: Rence Pietersz
Tanda Tangan
NIM
: 112014109
....................
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. EK
Usia : 61 tahun
Status Perkawinan : menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Lagou Terusan
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Keluhan utama :
Nyeri di ulu hati sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 minggu SMRS os mengeluh nyeri di ulu hati, nyeri yang dirasakan tajam seperti
ditusuk dan terus-menerus sepanjang hari, nyeri tidak menjalar, dan bertambah setelah pasien
makan. Os juga mengatakan merasa mual. BAB sebanyak 2x sehari, warna feses kuning,
konsistensi lunak tidak ada darah ataupun lendir dan BAK frekuensi 1x sehari, dan sedikit sekali
sekitar aqua gelas, warna kuning keruh, tidak ada darah, tidak ada batu, dan tidak nyeri waktu
BAK. Os juga mengeluh bengkak pada kedua kaki dan tangan. Bengkak tidak terasa sakit bila
ditekan. Bengkak bermula dari ujung kaki dan naik sampai ke lengan. Bengkak ditempat lain
disangkal. Kaki terasa berat bila berjalan dan terasa mudah lelah. Os juga mengeluh lemas.
Satu minggu SMRS, keluhan nyeri ulu hati tidak membaik, dan disertai mual, OS
mengatakan bengkak pada kedua kaki dan tangan belum berkurang. Os merasa semakin lemas.
Satu hari SMRS, Os mengalami Nyeri ulu hati dirasakan semakin bertambah, dan disertai
mual, muntah sebanyak 2x dan nafsu makan yang semakin menurun, OS juga mengatakan
merasa sesak napas. Sesak dirasakan saat melakukan aktivitas misalnya saat berjalan ke kamar
mandi dan tidak berkurang bila istirahat. Oleh karena sesaknya pasien sering terbangun saat
malam hari. Sesak tidak disertai mengi, batuk, nyeri dada, dan berdebar-debar Keluhan bengkak
pada kedua kaki, dan tangan berlum berkurang. Os mengeluh merasa semakin lemas dan pusing.
Os juga mengatakan memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, tidak ada
riwayat kencing manis, maupun sakit jantung.
Penyakit Dahulu
(-) Cacar
(-) Malaria
(-) Disentri
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Campak
(-) Skirofula
(-) Diabetes
(-) Influenza
(-) Sifilis
(-) Alergi
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(+) Hipertensi
(-) Pneumonia
(+) Gastritis
(-) Psikosis
Lain-lain :
(-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan
Umur
(Tahun)
Jenis Kelamin
Keadaan
Kesehatan
Penyebab Meninggal
Kakek (ayah)
Nenek (ayah)
Kakek (ibu)
Nenek (ibu)
Ayah
Ibu
Saudara
71
78
66
50
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
hipertensi
sehat
Sakit tua
Sakit tua
Sakit tua
Sakit tua
Penyakit Jantung.
Sakit tua
-
Anak anak
35
Laki-laki
sehat
26
Laki-laki
sehat
Ya
Tidak
Hubungan
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Artritis
Rematisme
Jantung
laki
Ayah
Ginjal
Lambung
Hipertensi
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul
(-) Rambut
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sekret
(-) Kuning/Ikterus
Mata
Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Pilek
Mulut
(-) Bibir kering
(-) Epistaksis
(-) Selaput
(-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan
(-) Benjolan
Leher
Dada ( Jantung / Paru paru )
(-) Nyeri dada
(-) Berdebar-debar
(-) Ortopnoe
(-) Batuk
(-) Wasir
(+) Mual
(-) Mencret
(+) Muntah
(-) Benjolan
(-) Stranguria
(-) Kolik
(-) Poliuria
(+) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Hematuria
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Kejang
(-) Pingsan
(-) Afasia
(-) Amnesia
Ekstremitas
(+) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata rata (kg)
: tidak diketahui
: tidak diketahui
: 56 kg
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (-) Di rumah (-) Rumah Bersalin
(-) RS Bersalin
(-) Dukun
(-) Bidan
Riwayat Imunisasi
(-) Hepatitis
(-) BCG
(-) Campak
(-) DPT
(-) Polio
(-) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3x
Pendidikan
(-) SD
(-) SLTP
(+) SLTA
(-) Akademi
(-) Universitas
(-) Kursus
Kesulitan
Keuangan
: ada
Pekerjaan
: ada
Keluarga
:-
Lain-lain
:-
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan
: 152 cm
Berat Badan
: 56 kg
IMT
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
: 200/100mmHg
Suhu
: 36,7C
Nadi
: 94x/menit
Pernafasaan
: 25x/menit
Keadaan gizi
: baik
Sianosis
: tidak ada
Edema umum
: tidak ada
Habitus
: astenikus
Cara berjalan
: normal
: aktif
: sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: wajar
Alam Perasaan
: biasa
Proses Pikir
: wajar
Kulit
Warna
: sawo matang
Effloresensi
: tidak ada
Jaringan Parut
: tidak ada
Pigmentasi
: tidak ada
Pertumbuhan rambut
: merata, hitam
Suhu Raba
: hangat
Lembab/Kering : kering
Keringat
: umum (+)
Turgor
Ikterus
: tidak ada
Lapisan Lemak
: merata
Edema
Lain-lain
:-
: baik
Supraklavikula
Lipat paha
Kepala
Ekspresi wajah
: tampak kesakitan
Simetri muka
: simetris
Rambut
Mata
Exophthalamus
: tidak ada
Enopthalamus
: tidak ada
Kelopak
: oedem (-)
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: anemis (+)
Visus
: normal
Sklera
: ikterik (-)
Gerakan Mata
: aktif
Lapangan penglihatan
: normal
: normal
Nistagmus
: tidak ada
Telinga
Tuli
: tidak ada
Lubang
: lapang
Penyumbatan
: tidak ada
Serumen
: tidak ada
Pendarahan
: tidak ada
Cairan
: tidak ada
Mulut
Bibir
Tonsil
: T1 T1 tenang
Langit-langit
Gigi geligi
Trismus
Faring
: tidak hiperemis
Lidah
: normal
: tidak ada
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5-1 cmH2O
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Dada
Bentuk
Pembuluh darah : kolateral (-), spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit
Buah dada
Paru Paru
Inspeksi
Palpasi
Kiri
Kanan
Kiri
Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Tidak ada benjolan
Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Tidak ada benjolan
Kanan
Perkusi
Kiri
Kanan
Auskultasi Kiri
Kanan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis
: Teraba pulsasi
Arteri Karotis
: Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: Teraba pulsasi
Arteri Radialis
: Teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: Teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: Teraba pulsasi
: Teraba pulsasi
: Teraba pulsasi
Perut
Inspeksi
: Datar, pembuluh darah (-), caput medusa (-), spider nevi (-), dilatasi vena (-)
Palpasi
: Dinding perut: tidak ada rigit, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), defans
muskular (-) , massa (-)
Hati
: tidak teraba
Limpa
: tidak teraba
Ginjal
Lain-lain
Perkusi
: timpani.
