Anda di halaman 1dari 72

Perpustakaan Unika

Perbedaan Ketrampilan Sosial antara Anak yang Bermain


dengan Permainan yang Besifat Soliter dengan Anak yang
Bermain dengan Permainan yang Bersifat Kooperatif

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Prista Yuni Istanti


04.40.0173

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2008

1
Perpustakaan Unika

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia membutuhkan komunitas untuk saling mengisi kebutuhan
dan menciptakan interaksi. Dalam interaksi tersebut diharapkan mereka
bisa bergaul dengan baik, sehingga bisa memiliki, membuat dan
memelihara pertemanan. Selanjutnya kebutuhan untuk bergaul dan
berteman tidak hanya milik orang dewasa namun juga anak-anak.
Willard (1992) menjelaskan bahwa keberhasilan anak dalam
bergaul merupakan prediktor yang baik dari penyesuaian diri anak pada
masa dewasa nanti. Melalui pergaulan, anak mendapatkan kesenangan
dan menyesuaikan diri terhadap stres (sumber emosi), memecahkan
masalah dan memperoleh pengetahuan (sumber kognitif), dan dasar bagi
ketrampilan sosial serta merupakan awal dari hubungan berikutnya yang
baik terhadap penyesuaian diri pada masa dewasa nanti.
Untuk bisa bergaul dengan baik, setiap anak memerlukan
kemampuan penyesuaian sosial yang baik. Penyesuaian sosial adalah
keberhasilan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain.
Keberhasilan ini dinilai dari penampilan diri, kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap semua kelompok, sikap sosial dan kepuasan
pribadi (Hurlock, 1994, h.314). Penyesuaian diri sosial membutuhkan
ketrampilan sosial yang baik.
Kim (2003) menjelaskan bahwa banyak anak-anak yang
mengalami penolakan dan dijauhi oleh teman sebayanya yang

2
Perpustakaan Unika

disebabkan rendahnya ketrampilan sosial yang dimiliki. Kondisi


tersebut akan menyebabkan anak menjadi underachievement dan
mengalami penyimpangan sosial pada masa dewasa nanti (Pellegrini
dikutip Kim, 2003). Gottman (dikutip Kim, 2003) menjelaskan bahwa
anak-anak yang mengalami penolakan dan dijauhi teman sebayanya
disebabkan rendahnya ketrampilan sosial yang ditandai dengan
tingginya perilaku agresif, perilaku memusuhi, bermain sendirian, tidak
bersedia mengerjakan tugas, malu, cemas, takut, dan distres emosional.
Ketrampilan sosial yang rendah, menurut Pellegrini dan Glickman
(dikutip Kim, 2003) akan menjadi prediksi buruk bagi perkembangan
anak di masa dewasa nanti, seperti memiliki kepribadian antisosial,
masalah sosial, kepribadian neurotik atau masalah internalnya. Hasil
penelitian Darwish, dkk (2001, h.13) menemukan bahwa anak-anak
yang memiliki ketrampilan sosial rendah ternyata memiliki kemampuan
mengendalikan diri yang rendah dan lebih banyak memiliki perilaku
bermasalah.
Krehbiel (2005) menjelaskan bahwa ketrampilan sosial memiliki
peran penting dalam hidup seseorang. Ketrampilan tersebut dibutuhkan
untuk menjalin hubungan di rumah, di sekolah atau di lingkungan
tempat tinggal, sehingga terjalin pertemanan yang berkualitas.
Ketrampilan sosial merupakan komponen penting dalam keberhasilan
hidup, dan pada anak ketrampilan tersebut dibutuhkan untuk memiliki
ketrampilan lain dan belajar mengenai peran sosial. Permasalahannya,
saat ini masih dijumpai anak-anak berperilaku agresif, tidak mau
bermain bersama teman-temannya, menarik diri dari lingkungan, dan

3
Perpustakaan Unika

suka bertindak seenaknya pada orang lain (Zoelandari, 2006). Hasil


penelitian Darwish, dkk (2001, h.13) menunjukkan anak-anak yang
memiliki ketrampilan sosial rendah, seperti sulit mengendalikan diri,
berperilaku agresif ketika keinginannya tidak dituruti, mudah cemas
atau takut ketika berada dalam situasi baru. Hasil pengamatan yang
dilakukan peneliti di Desa Magelung menunjukkan beberapa siswanya :
ketika diajak bicara menjawab sambil lari-lari, berteriak untuk
mengganggu temannya, mengumpat temannya atau gurunya, dan
menyendiri di kelas saat istirahat, yang mengindikasikan fenomena
ketrampilan sosial cenderung rendah.
Menurut Michelson, dkk (dikutip Yanti, 2005, h.9) ketrampilan
sosial pada anak merupakan hal yang dipelajari dari orang-orang
disekitar atau lingkungan. Pada anak, pengembangan ketrampilan sosial
dilakukan dengan berinteraksi dengan teman sebaya melalui bermain
(Darwish, dkk., 2001, h.13). Ketrampilan sosial pada anak yang
dikembangkan

lewat

bermain

bersama

anak-anak

lain

lebih

menguntungkan, karena anak belajar secara langsung dan dalam suasana


yang menyenangkan mengenai interaksi dengan orang lain berdasarkan
pengalaman yang diperoleh lewat bermain (Macquarie, 2005).
Pengalaman yang diperoleh lewat bermain tersebut mengajarkan pada
anak

mengenai

cara

berinteraksi,

memelihara

pertemanan,

mengembangkan strategi bergaul, menerima orang lain, mengenal nilainilai di masyarakat, dan memecahkan masalah. Hal-hal tersebutlah yang
menyebabkan cara untuk mengembangkan ketrampilan sosial yang
efektif melalui bermain (Dalrymple, 2004).

4
Perpustakaan Unika

Bermain adalah pemenuhan kebutuhan diri dengan kebebasan


beraktivitas, didasari oleh motivasi intrinsik dan bukan karena
penghargaan dari luar, luwes dalam pergantian peran, dan tidak literal.
Bermain memberikan kenyamanan dan kesenangan, sehingga anak
belajar

berelasi

tanpa

unsur

paksaan

yang

selanjutnya

akan

mengembangkan kemampuan bekerja sama dan imitasi. Pada anak,


bermain adalah dunia mereka. Anak-anak menghabiskan hampir dari
seluruh waktunya untuk bermain. Oleh karena itu, peneliti semakin
yakin bahwa untuk mengembangkan ketrampilan sosial anak dapat
dilakukan dengan bermain yang tentunya menggunakan permainan yang
tepat.
Permainan

adalah

suatu

media

yang

digunakan

untuk

meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak (Piaget dikutip


Santrock,

2002,

h.273).

Permainan

memungkinkan

anak-anak

mempraktekkan kompetensi-kompetensi dan ketrampilan-ketrampilan


mereka yang diperlukan dengan cara yang santai dan menyenangkan.
Vygotsky (dikutip Santrock, 2002, h.273) menjelaskan bahwa
permainan

merupakan

suatu

setting

yang

sangat

bagus

bagi

perkembangan kognitif. Aspek-aspek simbolis dan khayalan dari suatu


permainan akan membuat suatu permainan merupakan hal yang
imanjiner sehingga perkembangan kognitif anak terstimulasi. Pendapat
Piaget dan Vygotsky menekankan bahwa permainan berperan dalam
perkembangan kognitif anak. Hal ini berbeda dengan pendapat Hurlock
(1994, h.158) yang menyatakan bahwa permainan meningkatkan afiliasi
dengan

teman

sebaya,

mengurangi

tekanan,

meningkatkan

5
Perpustakaan Unika

perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah, dan memberi


tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang potensial bahaya.
Permainan

meningkatkan

kemungkinan

bahwa

anak-anak

akan

berbicara dan berinteraksi satu sama dengan lain. Selain itu dalam
interaksi tersebut, anak-anak akan mempraktekan peran-peran yang
mereka laksanakan dalam hidup masa depannya. Dengan kata lain,
Hurlock

ingin

menjelaskan

bahwa

permainan

tidak

hanya

mengembangkan aspek kognitif, namun juga aspek psikologis dan aspek


sosial. Hal inilah yang membawa konsekuensi bahwa jenis permainan
tertentu akan memberikan lebih mengembangkan aspek tertentu.
Parten (dikutip Santrock, 2002, h.273-274) dalam penelitiannya
menemukan bahwa permainan dapat dikategorikan menjadi enam yaitu
unoccupied play, soliter play, onlooker play, parallel play, associative
play, dan cooporative play, dimana memiliki karakteristik khas dan
memberikan hasil berupa pengembangan fungsi aspek individu yang
relatif berbeda. Misalnya permainan soliter (soliter play), anak bermain
sendirian dan mandiri dari orang lain, serta mengembangkan fungsi
kognitif, contoh video games. Sedangkan, permainan kooperatif
(cooporative play), anak bermain bersama dengan anak-anak lain untuk
mencapai tujuan yang sudah disepakati bersama., serta mengembangkan
fungsi sosial, contoh gobak sodor.
Banyaknya permainan yang beredar menuntun orangtua untuk
lebih bijaksana dalam mengarahkan permainan yang akan dipilih anak.
Dalam konteks penelitian ini, anak seyogyanya diarahkan untuk
memilih permainan yang meningkatkan kemampuan kerjasama dan

6
Perpustakaan Unika

interaksi dengan orang lain, supaya ketrampilan sosial anak meningkat.


Permainan yang termasuk dalan permainan kooperatif antara lain
permainan tradisional Indonesia (Indonesian traditionals play), seperti
bakiak, gatrik, lompat tali, petak umpet, dakon, galah asin, dan dortap.
Menurut Wahyono (2002, h.41-44) karakteristik permainan tradisional
adalah (1) unsur kesenangan, rekreasi, dan menciptakan suasana rileks;
(2) unsur terapis; (3) bekerja sama dan berorganisasi; (4) bersosialisasi
dan berempati, (5) kreativitas; (6) sikap kompetisi dan sportivitas; dan
(7) persiapan dan ajang belajar menjadi orang dewasa. Yuwono (2008)
menyebutkan bahwa permainan tradisional memberikan manfaat fisik
bagi anak supaya lebih kuat, mengasah kemampuan bersosialisasi,
bekerjasama, dan mentaati peraturan.
Berdasarkan uraian di atas, permainan kooperatif dapat menjadi
alternatif untuk mengembangkan atau meningkatkan ketrampilan sosial
anak. Permasalahannya, seiring dengan perkembangan jaman, pola
permainan anak juga mengalami perubahan. Saat ini permainan yang
beredar kebanyakan permainan plastik atau games yang permainannya
cenderung dilakukan secara indoor dan bersifat individual. Jenis
permainan tersebut menurut Parten (dikutip Santrock, 2002, h.273-274)
masuk dalam kategori permainan soliter.
Permainan soliter yang sedang digandrungi oleh anak-anak
sekarang adalah video games. DB kontributor Tabloid Mom & Kiddi
(2008) menuliskan bahwa anak-anak usia SD dan SMP, rata-rata anak
laki-laki menghabiskan waktu 13 jam per minggu untuk bermain video
game, dan 5,5 jam per minggu pada anak perempuan. Hal ini diperkuat

7
Perpustakaan Unika

oleh fenomena yang terungkap dalam tulisan-tulisan di rubrik konsultasi


seperti yang ada di bawah ini :
Tidak cukup satu atau dua jam, Wahid dan Budi bisa bermain
sampai

berjam-jam

sebelum

mereka

benar-benar

bisa

memecahkan rasa penasaran akan permainan itu. Mereka


bermain sejak dari pulang sekolah. (Lestari, 2007).

Hampir setiap waktu aku ada di rumah temanku itu. Habis enak,
sih, selain seru, aku bisa menjadi jagoan dan ngalahin penjahat.
Juga kalau main PS nggak usah panas-panasan. Permainannya
juga banyak sekali. Kalu sudah bosen, tinggal ganti aja CD-nya
dengan permainan lain. (Hendi, 11 tahun).

