
di hilangkan dengan terapi pengganti ginjal
atau renal replacement therapy, yang
menggunakan dialisis atau transplantasi
ginjal.1
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah
kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural / fungsional,
dengan / tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus
(LFG).
Klasifikasi
PGK
berdasarkan nilai laju filtrasi glomerolus dapat
dilihat pada tabel 1, yang dihitung dengan
menggunakan rumus Kockcroft-Gault, sebagai
berikut:2
( 140Umur ) x BB
LFG=
x 0.85 ( )
72Kreatinin Plasma
Diperkirakan di Amerika Serikat pada tahun
2015 ada setidaknya 6% yang menderita PGK
derajat I dan II. Sedangkan 4,5% menderita
PGK derajat III dan IV. Sedangkan di
Malaysia, diperkirakan 1800 kasus baru gagal
ginjal
pertahunnya.
Di
negara-negara
berkembang lainnya, diperkirakan sekitar 4060 kasus perjuta penduduk per tahun.1,2
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat
bervariasi antara satu negara dengan negara
lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PEMEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab

gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di


Indonesia antara lain, glomerulonefritis,
diabetes melitus, hipertensi, dan penyebab
lainnya, urutan ini tidak berbeda dengan data
di Amerika Serikat.2 Sedangkan pada tahun
2013, didapati di Amerika Serikat penyebab
tersering adalah diabetes melitus, hipertensi,
glomerulonefritis, dan lainnya.3
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
atas Dasar Derajat Penyakit.2
Derajat
Penjelasan
LFG
I
II
III
IV
V

Kerusakan ginjal dengan


LFG normal atau
Kerusakan ginjal dengan
LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan
LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan
LFG berat
Gagal Ginjal

90
60-89
30-59
15-29
< 15

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada


awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Patogenesis yang terjadi pada PGK
adalah kerusakan nefron progresif, yang tidak
dapat pulih kembali. Nefron yang masih hidup
akan mengalami hipertrofi dan meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi, serta sekresi.
Ekskresi kompensasi terus berlanjut ketika
laju
filtrasi glomerulus semakin menurun. Proses
kompensasi ini diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa.2,4
Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron
intrarenal,
ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiper filtrasi, sklerosis dan progesifitas
Halaman 3

4Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin


aksis renin-angiotansin-aldosteron, sebagian
Derajat

Komplikasi pasien dengan PGK antara lain,


penyakit kardiovaskular, yaitu kalsifikasi

GFR (ml/mnt/1,73 m2)


Rencana tatalaksana
Tabel 4. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya.2

Derajat I

90

Terapi
penyakit dasar, komorbid, evaluasi
pemburukan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardivaskuler

Derajat II

60-89

Menghambat perburukan fungsi ginjal

Derajat III

30-59

Evaluasi dan terapi komplikasi

Derajat IV

15-29

Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

Derajat V

< 15

Terapi pengganti ginjal

diperantarai oleh growth factor seperti


transforming growth factor (TGF- ).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia.2
Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan,
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai
pada LFG di bawah 30%, muncul tanda
uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo
atau
hipervolemia,
gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium
dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy).
Pada keadaan ini pasien sampai pada stadium
gagal ginjal.2

vaskular, hipertensi, penyakit jantung koroner,


gagal jantung, dan perikarditis. Penyakit
tulang metabolik disebabkan gangguan
metabolisme kalsium, yaitu osteodistrofi
ginjal. Komplikasi hematologi adalah anemia
dan koagulopati. Anemia terjadi karena
defisiensi eritropoetin, sedangkan koagulopati
disebabkan oleh disfungsi agregasi platelet.5,6
Tatalaksana pasien PGK juga berdasarkan
perburukan fungsi ginjal dengan perencanaan
sesuai derajat pada tabel 2. Waktu yang paling
tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum
terjadinya
penurunan
LFG.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai
20-30% dari normal terapi terhadap penyakit
dasar sudah tidak banyak bermanfaat.2
Diet rendah protein diberikan 0,6-0,8
kgbb/hari, yang 0,35 0,50 gr diantaranya
merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah
kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgbb/hari.
Pemakaian
obat
anti
hipertensi, bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskular, juga memperlambat
pemburukan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa obat antihipertensi,
terutama
Angiotensin
Converting
Halaman 4

5Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

Enzyme/ACE
inhibitor,
terbukti
memperlambat pemburukan fungsi ginjal.
Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal
yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini
status besi harus selalu diperhatikan.
Pembatasan asupan air pada PGK, sangat
dilakukan. Air yang masuk ke dalam tubuh
dibuat seimbang dengan air yang keluar baik
melalui urine maupun insensible water
loss/IWL. Dengan berasumsi bahwa IWL
antara 500-800 ml/hari, maka air yang masuk
dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah urine.
Elektrolit yang harus diawasi asupannya
adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium
karena
hiperkalemia
dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Terapi pengganti ginjal pada PGK stadium 5,
berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplantasi ginjal.2,7
LAPORAN KASUS
Laki-laki 42 tahun datang ke IGD RSUD Koja
dengan keluhan lemas sejak 1 hari SMRS. OS
mengeluh adanya mual, muntah asam disertai
darah, anoreksia, nyeri epigastrium, BAB
berwarna hitam, bengkak semua ekstremitas.
Lemas dirasakan sejak pagi dan semakin
memberat. Disertai juga dengan sesak yang
memberat dengan aktivitas, tanpa suara ngikngik, tidak memburuk dalam keadaan tiduran,
dan tidak pernah terbangun saat tidur malam
hari karena sesak, dan jantung berdebar.
Riwayat Gagal Ginjal dan Hemodialisis sejak
2 bulan yang lalu, dan Hipertensi sejak lama
yang tidak tahu sejak kapan. Riwayat keluarga
untuk Gagal Ginjal dan Hipertensi. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
compos mentis, keadaan umum tampak sakit
sedang, peningkatan berat badan, tekanan
darah 160/90 mmHg, nadi 94 kali per menit,
frekuensi pernapasan 28 kali per menit, suhu
36,8 0C, nafas Kussmaul tidak ditemukan,
kulit kering, edema di semua ekstremitas,
konjungtiva anemis, palpasi dan perkusi

jantung membesar ke arah kiri, dan nyeri tekan


epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan keadaan asidosis metabolik yang
terkompensasi, Hb 4.7 g/dL, hiponatremia,
hiperkalemia, ureum 395.0 mg/dL dan
kreatinin 16.59 mg/dL, GDS 108 mg/dL serta
GFR 6,16 mL/menit. EKG dalam batas
normal. Rontgen terdapat kardiomegali dan
elongasio arcus aortae.
Ada 5 masalah yang ditetapkan, yaitu sesak,
CKD Grade V, anemia, hipertensi esensial
Grade II dan dispepsia. Terapi yang diberikan
adalah O2 3 L/menit, balans cairan negatif,
IVFD RL 6 tpm, furosemide 1 x 20 mg i.v.
pagi hari, diet rendah protein (0.8 g/kg/hari)tinggi kalori, aminefron 3 x 600 mg p.o.,
rencana hemodialisis, EPO 100 IU/kg SelasaJumat s.k., transfusi PRC on HD pre
furosemide 1 ampul, diet rendah garam < 2
g/hari, captopril 3 x 12.5 mg, diet makanan
lunak, sukralfat 4 x 10 cc p.o.,
metoclopramide 3 x 10 mg i.v., dan
omeprazole 1 x 40 mg i.v. Edukasi yang
diberikan adalah posisi setengah duduk,
mengurangi asupan cairan, mengurangi
aktivitas, mengubah pola makan dengan
meningkatkan frekuensi dan menurunkan
porsi, kurangi makanan pedas dan asam.
Pada perawatan hari ke-1, keluhan sesak
belum membaik, pasien tampak sakit sedang,
tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 88 kali per
menit, frekuensi napas 22 kali per menit,
balans cairan + 900 cc/24 jam, bengkak
semakin membesar, konjungtiva anemis, nyeri
epigastrium masih ada. GDS 132 mg/dL
menyingkirkan diagnosis diabetes melitus
pada pasien ini, HD balans cairan 986 ml,
transfusi PRC on HD 500 cc, karena tekanan
darah naik, maka diberikan tambahan terapi
carvedilol 1 x 12.5 mg p.o.

Halaman 5

6Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

Pada perawatan hari ke-3, keluhan sesak


belum membaik, pasien tampak sakit sedang,
tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 82 kali per
menit, frekuensi napas 22 kali per menit,
balans cairan + 100 cc/24 jam, bengkak belum
mengecil,
konjungtiva
anemis,
nyeri
epigastrium berkurang. Karena bengkak belum
mengecil, diberikan peningkatan dosis
furosemide 2 x 20 mg i.v. pada pagi dan siang
hari. Hasil pemeriksaan USG didapatkan
kesan Chronic Kidney Disease dan ada kista
renal bilateral.
Pada perawatan hari ke-5, keluhan sesak mulai
membaik, pasien tampak sakit ringan, tekanan
darah 140/80 mmHg, nadi 86 kali per menit,
frekuensi napas 20 kali per menit, balans
cairan - 300 cc/24 jam, bengkak belum
mengecil,
konjungtiva
anemis,
nyeri
epigastrium tidak ada. Hasil laboratorium Hb
8.2 g/dL, ureum 231,8 mg/dL, kreatinin 18.18
mg/dL, pada urinalisis ditemukan proteinuria
2+, HD dengan balans cairan -1586 ml.
Transfusi PRC 500 cc on HD pre furosemide 1
ampul. Masalah dispepsia sudah selesai.
Pada perawatan hari ke-7, keluhan sesak
membaik, pasien tampak sakit ringan, tekanan
darah 140/90 mmHg, nadi 82 kali per menit,
frekuensi napas 20 kali per menit, balans
cairan - 400 cc/24 jam, bengkak mengecil,
konjungtiva
anemis
membaik.
Hasil
laboratorium Hb 10.1 g/dL, ureum 179.2
mg/dL, kreatinin 15.59 mg/dL. Pasien
dipulangkan dengan obat aminefron 3 x 600
mg p.o., Captopril 3 x 12.5 mg p.o., dan
Carvedilol 1 x 12.5 mg p.o. Edukasi untuk
tetap pertahankan asupan minuman, diet
rendah garam, batasi aktivitas, hindari
makanan pedas dan asam.
DISKUSI