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Lain-lain
Kanan
Kiri
Luka
tidak ada
tidak ada
Varises
tidak ada
tidak ada
Otot (tonus)
normotonus
normotonus
Massa
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Oedem
ada
ada
Lain-lain
tidak ada
tidak ada
Reflex
Kanan
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
Refleks Tendon
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks kulit
Refleks patologis
Kiri
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 17 Juni 2015, pukul 10:40 di IGD
Darah rutin:
Hb
: 9.2 g/dL
12.5-16.0
Leukosit
: 7.530 /L
4.000-10.500
Ht
: 28.4%
37.0-47.0
Trombosit
: 189.000/L
182.000-369.000
: 7.410
7.350-7.450
p CO2
: 27.7 mmHg
32.0-45.0
p O2
: 288.1 mmHg
95.0-100.0
HCO3
: 19.0 mEq / L
21,0-28,8
Base excess
: -5,3
-2.5-+2.5
O2 saturation
: 99.8
94.00-100.00
Na
: 139 mmol/L
135-147
: 4,62 mmol/L
3.5-5.0
Cl
: 108 mmol/L
96-108
Ureum
: 93.0 mg/dL
16.6-48.5
Kreatinin
: 9.29 mg/dL
0.51-0.95
Glukosa sewaktu
: 85 mg/dL
Elektrolit:
Neonatus 1 hari
: 40-60
: 50-80
Anak-anak
: 60-100
Dewasa
70-99
100-199
>=200
: Diabetes Melitus
RINGKASAN
Pasien perempuan usia 61 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan nyeri ulu hati sejak
2 minggu SMRS, yang disertai mual, muntah sebanyak 2x serta nafsu makan yang semakin
menurun, OS mengatakan merasa sesak napas. Sesak dirasakan semakin berat saat melakukan
aktivitas ringan dan tidak berkurang bila istirahat. Oleh karena sesaknya pasien sering terbangun
saat malam hari. ada bengkak pada kedua kaki, dan tangan . Os juga mengeluh adanya lemas,
pusing dan memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol,
Pemeriksaan fisik didapatkan: KU TSS, TD 200/100mmHg, RR 25x/menit, kulit kering,
konjungtiva anemis +, bibir pucat, edema kedua kaki, dan lengan +, nyeri tekan epigastrium +.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan: Hb:9.2 g/dL, Ht:28.4%, pCO2 : 27,7 mmHg, pO2 :
288.1mmHg, HCO3 : 19.0 mEq /L, BE : -5,3 Ureum: 93.0mg/dL, Kreatinin: 9.29 mg/dL,
MASALAH
1.
Dispepsia
2.
Sesak
3.
4.
Hipertensi
5.
Anemia
Pemeriksaan Urease breath test (UBT) digunakan sebagai baku emas untuk evaluasi
infeksi H.pylori
Rencana pengobatan
-
Diet lunak
Omeperazol 1x40 mg IV
Granisentron 1 x 3 mg IV
Sukralfat 4 x 10 cc PO
Rencana edukasi
-
Makan lebih sering dalam porsi lebih kecil dan tidak terlambat makan
Hindari makanan tinggi lemak, pedas, atau asam yang dapat mencetuskan gejala
2. Sesak
Sesak napas pada kasus ini dipikirkan berkaitan dengan penyakit ginjal dikarenakan
adanya RR: 25x/menit, adanya bengkak pada kedua kaki, dan kedua tangan, peningkatan
ureum dan kreatinin, asidosis metabolik dan adanya anemia. Sesak napas pada CKD
berhubungan dengan adanya cairan yang berlebih pada paru akibat kerusakan ginjal
progresif, selain itu pada CKD bisa didapati adanya anemia, dan gejala sesak yang timbul
pada anemia merupakan respon tubuh karena sel kekurangan oksigen, selain itu juga bisa
dipikirkan akibat tingginya kadar ureum yang bisa menimbulkan sindrom uremia dengan
salah satu keluhannya adalah sesak nafas, selain itu pada OS ini didapatkan keadaan
asidosis metabolik yang terkompensasi yang mekanisme kompensasinya dapat
menimbulkan keluhan sesak. Sesak nafas pada kasus ini juga dipikirkan karena gagal
jantung kongestif (CHF) berdasarkan kriteria mayor yaitu paroxysmal nocturnal dyspnea,
dan kriteria minor yaitu : pitting edem pada kedua kaki dan lengan serta dispneu d effort.