Permainan soliter, seperti video games, memberikan keunggulan


di pada aspek kecakapan visual dan spasial anak. Permaian tersebut juga
mendorong fungsi perkembangan kognitif (DB dikutip Mom & Kiddi,
2008). Menurut Adelar (2008) video games memiliki segi positif, seperti
belajar strategi, melatih ketrampilan tangan, serta koordinasi motorik
mata dan tangan menjadi lebih terlatih.

Hal tersebut menunjukkan

bahwa permainan soliter (video games) juga memiliki manfaat.


Segi lain, beberapa pihak menyebutkan bahwa video games
berbahaya

bagi

anak-anak

karena

menghambat

perkembangan

ketrampilan sosial anak. Hal tersebut disebabkan anak berhadapan


dengan benda mati dan permainan tersebut tidak melibatkan terjadinya
interaksi

kreatif

(Hidayati,

2008).

Sedangkan

Adelar

(2008)

8
Perpustakaan Unika

menambahkan bahwa video games menumbuhkan sikap agresif pada


anak yang merupakan indikasi dari rendahnya ketrampilan sosial anak.
Simanjuntak dan Ndraha (2007, h.222-228) menjelaskan bahwa
permainan dalam video games akan menghilangkan rasa empati pada
anak, karena anak-anak menganggap hal yang biasa mengenai kekerasan
atau pembunuhan. Sikap tersebut muncul karena bagi anak-anak, hal
tersebut sesuatu yang biasa karena sering mereka lihat. Hasil penelitian
Fidriati (2002) menemukan bahwa permainan video games yang
merupakan permainan soliter akan mengurangi kuantitas hubungan
sosial anak dengan teman Frekuensi bermain video games akan
mempengaruhi kematangan sosial anak, yang tercermin dari ketrampilan
sosial anak.
Lebih lanjut, saat ini ada perubahan dalam permainan pada anakanak Indonesia, yaitu anak-anak yang dahulunya bermain dengan
menggunakan

permainan

kooperatif,

sekarang

lebih

banyak

menggunakan permainan soliter. Permainan kooperatif diidentikan


dengan permainan tradisional, sedangkan permainan soliter diidentikan
dengan permainan video games (Hidayati, 2008). Perubahan-perubahan
ini

menunjukkan

adanya

perubahan

interbudaya,

yang

dapat

mempengaruhi perkembangan ketrampilan sosial anak (Bloom, 1990).


VacHealth (2007) memaparkan bahwa ada perubahan cara
bermain pada anak-anak. Permainan anak-anak sekarang kurang
menekankan
gangguan

perkembangan

dalam

menjalin

psikososial
interaksi

sehingga

dengan

menimbulkan

orang

lain

dan

ketidakefektifan dalam menggunakan koping. Selain itu, anak-anak

9
Perpustakaan Unika

sekarang 3,5 kali lebih banyak di depan televisi, komputer atau bermain
video games dibandingkan melakukan permainan interaktif dengan
teman sebaya atau olahraga. Kecenderungan ini membawa dampak
anak-anak menjadi kurang aktif dan lebih terisolasi secara sosial, serta
memberikan kesan bahwa dunia merupakan tempat yang tidak nyaman.
Hasil penelitian Darwish, dkk (2001, h.13) menemukan bahwa anakanak yang terlibat dalam permainan yang interaktif cenderung memiliki
skor ketrampilan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan anakanak yang terlibat dalam permainan yang bersifat soliter. Barson (2002)
dalam penelitiannya mengenai Play Impact on The Development of
Social Skills of Peripheral Children menemukan bahwa bermain akan
mengembangkan ketrampilan praktis yang baru, gagasan-gagasan,
kepercayaan diri, konsep diri positif, kemampuan berbicara dan
interaksi. Bermain mengembangkan komponen intelektual, sosial dan
kepribadian. Permainan yang digunakan Barson dalam penelitiannya
adalah permainan yang melibatkan interaksi dengan orang lain.
Ginsburg (2007, h.184-185) menjelaskan ada perubahan perilaku
bermain pada anak. Anak-anak sekarang lebih banyak melakukan
permainan yang cenderung bersifat soliter, seperti video games, dan ini
memberikan

dampak

buruk

pada

kesehatan,

kreativitas

dan

perkembangan psikososial. Anak-anak menjadi cenderung pasif dan


mengembangkan perilaku kekerasan, yang merupakan indikasi dari
rendahnya ketrampilan sosial.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti dengan
judul Apakah ada perbedaan ketrampilan sosial antara anak yang

10
Perpustakaan Unika

bermain dengan permainan yang bersifat soliter dan anak yang bermain
dengan permainan yang bersifat kooperatif ?

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan ketrampilan
sosial antara anak yang bermain dengan permainan yang bersifat soliter
dan anak yang bermain dengan permainan yang bersifat kooperatif.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan berupa bukti empiris mengenai perbedaan
ketrampilan ketrampilan sosial antara anak yang bermain dengan
permainan yang bersifat soliter dan anak yang bermain dengan
permainan

yang

bersifat

kooperatif

sehingga

Psikologi

Perkembangan Anak semakin berkembang.


2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada anak, orangtua, dan pihak-pihak yang
tertarik mengenai ketrampilan sosial anak dalam kaitannya dengan
permainan yang bersifat soliter dan anak yang bermain dengan
permainan yang bersifat kooperatif.

11
Perpustakaan Unika

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketrampilan Sosial
1. Pengertian Ketrampilan Sosial
Yanti (2005) mendefinisikan ketrampilan sosial adalah
kemampuan anak mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin
interaksi sosial yang efekif dengan orang lain dan lingkungan.
Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Combs dan Slaby (dikutip
Yanti, 2005) bahwa ketrampilan sosial adalah kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan caracara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat
bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling
menguntungkan.
Ketrampilan sosial menurut Libert dan Lewinson (dikutip
Yanti, 2005) adalah suatu kemampuan yang kompleks untuk
melakukan perbuatan yang akan diterima dan menghindari perilaku
yang akan ditolak oleh lingkungan. Sedangkan Cavell (dikutip Yanti,
2005) menyatakan bahwa ketrampilan sosial merupakan bagian dari
kompetensi sosial dan hal tersebut terdiri dari tiga konstrak yaitu
penyesuaian sosial, performansi sosial dan ketrampilan sosial.
Goddard

(2005)

mendefinisikan

ketrampilan

sosial

adalah

kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang dewasa,


membuat pertemanan dan perilaku yang ditunjukkan dalam berbagai
situasi sosial yang berbeda.

12
Perpustakaan Unika

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan


bahwa ketrampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus
yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat
menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau
menguntungkan orang lain.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketrampilan Sosial


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketrampilan sosial menurut
Bloom (1990) adalah :
a. Faktor

personal

yang

meliputi

perubahan

fisik

badan,

perkembangan struktur kognitif, perkembangan struktur afektif,


perubahan perilaku kebiasaan
b. Faktor interpersonal yang meliputi perubahan relasi dalam
keluarga, perubahan relasi dalam teman sebaya.
c. Relasi sosial yang meliputi suku, jenis kelamin, kelas sosial
ekonomi, agama, prasangka.
d. Perubahan

interbudaya

antara

lain

perubahan

permainan

(permainan tradisional menjadi permainan modern).


Menurut Yanti (2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketrampilan sosial adalah :
a. Kondisi anak : temperamen anak, regulasi emosi, kemampuan
sosial kognitif

13
Perpustakaan Unika

b. Interaksi anak dengan lingkungan (orangtua dan teman sebaya),


seperti melakukan permainan dengan teman sebaya atau orang
lain.
Menurut

Goddard

(2005)

faktor

yang

mempengaruhi

ketrampilan sosial adalah bermain bersama teman sebaya. Bermain


menyebabkan anak berinteraksi dengan orang lain, belajar menerima
dan berbagi, serta mengajarkan untuk mengeskpresikan diri sesuai
dengan tuntutan sosial.
Darwish, dkk (2001, h.13) menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi ketrampilan sosial anak adalah bermain.
Pendapat senada dikemukakan oleh Macquarie (2005) bahwa
ketrampilan sosial pada anak dapat dikembangkan lewat bermain
bersama anak-anak lain. Bermain membuat anak belajar secara
langsung dan dalam suasana yang menyenangkan mengenai interaksi
dengan orang lain sehingga membuat mereka mendapatkan
pengalaman positif yang berkaitan dengan interaksi sosial. Lebih
lanjut, pengalaman yang diperoleh lewat permainan akan membuat
anak lebih tahu mengenai cara berinteraksi, cara memelihara
pertemanan dalam jangka waktu panjang, cara mengembangkan
strategi bergaul yang bijaksana, menerima orang lain, mengenal
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, dan cara memecahkan
masalah. Pendapat Dalrymple (2004) semakin menegaskan bahwa
cara yang efektif untuk mengembangkan ketrampilan sosial anak
adalah melalui bermain.

14
Perpustakaan Unika

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa


faktor-faktor

yang

mempengaruhi

ketrampilan

sosial

dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor


eksternal.

Faktor

internal

meliputi

perubahan

fisik

badan,

perkembangan struktur kognitif, perkembangan struktur afektif,


perubahan perilaku kebiasaan, jenis kelamin, temperamen anak,
regulasi emosi, kemampuan sosial kognitif dan prasangka.
Sedangkan faktor eksternal meliputi perubahan relasi dalam
keluarga, perubahan relasi dalam teman sebaya, kelas sosial
ekonomi, perubahan interbudaya, interaksi anak dengan lingkungan,
dan permainan.

3. Ciri-ciri dari Ketrampilan Sosial


Menurut Stein dan Book (2002, h.165) ketrampilan sosial
dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kemampuan saling memberi dan saling menerima
b. Keinginan untuk membina hubungan dengan orang lain
c. Merasa tenang dan nyaman ketika berada dalam interaksi sosial
d. Memiliki harapan positif mengenai interaksi sosial
Shapiro (2003) menyebutkan bahwa ciri-ciri dari ketrampilan
sosial adalah ketrampilan bercakap-cakap, humor, dan menjalin
persahabatan. Menurut Mclntyre, dkk. (dikutip Yanti, 2005)
ketrampilan sosial dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :
a. Komunikasi (communication), yang terdiri dari :

15
Perpustakaan Unika

1) Kemampuan

berkomunikasi

dalam

menjalin

hubungan

dengan orang lain.


2) Kemampuan mendengarkan pendapat dan keluhan dari orang
lain.
3) Kemampuan untuk memberi dan menerima umpan balik
(feedback).
4) Kemampuan untuk memberi dan menerima kritik.
b. Pemecahan masalah (problem solving)
1) Kemampuan

untuk

membuat

langkah-langkah

dalam

memecahkan masalah
2) Kemampuan untuk membuat proses pemecahan masalah
c. Pengelolaan diri (self management)
1) Kemampuan mengendalikan diri
2) Kemampuan untuk berinisiatif
3) Percaya diri
4) Kemampuan untuk menyesuaikan diri
d. Kemampuan bereleasi dengan teman sebaya (peer relations
abilities)
1) Kemampuan menghargai diri sendiri dan orang lain.
2) Kemampuan untuk bertindak sesuai dengan norma yang
berlaku
3) Kemampuan empati
4) Kemampuan tanggung jawab sosial
5) Kemampuan hubungan antarpribadi

16
Perpustakaan Unika

Goddard (2005) menjelaskan bahwa ciri-ciri dari ketrampilan


sosial adalah :
a. Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain
b. Asertivitas adalah kemampuan untuk mengatakan yang ingin
dinyatakan tanpa agresi
c. Pemecahan

masalah

adalah

kemampuan

untuk

belajar

berkompromi, pemecahan masalah dan mengatasi konflik


d. Ekspresi diri adalah kemampuan untuk menyampaikan pikiran
dan perasaannya secara sederhana dan bisa dipahami oleh orang
lain. Juga mempunyai kemampuan untuk memahami emosi dan
mengemukakannya kepada orang, kemampuan mengekspresikan
bagaimana perasaannya merupakan kunci untuk membangun
pertemanan dan mengatasi konflik.
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan ciri
ketrampilan sosial dalam penelitian ini mengacu pada pendapat
Mclntyre, dkk karena dianggap sesuai untuk menggambarkan
ketrampilan sosial dalam penelitian ini. Ciri-ciri ketrampilan sosial
tersebut adalah komunikasi, pemecahan masalah, pengelolaan diri,
dan kemampuan berelasi dengan teman sebaya.