Pada pasien ini dipikirkan penyakit ginjal


kronik grade V karena dari anamnesis
didapatkan keluhan lemas sejak 1 hari yang
disertai gejala sindrom uremikum, berupa
mual, muntah, riwayat hematemesis melena,
yang disertai sesak dan bengkak di
ekstremitas, adanya riwayat penyakit ginjal
yang memerlukan cuci darah rutin sejak 2
bulan yang lalu juga mendukung. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan juga hipertensi
grade II, konjungtiva anemis, kardiomegali
dan nyeri tekan epigastrium. Sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar
Hb
4.7
g/dL,
asidosis
metabolik
terkompensasi, ureum 395 mg/dL, dan
kreatinin 16.59 mg/dL serta LFG 6,16
ml/menit. Pada pemeriksaan radiologi thoraks
juga ditemukan adanya kardiomegali dan
elongario arcus aortae. Pada pemeriksaan USG
ditemukan kesan CKD dan kista renal bilateral
dan pada urinalisis didapatkan proteinuria 2+.
Gejala pada pasien ini sesuai dengan
manifestasi klinis yang terjadi pada CKD
Grade V dengan LFG <15, Hb 4,7 g/dL,
asidosis metabolik, ureum-kreatinin tinggi,
edema ekstremitas, kardiomegali, dan
proteinuria. Hasil USG yang memberikan
kesan CKD juga semakin memperkuat
diagnosis CKD. CKD pada pasien ini
dipikirkan terjadi karena hipertensi kronik
yang tidak diobati secara rutin karena pasien
tidak tahu sejak kapan.2,4
Sesak pada pasien ini dimungkinkan
disebabkan gagal jantung akibat anemia oleh
karena CKD Grade V. Pada anemia, terjadi
hipoksia jaringan, yang membuat mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan, pada awalnya rasa sesak dirasakan
tidak terjadi pada saat istirahat dan hanya
terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun
bila keadaan anemia ini tidak diperbaikki,
keadaan gagal jantung dapat memburuk.
Halaman 6

7Laporan Kasus Penyakit Ginjal Kronik

Meskipun pada saat ini belum ada kelainan


perbesaran jantung dan edema paru dari hasil
pemeriksaan, tidak menutup kemungkinan
pasien akan mengalami hal ini suatu saat.7
Terapi pada pasien ini diberikan terapi suportif
untuk ginjalnya berupa asam amino esensial
yang berguna untuk menghambat progesivitas
kerusakan, pembatasan cairan, diuretik untuk
mengurangi overload cairan, hemodialisis, dan
terapi lainnya berdasarkan gejala yang
muncul. Karena berdasarkan teori, pengobatan
yang perlu diberikan adalah berdasarkan
kerusakan ginjal dan juga mengobati
komplikasi yang muncul.2

2.

3.
4.
5.

SIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 42 tahun, datang
dengan keluhan sesak yang disebabkan
Anemia Heart Disease dengan diagnosa
penyakit ginjal kronik derajat V, dinyatakan
membaik setelah menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Koja, dengan
terapi berupa pemberian asam amino esensial
dan pembatasan cairan, diuretik, hemodialisis
dan terapi masing-masing komplikasi selama 7
hari perawatan dan direncanakan rawat jalan
dan hemodialisis kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bargman JM, Skorecki K. Chronic Kidney
Disease. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrisons Principles of Internal Medicine.

6.

7.

8.

19th Edition. New York: McGraw Hill


Education; 2015.p.1811-20
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.103540.
Ferri FF. Ferris clinical advisor.
Philadelphia: Elsevier Mosby; 2013.p.9479.
Kowalak, Welsh, Mayer, editor. Buku ajar
patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014.h.562-3.
Watnick S, Dirkx T. Chronic kidney
disease. In: Papadakis MA, McPhee SJ,
Rabow MW. Current Medical Diagnosis &
Treatment 2015. 54th Edition. New York:
McGraw Hill Education; 2015: 900-8.
Tangri N, Stevens LA, Griffith J,
Tighiouart H, Djurdjev O, Naimark D, et
al. A predictive model for progression of
chronic kidney disease to kidney failure.
JAMA. 2011 Apr 20. 305(15):1553-9.
Suri RS, Larive B, Sherer S, Eggers P,
Gassman J, James SH, et al. Risk of
vascular access complications with
frequent hemodialysis. J Am Soc Nephrol.
2013 Feb. 24(3):498-505.
Caramelo C, Just S, Gil P. Anemia in heart
failure: pathophysiology, pathogenesis,
treatment, and incognitae. Rev Esp Cardiol
2007; 60(8):848-60.

Halaman 7

Anda mungkin juga menyukai