Namun yang tidak mendukung adalah tidak ditemukan ronki paru, bunyai gallop S3,
peninggian tekanan vena jugularis, dan pada pemeriksaan fisik jantung dalam batas
normal
Rencana diagnostik:
-
Rontgen thoraks, dapat menilai ukuran dan bentuk jantung, serta vaskularisasi paru
dan kelainan non-jantung lainnya. (hipertensi pulmonal, edema paru)
Rencana pengobatan:
-
O2 3L / menit
Rencana edukasi:
-
3. CKD
CKD pada kasus ini dipikirkan akibat Hipertensi didasarkan karena OS memliliki riwayat
hipertensi yang sudah lama dan TD saat masuk 200/100 mmHg. Dipikirkan adanya CKD
grade V berdasarkan keluhan mual, muntah, edema pada kaki dan lengan, anemia dan
LFG : 5,61 ml/menit/1,73 m2 Namun masih ada kemungkinan lain penyebab CKD V
pada kasus ini yaitu DM. yang tidak mendukung adalah hasil GDS 85 mg /dL. selain itu
kemungkinan lain penyebab CKD V pada kasus ini yaitu batu. Yang mendukung adalah
batu dapat asimptomatik. Yang tidak mendukung adalah tidak ada riwayat keluar batu,
dan tidak ada riwayat kolik.
Rencana diagnostik:
-
USG abdomen: untuk melihat apakah sudah terjadi kelainan struktural pada ginjal,
mengetahui ukuran ginjal, dan menyingkirkan kemungkinan CKD ec batu ginjal dan
saluran kemih.
Rencana pengobatan:
-
Rencana edukasi:
-
4. Hipertensi
Hipertensi pada kasus ini dipikirkan adanya hipertensi sekunder akibat CKD TD
200/100mmHg, adanya peningkatan ureum kreatinin yang bermakna. Namun masih ada
kemungkinan adanya hipertensi esensial karena ada riwayat hipertensi TD 200/100
mmHg dan usia tua namun yang tidak mendukung karena adanya CKD
Rencana diagnostik:
-
Rencana diagnostik CKD hanya untuk menegaskan bahwa hipertensi pada kasus ini
adalah hipertensi skunder karena CKD.
Rencana pengobatan:
-
Captopril 3x12,5 mg PO
Rencana edukasi:
-
5. Anemia
Anemia dipikirkan karena konjungtiva anemis +, bibir pucat, Hb 9,2gr/dL. Anemia
diduga akibat dari CKD. CKD dapat menimbulkan anemia melalui defisiensi
eritropoetin. Namun masih ada kemungkinan anemia ini akibat defisiensi besi,
defisiensi asam folat.
Dasar yang mendukung anemia defisiensi besi dikarenakan prevalensi yang relative
tinggi terjadi pada wanita dan sering dijumpai di negara berkembang, serta adanya
riwayat berkurangnya nafsu makan. Pada anemia defisiensi besi juga didapatkan gejala
umum anemia seperti lemas, pucat, dan penurunan kadar Hb. Namun perlu dibedakan,
pada anemia defisiensi besi terdapat penurunan kadar besi serum <50 ug/dL dan kadar
Feritin serum <20mg/L, serta gejala khas koilonikia (kuku sendok), atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, disfagia, maupun pica.
Dasar yang mendukung anemia defisiensi asam folat adalah prevalensi yang meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, terdapat gejala umum anemia, yaitu lemas, mudah
lelah, nyeri kepala ringan, dan pucat, serta penurunan kadar Hb. Namun perlu dibedakan,
pada anemia defisiensi asam folat terdapat pembesaran sel sel darah merah (makrositik)
dan penurunan kadar asam folat serum <4ng/mL.
Rencana diagnostik:
-
Periksa kadar SI, TIBC, dan ferritin untuk menyingkirkan anemia defisiensi besi
Periksa indeks eritrosit dan kadar asam folat serum untuk menyingkirkan anemia
defisiensi asam folat
Rencana pengobatan:
-
Rencana edukasi:
-
: dubia ad bonam
b. Ad functionam
: malam
c. Ad sanationam
: malam
Dispepsia
S: nyeri ulu hati dan mual belum membaik, muntah mulai membaik
O: nyeri tekan epigastrium +
A: masalah dispepsia belum teratasi dikarenakan keluhan klinis belum membaik. Dispepsia
masih dipikirkan dispepsia organik dikarenakan CKD, ulkus peptikum belum dapat disingkirkan
karena belum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai dispepsia
P: terapi dilanjutkan
2.
Sesak
S: sesak belum membaik
O: KU :TSS, HR: 93x/menit, RR: 24x/menit, balance cairan +1000cc/24jam
A: sesak masih dipikirkan akibat CKD. klinis belum membaik dikarenakan balance cairan masih
positif (overload) dan anemia belum diatasi. Sesak yang disebabkan karena CHF
dapat
GDS
: 120 mg/dL
A: sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, CKD masih dipikirkan akibat hipertensi. CKD karena
DM bisa disingkirkan karena dalam dua kali pemeriksaan GDS dalam batas normal. namun
untuk CKD karena batu belum dapat disingkirkan karena belum dilakukan pemeriksaan USG
abdomen dan pemeriksaan urinalisa.
P: terapi dilanjutkan
4.
Hipertensi
S: O: TD: 200/110mmHg
A: klinis hipertensi belum membaik karena belum terdapat perbaikan dibandingkan tekanan
darah sebelumnya
P: terapi dilanjutkan, observasi TTV
5.
Anemia
S: lemas, dan pusing
O: konjungtiva anemis +/+, bibir masih pucat, Hb 9,2gr/dL
A: masalah anemia belum teratasi, dipikirkan karena klinis belum membaik.Anemia def besi dan
anemia def asam folat belum dapat disingkirkan karena tidak dilakukan pemeriksaan SI, TIBC
dan ferritin, kadar asam folat serum.
P: lanjutkan terapi.
Tanggal 19 Juni 2015 Jam 06.30
1. Dispepsia
S: nyeri ulu hati dan mual belum membaik.