17
Perpustakaan Unika

B. Permainan yang Bersifat Soliter dan Permainan yang Bersifat


Kooperatif
1. Pengertian dari Permainan yang Bersifat Soliter dan Permainan
yang Bersifat Kooperatif
Schaller (dikutip oleh Mnks, dkk., 1998) mendefinisikan
permainan adalah sesuatu yang dapat memberikan kelonggaran atau
katarsis sesudah seseorang melakukan tugasnya dan sekaligus
mempunyai

sifat

membersihkan.

Permainan

tersebut

dapat

digunakan untuk menyalurkan atau melepaskan sisa-sisa energinya


(Spencer dikutip oleh Mnks dkk., 1998).
Mindess (2001) menyatakan bahwa permainan memberi
kesempatan bagi anak untuk mengkonstruksikan arti diri mereka.
Melalui aktivitas bermain anak dapat mengungkapkan isi pikiran,
perasaan, dan dorongan-dorongannya. Secara khusus, dijelaskan
bahwa permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang
dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Liputan kita
tentang permainan mencakup fungsi permainan, studi klasik
permainan Parten, dan jenis-jenis permainan.
Piaget (dikutip Santrock, 2002, h.273) menjelaskan bahwa
permainan adalah suatu media yang meningkatkan perkembangan
kognitif anak-anak. Pada waktu yang sama, ia mengatakan bahwa
perkembangan kognitif anak-anak membatasi cara mereka bermain.
Permainan memungkinkan anak-anak mempraktekkan kompetensikompetensi dan ketrampilan-ketrampilan mereka yang diperlukan
dengan cara yang santai dan menyenangkan. Piaget yakin bahwa

18
Perpustakaan Unika

struktur-struktur kognitif perlu dilatih, dan permainan memberi


setting yang sempurna bagi latihan ini. Misalnya, anak-anak yang
baru saja belajar menjumlahkan atau mengalikan mulai bermain
dengan angka melalui cara-cara yang berbeda dan bila mereka
berhasil menyelesaikan dengan baik mereka akan tertawa dan
bangga.
Berlyne (dikutip Santrock, 2002, h.273) mengatakan bahwa
permainan

merupakan

menyenangkan

karena

sesuatu

yang

permainan

itu

mengasyikkan
memuaskan

dan

dorongan

penjelajahan kita. Dorongan ini meliputi keingintahuan dan hasrat


akan informasi tentang sesuatu yang baru atau yang tidak biasa.
Permainan adalah suatu alat bagi anak-anak untuk menjelajahi dan
mencari informasi baru secara aman sesuatu yang mungkin mereka
tidak lakukan bila tidak ada suatu permainan. Permainan mendorong
perilaku

penjelajahan

ini

kemungkinan-kemungkinan

dengan
kebaruan

menawarkan
(novelty),

anak-anak

kompleksitas,

ketidakpastian, kejutan, dan keanehan.


Vygotsky (dikutip Santrock, 2002, h.273) menjelaskan bahwa
permainan

adalah

suatu

setting

yang

sangat

bagus

bagi

perkembangan kognitif. Aspek-aspek simbolis dan khayalan dari


suatu permainan akan membuat suatu permainan merupakan hal
yang imanjiner sehingga perkembangan kognitif anak terstimulasi.
Lebih lanjut, Parten (dikutip Santrock, 2002, h.273)
mengklasifikasikan permainan menjadi enam yaitu unoccupied play,
soliter play, onlooker play, parallel play, associative play, dan

19
Perpustakaan Unika

cooporative

play.

Permainan-permainan

tersebut

memiliki

karakteristik yang khas dan memberikan hasil berupa pengembangan


fungsi aspek individu yang relatif berbeda. Pada penelitian ini, jenis
permainan dibatasi pada permainan soliter (soliter play) dan
permainan

kooperatif

(cooperative

play),

karena

permainan

kooperatif memiliki karakteristik yang mendukung berkembangnya


ketrampilan sosial. Adapun lawan dari kooperatif adalah permainan
soliter.
Menurut Parten (dikutip Santrock, 2002, h.273), permainan
kooperatif merupakan permainan yang melibatkan interaksi sosial di
dalam suatu kelompok yang memiliki sesuatu rasa identitas
kelompok dan kegiatan yang terorganisir. Sedangkan permainan
soliter merupakan permainan yang dilakukan secara sendirian dan
mandiri dari orang lain. Bergin (dikutip Santrock, 2002, h.275)
menyebutkan bahwa permainan kooperatif sebagai permainan sosial
(social play) yaitu permainan yang melibatkan interaksi sosial
dengan teman-teman sebaya.
Permainan soliter adalah terjadi ketika anak bermain sendirian
dan mandiri dari orang lain. Anak nampaknya asyik sendiri dan tidak
banyak perduli terhadap apa pun yang sedang terjadi (Parten dikutip
Santrock, 2002, h.275). Permainan yang bersifat soliter mengurangi
kuantitas hubungan sosial dengan orang lain (Fidriati, 2002).
Dari uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan permainan yang bersifat soliter adalah permainan
yang dilakukan secara sendirian dan mandiri. Sedangkan yang

20
Perpustakaan Unika

bersifat kooperatif adalah permainan yang melibatkan interaksi


sosial di dalam suatu kelompok yang memiliki sesuatu rasa identitas
kelompok dan kegiatan yang terorganisir.

2. Karakteristik Permainan
Hughes dkk. (dikutip Santrock, 2002, h.275) menjelaskan
karakteritik permainan adalah :
a. Anak harus termotivasi secara intrinsik.
b. Partisipasi anak dalam aktivitas bermain harus dipilih secara
bebas.
c. Anak harus menemukan aktivitas yang menyenangkan dan
membuatnya menyenanginya.
d. Dalam permainan terdapat tingkatan kepura-puraan, anak
menggunakan imajinasi mereka melalui beberapa materi.
e. Anak harus secara aktif terlibat dalam permainan.
Garvey (dikutip Santrock, 2002, h.275) menjelaskan bahwa
permainan dapat dilihat dari karakteritik sebagai berikut :
a. Bermain merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki
nilai positif bagi anak
b. Bermain didasari motivasi yang muncul dari dalam
c. Bermain sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan suatu
kewajiban
d. Bermain senantiasa melibatkan peran aktif dari anak
e. Bermain memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan
sesuatu yang bukan bermain

21
Perpustakaan Unika

Dari uraian di atas maka yang dimaksud dengan karakteritik


permainan yang dikemukakan oleh Hughes dkk. dan Garvey relatif
sama. Karakteristik permainan tersebut adalah motivasi intrinsik,
partisipasi dalam aktivitas bermain dipilih secara bebas, rasa senang,
menimbulan imajinasi, dan terlibat aktif.

3. Jenis Permainan
Jenis-jenis permainan menurut Parten (dikutip Santrock,
2002, h.273) adalah :
a. Unoccupied play terjadi ketika anak tidak terlibat dalam
permainan seperti anak-anak lain umumnya, tetapi mungkin
berdiri di suatu titik, memandang ke sekitar ruangan, atau
melakukan gerakan-gerakan acak yang nampaknya tidak
memiliki suatu tujuan.
b. Soliter play terjadi ketika anak bermain sendirian dan mandiri
dari orang lain. Anak nampaknya asyik sendiri dan tidak banyak
perduli terhadap apa pun yang sedang terjadi.
c. Onlooker play terjadi ketika anak menonton orang lain bermain.
Anak dapat berbicara dengan anak-anak lain itu dan menanyakan
pertanyaan tetapi tidak masuk ke dalam perilaku permainan
mereka.
d. Parallel play terjadi ketika anak bermain terpisah dari anak-anak
lain, tetapi menggunakan mainan-mainan yang sama seperti yang
digunakan oleh anak-anak lain atau dengan cara meniru cara
mereka bermain.

22
Perpustakaan Unika

e. Associative play terjadi ketika permainan melibatkan interaksi


sosial dengan sedikit organisasi atau tanpa organisasi. Pada jenis
permainan ini anak cenderung lebih tertarik dengan satu sama
lain daripada dengan permainan yang mereka sedang lakukan.
f. Cooperative play meliputi interaksi sosial di dalam suatu
kelompok yang memiliki suatu rasa identitas kelompok dan
kegiatan yang terorganisasi.
Bergin (dikutip Santrock, 2002, h.274-275) menyebutkan
jenis-jenis permainan sebagai berikut :
a. Permainan sensorimotor / praktis (sensorimotor play) ialah
perilaku yang diperlihatkan oleh bayi untuk memperoleh
kenikmatan dari melatih perkembangan (skema) sensorimotor
mereka.
b. Permainan pura-pura / simbolis (pretense / symbolic play) terjadi
ketika anak mentransformasikan lingkungan fisik ke dalam suatu
simbol.
c. Permainan sosial (social play) ialah permainan yang melibatkan
interaksi sosial dengan teman-teman sebaya
d. Permainan kostruktif (constructive play) mengombinasikan
kegiatan

sensorimotor

praktis

yang

berulang

yang

dilakukan

dengan

representasi gagasan-gagasan simbolis.


e. Games

ialah

kegiatan-kegiatan

untuk

memperoleh kenikmatan yang melibatkan aturan dan seringkali


kompetisi dengan satu atau lebih orang.

23
Perpustakaan Unika

Dari uraian di atas maka jenis penelitian yang digunakan


dalam penelitian ini mencakup permainan soliter dan permainan
kooperatif.

C. Perbedaan Ketrampilan Sosial antara Anak yang Bermain dengan


Permainan

Bersifat

Soliter

dengan

yang

Bermain

dengan

Permainan Bersifat Kooperatif


Ketrampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat
diterima

oleh

lingkungan

dan

pada

saat

bersamaan

dapat

menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau


menguntungkan orang lain. Adanya ketrampilan sosial yang baik akan
meningkatkan pengalaman berinteraksi dengan orang lain, menjalin
relasi dalam jangka panjang dan mengembangkan strategi bergaul yang
bijaksana, belajar untuk diterima oleh orang lain dan mendapatkan
kesenangan, belajar mengenai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,
dan belajar memecahkan masalah. Keuntungan-keuntungan tersebut
yang menyebabkan anak perlu mengembangkan ketrampilan sosial, dan
menurut Dalrymple (2004) dapat dilakukan dengan permainan.
Permainan menurut Berlyne (dikutip Santrock, 2002, h.275)
merupakan sesuatu yang mengasyikkan dan menyenangkan karena
permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita. Dorongan ini
meliputi keingintahuan dan hasrat akan informasi tentang sesuatu yang
baru atau yang tidak biasa. Permainan adalah suatu alat bagi anak-anak
untuk menjelajahi dan mencari informasi baru secara aman sesuatu

24
Perpustakaan Unika

yang mungkin mereka tidak lakukan bila tidak ada suatu permainan.
Permainan mendorong perilaku penjelajahan ini dengan menawarkan
anak-anak

kemungkinan-kemungkinan

kebaruan

(novelty),

kompleksitas, ketidakpastian, kejutan, dan keanehan. Dengan demikian,


permainan akan meningkatkan komunikasi, pemecahan masalah,
pengelolaan diri, dan kemampuan berelasi dengan teman sebaya.
Selanjutnya, seiring dengan perkembangan jaman terjadi
perubahan budaya yang menggeser nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat termasuk dalam bermain. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan permainan ikut berubah. Secara umum,
terdapat dua jenis permainan yang populer yaitu permainan yang
bersifat kooperatif dan permainan yang bersifat soliter.
Permainan soliter memiliki karakteristik interaksi dengan orang
lain, dimana hal tersebut bertolak belakang dengan permainan soliter
yang berorientasi pada kesendirian dan tidak melibatkan orang lain.
Perbedaan inilah yang menyebabkan permainan kooperatif lebih
memungkinkan anak belajar berkomunikasi, memecahkan masalah,
mengelola diri, dan berelasi, dimana hal tersebut sulit dikembangkan
apabila anak melakukan permainan soliter. Lebih lanjut, pola permainan
yang bernuansa sosial, yaitu pola permainan yang melibatkan orang lain
secara penuh, merupakan pola permainan yang secara optimal dapat
mengembangkan ketrampilan sosial anak (Hurlock, 1994, h.314).
sedangkan, permainan yang bersifat soliter menyebabkan minimnya
interaksi dengan orang lain sehingga membuat anak lebih egois, kurang
bisa bergaul dengan hangat, kurang bisa menerima dan memberi, kurang

25
Perpustakaan Unika

bisa menghargai orang lain, yang merupakan ciri dari rendahnya


ketrampilan sosial.
Permainan kooperatif sangat menonjolkan unsur kerja sama tim
agar masing-masing tim tetap utuh dan sekaligus mengandung unsur
membantu agar anggota satu kelompok tidak disentuh anggota tim
lawan. Permainan yang melibatkan kerjasama kelompok berguna untuk
mengembangkan dinamika kelompok (Teitel dikutip Wahyono, 2002,
h.42),

yang

merupakan

unsur

penting

dalam

berkembangnya

ketrampilan sosial anak.


