Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Muhammadiyah

A. Pendahuluan
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Dari sejarah kita bisa banyak belajar
tentang kearifan. Begitulah kata orang bijak memaknai sejarah. Begitupun
juga dengan Muhammadiyah organisasi yang berdiri sejak satu abad yang
lalu ini tidak lepas dari spirit Kiai Ahmad Dahlan dalam memaknai,
menghayati, dan mengamalkan Al-Quran surat Ali Imran ayat ke-104. Inilah
ayat yang sering diidentikkan sebagai ayat Muhammadiyah. Lebih dari itu
dalam gerakan pembaharuannya dakwah Muhammadiyah sangat kental
dengan penafsiran mengenai surat Al-Maun 1-7.
Bermula dari surat inilah Muhammadiyah bergerak melawan kebodohan,
ketidakadilan dan kemiskinan yang ada di masyarakat akibat
system
colonial.
System
colonial
yang
cenderung
bersifat
diskriminatif
menstimulus daya kratif dan inovatif Dahlan dalam memformulasikan gaya
pendidikan untuk kaum tertindas pribumi. Maka melalui dua Surat dan Ayat
yang sudah disebutkan diatas tadi Ahmad Dahlan tergugah untuk melakukan
gerakan pembaharuan disegala bidang pendidikan termasuk pendidikan dan
kesehatan yang pada waktu itu sangat minim.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Najib Burhani, kedua teologi inilah yang
membuat Muhammadiyah mampu bertahan hingga 100 tahun dengan
memiliki ribuan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan layanan
kesejahteraan sosial yang lain.
Maka sebenarnya kalau dilihat dalam kacamata sejarah kelahiran
Muhammadiyah pada awal abad ke-20 tersebut Ahmad Dahlan memberikan
jawaban terhadap pentingnya pembaruan (reformasi) kehidupan sosial umat
Islam di Indonesia. Para pemimpin awal Muhammadiyah, terutama Ahmad
Dahlan, menyadari pentingnya menafsirkan keyakinan Islam untuk
memberikan dasar-dasar pembaruan keagamaan dan sosial. Mereka
menunjukkan kesadaran mengenai kebutuhan untuk mengatasi persoalan
yang dihadapi oleh kaum muslim.
B. Kondisi Sosio-Historis Saat Kelahiran Muhammadiyah
Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi
sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi
keterbelakangan. Keterbelakangan umat Islam dalam dunia pendidikan
menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak
bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda
islam yang berpikir modern. Kesejahteraan umat islam akan tetap berada
dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam
indonesia.
Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme
Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi
satu paket dengan proyek imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa,
selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan
produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para
penginjil untuk menyampaikan ajaran jesus untuk menyapa umat manusia
diseluruh dunia untuk mengikuti ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin
modernisasi yang sedang melanda erofa. Modernisasi yang terhembus

melalui model pendidikan barat (belanda) di indonesia mengusung pahampaham


yang
melahirkan
moernisasi
erofa,
seperti
sekularisme,
individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak
dihentikan maka akan terlahir generasi baru islam yang rasionaltetapi liberal
dan sekuler.
Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada
ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad
Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari
Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca
pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad
bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid
Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di
Sudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu
telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi
sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan
pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Berdasarkan penelitian dari Dr Alfian dalam bukunya yang berjudul Politik
Kaum Modernis, Muhammadiyah pada masa kolonialisme memainkan tiga
peranan yang saling terkait yaitu, pertama, sebagai reformis keagamaan,
kedua, sebagai pelaku perubahan sosial, dan ketiga, sebagai kekuatan
politik. Tiga peranan inilah yang ke depannya nanti membawa
perkembangan Muhammadiyah menuju masa-masa formatif (1912-1923),
masa-masa percobaan (1924-1933), dan masa-masa kejayaan (1934-1942).

C. Pasca kelahiran Muhammadiyah

Kelhiran Muhammadiyyah membawa dampak yyang signifikan dalam


kehiduan bermasyarakat dan bernegara. Muhammadiyah sebgai geran sosial
kemasyarakatan mampu menerapkan nila islam kedalam ranah praksis dan
strategis. Beberapa amal usaha hadir untuk mentranformasikan agama
menjaddi lebih hidup dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan
kebodohan.
D. Muhammadiyah Abad kedua
Muhammadiyah pada abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan
gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam
yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan
kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas
problem-problem
kemanusiaan
berupa
kemiskinan,
kebodohan,
ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural
dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab
masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik,
korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan.
Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang
berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan
perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun
pranata sosial yang utama.
Dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam
mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai

ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun


perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat
kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan
bangsa, menjunjungtinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat
manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan
Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa
harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik.
Dalam kehidupan kebangsaan Muhammadiyah mengagendakan gerakan
pencerahan menuju Indonesia berkemajuan. Indonesia Berkemajuan
merupakan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna dalam
seluruh bidang kehidupan menuju Indonesia yang maju, adil, makmur,
bermartabat, dan berdaulat. Indonesia Berkemajuan merupakan perwujudan
dari jiwa, pemikiran, dan cita-cita kemerdekaan yang diletakkan oleh para
pendiri bangsa tahun 1945 di mana Muhammadiyah berkiprah aktif dalam
memperjuangkannya. Indonesia Berkemajuan memerlukan nilai dan faktor
strategis yaitu agama sebagai sumber kemajuan, pendidikan yang
mencerahkan, kepemimpinan profetik, institusi yang progresif, dan keadaban
publik yang serba utama. Indonesia Berkemajuan tersebut sejalan dengan
pandangan Muhammadiyah yang membawa misi Islam yang berkemajuan
menuju terwujudnya kehidupan bangsa dan negara Indonesia sebagai
Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.

Nilai Keteladanan Tokoh Muhammadiyah


Membahas sebuah organisasi atau perkumpulan, maka tidak bisa lepas
begutu saja dengan pimpinan atau anggota yang didalamnya. Meski kadang
muncul pertanyaan, apakah sejarah melahirkan tokoh atau tokoh yang
melahirkan sejarah. Terlepas dari jabawan mana yang benar, sejarah dan
tokoh-tokohnya memang sulit untuk dipisahkan. Karena membaca perjalanan
hidup sang tokoh tentu juga akan membaca bagian dari sejarah. Dan tentu
ini selalu menrik untuk diselami dan di bahas.
Apalagi organisasi sebesar Muhammadiyah ang telah lahir sejak satu abad
silam. Organsasi ini telah melahirkan tokoh-tokoh bangsa.
Tokoh yang dilahirkan dari Muhammadiyah,
Nilai keteladanan dari setiap tokoh.

Anda mungkin juga menyukai