O: nyeri tekan epigastrium +
A: masalah dispesia belum teratasi dikarenakan keluhan klinis belum membaik dan pada
pemeriksaan fisik masih ditemukan nyeri tekan epigastrium (+)
P: batasi asupan protein, terapi dilanjutkan
2. Sesak
S: keluhan sesak berkurang.
O: keadaan TSS, HR: 89x/menit, RR: 23x/menit, balance cairan +200cc/24jam
A: masalah sesak teratasi sebagian di karenakan klinis berkurang, balance cairan masih positif
dan anemia belum teratasi.
P: terapi dilanjutkan, balance cairan,
Chronic Kidney Disease
S: bengkak pada kedua kaki dan lengan belum membaik.
O: TD : 170 /90 mmHg pitting edema (+) dikedua kaki dan lengan.
A: masalah CKD grade V belum teratasi dikarenakan klinis belum membaik, dan belum
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari CKD.
P: terapi dilanjutkan, dan lakukan pemeriksaan USG abdomen
Hipertensi
S: O: 170/90mmHg
A: masalah hipertensi mengalami perbaikan dari 210/100mmHg menjadi 170/90mmHg
P: terapi dilanjutkan, observasi TTV
3. Anemia
S: os masih mengeluh lemas dan pusing
O: bibir pucat, konjungtiva anemis +/+, Hb 9,2 gr/dL
A: masalah anemia belum teratasi, dipikirkan karena klinis belum membaik .
P: lanjutkan terapi, dan perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin ulang untuk memantau Hb
Tanggal 20 Juni 2015 Jam 06.30
1. Dispepsia
S: nyeri ulu hati dan mual belum membaik,
O: nyeri tekan epigastrium (+)
A: dispepsia lebih jelas di sebabkan karena CKD karena adanya keluhan mual dan muntah yang
merupakan gejala gastrointestinal pada CKD
P: batasi asupan protein dan terapi dilajutkan
2. Sesak
S: keluhan sesak berkurang
O: keadaan TSS, HR: 80x/menit, RR: 21x/menit, balance cairan +200cc/24jam
A: masalah sesak masih teratasi sebagian di karenakan keluhan klinis berkurang. Dan balance
cairan +200cc/24 jam namun masalah anemia belum teratasi.
P: terapi dilanjutkan, balance cairan,
Chronic Kidney Disease
S: bengkak pada kedua kaki dan lengan sudang berkurang .
O: TD : 140/90mmHg, oedem kedua kaki dan lengan (+) hasil USG abdomen, hasil lab
urinalisis, hasil lab ureum dan kretainin sesuai dengan klinis CKD.
Hasil pemeriksaan Ultrasonografi 20 Juni 2015
Hepar: Besar, bentuk normal. Permukaan rata, tepi tajam, ekostruktur normal. Vena hepatika dan
vena porta normal. Saluran empedu intra dan ekstrahepatik normal. Tidak terlihat SOL
Kandung empedu: Besar, bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak terlihat batu/SOL
Pankreas: Besar, bentuk normal, duktus pankreatikus normal, tidak terlihat SOL
Lien: Besar, bentuk normal, ekostruktur normal. Tidak terlihat SOL.
Ginjal kiri: Ukuran mulai mengecil, permukaan tidak rata, korteks menipis, ekostruktur
hiperekoik, batas korteks dan medulla tidak jelas. System pelviokalises tidak melebar, tidak
terlihat batu,
Ginjal kanan: Ukuran mulai mengecil, permukaan tidak rata, korteks menipis, ekostruktur
hiperekoik, batas korteks dan medulla tidak jelas. System pelviokalises tidak melebar, tidak
terlihat batu,
Buli: Besat, bentuk normal, dinding tidak menebal, tidak terlihat batu/SOL
Kesan:
Makroskopis:
Warna
: Kuning
Kuning pucat
Kekeruhan
: agak Keruh
Jernih
Berat jenis
: 1.025
1.002-1.035
pH
: 6.0
4.6-8.0
Protein
: 3+
(-) Negatif
Glukosa
: (-) Negatif
(-) Negatif
Keton
: (-) Negatif
(-) Negatif
Bilirubin
: (-) Negatif
(-) Negatif
Darah Samar
: (-) negatif
(-) Negatif
Leukosit Esterase
: (-) negatif
(-) Negatif
Nitrit
: (-) Negatif
(-) Negatif
Urobilinogen
: 0.2 EU
0.1-1.0
Leukosit
: 3-5 /LPB
<10
Eritrosit
: 0-1 /LPB
<3
Silinder
: (-) Negatif
(-) Negatif
Sel epitel
: 1+
Kristal
: (-) Negatif
(-) Negatif
Bakteria
: (-) negatif
(-) Negatif
Mikroskopis:
Jamur
: (-) Negatif
(-) Negatif
Darah rutin:
Hb
: 8.6 g/dL
12.5-16.0
Leukosit
:6.800 /L
4.000-10.500
Ht
: 25.4%
37.0-47.0
Trombost
: 189.000/L
182.000-369.000
A: masalah anemia belum teratasi, karena terjadi penurunan Hb menjadi 8,6 g/dL dan klinis
tidak membaik
P: transfusi PRC 500cc dengan pre lasix 1 ampul dengan target 10 g/dL. Perlu dilakukan
pemeriksaan darah rutin ulang untuk memantau Hb
Tanggal 21 Juni 2015 Jam 06.30
1. Dispepsia
Darah rutin:
Hb
: 10,2 g/dL
12.5-16.0
Leukosit
: 7300 /L
4.000-10.500
Ht
: 30.4%
37.0-47.0
Trombost
: 189.000/L
182.000-369.000
A: masalah anemia teratasi sebagian dikarenakan setelah transfusi kadar Hb naik sesuai target
yaitu menjadi 10,2 g/dL, dan keluhan klinis yang berkurang
P: lanjutkan terapi dan batasi aktivitas
Tanggal 22 Juni 2015 Jam 06.30
2. Chronic Kidney Disease
S: bengkak pada kedua kaki dan lengan sudah berkurang.