Permainan kooperatif mengembangkan kemampuan anak dalam
bersosialisasi dan memahami orang lain (Wahyono, 2002, h.42). Hal
tersebut mendukung pernyataan Hasan (1998) yang menyatakan bahwa
setiap permainan menimbulkan penghayatan berbagai perasaan, yang
sekaligus merupakan perkenalan dengan berbagai nuansa emosional.
Permainan yang melibatkan anak lain menyebabkan anak belajar
menyadari keberadaan anak lain dan membuat sikap dan cara pandang
egosentris yang lebih moderat (Cohen dikutip Wahyono, 1998, h.42).
Lebih lanjut, interaksi dengan anak lain juga akan mengembangkan
niat baik kepada anak lain. Selain itu, anak yang memerankan
perannya dengan baik juga akan berkembang rasa setia kawan, lebih
peduli, dan mempunya hasrat memperhatikan lingkungan sekitar,
dimana hal tersebut ciri dari ketrampilan sosial yang berkembang.
Permainan

kooperatif

juga

menekankan

aspek

rekreatif,

kekeluargaan, gotong royong, dan toleransi. Hal tersebut mendukung


berkembangnya ketrampilan sosial. Sebaliknya, permainan soliter

26
Perpustakaan Unika

menjadikan anak-anak cenderung pasif dan mengembangkan perilaku


kekerasan (Ginsburg, 2007, h.184-185), yang merupakan indikasi dari
rendahnya ketrampilan sosial. Selain itu, permainan soliter akan
mengurangi kuantitas hubungan sosial anak dengan teman sehingga
mempengaruhi kematangan sosial anak yang tercermin dari rendahnya
ketrampilan sosial (Fidriati, 2002).

D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan ketrampilan
sosial antara anak yang bermain dengan permainan yang bersifat soliter
dan anak yang bermain dengan permainan kooperatif. Anak yang
menyukai permainan yang bersifat soliter memiliki ketrampilan sosial
yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang menyukai permainan
yang bersifat kooperatif.

27
Perpustakaan Unika

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian


Penelitian ini menggunakan dua variabel penelitian yaitu :
1. Variabel Tergantung

: Ketrampilan Sosial

2. Variabel Bebas

a. Permainan yang Bersifat Soliter


b. Permainan yang Bersifat Kooperatif

B. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian


1. Ketrampilan Sosial
Ketrampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus
yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat
menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau
menguntungkan orang lain. Tinggi rendahnya ketrampilan sosial
diukur dengan menggunakan Skala Ketrampilan Sosial yang disusun
oleh

peneliti

berdasarkan

ciri-ciri

ketrampilan

sosial

yaitu

komunikasi, pemecahan masalah, pengelolaan diri, dan kemampuan


berelasi. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi
ketrampilan sosial, dan sebaliknya.

28
Perpustakaan Unika

2. Permainan yang Bersifat Soliter dan Permainan Kooperatif


Permainan yang bersifat soliter adalah permainan yang
dilakukan secara sendirian dan mandiri. Permainan bersifat soliter
diukur dengan menggunakan Skala Permainan yang Bersifat Soliter
yang disusun berdasarkan kombinasi ciri-ciri permainan soliter dan
karakteristik permainan secara umum, yaitu ciri permainan soliter (a)
sendiri, (b) mandiri, dan (c) memanfaatkan media visual elektronik,
sedangkan karakteristik permainan : (a) motivasi intrinsik, (b)
partisipasi dalam aktivitas bermain dipilih secara bebas, (c) rasa
senang, (d) menimbulan imajinasi, dan (e) terlibat aktif.
Permainan yang bersifat kooperatif adalah permainan yang
melibatkan interaksi sosial di dalam suatu kelompok yang memiliki
sesuatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang terorganisir.
Permainan kooperatif diukur dengan menggunakan Skala Permainan
yang Bersifat Kooperatif yang disusun berdasarkan kombinasi ciriciri permainan kooperatif dan karakteristik permainan secara umum,
yaitu ciri permainan kooperatif (a) kooperatif (kerjasama), (b)
interaksi sosial, dan (c) aturan, sedangkan karakteristik permainan :
(a) motivasi intrinsik, (b) partisipasi dalam aktivitas bermain dipilih
secara bebas, (c) rasa senang, (d) menimbulan imajinasi, dan (e)
terlibat aktif.
Selanjutnya klasifikasi skor subjek sebagai berikut :
a. Skor skala permainan soliter kurang dari skor skala permainan
kooperatif maka subjek menyukai permainan kooperatif dan
mendapat kode 1.

29
Perpustakaan Unika

b. Skor skala permainan soliter lebih besar dari skor skala


permainan kooperatif maka subjek menyukai permainan soliter
dan mendapat kode 2.
c. Skor skala permainan soliter sama dengan skor skala permainan
kooperatif maka subjek menyukai kedua permainan tersebut dan
mendapat kode 0.

B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah kelompok subjek yang hendak dikenai
generalisasi hasil penelitian (Azwar, 1998, h.77). Oleh karena itu,
kelompok subjek ini harus memiliki karakteristik bersama yang
membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Karakteristik
populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak dari Kecamatan
Kaliwungu Selatan Kelurahan Brongsong Desa Magelung yang
berusia 6 8 tahun. Hal ini disebabkan pada usia tersebut jenis
permainan anak semakin beragam (Hurlock, 1994, h.324) dan pada
usia tersebut dianggap anak memiliki perkembangan kognitif yang
sudah memadai sehingga diharapkan telah mampu membuat persepsi
dan memahami dengan baik item-item dalam skala penelitian.

2. Teknik Pengambilan Sampel


Mengingat keterbatasan biaya dan waktu, maka tidak semua
individu yang termasuk dalam populasi penelitian digunakan, namun

30
Perpustakaan Unika

hanya digunakan perwakilan populasi (sampel). Sampel merupakan


sebagian dari populasi (Hadi, 2000, h.21).
Supaya sampel yang diambil memenuhi karakteristik
populasi, maka sampel diambil dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel. Penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling yaitu pengambilan sampel secara kelompok
(cluster) dalam hal ini adalah RK (Rukun Kekeluargaan) atau
Dusun. Alasan dari penggunaan teknik sampling ini karena dalam
Desa terdiri dari empat dusun dan teknik cluster random sampling
merupakan salah satu bentuk teknik secara random sehingga
hasilnya

nanti

lebih

dapat

digeneralisasikan

daripada

jika

menggunakan teknik non-random.

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala
merupakan suatu instrumen untuk mengukur aktivitas yang merupakan
manifestasi dari tingkah laku tersebut digambarkan sebagai himpunan
lambang atau simbol atau angka. Pada penelitian ini digunakan dua
skala yaitu :
1. Skala Ketrampilan Sosial
Skala

ketrampilan

sosial

digunakan

untuk

mengukur

ketrampilan sosial anak, dan disusun berdasarkan karakteritik


ketrampilan sosial yaitu :

31
Perpustakaan Unika

a. Komunikasi yaitu kemampuan berkomunikasi dalam menjalin


hubungan dengan orang lain, mendengarkan pendapat dan
keluhan dari orang lain, memberi dan menerima umpan balik
(feedback), dan memberi dan menerima kritik.
b. Pemecahan masalah yaitu kemampuan untuk membuat langkahlangkah dalam memecahkan masalah dan proses pemecahan
masalah
c. Pengelolaan

diri

yaitu

kemampuan

mengendalikan

diri,

berinisiatif, percaya diri, dan menyesuaikan diri.


d. Kemampuan bereleasi yaitu kemampuan menghargai diri sendiri
dan orang lain, bertindak sesuai dengan norma berlaku,
berempati, bertanggungjawab, dan mampu menjalin hubungan
antar pribadi.
Skala ini direncanakan terdiri dari 16 item dengan item
favourable dan item unfavourable. Skor yang digunakan dalam skala
ini terdiri dari empat alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk item
favourable, SS = 4, S = 3, TS = 2, dan STS = 1; sedang item
unfavourable SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4. Blue-Print Skala
Ketrampilan Sosial dapat dilihat pada Tabel 1.

32
Perpustakaan Unika

Tabel 1
Blue-Print Skala Ketrampilan Sosial
Ciri-ciri
Komunikasi
Pemecahan masalah
Pengelolaan diri
Kemampuan berelasi
dengan teman sebaya
Jumlah

Pernyataan
Favourable Unfavourable
2
2
2
2
2
2

Jumlah
4
4
4

16

2. Skala Permainan yang Bersifat Soliter dan Permainan yang


Bersifat Kooperatif
Skala ini digunakan untuk mengukur kecenderungan anak
bermain menggunakan permainan yang bersifat soliter atau bermain
dengan permainan yang bersifat kooperatif. Oleh karena itu skala ini
terdiri dari dua bagian yaitu bagian kesatu tentang permainan yang
bersifat soliter dan bagian kedua tentang permainan yang bersifat
kooperatif.
Skala permainan pada bagian pertama (permainan yang
bersifat soliter) disusun berdasarkan ciri-ciri permainan soliter dan
karakteristik permainan secara umum. Sedangkan skala permaian
pada bagian kedua (permainan yang bersifat kooperatif) disusun
berdasarkan

ciri-ciri

permainan

kooperatif

dan

karakteritik

permainan secara umum. Ciri-ciri permainan soliter dan permainan


kooperatif serta karakteritik permainan secara umum sebagai berikut:

33
Perpustakaan Unika

Tabel 2
Ciri-ciri Permainan Soliter dan Permainan Kooperatif, serta
Karakteristik Permainan
Ciri-ciri Permainan
Soliter
a. Sendirian. Artinya
melakukan
permainan yang
dilakukan seorang
diri.
b. Mandiri. Artinya
tidak melibatkan/
bergantung kepada
orang lain.
c. Memanfaatkan
media visual
elektronik

Ciri-ciri Permainan
Kooperatif
a. Adanya kooperatif
(kerjasama). Artinya
melakukan
permainan yang
mengandung unsur
kerjasama dengan
orang lain.
b. Interaksi sosial.
Artinya permainan
yang dilakukan
melibatkan interaksi
aktif antara anak
satu dengan anak
lainnya.
c. Aturan. Artinya
permainan yang
dilakukan
merupakan hasil
kesepakatan
bersama, termasuk
peraturan yang ada
dalam permainan.

a.

b.

c.

d.

e.

Karakteritik
Permainan
Motivasi intrinsik.
Artinya anak
bermain karena
keinginan dari
dalam diri sendiri.
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas.
Artinya bermain
bersifat spontan dan
sukarela.
Rasa senang.
Artinya permainan
yang diikuti
memberikan rasa
senang.
Menimbulan
imajinasi. Artinya
anak-anak
menggunakan
imajinasi mereka
melalui beberapa
materi.
Terlibat aktif.
Artinya anak terlibat
aktif dalam
permainan yang
diikuti

Skala ini direncanakan terdiri dari 30 item, yaitu skala


permainan bagian kesatu ada 15 item dan skala permainan bagian
kedua ada 15 item. Skor yang digunakan dalam skala ini terdiri dari
empat alternatif yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai

34
Perpustakaan Unika

(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). SS = 4, S = 3, TS = 2, dan


STS = 1. Blue-Print Skala Permainan yang Bersifat Soliter dan
Permainan Kooperatif dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.
Tabel 3
Blue-Print Skala Permainan Bagian I
(Permainan yang Bersifat Soliter)
Item
Karakteristik
Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
Menimbulan
imajinasi
Terlibat aktif
Jumlah

Memanfaatkan
Sendirian Mandiri media visual
elektronik
1
1
1
1
1
1

Jumlah
3
3

1
1

1
1

1
1

3
3

1
5

1
5

1
5

3
15

Tabel 4
Blue-Print Skala Permainan Bagian II
(Permainan yang Bersifat Kooperatif)

Karakteristik
Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
Menimbulan
imajinasi
Terlibat aktif
Jumlah

Item
Interaksi
Kooperatif
sosial
1
1
1
1

Aturan

Jumlah

1
1

3
3

1
1

1
1

1
1

3
3

1
5

1
5

1
5

3
15

35
Perpustakaan Unika

Selanjutnya klasifikasi skor skala yang ada di atas sebagai


berikut :
a. Skor skala permainan soliter kurang dari skor skala permainan
kooperatif maka subjek menyukai permainan kooperatif dan
mendapat kode 1.
b. Skor skala permainan soliter lebih besar dari skor skala
permainan kooperatif maka subjek menyukai permainan soliter
dan mendapat kode 2.
c. Skor skala permainan soliter sama dengan skor skala permainan
kooperatif maka subjek menyukai kedua permainan tersebut dan
mendapat kode 0.

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur


Dalam setiap penelitian diharapkan hasil benar-benar objektif,
artinya hasil penelitian tersebut benar dan menggambarkan keadaan
yang sesungguhnya dari masalah yang diteliti. Oleh karena itu, dalam
setiap penelitian suatu alat ukur yang baik sangat diperlukan. Alat ukur
yang baik adalah dapat mengukur apa yang sebenarnya diukur dan
mempunyai keajegan. Oleh karenanya, suatu alat ukur harus memiliki
validitas dan reliabilitas yang baik. Lebih lanjut, untuk mengetahui
validitas dan reliabilitas dilakukan uji alat ukur sebagai berikut :
1. Validitas Alat Ukur
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1999, h.5). Jadi suatu tes atau

36
Perpustakaan Unika

instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang


tinggi apabila menghasilkan data yang relevan dengan tujuan
pengukuran dan harus memberikan gambaran yang cermat mengenai
data tersebut.
Dalam penelitian ini, supaya skala yang digunakan valid,
maka skala tersebut akan diuji validitasnya, dengan menggunakan
teknik korelasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 1999, h.19),
yaitu mengkorelasikan skor item dengan skor total. Adapun hasil
perhitungan koefisien korelasi antara item dengan skor total akan
mengakibatkan over estimate terhadap korelasi yang sebenarnya,
maka perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus PartWhole. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan komputer
program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for Window
versi 11.5.

2. Reliabilitas Alat Ukur


Menurut Azwar (1999, h.4) reliabilitas adalah sejauhmana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pada penelitian ini
digunakan teknik perhitungan reliabilitas koefisien Alpha Cronbach,
dengan alasan perhitungan dengan teknik ini akan memberikan harga
yang lebih kecil atau sama besar dengan reliabilitas yang sebenarnya
(Azwar, 1999, h.75). Jadi dengan menggunakan teknik ini akan
diperoleh hasil yang lebih cermat karena dapat mendeteksi hasil
yang sebenarnya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan

37
Perpustakaan Unika

komputer program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS)


for Window versi 11.5.

F. Metode Analisis Data


Analisis data adalah cara yang digunakan dalam mengolah data
yang diperoleh sehingga didapatkan suatu hasil analisis atau hasil uji
(Suryabrata, 2000, h.22). Data-data yang diperoleh dari penelitian tidak
dapat digunakan secara langsung, tetapi perlu diolah lebih dulu agar data
tersebut dapat memberikan keterangan yang dapat dipahami, jelas, dan
teliti.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk analisis data
adalah uji beda t-test. Dasar pertimbangannya, penelitian ini ingin
mengetahui perbedaan antara dua kelompok yang berbeda, yaitu
perbedaan ketrampilan sosial antara anak yang bermain dengan
permainan yang bersifat soliter dan anak yang bermain dengan
permainan kooperatif.
Selanjutnya untuk dapat dilakukan uji beda t-test, syarat data
yang harus dipenuhi (Santoso, 2005) adalah :
1. Sebaran data berdistribusi normal yang dilihat dari hasil uji
normalitas.
2. Masing-masing anggota kelompok berasal dari populasi yang sama
yang dilihat dari hasil uji homogenitas.
3. Skor data berjenis interval.

38
Perpustakaan Unika

Selanjutnya, perhitungan uji beda t-test dilakukan dengan


menggunakan komputer program Statistical Packages for Social
Sciences (SPSS) for Window versi 13.0.

39
Perpustakaan Unika

BAB IV
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Orientasi Kancah Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Magelung Kecamatan
Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal. Secara geografis Desa Magelung
berbatasan dengan :
Sebelah Utara

: Desa Sukomulyo

Sebelah Timur

: Desa Protomulyo

Sebelah Barat

: Kecamatan Brangsong

Sebelah Selatan : Desa Kedungsuren


Desa Magelung memiliki luas wilayah 800,241 Ha yang terdiri
dari :
1. Tanah kering seluas 60 Ha yang terdiri dari perkarangan atau
bangunan. Sedangkan wilayah administrasinya terdiri dari :
a. Desa Megelung memiliki 14 Dukuh.
b. Desa Magelung memiliki 10 Rukun Kampung (RK).
c. Desa Magelung memiliki 36 Rukun Tetangga (RT).
2. Keadaan tanah dan penggunaan lahan dan air.
Jumlah penduduk Desa Magelung adalah 7.118 orang yang
terdiri dari laki-laki sejumlah 3.566 orang dan perempuan 3.552 orang.
Kepadatan penduduknya 2.303,76 orang per km2. Adapun gambaran
penduduk berdasarkan usia sebagai berikut :

40
Perpustakaan Unika

Tabel 4
Jumlah Penduduk Desa Magelung Berdasarkan Usia
Kelompok
Laki-laki
Perempuan
Usia
04
347
358
59
345
348
10 14
335
343
15 19
401
385
20 24
327
395
25 29
328
396
30 39
381
367
40 49
359
326
50 59
341
341
> 60
304
299
Jumlah
3.566
3.552
Sumber : Monografi Desa Megelung (2008)

Jumlah
705
693
678
786
722
724
748
685
682
603
7.118

Adapun alasan pemilihan Desa Magelung sebagai lokasi


penelitian adalah :
1. Permainan modern (seperti video games atau Play Station) sudah
masuk di desa dan jumlah tempat persewaan permainan tersebut
mengalami peningkatan.
2. Belum pernah diadakan penelitian mengenai jenis permainan anak
dalam hubunganya dengan ketrampilan sosial.
3. Adanya ijin penelitian dari Kepala Kelurahan Desa Magelung.

B. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Penyusunan Alat Ukur
a. Skala Ketrampilan Sosial
Skala ini digunakan untuk mengukur ketrampilan sosial
pada anak yang disusun oleh peneliti berdasarkan ciri-cirinya

41
Perpustakaan Unika

yaitu komunikasi, pemecahan masalah, pengelolaan diri, dan


kemampuan

berelasi

dengan

teman

sebaya.

Skala

ini

direncanakan terdiri dari 16 item dengan sebaran nomor item


sebagai berikut :
Tabel 6
Sebaran Nomor Item Skala Ketrampilan Sosial
Ciri-ciri
Komunikasi
Pemecahan masalah
Pengelolaan diri
Kemampuan berelasi
dengan teman sebaya
Jumlah

Pernyataan
Favourable Unfavourable
1,9
6,14
5,13
2,10
3,11
8,16

Jumlah
4
4
4

7,15

4,12

16

b. Skala Permainan Bagian I


Skala ini digunakan untuk mengukur kecenderungan anak
dalam melakukan permainan yang bersifat soliter. Skala ini
disusun oleh peneliti berdasarkan gabungan karakteristik
permainan secara umum dan ciri permainan soliter. Karakteristik
permainan secara umum adalah motivasi intrinsik, partisipasi
dalam aktivitas bermain dipilih secara bebas, rasa senang,
menimbulkan imajinasi, dan terlibat aktif. Sedangkan ciri
permainan soliter adalah sendirian, mandiri dan memanfaatkan
media

visual

elektronik.

Jumlah

item

dalam skala

ini

direncanakan terdiri dari 15 item dengan sebaran sebagai berikut:

42
Perpustakaan Unika

Tabel 7
Sebaran Nomor Item Skala Permainan Bagian I
(Permainan yang Bersifat Soliter)
Item
Karakteristik
Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
Menimbulkan
imajinasi
Terlibat aktif
Jumlah

Memanfaatkan
Sendirian Mandiri media visual
elektronik
1
5
4
6
13
9

Jumlah
3
3

11
8

15
14

12
7

3
3

3
5

10
5

2
5

3
15

c. Skala Permainan Bagian II


Skala ini digunakan untuk mengukur kecenderungan anak
dalam melakukan permainan yang bersifat kooperatif. Skala ini
disusun oleh peneliti berdasarkan gabungan karakteristik
permainan secara umum dan ciri permainan kooperatif.
Karakteristik permainan secara umum adalah motivasi intrinsik,
partisipasi dalam aktivitas bermain dipilih secara bebas, rasa
senang, menimbulkan imajinasi, dan terlibat aktif. Sedangkan ciri
permainan kooperatif adalah kooperatif, interaksi sosial dan
aturan. Jumlah item dalam skala ini direncanakan terdiri dari 15
item dengan sebaran sebagai berikut :

43
Perpustakaan Unika

Tabel 8
Sebaran Nomor Item Skala Permainan Bagian II
(Permainan yang Bersifat Kooperatif)

Karakteristik
Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
Menimbulkan
imajinasi
Terlibat aktif
Jumlah

Item
Interaksi
Kooperatif
sosial
1
5
6
13

Aturan

Jumlah

4
9

3
3

11
8

15
14

12
7

3
3

3
5

10
5

2
5

3
15

2. Permohonan Ijin Penelitian


Permohonan ijin penelitian ini dilakukan oleh peneliti setelah
penyusunan alat ukur disetujui oleh dosen pembimbing. Surat
permohonan ijin penelitian diajukan secara tertulis kepada Dekan
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang,
yang diajukan kepada Desa Magelung Kecamatan Kaliwungu
Selatan

Kabupaten

067/B.7.3/FP/IX/2008

Kendal
dengan

dengan

tanggal

25

nomor

surat

September

2008.