O: oedem kedua kaki dan lengan (+),balance cairan +150cc/24jam, hasil lab ureum dan kreatinin
Laboratorium 22 Juni 2015, pukul 13:20
Ureum : 108,0 mg/dL
Kreatinin : 11,88 mg/dL
A: masalah CKD belum teratasi sepenuhnya. Karena pada pemeriksaan fisik masih ditemukan
pitting edema +, balance cairan yang masih +150cc/24 jam dan masih terjadi peningkatan ureum
dan kreatinin
P: direncanakan untuk rawat jalan dan pasien boleh pulang dengan terapi:
Aminefron 3 x 600 mg.
Edukasi : Kurangi asupan cairan
3. Hipertensi
S: O: TD :140/70mmHg
A: masalah hipertensi membaik,
P: direncanakan untuk rawat jalan dan pasien boleh pulang dengan terapi:
-
Captopril 3 x 12.5 mg PO
Edukasi :
-
Aktivitas fisik disarankan minimal 30 menit/hari, dilakukan paling tidak 3 hari dalam
seminggu.
5. Anemia
S: lemas dan pusing berkurang
O: konjungtiva anemis +/+.
A masalah anemia teratasi sebagian dikarenakan setelah transfusi kadar Hb naik sesuai target
yaitu menjadi 10,2 g/dL, dan keluhan klinis yang berkurang
P: Pasien dipulangkan dan rencana rawat jalan,
Edukasi : Batasi aktivitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan
asam basa dengan cara filtrasi darah atau reabsorpsi selektif air, elektrolit, dan non-elektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya, sebagai urine. Ginjal juga mengeluarkan produk sisa
metabolisme, seperti urea, kreatinin, dan asam urat serta zat kimia asing. Akhirnya, selain fungsi
regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin, bentuk aktif vitamin D 3, serta eritropoietin.
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi diatas menimbulkan keadaan yang disebut end
stage renal disease/ESRD.1 Penyakit ginjal memiliki 2 fase waktu yang berbeda, yaitu akut dan
kronik. Penyakit ginjal akut adalah suatu keadaan dimana fungsi ginjal dalam filtrasi plasma
menurun secara drastis dalam waktu singkat, dimana dapat terjadi nekrosis dari tubulus ginjal
maupun tidak, dan kerusakan ini masih dapat bersifat reversibel. Sementara penyakit ginjal
kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.2
PEMBAHASAN
Penyakit Ginjal Kronik/Chronic Kidney Disease
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi berupa kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal,
termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging
tests) dan laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan
LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/l,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.2
Penyakit ginjal kronis biasanya merupakan akibat terminal destruksi jaringan dan
kehilangan fungsi ginjal yang berangsur-angsur. Keadaan ini dapat pula terjadi karena penyakit
yang progresif cepat disertai awitan mendadak yang menghancurkan nefron dan menyebabkan
kerusakan ginjal ireversibel.1
Beberapa gejala baru timbul sesudah fungsi filtrasi glomerulus yang tersisa kurang dari
25%. Parenkim normal kemudian memburuk secara progresif dan gejala semakin berat ketika
fungsi ginjal menurun. Sindrom ini akan membawa kematian jika tidak ditangani dengan baik,
namun terapi rumatan dengan dialysis atau transplantasi ginjal dapat mempertahankan kehidupan
pasien.1
Klasifikasi Penyakit
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit pada Tabel 1,
dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai
berikut:2
ml
( 140Umur ) x Berat Badan
menit
LFG
=
x 0.85 ( perempuan )
2
72Kreatinin Plasma
1.73 m
( )
Penjelasan
Kerusakan
ginjal
dengan
LFG
LFG 90
Derajat
Derajat
III
Derajat
IV
Derajat
normal atau
II Kerusakan ginjal dengan LFG 60-89
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG 30-59
sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG 15-29
berat
V Gagal Ginjal
< 15
Epidemiologi
Berdasarkan data survei penduduk di Amerika Serikat ada paling sedikit 6% dari populasi
yang menderita penyakit ginjal kronik (PGK/CKD) derajat I dan II. Sedangkan 4,5% dari
penduduk Amerika Serikat diperkirakan menderita penyakit ginjal kronik derajat III dan IV.
Penyebab penyakit ginjal kronik yang paling sering diderita oleh penduduk Amerika Utara dan
Eropa adalah nefropati diabetik, yang biasanya berhubungan dengan riwayat diabetes melitus
tipe 2 (DMT2). Pasien yang baru didiagnosis menderita penyakit ginjal kronik sering juga
disertai dengan hipertensi. Bila tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung penyakit glomerulus
primer atau penyakit ginjal tubulointerstitial, biasanya penyebab CKD dikaitkan dengan adanya
hipertensi. Meningkatnya insiden CKD pada orang tua dianggap berasal dari komplikasi
sebagian pasien jantung dan serebrovaskular akibat penyakit atherosklerosis yang angka
kematiannya menurun belakangan ini.3 Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.2
Etiologi
Penyebab penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Tabel 2 menunjukan penyebab utama dan insiden penyakit ginal kronik di Amerika Serikat.