Berdasarkan permohonan tersebut, Desa Magelung Kecamatan


Kaliwungu

Selatan

Kabupaten

Kendal

menyetujui

melakukan pengambilan data penelitian di wilayah kerjanya.

peneliti

44
Perpustakaan Unika

3. Pelaksanaan Try Out Skala Penelitian


Try Out alat ukur dilaksanakan pada tanggal 28 September
2008 di Dusun Loning Desa Magelung Kecamatan Kaliwungu
Selatan Kabupaten Kendal. Dusun Loning terdiri dari empat Rukun
Tetangga (RT) dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 127.
Pelaksanaan dari try out alat ukur adalah pertama-tama
mendatangi Kepala Dusun (Kadus) dan memberitahukan tujuan
kedatangan peneliti. Selanjutnya Kadus meminta anaknya untuk
mengumpulkan anak-anak yang berusia 6 8 tahun di Mushola
Dusun. Setelah anak-anak terkumpul, peneliti memperkenalkan diri
dan menjelaskan mengenai tujuan mengundang anak-anak ke
Mushola. Peneliti juga menjelaskan mengenai prosedur dari
pengerjaan

skala.

Setelah

anak-anak

jelas

peneliti

segera

membagikan skala dan meminta anak-anak untuk dikerjakan secara


bersama-sama. Jadi prosedur pengerjaan skala adalah peneliti
membacakan item setelah itu membiarkan anak-anak memberikan
tanda silang (X) pada jawaban yang dipilihnya. Setelah selesai,
peneliti meminta anak-anak tersebut untuk memeriksa apakah ada
jawaban yang belum dijawab.
Pada pengambilan data try out peneliti dibantu oleh tujuh
orang mahasiswa (6 mahasiswa Fakultas Psikologi dan 1 orang
mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang). Dengan demikian jumlah orang yang mengambil data try
out ada delapan orang. Selanjutnya delapan orang dibagi menjadi
empat kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari dua

45
Perpustakaan Unika

orang. Masing-masing kelompok mendatangi satu wilayah RT.


Sebelumnya, teman-teman dibimbing dan diberi pengarahan
mengenai

pemilihan

calon

subjek

penelitian

dan

prosedur

pengambilan data (pemberian instruksi). Hal ini bertujuan supaya


prosedur pengambilan data try out standar.
Pengambilan data penelitian di Dusun Loning Desa Magelung
Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal diperoleh 46 data.
Selanjutnya peneliti segera melakukan skoring dan tabulasi data,
yang kemudian data tersebut digunakan untuk menghitung validitas
dan reliabilitas. Uji validitas skala penelitian menggunakan teknik
korelasi product moment dari Pearson, dimana hasil yang diperoleh
kemudian dikoreksi dengan menggunakan teknik korelasi partwhole.
Sedangkan untuk menguji reliabilitas alat ukur digunakan komputasi
koefisien

alpha

Cronbach.

Perhitungan

dilakukan

dengan

menggunakan Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) Versi


11.5 for Windows.
Hasil validitas dan reliabilitas dari skala penelitian sebagai
berikut :
a. Skala Ketrampilan Sosial
Pada uji validitas pada skala ketrampilan sosial yang
terdiri dari 16 item diperoleh 11 item valid dengan koefisien
korelasi antara 0,3382 sampai 0,7314, sehingga sebanyak lima
item gugur. Hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha
sebesar 0,8434 yang berarti skala ini reliabel dalam mengukur
ketrampilan sosial pada anak. Perhitungan selengkapnya dapat

46
Perpustakaan Unika

dilihat pada lampiran C. Rincian item yang valid dan gugur dari
skala ketrampilan sosial sebagai berikut :
Tabel 9
Item Valid dan Gugur Skala Ketrampilan Sosial
Ciri-ciri

Pernyataan
Jumlah
Favourable Unfavourable Item Valid
1*,9*
6,14
2
5*,13
2,10
3
3,11*
8,16
3

Komunikasi
Pemecahan masalah
Pengelolaan diri
Kemampuan berelasi
7*,15
dengan teman sebaya
Jumlah Item Valid
3
Keterangan : * item gugur

4,12

11

b. Skala Permainan Bagian I


Pada uji validitas pada skala permainan bagian I yang
terdiri dari 15 item diperoleh 12 item valid dengan koefisien
korelasi antara 0,3991 sampai 0,7409, sehingga sebanyak tiga
item gugur. Hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha
sebesar 0,8821 yang berarti skala ini reliabel dalam mengukur
kecenderungan anak dalam bermain yang bersifat soliter.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C. Rincian
item yang valid dan gugur dari skala permainan bagian I sebagai
berikut :

47
Perpustakaan Unika

Tabel 10
Item Valid dan Gugur
Skala Permainan Bagian I (Permainan yang Bersifat Soliter)
Item
Memanfaatkan
Sendirian Mandiri media visual
elektronik
1*
5
4
6
13
9

Karakteristik

Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
11*
Menimbulkan
8
imajinasi
Terlibat aktif
3*
Jumlah Item Valid
2
Keterangan : * item gugur

Jumlah Item
Valid
2
3

15
14

12
7

2
3

10
5

2
5

2
12

c. Skala Permainan Bagian II


Pada uji validitas pada skala permainan bagian II yang
terdiri dari 15 item diperoleh 12 item valid dengan koefisien
korelasi antara 0,4235 sampai 0,8056, sehingga sebanyak tiga
item gugur. Hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha
sebesar 0,9000 yang berarti skala ini reliabel dalam mengukur
kecenderungan anak dalam bermain yang bersifat kooperatif.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C. Rincian
item yang valid dan gugur dari skala permainan bagian II sebagai
berikut :

48
Perpustakaan Unika

Tabel 11
Item Valid dan Gugur
Skala Permainan Bagian II (Permainan yang Bersifat Kooperatif)

Karakteristik

Item
Interaksi
Kooperatif
sosial
1
5
6
13*

Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
11
Menimbulkan
8
imajinasi
Terlibat aktif
3
Jumlah Item Valid
5
Keterangan : * item gugur

Aturan

Jumlah Item
Valid

4*
9

2
2

15
14*

12
7

3
2

10
3

2
4

3
12

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas peneliti


menyusun ulang skala untuk mengambil data penelitian berdasarkan
item valid. Dengan demikian, ada perbedaan nomor item dari skala
try out dengan skala penelitian. Nomor item baru untuk masingmasing skala penelitian dapat dilihat pada tabel 12, 13 dan 14.
Tabel 12
Sebaran Nomor Item Baru Skala Ketrampilan Sosial
Ciri-ciri

Pernyataan
Favourable Unfavourable
0
6(4),14(9)
13(8)
2(1),10(6)
3(2)
8(5),16(11)

Komunikasi
Pemecahan masalah
Pengelolaan diri
Kemampuan
berelasi
15(10)
dengan teman sebaya
Jumlah Item
3
Keterangan : () nomor item baru

Jumlah
Item
2
3
3

4(3),12(7)

11

49
Perpustakaan Unika

Tabel 13
Sebaran Nomor Item Baru
Skala Permainan Bagian I (Permainan yang Bersifat Soliter)
Item
Karakteristik

Memanfaatkan
Sendirian Mandiri media visual
elektronik
0
5(3)
4(2)
6(4)
13(10)
9(7)

Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
0
15(12)
Menimbulkan
8(6)
14(11)
imajinasi
Terlibat aktif
0
10(8)
Jumlah Item
2
5
Keterangan : () nomor item baru

Jumlah Item
2
3

12(9)
7(5)

2
3

2(1)
5

2
12

Tabel 14
Sebaran Nomor Item Baru
Skala Permainan Bagian II (Permainan yang Bersifat Kooperatif)

Karakteristik

Item
Interaksi
Kooperatif
sosial
1
5(4)
6(5)
0

Motivasi intrinsik
Partisipasi dalam
aktivitas bermain
dipilih secara bebas
Rasa senang
11(10)
15(12)
Menimbulkan
8(7)
0
imajinasi
Terlibat aktif
3
10((9)
Jumlah Item
5
3
Keterangan : () nomor item baru

Aturan

Jumlah Item

0
9(8)

2
2

12(11)
7(6)

3
2

2
4

3
12

50
Perpustakaan Unika

C. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9-10 Oktober 2008 di
Dusun Singobayan Desa Magelung Kecamatan Kaliwungu Selatan
Kabupaten Kendal. Dusun Singobayan terdiri dari empat Rukun
Tetangga (RT) dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 124.
Pada penelitian ini, peneliti pertama-tama mendatangi Kepala
Dusun (Kadus) dan memberitahukan tujuan kedatangan peneliti.
Selanjutnya Kadus meminta anaknya untuk mengumpulkan anak-anak
yang berusia 6 8 tahun di Mushola Dusun. Setelah anak-anak
terkumpul, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan mengenai
tujuan mengundang anak-anak ke Mushola. Peneliti juga menjelaskan
mengenai prosedur dari pengerjaan skala. Setelah anak-anak jelas
peneliti segera membagikan skala dan meminta anak-anak untuk
mengerjakannya. Jadi prosedur pengerjaan skala adalah peneliti
membacakan item setelah itu membiarkan anak-anak memberikan tanda
silang (X) pada jawaban yang dipilihnya. Setelah selesai, peneliti
meminta anak-anak tersebut untuk memeriksa apakah ada jawaban yang
belum dijawab.
Pada pengambilan data penelitian peneliti dibantu oleh 1 orang
mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang. Tugas dari mahasiswa tersebut adalah membantu mengawasi
pengerjaan tugas dan membimbing anak-anak dalam mengerjakan skala
penelitian.
Pengambilan data penelitian di Dusun Singobayan Desa
Magelung Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal diperoleh

51
Perpustakaan Unika

49 data. Selanjutnya peneliti segera melakukan skoring dan tabulasi


data, yang kemudian data tersebut digunakan untuk uji normalitas yang
tujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak sehingga dapat
digunakan untuk menetapkan klasifikasi skor subjek dalam permainan
apakah termasuk permainan yang bersifat soliter, kooperatif, memilih
keduanya atau tidak memilih keduanya. Hasilnya diperoleh 47 data yang
dapat dilakukan analisis data, karena dua data memiliki kode 0. Dengan
demikian, untuk uji hipotesis (uji beda t-test) digunakan 47 data yang
terdiri dari 29 data dari anak yang bermain dengan menggunakan
permainan yang bersifat kooperatif, dan 18 data dari anak yang bermain
dengan menggunakan permainan yang bersifat soliter. Rincian jumlah
subjek dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15
Rincian Jumlah Subjek
Keterangan
Subjek awal
Subjek tidak memenuhi syarat analisis data
Subjek memenuhi syarat analisis data
Subjek menyukai permainan kooperatif
Subjek menyukai permainan soliter

Jumlah
49
2
47
29
18

52
Perpustakaan Unika

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel
berasal dari populasi, yang diketahui dari sebaran data berdistribusi
normal atau tidak. Teknik yang digunakan untuk uji normalitas
adalah Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas dari variabel
ketrampilan sosial adalah Z K-S = 1,071 (p > 0,05). Dengan
demikian data ketrampilan sosial berdistribusi normal. Dengan kata
lain, asumsi normalitas terpenuhi.

2. Uji Homogenitas
Uji

homogenitas

bertujuan

untuk

mengetahui

apakah

kelompok sampel memiliki varians yang sama atau identik. Teknik


yang digunakan untuk uji homogenitas adalah Levenes Test. Hasil
uji homogenitas adalah nilai F = 3,038 (p > 0,05). Dengan demikian
kelompok permainan soliter dan kelompok permainan kooperatif
memiliki varians yang sama (identik). Dengan kata lain, asumsi
homogenitas terpenuhi.

53
Perpustakaan Unika

B. Hasil Penelitian
Setelah kedua uji asumsi terpenuhi maka uji beda t-test dapat
dilaksanakan. Hasil dari uji beda t-test diperoleh nilai t = 2,299 (p <
0,05) yang berarti ada perbedaan ketrampilan sosial yang signifikan
antara anak yang bermain dengan permainan yang bersifat soliter dan
anak yang bermain dengan permainan kooperatif. Anak yang menyukai
permainan yang bersifat soliter memiliki ketrampilan sosial yang lebih
rendah dibandingkan dengan anak yang menyukai permainan yang
bersifat kooperatif. Dengan demikian hipotesis yang diajukan diterima.

C. Pembahasan
Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis diterima
yaitu ada perbedaan ketrampilan sosial yang signifikan antara anak yang
bermain dengan permainan yang bersifat soliter dan anak yang bermain
dengan permainan kooperatif. Anak yang menyukai permainan yang
bersifat soliter memiliki ketrampilan sosial yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang menyukai permainan yang bersifat
kooperatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Darwish, dkk (2001, h.13)
bahwa ketrampilan sosial pada anak dapat dikembangkan melalui
bermain. Ketrampilan sosial pada anak yang dikembangkan lewat
bermain bersama anak-anak lain lebih menguntungkan, karena anak
belajar secara langsung dan dalam suasana yang menyenangkan
mengenai interaksi dengan orang lain berdasarkan pengalaman yang
diperoleh lewat bermain (Macquarie, 2005). Pengalaman yang diperoleh
lewat bermain tersebut juga mengajarkan pada anak mengenai cara

54
Perpustakaan Unika

berinteraksi, memelihara pertemanan, mengembangkan strategi bergaul,


menerima orang lain, mengenal nilai-nilai di masyarakat, dan
memecahkan masalah. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan cara
untuk mengembangkan ketrampilan sosial yang efektif melalui bermain
(Dalrymple, 2004).
Permainan kooperatif lebih baik dalam mengembangkan
ketrampilan sosial pada anak dibandingkan dengan permainan soliter
(mean permainan kooperatif = 32,28 dan mean permainan soliter =
28,83)

karena

karakteristiknya.

Permainan

kooperatif

memiliki

karakteristik berinteraksi dengan orang lain sehingga memungkinkan


anak belajar berkomunikasi, memecahkan masalah, mengelola diri, dan
berelasi. Anak-anak yang melakukan permainan kooperatif akan
mendapatkan kesenangan, rekreasi atau hiburan, dan menciptakan
suasana rileks, sarana belajar dan bekerja sama, sosialisasi dan empati,
kompetisi dan sportivitas, yang merupakan indikasi dari ketrampilan
sosial yang baik.
Sebaliknya permainan yang bersifat soliter kurang mendorong
terjadinya interaksi dengan orang lain sehingga membuat anak lebih
egois, kurang bisa bergaul dengan hangat, kurang bisa menerima dan
memberi, kurang bisa menghargai orang lain. Dengan demikian,
ketrampilan sosial anak kurang berkembang.
Selain itu, anak-anak yang melakukan permainan kooperatif akan
mendapatkan kesempatan mengembangkan kemampuan bekerjasama,
berinteraksi sosial dan belajar menjalankan peran sesuai dengan aturan
yang ada, dimana ketiga hal tersebut merupakan dasar untuk

55
Perpustakaan Unika

mengembangkan kemampuan berkomunikasi, kemampuan memecahkan


masalah, kemampuan mengelola diri, dan kemampuan berelasai dengan
teman sebaya secara baik. Dengan kata lain, permainan kooperatif
mendorong untuk mengoptimalkan dasar-dasar dari kemampuan diri
anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan
cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat
bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling
menguntungkan atau menguntungkan orang lain.
Hal ini berbeda dengan permainan soliter yang cenderung
menekankan pada bermain sendirian dan kemandirian sehingga
menyebabkan dirinya kurang berinteraksi dengan orang lain yang
akhirnya kemampuan berkomunikasinya kurang, kurang belajar
memecahkan masalah dari interaksi dengan orang lain, cenderung egois
(kurang bisa mengelola diri), dan kurang bisa bergaul dengan teman
sebaya. Dengan demikian ketrampilan sosial pada anak kurang bisa
berkembang sebagaimana mestinya.
Permainan kooperatif mengembangkan kemampuan anak dalam
bersosialisasi dan memahami orang lain (Wahyono, 2002, h.42). Hal
tersebut mendukung pernyataan Hasan (1998) yang menyatakan bahwa
setiap permainan menimbulkan penghayatan berbagai perasaan, yang
sekaligus merupakan perkenalan dengan berbagai nuansa emosional.
Permainan yang melibatkan anak lain menyebabkan anak belajar
menyadari keberadaan anak lain dan membuat sikap dan cara pandang
egosentris yang lebih moderat (Cohen dikutip Wahyono, 1998, h.42).
Lebih lanjut, interaksi dengan anak lain juga akan mengembangkan

56
Perpustakaan Unika

niat baik kepada anak lain. Selain itu, anak yang memerankan
perannya dengan baik juga akan berkembang rasa setiakawan, lebih
peduli, dan mempunya hasrat memperhatikan lingkungan sekitar,
dimana hal tersebut ciri dari ketrampilan sosial yang berkembang.
Permainan kooperatif menekankan aspek rekreatif, kekeluargaan,
gotong royong, dan toleransi. Hal tersebut mendukung berkembangnya
ketrampilan sosial. Sebaliknya, permainan soliter menjadikan anak-anak
cenderung pasif dan mengembangkan perilaku kekerasan (Ginsburg,
2007, h.184-185), yang merupakan indikasi dari rendahnya ketrampilan
sosial. Selain itu, permainan soliter akan mengurangi kuantitas
hubungan

sosial

anak

dengan

teman

sehingga

mempengaruhi

kematangan sosial anak yang tercermin dari rendahnya ketrampilan


sosial (Fidriati, 2002).
Penelitian ini tidak lepas dari kelemahan seperti :
1. Penelitian ini terbatas pada individu berusia 7-8 tahun sehingga tidak
bisa menggambarkan ketrampilan sosial pada anak secara umum.
2. Penelitian ini dilakukan di desa yang memiliki kondisi sosial
ekonomi budaya yang kontras dengan kehidupan di kota. Dengan
demikian hasil ini bisa menjadi bias apabila diterapkan pada anakanak di kota.
3. Penelitian ini bukan penelitian eksperimen sehingga tidak bisa
diketahui secara pasti pengaruh dari jenis permainan (permainan
kooperatif dan permainan soliter) terhadap ketrampilan sosial.
4. Pengambilan variabel tergantung dan variabel bebas sudah jelas ada
perbedaan (hipotesis terbukti) lebih karena aspek permainan

57
Perpustakaan Unika

kooperatif (aspek kerjasama) juga merupakan ciri dari ketrampilan


sosial.
5. Pemahaman peneliti yang terbatas tentang konsep permainan soliter
yang cenderung mengarah terhadap permainan elektronik.

58
Perpustakaan Unika

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan ketrampilan
sosial antara anak yang bermain dengan permainan yang bersifat soliter
dan anak yang bermain dengan permainan kooperatif. Anak yang
menyukai permainan yang bersifat soliter memiliki ketrampilan sosial
yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang menyukai permainan
yang bersifat kooperatif.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan saran
sebagai berikut :
1. Bagi Anak-anak
Permainan kooperatif lebih baik untuk mengembangkan
ketrampilan sosial anak dibandingkan dengan permainan soliter.
Adapun contoh permainan kooperatif adalah permainan tradisional.
Oleh karena itu, anak-anak perlu lebih distimulasi bermain dengan
menggunakan permainan tradisional. Anak-anak diberi pengetahuan
dan

diajari

cara

bermain

permainan

tradisional

sehingga

menimbulkan minat dan pada akhirnya anak menjadi suka


melakukan permainan tradisional.

59
Perpustakaan Unika

2. Bagi Peneliti
Penelitian sejenis di masa akan datang disarankan untuk
mempertimbangkan :
a. Faktor-faktor lain dari ketrampilan sosial. Faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkan adalah jenis kelamin, temperamen anak,
regulasi emosi, kemampuan sosial kognitif, prasangka, dan kelas
sosial ekonomi.
b. Menggunakan anak-anak tidak hanya pada usia 7-8 tahun.
c. Melibatkan anak-anak dari kota.
d. Menggunakan metode eksperimen.

60
Perpustakaan Unika

DAFTAR PUSTAKA

Adelar, S.B. 2008. Game Watch, Benarkah Berbahaya Bagi Anak?


http://albertgodlike.wordpress.com/2008/02/12/pengaruh-gamebwt-anak/
Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
-----------, 1999. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
DB. 2008. Kalau Video Games Sudah Mengalahkan Belajar. Mom &
Kiddie, Edisi 17 Th. II, 7-20 April.
Bloom, M. 1990. The Psychosocial Constructs of Social Competency. In
Developing Social Competency in Adolescence. Edited by Gullotta,
T.P., Adams, G.R., and Montemayor, R. California : Sage
Publication, Inc.
Dalrymple, N.J. 2004. Early Social Skills. Star Information Series.
http://www.google.com/early_social_skills/html.
Darwish, D., Esquivel, G.B., Houtz, J.C., and Alfonso, V.C. 2001. Play and
Social Skills in Maltreated and Non-Maltreated Preschoolers During
Peer Interactions. Child Abuse and Neglect, Vol. 25 (1) : 13-31.
Findrianti, L. 2002. Hubungan Frekuensi Bermain Video Games dengan
Tingkat
Kematangan
Sosial
pada
Anak.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm
-gdl-s1-2002-lily-8787-anak&q=Anak
Ginsburg, K.R. 2007. The Importance of Play in Promoting Healthy Child
Development and Maintaining Strong Parent-Child Bonds.
American Academy of Pediatrics, Vol. 119 (1) January : 182-191
Goddard, R. 2005. Building Social Skills. NJ : Community Coordinated
Child Care of Union Country.
Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Jilid 2. Yogyakarta : Andi Offset

61
Perpustakaan Unika

Hasan, F. 1998. Bermain sebagai Hak Anak. Seminar Sehari


Mengembangkan Potensi Anak Sejak Usia Dini. Kerjasama IKIP
Ypgyakarta dengan University of South Australia, 24 September.
Hendy Hasyando. Sekarang Suka Main Playstation. Dalam Lincah dan
Cekatan Berkat Permainan Tradisional. Nakita. http://www.tabloidnakita.com/Panduan/panduan05223-01.htm. Download 6 Juni
2007.
Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Panjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Alih bahasa :
Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.
Kim, Y.A. 2003. Necessary Social Skills related to Peer Acceptance.
http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3614/is_200307/ai_n925021
9. Download 7 April 2008
Krehbiel, J.P. 2005. Social Skills and School-Age Children.
http://www.familyresource.com/parenting/characterdevelopment/social-skills-and-school-age-children. Download 7
April 2008
Lestari, K.D. 2007. Jika Anak Telah Kecanduan Video Game.
http://info.balitacerdas.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarti
cle&artid=6
Lincah dan Cekatan Berkat Permainan Tradisional. Majalah Nakita, 6 Juni
2007.
Macquerie. 2005. Encouraging Social Skills in Children. Primary School
Newsletter
http://www.google.com/encouraging_social_skills_in_children/htm
l.
Mnks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R. 1998. Psikologi
Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Santoso, S. 2005. SPSS Versi 13.0 : Mengolah Data Statistik Secara
Profesional. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

62
Perpustakaan Unika

Santrock, J.W. 2002. Life-Span Develompment : Perkembangan Masa


Hidup. Jilid II. Edisi Kelima. Alih Bahasa : Juda Damanik dan
Achmad Chusairi. Jakarta : PT Erlangga.
Shapiro, L.E. 1998. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak.
Alih Bahasa : Alex Tri Kantjono. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Simanjuntak, J. dan Ndraha, R. 2007. Mendidik Anak Sesuai Jaman dan
Kemampuannya. Jakarta : Layanan Konseling Keluarga dan karier
(LK3).
Stein, S.J. dan Book, H.E. 2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar
Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Alih Bahasa : Trinanda
Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto. Bandung : Kaifa.
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta :
Andi Offset.
VicHealth. 2007. Fact and Sheet : Children and
http://www.vichealth.vic.gov.au Download 7 April 2008

Play.

Wahyono, T. 2002. Keunggulan Permainan Tradisional


Perkembangan Psikologis Anak. Arkhe, Th. 7 (1) : 37-44

Bagi

Willard, H.W. 1992. Having Friends, Making Friends and Keeping Friends
: Relationships as Educational Contexts. www.google.com/havingfriends-making-friends-&-keeping-friends.html. Download 7 April
2008.
Yanti, D. 2005. Ketrampilan Sosial pada Anak Menengah Akhir yang
Mengalami Gangguan Perilaku. Laporan Penelitian. Sumatera :
Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran USU.
Zoelandari, M. 2006. Kembangkan Kepiawaian Anak Bersosialisasi.
http://inspiredkidmagazine.com/artikeleducation.php?artikelID=60
Download 7 Juli 2008.