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pemefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 3. Dikelompokkan pada
sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan,
tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui.2
Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat.2
Penyebab
Diabetes melitus
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah
besar
glomerulonefritis
Nefritis intestitialis
Kista dan penyakit bawaan lain
Penyakit sistemik (misalnya lupus dan
vaskulitis
Neoplasma
Tidak diketahui
Penyakit lain
insiden
44%
27%
10%
4%
3%
2%
2%
4%
4%
Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2000. 2
Penyebab
Glomerulonefritis
Diabetes Melitus
Obstruksi dan Infeksi
Hipertensi
Lain-lain
Insiden
46.4%
18.7%
12.9%
8.5%
13.7%
Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan riwayat pernah didiagnosis penyakit
ginjal sebelumnya, atau riwayat hipertensi atau proteinuria. Adanya komplikasi penyakit ginjal,
seperti hipertensi, penyakit tulang ginjal, atau penyakit jantung, adakah prosedur untuk
memungkinkan dialisis, misalnya terbentuknya fistel ateriovena, kateter dialisis peritoneal
Tenckhoff. Adanya riwayat konsumsi obat dalam jangka panjang, karena hampir semua obat apa
pun bisa menyebabkan gagal ginjal, misalnya OAINS, inhibitor angiotensin converting enzyme
atau antibiotik, setiap terapi tertentu untuk gagal ginjal, misalnya eritropoietin, setiap obat yang
bisa terakumulasi dan menyebabkan toksisitas pada gagal ginjal, misalnya digoksin. Riwayat
keluarga seperti adakah riwayat penyakit ginjal, misalnya penyakit ginjal polikistik.4
Pada kasus penyakit ginjal kronik ini, pemeriksaan fisik langsung terhadap ginjal tidak
akan memberikan informasi yang berarti, pemeriksaan fisik lebih mengarah pada sindroma
uremia sistemik yang dihasilkan karena menurunnya fungsi ginjal. Pemeriksaan fisik dapat
dimulai tanda-tanda vital, untuk mengetahui frekuensi nafas yang mungkin meningkat, tekanan
darah untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi, auskultasi pada paru dan jantung, terutama
stadium akhir dapat terjadi edema paru dan gagal jantung kongestif karena gangguan volume
cairan dan elektrolit yang parah. Asteriksis juga dapat diperiksa, karena toksik ureum dapat
menyebabkan asteriksis pada tangan.5 Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan pasien
apakah tampak sakit, adanya komplikasi gagal ginjal yang membahayakan jiwa di antaranya
adalah edema paru, asidosis, dan hiperkalemia. Apakah ditemukan sesak napas, atau pola
pernapasan Kussmaul, cepat dan dalam akibat asidosis, sianosis, tanda-tanda kelebihan cairan,
ronki pada paru, irama gallop, JVP meningkat, edema perifer, dan hipertensi. Sudah ditemukan
tanda-tanda kekurangan cairan atau syok, hipotensi. penurunan TD postural, takikardia, perifer
dingin, vasokonstriksi perifer, dan tanda-tanda penyakit tertentu yang menyebabkan gagal ginjal,
misalnya ginjal polikistik, ruam vaskulitik, sepsis, atau pankreatitis. Adakah tanda-tanda
kelainan fungsi ginjal, misalnya anemia, asidosis, mengantuk, kecenderungan perdarahan,
adakah bukti hipertensi berat, misalnya hipertrofi ventrikel kiri, retinopati hipertensif. Periksa
dengan teliti setiap tanda-tanda obstruksi seperti, kandung kemih teraba, pembesaran prostat,
massa pada pelvis.4
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi pemeriksaan yang sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum dan penurunan GFR yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
Pemeriksaan lain adalah kelainan biokimiawi darah berupa peningkatan kadar mioglobin darah,
berkurangnya compliance paru, meningkatnya resistensi jalan nafas, kelelahan otot pernafasan
dan / atau diafragma, dan anemia. Dyspnea mungkin tidak sering bila kelainan pada ventrikel
kanan dan regurgitasi trikuspid.2
Prinsip dasar yang membedakan gagal jantung kongestif dengan gangguan ginjal kronik
adalah pada gagal jantung kongestif murni, biasanya gagal jantung akan bersifat progresivitas
buruk karena mekanisme kompensasi jantung terhadap gangguan akan memperburuk daya
pompa, sedangkan pada gagal jantung kongestif pada sindroma uremia karena gangguan ginjal
kronik, gagal jantung ini bersifat sementara dimana apabila toksin uremik ini disembuhkan atau
dosisi diturunkan maka gagal jantung akan sembuh sempurna. Selain itu manifestasi yg berbeda
pada gagal jantung kongestif murni tidak ditemukan peningkatan kadar BUN dan kreatinin
serum dimana pada gangguan ginjal kronik terdapat peningkatan dari BUN dan kreatinin serum.2
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors.2 Kerusakan nefron berlangsung progresif, nefron yang sudah
rusak tidak dapat berfungsi dan tidak bisa pulih kembali. Ginjal dapat mempertahankan fungsi
yang relatif normal sampai terdapat sekitar 75% nefron yang tidak berfungsi.1
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia.2
Urine dapat mengandung protein, sel darah merah, dan set darah putih atau sedimen
(endapan) dalam jumlah abnormal. Karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kadar
kreatinin plasma meninggi secara proporsional jika tidak dilakukan penyesuaian untuk
mengaturnya. Ketika pengangkutan natrium ke dalam nefron meningkat maka lebih sedikit
natrium yang direabsorpsi sehingga terjadi kekurangan natrium dan deplesi volume. Ginjal tidak
mampu lagi memekatkan dan mengencerkan urine.1
Jika penyebab gagal ginjal kronis tersebut adalah penyakit interstisial tubulus, maka
kerusakan primer pada tubulus renal, yaitu nefron dalam medula renal akan mendahului gagal
ginjal sebagaimana permasalahan yang ditemukan pada asidosis tubulus renal, yaitu deplesi
garam dan gangguan pengenceran serta pemekatan urine. Jika penyebab primernya adalah
kerusakan vaskuler atau glomerulus, maka gejala proteinuria, hematuria, dan sindrom nefrotik
lebih menonjol.1
Perubahan keseimbangan asam-basa akan mempengaruhi keseimbangan kalsium dan
fosfor. Ekskresi fosfat melalui ginjal dan sintesis l,25(OH)2-vitamin D3 oleh ginjal akan
berkurang. Hipokalsemia mengakibatkan hipoparatiroidisme sekunder, penurunan laju filtrasi
glomerulus, hiperfosfatemia yang progresif, dan disolusi tulang. Pada insufisiensi ginjal yang
dini terjadi peningkatan ekskresi asam dan reabsorpsi fosfat untuk mempertahankan pH pada
nilai normal. Ketika laju filtrasi glomerulus menurun hingga 30% sampai 40% maka terjadi
asidosis metabolik yang progresif dan sekresi kalium dalam tubulus renal meningkat. Kadar
kalium total tubuh dapat meningkat hingga taraf yang dapat menyebabkan kematian dan
memerlukan dialisis.1
Pada glomerulosklerosis terjadi distorsi lubang filtrasi dan erosi sel epitel glomerulus
yang meningkatkan transportasi cairan melalui dinding glomerulus. Protein berukuran besar
melintasi lubang tersebut tetapi kemudian terperangkap dalam membran basalis glomerulus dan
menyumbat kapiler glomerulus. Cedera epitel dan endotel menyebabkan proteinuria. Proliferasi
sel mesangial, peningkatan produksi matriks ekstrasel, dan koagulasi intraglomerulus
menyebabkan sklerosis.1
Cedera tubulointerstisial terjadi karena toksin atau kerusakan iskemik pada tubulus renal
seperti halnya nekrosis tubuler akut. Debris dan endapan kalsium menyumbat tubulus. Defek
transportasi tubulus yang diakibatkan akan disertai edema interstisial, infiltrasi leukosit, dan
nekrosis tubuler. Cedera vaskuler menyebabkan iskemia difus atau lokal pada parenkim renal
yang disertai penebalan, fibrosis atau lesi lokal pembuluh darah ginjal. Kemudian penurunan
aliran darah menimbulkan atrofi tubulus, fibrosis interstisial dan disrupsi fungsional pada filtrasi
glomerulus, gradien medula renal, dan pemekatan.1
produksi sel darah merah di dalam sumsum tulang. Zat-zat toksik uremik yang menyertai gagal ginjal
kronis akan memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah. Pasien akan mengalami letargi dan rasa
pening.1
Demineralisasi tulang (osteodistrofi renal), yang bermanifestasi dalam bentuk nyeri tulang dan
fraktur patologis, disebabkan oleh penurunan aktivasi vitamin D oleh ginjal yang mengurangi absorpsi
kalsium dari makanan, retensi fosfat yang meningkatkan ekskresi kalsium ke dalam urine, peningkatan
kadar hormon paratiroid di dalam peredaran darah akibat penurunan ekskresi hormon tersebut dalam urine.1
Kulit akan memperlihatkan noda warna kuning kelabu ketika pigmen urine (urokrom) menumpuk
di dalamnya. Zat-zat mediator inflamasi yang dilepaskan oleh toksin yang tertahan di dalam kulit
menimbulkan pruritus. Asam urat dan substansi lain dalam keringat akan mengkristal dan tertimbun pada
kulit sebagai uremic frost. Kadar kalsium plasma yang tinggi juga akan disertai dengan keluhan pruritus.
Gagal ginjal kronis meningkatkan risiko kematian akibat infeksi. Keadaan ini berhubungan dengan supresi
imunitas diantara sel dan penurunan jumlah serta fungsi limfosit dan sel-sel fagosit.1
Gejala Klinis
Manifestasi klinik penyakit ginjal kronik tidak spesifik dan biasanya ditemukan pada tahap akhir
penyakit. Pada stadium awal, stadium 1-3, tidak mengalami gejala apa apa atau tidak
mengalami gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, endokrin dan metabolik yang tampak
secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru terlihat pada
CKD stadium 4 dan 5. Tanda dan gejala penyakit ginjal kronik melibatkan berbagai sistem
organ. Gejala yang tersering dirasakan adalah gangguan pada gastrointestinal yaitu mual,
muntah, lemas, lelah, anoreksia, dan rasa pahit di lidah, yang termasuk dalam sindrom uremia.
Hipertensi juga sering dijumpai pada pasien CKD. Selain itu juga didapatkan keluhan oedem
perifer, efusi pleura, peningkatan JVP, asites, serta adanya gangguan elektrolit dan asam basa,
yaitu hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia. Pada pasien CKD, kulit terasa gatal,
bersisik, kering, dan mengalami pigmentasi. Otot mengalami kelemahan, fasikulasi, gangguan
memori, dan klinis menjadi berat karena adanya ensefalopati uremikum karena kadar ureum
yang tinggi. Pada pasien CKD, tidak jarang didapati anemia, gangguan hemostasis, gangguan
hormon seks, dan gangguan metabolisme glukosa.5
Komplikasi
Pasien dengan CKD, memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih besar dari
komplikasi cardiovascular disease pada populasi umum. Kematian akibat kardiovaskular
menyumbang 45% dari semua kematian pasien yang menjalani dialisis. Antara 80% - 90%
pasien dengan CKD mati, terutama dari kelainan jantung dan pembuluh darah bahkan sebelum
pasien mencapai kebutuhan untuk dialisis. Mekanisme biologis yang tepat menjelaskan
meningkatnya angka kematian ini tidak jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan keadaan
uremia yang berhubungan dengan kelainan homeostasis fosfat dan kalsium. Komplikasi
kardiovaskular pada pasien CKD, antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung,
dan perikarditis.5
Penyakit tulang metabolik dari CKD disebabkan oleh suatu proses yang kompleks akibat
gangguan metabolisme kalsium dan fosfor, hormon paratiroid (PTH), vitamin D aktif, dan
mungkin fibroblast growth factor-23 (FGF-23). Pola khas pada awal CKD stadium 3 adalah
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hypovitaminosis D, dan hiperparatiroidisme sekunder sebagai
hasil dari tiga kelainan sebelumnya. Kelainan ini dapat menyebabkan kalsifikasi vaskular, yang
mungkin sebagian bertanggung jawab untuk CVD yang muncul cepat. Studi epidemiologi di
manusia menunjukkan hubungan antara fosfor tinggi dengan peningkatan risiko kematian
kardiovaskular di CKD dini sampai ESRD. Penyakit tulang, atau osteodistrofi ginjal, pada CKD
stadium lanjut adalah umum dan ada beberapa jenis. Osteodistrofi ginjal hanya dapat didiagnosis
dengan biopsi tulang, yang jarang dilakukan.5
Komplikasi sistem hematologi pada CKD ada 2 macam, yaitu anemia dan koagulopati.