Perpustakaan Unika

Skala Try Out


Nomor

: (Diisi Peneliti)

Usia

: ..

Jenis Kelamin : ..

PETUNJUK PENGERJAAN

1. Pada lembar berikut terdaftar skala dengan Bagian I, II dan III.


2. Berilah tanda X pada kolom jawaban.
SS

= Bila merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tsb.

= Bila merasa Sesuai dengan pernyataan tsb.

TS

= Bila merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tsb.

STS

= Bila merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tsb.

3. Apabila ingin mengubah jawaban, silakan memberikan tanda dua garis


mendatar ( = ) pada jawaban awal, kemudian Adik dapat menggantinya.
Contoh :
SS
X

TS

STS

3. Semua jawaban dianggap benar tidak ada yang salah.


4. Adik tidak perlu khawatir karena tugas ini tidak ada hubungannya dengan
penilaian sekolah dan jawaban dirahasiakan.
5. Setelah selesai mengerjakan pastikan kembali tidak ada jawaban yang
terlewati.

Atas bantuan dan kerjasamanya Kami mengucapkan terima kasih.

Perpustakaan Unika

BAGIAN I
NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Saya mau mendengarkan teman yang bercerita


bahwa dirinya tadi dimarahi oleh orangtuanya

SS

TS

STS

Apabila ada PR yang sulit maka saya tidak


mengerjakannya

SS

TS

STS

Saya tidak langsung marah sama teman,


meskipun teman mengucapkan kata-kata
menjengkelkan

SS

TS

STS

Saya suka datang terlambat ke sekolah

SS

TS

STS

Saya hanya diam saja kalau diajak berbicara


dengan teman

SS

TS

STS

Saya pura-pura mendengarkan ketika ada teman


yang berbicara dengan saya

SS

TS

STS

Saya berani dihukum apabila berbuat salah

SS

TS

STS

Saya menunggu perintah guru untuk berani


mengerjakan tugas di depan kelas

SS

TS

STS

Apabila saya bertemu dengan teman, biasanya


saya mengajak berbicara terlebih dahulu

SS

TS

STS

10

Setiap kali mendapatkan tugas sekolah, saya


tidak tahu apa yang harus saya kerjakan terlebih
dahulu

SS

TS

STS

11

Setiap tugas sekolah dapat saya kerjakan dengan


baik

SS

TS

STS

12

Saya suka tidak mengerjakan tugas sekolah

SS

TS

STS

13

Saya minta guru untuk menjelaskan lagi apabila


ada pelajaran yang tidak saya mengerti

SS

TS

STS

14

Saya hanya diam saja kalau diajak berbicara


dengan teman

SS

TS

STS

15

Kalau diajak berbicara dengan teman, saya selalu


menatap matanya

SS

TS

STS

16

Saya merasa takut ketika berada di tempat baru

SS

TS

STS

Perpustakaan Unika

BAGIAN II
NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Pulang sekolah saya ingin bermain sendirian

SS

TS

STS

Saya memilih bermain video games karena tidak


perlu mengatur orang lain

SS

TS

STS

Saya semangat menyelesaikan tantangan dari


permainan yang saya lakukan, meskipun seorang
diri

SS

TS

STS

Saya ingin bermain dimana saya bebas mengatur


diri saya

SS

TS

STS

Jika bermain saya hanya ingin sendirian

SS

TS

STS

Saya mampu berlama-lama main sendirian

SS

TS

STS

Saya meniru gaya dari tokoh-tokoh yang ada di


video games

SS

TS

STS

Saat bermain video games saya ingin menjadi


tokoh yang ada dalam games tersebut

SS

TS

STS

Saya langsung setuju kalau diajak teman bermain


video games

SS

TS

STS

10

Saya tidak suka keramaian sehingga malas kalau


diajak bermain bersama teman

SS

TS

STS

11

Saya menikmati bermain seorang diri

SS

TS

STS

12

Saya tahan duduk berjam-jam di depan TV hanya


untuk main play station

SS

TS

STS

13

Saya lebih senang bermain sendirian dengan


mainan yang saya miliki

SS

TS

STS

SS

TS

STS

SS

TS

STS

14

Saya ingin menjadi orang superkuat tidak ada


bandingannya sehingga dapat menolong orang
lain sendirian

15

Saya tidak bosan meskipun bermain seorang diri

Perpustakaan Unika

BAGIAN III
NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Saat bermain saya ingin bermain yang


permainannya dilaksanakan secara kelompok
(seperti gobak sodor)

SS

TS

STS

Ketika akan melakukan permainan secara


bersama-sama, saya sering mengajukan usul
mengenai peraturan bermainnya

SS

TS

STS

Ketika bersama teman-teman, saya mengajukan


ide mengenai permainan yang bisa kami lakukan
secara bersama-sama

SS

TS

STS

Saat bermain drama bersama teman-teman, saya


menjalankan tokoh yang saya perankan sesuai
aturan yang berlaku

SS

TS

STS

Saya tertarik dengan permainan yang melibatkan


interaksi dengan orang lain

SS

TS

STS

Saya ikut permainan yang dilakukan secara


bersama-sama dengan orang lain atas keinginan
sendiri

SS

TS

STS

Ketika melakukan permainan secara bersamasama, saya menjalankan peran saya dengan
sungguhan

SS

TS

STS

Ketika bermain secara bersama-sama dengan


orang lain, saya merasa mengalami banyak
petualangan seru seperti di film-film

SS

TS

STS

Saat terlibat dalam permainan yang melibatkan


interaksi dengan orang lain (seperti gobak sodor)
saya berusaha mematuhi semua peraturan yang
ditetapkan

SS

TS

STS

10

Ketika melakukan permainan secara bersama,


saya memberikan semangat supaya tim saya
berjuang untuk menang

SS

TS

STS

11

Saya bekerjasama dengan baik dengan temanteman supaya permainan yang kami lakukan
semakin mengasyikan

SS

TS

STS

12

Saya tidak berlaku curang ketika melakukan


permainan secara bersama-sama dengan orang
lain

SS

TS

STS

Perpustakaan Unika

NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

13

Saya langsung melibatkan diri dalam permainan


yang melibatkan interaksi dengan orang lain

SS

TS

STS

14

Saya merasa petualangan-petualangan yang ada


dalam cerita di TV dapat saya wujudkan ketika
dilakukan secara bersama-sama dengan orang

SS

TS

STS

15

Saya senang ketika permainan yang saya lakukan


diikuti banyak orang

SS

TS

STS

Perpustakaan Unika

Skala Penelitian
Nomor

: (Diisi Peneliti)

Usia

: ..

Jenis Kelamin : ..

PETUNJUK PENGERJAAN

1. Pada lembar berikut terdaftar skala dengan Bagian I, II dan III.


2. Berilah tanda X pada kolom jawaban.
SS

= Bila merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tsb.

= Bila merasa Sesuai dengan pernyataan tsb.

TS

= Bila merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tsb.

STS

= Bila merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tsb.

3. Apabila ingin mengubah jawaban, silakan memberikan tanda dua garis


mendatar ( = ) pada jawaban awal, kemudian Adik dapat menggantinya.
Contoh :
SS
X

TS

STS

3. Semua jawaban dianggap benar tidak ada yang salah.


4. Adik tidak perlu khawatir karena tugas ini tidak ada hubungannya dengan
penilaian sekolah dan jawaban dirahasiakan.
5. Setelah selesai mengerjakan pastikan kembali tidak ada jawaban yang
terlewati.

Atas bantuan dan kerjasamanya Kami mengucapkan terima kasih.

Perpustakaan Unika

BAGIAN I
NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Apabila ada PR yang sulit maka saya tidak


mengerjakannya

SS

TS

STS

Saya tidak langsung marah sama teman,


meskipun teman mengucapkan kata-kata
menjengkelkan

SS

TS

STS

Saya suka datang terlambat ke sekolah

SS

TS

STS

Saya pura-pura mendengarkan ketika ada teman


yang berbicara dengan saya

SS

TS

STS

Saya menunggu perintah guru untuk berani


mengerjakan tugas di depan kelas

SS

TS

STS

Setiap kali mendapatkan tugas sekolah, saya


tidak tahu apa yang harus saya kerjakan terlebih
dahulu

SS

TS

STS

Saya suka tidak mengerjakan tugas sekolah

SS

TS

STS

Saya minta guru untuk menjelaskan lagi apabila


ada pelajaran yang tidak saya mengerti

SS

TS

STS

Saya hanya diam saja kalau diajak berbicara


dengan teman

SS

TS

STS

10

Kalau diajak berbicara dengan teman, saya selalu


menatap matanya

SS

TS

STS

11

Saya merasa takut ketika berada di tempat baru

SS

TS

STS

BAGIAN II
NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Saya memilih bermain video games karena tidak


perlu mengatur orang lain

SS

TS

STS

Saya ingin bermain dimana saya bebas mengatur


diri saya

SS

TS

STS

Jika bermain saya hanya ingin sendirian

SS

TS

STS

Saya mampu berlama-lama main sendirian

SS

TS

STS

Saya meniru gaya dari tokoh-tokoh yang ada di


video games

SS

TS

STS

Saat bermain video games saya ingin menjadi


tokoh yang ada dalam games tersebut

SS

TS

STS

Perpustakaan Unika

NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Saya langsung setuju kalau diajak teman bermain


video games

SS

TS

STS

Saya tidak suka keramaian sehingga malas kalau


diajak bermain bersama teman

SS

TS

STS

Saya tahan duduk berjam-jam di depan TV hanya


untuk main play station

SS

TS

STS

10

Saya lebih senang bermain sendirian dengan


mainan yang saya miliki

SS

TS

STS

11

Saya ingin menjadi orang superkuat tidak ada


bandingannya sehingga dapat menolong orang
lain sendirian

SS

TS

STS

12

Saya tidak bosan meskipun bermain seorang diri

SS

TS

STS

BAGIAN III
NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Saat bermain saya ingin bermain yang


permainannya dilaksanakan secara kelompok
(seperti gobak sodor)

SS

TS

STS

Ketika akan melakukan permainan secara


bersama-sama, saya sering mengajukan usul
mengenai peraturan bermainnya

SS

TS

STS

Ketika bersama teman-teman, saya mengajukan


ide mengenai permainan yang bisa kami lakukan
secara bersama-sama

SS

TS

STS

Saya tertarik dengan permainan yang melibatkan


interaksi dengan orang lain

SS

TS

STS

Saya ikut permainan yang dilakukan secara


bersama-sama dengan orang lain atas keinginan
sendiri

SS

TS

STS

Ketika melakukan permainan secara bersamasama, saya menjalankan peran saya dengan
sungguhan

SS

TS

STS

Ketika bermain secara bersama-sama dengan


orang lain, saya merasa mengalami banyak
petualangan seru seperti di film-film

SS

TS

STS

Perpustakaan Unika

NO

PERNYATAAN

SS

TS

STS

Saat terlibat dalam permainan yang melibatkan


interaksi dengan orang lain (seperti gobak sodor)
saya berusaha mematuhi semua peraturan yang
ditetapkan

SS

TS

STS

Ketika melakukan permainan secara bersama,


saya memberikan semangat supaya tim saya
berjuang untuk menang

SS

TS

STS

10

Saya bekerjasama dengan baik dengan temanteman supaya permainan yang kami lakukan
semakin mengasyikan

SS

TS

STS

SS

TS

STS

SS

TS

STS

11

Saya tidak berlaku curang ketika melakukan


permainan secara bersama-sama dengan orang
lain

12

Saya senang ketika permainan yang saya lakukan


diikuti banyak orang

Anda mungkin juga menyukai