Anemia pada CKD terutama disebabkan penurunan produksi hormon erythropoietin, yang sering
menjadi gejala klinis yang signifikan pada CKD stadium 3. Banyak pasien kekurangan zat besi
juga karena penyerapan zat besi di traktus gastrointestinalis mengalami gangguan. Kelainan
koagulopati pada stadium lanjut CKD terutama disebabkan oleh disfungsi platelet yang
berkepanjangan dan menyebabkan waktu perdarahan memanjang bisa terjadi. Secara klinis,
pasien dapat memiliki petechiae, purpura, dan kecenderungan meningkat untuk perdarahan
selama operasi. Selain itu dapat terjadi hiperkalemia, kelainan asam-basa, dan komplikasi
neurologi seperti ensefalopati dan lainnya serta kelainan endokrin dalam hal ini adalah
membaiknya keadaan hiperglikemia pada pasien diabetes melitus hal ini berhubungan dengan
berkurangnya insulin yang di ekskresi di ginjal.5
GFR
m2)
90
60-89
30-59
15-29
< 15
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih
normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan
indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 2030% dari normal terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.2
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal
kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan
aktivitas penyakit dasarnya.2
Faktor utama penyebab pemburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah, pembatasan
asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8
kgbb/hari, yang 0,35 0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori
yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap
status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi
dipecah dipecah menjadi urea dan subtansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui
ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan
mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan demikian pembatasan asupan
protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan
protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran
darah dan tekanan intraglomerulus, yang akan meningkatkan progresifitas perburukan fungsi
ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena
protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia.2
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi, disamping
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat
pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peran
yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein dalam memperkecil hipertensi
intraglomerulus dan hipertrogi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat
terkait dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan
faktor resiko terjadi pemburukan fungsi ginjal dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan
dengan proses pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat
antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting
Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan
fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan
antiproteinuria.2
Pencegahan dan terapi terhadap kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 4045% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kaediovaskular adalah,
pengedalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia,
pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dengan gangguan
keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.2
paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent,
dan dilaporkan mempunyai efektivitas yang sangat baik serta efek samping yang minimal.2
Pemberian Kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak dilaporkan. Tetapi
pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat dan kalsium
disaluran cerna sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan barang calcium carbonate
dijaringan, yang disebut kalsifikasi metastatik. Disamping itu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid. Oleh karena itu pemakaiannya dibatasi
pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormone paratiroid (PTH) >2,5 kali
normal.2
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke
dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar baik melalui urine maupun insensible water
loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible water antara 500-800 ml/hari
(sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditambah
jumlah urine. Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritnia jantung yang fatal. Oleh
karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium
seperti buah dan sayuran, harus dibatasi kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/L.
Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah derajat edema yang terjadi.2
Terapi pengganti ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplantasi ginjal.2
Prognosis
Tingkat kematian yang terkait dengan CKD sangat luar biasa. Setelah penyesuaian usia,
jenis kelamin, ras, komorbiditas, dan rawat inap sebelumnya, angka kematian pada pasien
dengan CKD tahun 2009 adalah 56% lebih besar daripada pada pasien tanpa CKD. Untuk pasien
dengan stadium 4-5 CKD, angka kematian adalah 76% lebih besar. Tingkat kematian secara
konsisten lebih tinggi untuk laki-laki daripada perempuan, dan bagi orang-orang kulit hitam
dibandingkan orang kulit putih dan pasien dari ras lain. Angka kematian tertinggi adalah dalam 6
bulan pertama memulai dialisis. Kemungkinan kematian cenderung menurun untuk 6 bulan
berikutnya, sebelum meningkat secara bertahap selama 4 tahun ke depan. Tingkat kelangsungan
hidup 5 tahun untuk pasien yang menjalani dialisis jangka panjang di Amerika Serikat adalah
sekitar 35%, dan sekitar 25% pada pasien dengan diabetes.6
Penyebab kematian mendadak paling umum pada pasien dengan ESRD adalah
hiperkalemia, yang sering disebabkan oleh melewati dialisis atau ketidakpatuhan terhadap diet.
Penyebab paling umum kematian adalah penyakit jantung, mortalitas kardiovaskular adalah 1020 kali lebih tinggi pada pasien dialisis dari pada populasi umum.6
Daftar Pustaka
1
Kowalak, Welsh, Mayer, editor. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014.h.562-3.
Bargman JM, Skorecki K. Chronic Kidney Disease. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons Principles of Internal Medicine. 19 th
Edition. New York: McGraw Hill Education; 2015.p.1811-20
Watnick S, Dirkx T. Chronic kidney disease. In: Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW.
Current Medical Diagnosis & Treatment 2015. 54th Edition. New York: McGraw Hill
Education; 2015: 900-8.
Wolfe RA, Ashby VB, Milford EL, Ojo AO, Ettenger RE, Agodoa LY, et al. Comparison
of mortality in all patients on dialysis, patients on dialysis awaiting transplantation, and
recipients of a first cadaveric transplant. N Engl J Med 1999 Dec 2; 341(23):1725-30.